Anda di halaman 1dari 18

Al-Tijary

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam

P-ISSN: 2460-9404; E-ISSN: 2460-9412


2017, Vol. 3, No. 1, Hal. 69-86 DOI prefix : 10.21093

Manajemen Keuangan Masjid di Kota Yogyakarta

nRizqi Anfanni Fahmi


Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
rizqi.anfanni@uii.ac.id

ABSTRACT

This study aims to describe the financial management practice in Yogyakarta


City, Special Region of Yogyakarta. The data in this study were gathered by using
questionnaires and analyzed by a simple qualitative descriptive approach. The
study was conducted in 180 mosques by using area sampling because Yogyakarta
City divided into 14 districts. Three main issues are focused: budget planning,
fund management, and internal control. The result shows only 37,8% mosques
have budget planning. The source of fund is dominated by Friday prayer infaq,
while physical maintenance is the most expenditure. More than 90% of the
mosques have a simple bookkeeping and financial report, although most of the
mosques have not evaluated the budget regularly. This study reveals the average
of the surplus balance is Rp 45,8 million idle and saved most in the conventional
bank. It could be estimated the total amount of the mosque surplus balance in
Yogyakarta City approximately Rp 22 billion. The study also found that 27 of 180
mosques have an economic empowerment program for the congregation.

Keywords: Mosque,Mosque Management, Financial Management, Non-Profit


Organization

PENDAHULUAN aktivitas sosial, ekonomi, dan juga politik


Data Kementerian Agama tahun (Utaberta et al., 2015).Masjid seharusnya
2013, di Indonesia terdapat 731.096 dapat digunakan untuk berbagai aktivitas
bangunan masjid dan musala. Jumlah ini selain ibadah salat, sebagaimana
bertambah dari tahun 2012 yang mana ditunjukkan oleh Mohd Taib et al.
jumlah masjid dan musala tercatat (2016).
sebanyak 720.292 bangunan(Ichsan, Nabi Muhammad SAW
2014). Jumlah ini membuat Raja Salman membangun masjid tidak menekankan
bin Abdullah, Raja Arab Saudi, ikut pada estetika bangunannya, namun lebih
terkejut (Ihsanuddin, 2017). Jumlah yang kepada fungsi dan kebutuhan masyarakat
sangat besar ini tentunya tidak lepas dari setempat. Hal ini cukup kontras kita
besarnya jumlah populasi muslim di temui di era saat ini, dimana banyak
Indonesia. masjid megah berdiri namun tak memiliki
Bagi umat Islam, masjid merupakan fungsi dan manfaat bagi masyarakat,
simbol peradaban umat. Makmurnya selain sekadar tempat ibadah
masjid pertanda peradaban Islam di (Shah et al., 2015).
tempat itu maju.Pada masa awal Islam di Masjid merupakan kekuatan umat
Madinah, masjid menjadi pusat ibadah, Islam yang masih belum dioptimalkan

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam | 69


Rizqi Anfanni, Manajemen....

perannya (Nasution, Dahlan, Husaini, & tradisional, tanpa ada perencanaan


Ahmed, 2015). Apalagi sebenarnya apalagi evaluasi. Termasuk di dalamnya
masjid bisa menjadi potensi wisata pada ialah pengelolaan keuangan masjid.
wilayah-wilayah tertenu yang potensial Berapa banyak masjid yang kita temui
(Chen et al., 2015). Dalam studi Sinaga dana masjid hanya dikelola insidental.
(2015) menunjukkan bahwa jamaah juga Mungkin terencana jika hanya ada
membutuhkan fasilitas perpustakaan, pembangunan atau renovasi masjid.
taman, dan juga sekolah. Beberapa Dalam penghimpunan dana
contoh di atas menunjukkan arti penting misalnya, banyak ditemui masjid yang
masjid dalam masyarakat. seolah “mengemis” kepada pengguna
Sayangnya, banyak umat Islam jalan untuk pembangunan masjid, dengan
yang tidak melirik arti penting masjid dalih sedekah. Penulis pernah menemui
dalam membangun masyarakat. fakta pada sebuah wilayah di dekat Jawa,
Mayoritas pengurus masjid ialah orang ada lebih dari 15 titik ”peminta-peminta”
yang memiliki aktivitas utamalain yang pembangunan masjid di pinggir jalan
dianggap lebih bernilai dan penting atau selama perjalanan kurang lebih empat
para lansia yang dengan terbatasnya jam. Padahal dari perpektif hukum Islam,
tenaga dan pikiran mencoba untuk kegiatan seperti ini bisa mendatangkan
“berkidmat” pada Tuhan dengan menjadi banyak madlarat dan menjatuhkan derajat
pengurus masjid. Mengurusi masjid martabat Islam sehingga dihukumi haram
hanya menjadi sampingan, hanya mengisi li sadd al-dzarî’ah( Wardi, 2012).
waktu luang. Tidaklah mengherankan Jamak pula kita temui di banyak
apabila peran masjid belum bisa optimal masjid laporan keuangan ditulis di papan
di masyarakat kita. Dampaknya, masjid pengumuman seadanya, bahkan
hanya dikelola sekenanya dan seringkali tidak diperbarui. Jika pun ada,
semampunya, tak ada perencanaan sistem pelaporan keuangan masih
sehingga mustahil menghasilkan berbentuk format biasa yang sesuai
program-program yang berkualitas. dengan pemahaman para pengurus yang
Untuk memaksimalkan fungsi notaben banyak pula tak memiliki
masjid seutuhnya, tidak hanya sebagai keterampilan mengelola keuangan.
tempat ibadah, maka diperlukan para Pencatatan dan pelaporan biasanya
pengelola yang kompeten dari segi berupa pencatatan uang masuk dan
keilmuan dan keterampilan. Tidak hanya keluar. Laporan keuangan disusun hanya
dalam ‘alim dari sisi ilmu agama, namun sebagai bentuk pertanggungjawaban
juga cakap dalam ilmu manajemen. Oleh kepada para jamaah. Mungkin inilah
karenanya, beberapa aspek yang perlu bentuk transparansi dan akuntabiltas
diperhatikan untuk meningkatkan fungsi masjid yang ada sekarang (Andarsari,
masjid, yaitu aspek keorganisasian dan 2016).
juga aspek sumber daya manusia Benar adanya belum ada aturan
(Hentika, Suryadi, & Rozikin, 2009). tegas yang mewajibkan pengurus masjid
Karena itulah, masjid seyogyanya membuat laporan keuangan. Hanya
dikelola sebagaimana perusahaan besar pengurus yang memaknai tanggung
dikelola secara profesional. Menjadi jawabnya sebagai amanah umatlah
ironi, ketika masjid yang memiliki sehingga mendorong praktik akuntabilitas
banyak fungsi dan peran dalam pada masjid (Siskawati, Ferdawati, &
masyarakat bahkan negara, hanya Surya, 2016). Islam adalah agama yang
dikelola ala kadarnya, konservatif, mendorong akuntabilitas, bahkan ayat

70 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

terpanjang pun bicara soal pencatatan Manajemen keuangan adalah proses


keuangan. Jangan sampai ada keuangan pengambilan keputusan-keputusan yang
masjid menjadi sumber konflik akibat tak berkaitan dengan seberapa banyak dan
adanya transparansi dan akuntabilitas apa saja aset yang bisa dimiliki,
pengelolaan dana (Yusuf & bagaimana meningkatkan modal yang
AbdurRaheem, 2013). Oleh karena itulah, dibutuhkan untuk membeli aset tersebut,
sebagai simbol dan representasi umat dan bagaimana menjalankan organisasi
Islam, maka keuangan masjid harus perusahan untuk memaksimalkan nilai
dikelola dengan profesional sesuai perusahaan. Prinsip yang sama juga
dengan standar manajemen keuangan berlaku untuk perusahaan maupun
organisasi nirlaba. lembaga nirlaba (Brigham & Houston,
Tulisan ini bertujuan untuk 2017).
menggambarkan praktik manajemen Manajemen keuangan dalam suatu
keuangan yang ada di Kota Yogyakarta. organisasi atau lembaga nirlaba memiliki
Dikenal juga sebagai Kota Pelajar, fungsi untuk menyajikan dan membagi
penduduk Kota Yogyakarta memiliki sumber dana yang ada untuk memastikan
persentase tingkat pendidikanyang terselenggaranya program suatu lembaga.
berjenjang SLTA adalah 30,2%, Diploma Menurut Nainggolan (2012) yang
I-III 5,7%, Strata I 14,7%, dan Strata II termasuk manajemen keuangan lembaga
sebesar 1,5%(Biro Tata Pemerintahan nirlaba meliputi:
Setda DIY, 2016).Artinya, lebih dari 50% 1. Perencanan anggaran yang
penduduk Kota Yogyakarta diterjemahkan dalam penyusunan
berpendidikan minimal SLTA. Dengan anggaran
kata lain, secara pendidikan penduduk 2. Pencatatan dan pelaporan arus kas
Kota Yogyakarta bisa dikatakan masuk dan keluar
berpendidikan cukup. Apalagi Kota 3. Evaluasi kinerja keuangan yang
Yogyakarta dikenal dengan julukan meliputi audit dan evaluasi anggaran.
“Kota Pendidikan”. Asumsinya, dengan Masjid dapat dimasukkan dalam
tingkat pendidikan yang cukup itu pula, kategori organisasi nirlaba karena
para pengurus masjid telah memiliki merupakan organisasi yang orientasi
pengetahuan yang cukup baik tentang kegiatannya bukan keuntungan atau
manajemen masjid, termasuk manajemen kekayaan semata, namun bersifat sosial
keuangan. (Nainggolan, 2012). Jadi, masjid
seharusnya mengikuti tata cara
KAJIAN PUSTAKA pengelolaan lembaga nirlaba.
Manajemen masjid merupakan Manajemen keuangan masjid
rangkaian aktivitas yang menggunakan berhubungan dengan cara-cara yang
perangkat-perangkat organisasi (unsur digunakanpengurus masjid dalam
dan fungsi) untuk mencapai tujuan menghimpun dan mengelola dana untuk
masjid, yaitu makmurnya masjid. Dengan kepentingan umat Islam yang dengan
adanya manajemen, masjid dapat terencana, terukur, serta terkontrol. Oleh
menyusun perencanaan yang baik, karena itu, dalam manajemen keuangan
pengorganisasian yang rapi, eksekusi masjid setidaknya mencakup:
kegiatan yang terarah, administrasi yang a. Rencana Anggaran Pendapatan dan
terarsip baik, evaluasi yang produktif, Belanja (RABP) Masjid yang memuat
serta mekanisme operasional kerja yang ikhtisar kondisi keuangan tahunan
efektif dan efisien (Suherman, 2012). masjid.

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |71


Rizqi Anfanni, Manajemen....

b. Teknik pelaksanaan anggaran, yakni masjid yang sesuai dengan PSAK 45


tata cara penggunaan anggaran agar (Masdenia, 2015).
tertib secara administrasi keuangan Temuan Simanjuntak dan Januarsi
dan terwujudnya disiplin anggaran. (2011) disebutkan ada masjid dengan
c. Buku kas dan catatan keuangan laporan keuangan yang sangat sederhana.
lainnya. Setiap transaksi Terdiri dari empat kolom, uraian
harusmenggunakan buku kas, yaitu transaksi, debet, kredit, serta saldo.
catatan cash flow (keluar masuknya Ditambah laporan keuangan belum secara
uang tunai)sehingga dapat diketahui konsisten dilaporkan. Bahkan pengurus
jumlah saldo kas yang tersedia. berpendapat bahwa menyajikan secara
Terdapat dua jenis buku kas, yakni transparan dan akuntabel laporan
Kas Besar dan Kas Kecil. Kas Besar keuangan dapat mendorong perilaku
adalah bagian dari saldo uang tunai “riya” dari para pengurus sehingga
yang tidak langsung digunakan dalam membutuhkan pendekatan khas dalam
transaksi harian, sedangkan Kas Kecil menghadapi budaya seperti itu. Padahal,
merupakan sejumlah uang tunai yang pengelolaan dana masjid yang baik
dicadangkan untuk membayar merupakan bentuk sifat amanah atas
pengeluaran dalam jumlah kecil tanggung jawab yang diemban pengurus
(Suherman, 2012) masjid walaupun pada tataran
Penelitian-penelitian terkait pelaksanaannya belum begitu formal
manajemen keuangan masjid secara (Zoelisty, 2014).
khusus belum banyak dilakukan, Sementara itu, pengelolaan dana
terutama di Indonesia. Salah satu masjid, terutama dari sisi penggunaan
penelitian yang membahas manajemen dana, seringkali tidak efektif. Tidak
keuangan adalah studi Mukrodi (2014). efektifnya pengelolaan dana masjid
Dalam studinya ia menemukan masjid nampak dari fakta bahwa sebagian besar
yang menjadi studi kasusnya sudah dana diorientasikan untuk pembangunan
menerapkan sistem pencatatan uang fisik serta pemeliharaannya. Sementara
masuk dan keluar yang kemudian diaudit untuk kegiatan selain fisik sangat minim
lalu dilaporkan kepada seluruh pengurus jumlah yang dianggarkan (Ajahari,
masjid. Kekurangan yang masih 2009).
ditemukan adalah tidak adanya rencana Di beberapa negara, terutama negeri
anggaran. Sebuah studi lain menyebutkan jiran, kajian tentang keuangan masjid
bahwa bentuk tanggung jawab keuangan sudah cukup banyak dilakukan.
masjid hanya disampaikan melalui Misalnya, dalam sebuah Studi di Kuala
mimbar Jumat sebelum rangkaian ibadah Terengganu didapati bahwa laporan
Jumat, itupun tergantung permintaan keuangan sudah berjalan baik, namun
ketua (Nurlailah, Nurleni, & Madris, belum baik dalam kontrol anggaran
2014). (Shaharuddin & Sulaiman, 2015). Ada
Manajemen keuangan masjid pula kajian manajemen keuangan yang
harusnya mengacu pada PSAK 45 fokus pada pengendalian internal
tentang akuntansi lembaga nirlaba. (internal control). Hasilnya
Namun, sebuah kajian menunjukkan memperlihatkan bahwa perlu adanya
bahwa implementasi PSAK 45 masih perhatian pada pembagian tugas serta
jauh dari harapan jika diterapkan di prosedur dalam penerimaan dan
masjid. Bisa jadi karena belum ada aturan penggunaan dana masjid (Mohamed,
yang mewajibkan pelaporan keuangan Masrek, Mohd Daud, Arshad, & Omar,

72 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

2015).Pengendalian internal seharusnya antara manajemen keuangan tradisional


tidak hanya terkait perkara pelaporan dan modern dengan menggunakan sistem
keuangan saja, melainkan juga komputer berbasis Balance Score Card
pengungkapan seluruh informasi non- (BSC), dan juga analisis SWOT
keuangan (Adil, Mohd-Sanusi, Jaafar, (Tajuddin, Aman, & Ismail, 2014).
Khalid, & Aziz, 2013). Pengendalian Praktik manajemen keuangan
internal yang memadai menunjukkan lembaga nirlaba berbasis keagamaan juga
komitmen pengurus masjid dalam ditemukan pada studi Agustana,
menjalankan amanah mengelola uang Herawati, & Atmaja (2017). Hasil
umat. Selain itu, pengendalian ini dapat studinya menunjukkan bahwa pengurus
menjamin bahwa uang umat benar-benar pura telah menggunakan rancangan
digunakan secara tepat (Sulaiman, Siraj, anggaran belanja (RAB) dalam setiap
& Ibrahim, 2008).Dana umat yang kegiatan. Laporan keuangan juga
sebagian besar berasal dari donatur dan diinformasikan kepada setiap pemangku
infak jamaah, maka masjid seharusnya kepentingan. Dalam studi yang lain
menerapkan prinsip-prinsip akuntansi menunjukkan rumah ibadah masih
sebagai alat yang dapat bergantung pada sumbangan dan donasi
merepresentasikan akuntabilitas dari para jamaah sehingga perlu
pengelolaan dana masjid (Zain, dipertimbangkan mencari sumber
Samsudin, & Osman, 2015). keuangan lain melalui berbagai aktivitas
Salah satu poin yang juga penting fundraising(Femi, Babajidemichael, &
adalah tentang panduan (guideline) Abosede, 2016).
syariah dalam mengelola keuangan Untuk organisasi nirlaba secara
masjid. Panduan ini penting untuk umum dapat diketahui bahwa pimpinan
memfilter penerimaan dan pengeluaran atau bendahara organisasi atau lembaga
masjid mana yang tidak sesuai dengan yang berpengalaman mempengaruhi
syariah sekaligus memberikan arah mana aktivitas pengelolaan keuangan sebuah
program yang menjadi prioritas. Panduan lembaga nirlaba(Raudhiah, Bakar, &
ini dapat mencegah jangan sampai dana Tajuddin, 2014; Strydom & Stephen,
masjid terakumulasi ratusan ribu dolar 2014). Selain itu, besar kecilnya ukuran
dan hanya mengendap begitu saja tanpa organisasi juga Besar kecilnya organisasi
digunakan (Ramli, Jalil, Hamdan, Haris, lembaga nirlaba berpengaruh pada
& Aziz, 2014). pengungkapan laporan keuangan.
Di Sri Lanka, pengelolaan Semakin besar organisasi, semakin rinci
keuangan masjid juga masih konservatif laporan yang diinformasikan (Ali, Said,
dan sederhana. Pencatatan keuangan Omar, Rahman, & Othman, 2012).
hanya ala kadarnya dan tidak memadai Penggunaan teknologi digital membuat
untuk disajikan. Bahkan mereka kepercayaan publik akan semakin baik
mengalami kesulitan dalam pendanaan (Marshall, Kirk, & Vines, 2016) serta
dan hanya bisa menutupi pengeluaran meminimalisasi keterlambatan pelaporan
rutin (Jazeel, 2014). keuangan (Reheul, Van Caneghem, &
Bicara soal organisasi nirlaba yang Verbruggen, 2012). Baik tidaknya
berbasis keagamaan, kita juga dapat performa sebuah lembaga nirlaba dapat
merujuk pada pengelolaan lembaga zakat. dilihat dari rasio serapan anggaran,
Contohnya di Malaysia, sebuah lembaga efisiensi penghimpunan dana, serta
zakat di sana sudah menggunakan dukungan publik (Su, 2014).
manajemen keuangan yang terintegrasi

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |73


Rizqi Anfanni, Manajemen....

Penelitian ini hendak masjid yang menjadi lokasi penelitian


mendeskripsikan bagaimana manajeman memiliki luas tanah lebih dari 300 m2 dan
sebanyak 65,6% masjid berstatus tanah
JAWABAN JMH PER wakaf.
Rp 100.000,00 - Rp 1.000.000,00 14 7.8% Praktik manajemen keuangan
> Rp 1.000.000,00 - Rp 5.000.000,00 114 63.3% masjid pertama kali yang dikaji adalah
> Rp 5.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 34 18.9% perencanaan anggaran. Perencanaan di
> Rp 10.000.000,00 - Rp 20.000.000,00 12 6.7% sini adalah penyusunan rencana anggaran
> Rp 20.000.000,00 2 1.1% belanja masjid dalam setahun. Berikut ini
Tidak Menjawab 4 2.2% adalah rinciannya
N=180
keuangan diterjemahkan dalam praktik Tabel 1
manajemen masjid di Kota Yogyakarta. Rencana Anggaran Belanja Masjid
Mulai dari praktik penganggaran, JAWABAN JML PERSEN
pengelolaan, hingga pengendalian Rutin ada 68 37,8%
internal yang mana hal ini belum banyak
ditemui dalam penelitian-penelitian Tidak selalu ada 63 35,0%
sebelumnya. Tidak pernah ada 48 26,7%
Tidak Menjawab 1 0,6%
METODE PENELITIAN
N= 180
Penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research) dengan Sumber: Data Primer Diolah, 2016.
pendekatan deskriptif kualitatif. Populasi
masjid di Kota Yogyakarta berjumlah Tabel di atas menunjukkan kurang
494 bangunan (Kementerian Agama, dari 50% masjid yang membuat Rencana
2014). Teknik sampling yang digunakan Anggaran Belanja secara rutin. Hal ini
adalah Area Sampling dengan jumlah disebabkan karena mayoritas pengurus
sampel sebanyak 180 masjid setelah menganggap perencanaan anggaran tidak
dihitung menggunakan rumus yang begitu penting, yang terpenting adalah
dikembangkan oleh Isaac danMichael. program rutin berjalan dan uang kas
Kuesioner terbuka dan tertutup keduanya tersedia, begitu menurut penuturan
digunakan dalam pengambilan data lalu beberapa pengurus.
dibagikan langsung kepada 180 pengurus Bagi yang telah menyusun
masjid yang tersebar di 14 Kecamatan se- anggaran belanja, sebanyak 29,5%
Kota Yogyakarta. Jawaban dari kuesioner menghitung rencana pengeluaran dahulu
disajikan dalam bentuk persentase yang untuk menyusun anggaran, sedangkan
telah diolah secara sederhana dengan 25,8% anggaran disusun berdasarkan
software Microsoft Excel. Data dianalisis pengalaman tahun sebelumnya sedangkan
dengan metode deskriptif sederhana. sisanya tidak ada acuan yang dipakai.
Beberapa masjid hanya membuat
HASIL PENELITIAN anggaran ketika ada program
Dari 180 responden, lebih 90% pembangunan atau pengembangan fisik
merupakan lulusan SLTA ke atas dan masjid.
40% merupakan bendahara masjid.
Sedangkan 62,2% masjid dikelola
masyarakat tanpa ada afiliasi pada
yayasan atau organisasi tertentu. 46,1%

74 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

Tabel 2 pemasukan masjid, walaupun tidak besar


Sumber Pemasukan Terbesar jumlahnya. Salah satu masjid yang
memiliki usaha adalah Masjid
JAWABAN JMH PER Jogokariyan dengan usaha penginapan
Rp 100.000,00 - Rp 1.000.000,00 14 7.8% yang dimilikinya. Dalam setahun bisa
> Rp 1.000.000,00 - Rp 5.000.000,00 114 63.3% memperoleh laba bersih Rp
> Rp 5.000.000,00 - Rp 10.000.000,00 34 18.9% 25.000.000,00 dengan omset Rp
> Rp 10.000.000,00 - Rp 20.000.000,00 12 6.7% 86.470.000,00 sepanjang tahun 2015.
> Rp 20.000.000,00 2 1.1% Berikutnya adalah tentang
Tidak Menjawab 4 2.2% pemasukan rata-rata masjid per bulan.
N=180 Sesuai tabel sebelumnya, pemasukan
terbesar dari infak Jumat. Jika ditambah
Sumber: Data Primer Diolah, 2016. dengan pemasukan lainnya, maka
didapatkan data pemasukan rata-rata per
Setelah perencanaan anggaran bilan sebagai berikut
selanjutnya adalah pengelolaan dana
yang meliputi penghimpunan dana, Tabel 3
penyaluran dana, dan saldo dana. Tabel 2 Pemasukan Rata-rata Masjid per
di atas menunjukkan ketergantungan Bulan
terhadap infak Jumat sangatlah besar.
Satu hal yang tak bisa dipungkiri. JAWABAN JML PER
Sebanyak 72,2% masjid jumlah Infak Jumat 158 87,8%
perolehan infak jumatnya antara Rp Infak jamaah
100.000,00 - Rp 1.000.000,00, di atas Rp non salat jumat 3 1,7%
1.000.000,00 hingga Rp 3.000.00,00 Kotak infak 13 7,2%
sebanyak 23,3%, dan ada satu masjid Donatur 7 3,9%
yang memperoleh infak Jumat rata-rata di Zakat 2 1,1%
atas Rp 5.000.000,00, yaitu masjid Gedhe Wakaf 2 1,1%
Kauman. Sebaliknya, masih ada dua Bantuan
masjid yang perolehan infak jumatnya di Pemerintah 2 1,1%
bawah Rp 100.000,00. Tidak
Pemasukan dari kontak infak Menjawab 1 0,6%
diartikan di sini adalah kotak infak yang N=180
diletakkan permanen di satu titik, tidak
termasuk saat salat Jumat. Sedangkan Sumber: Data Primer Diolah, 2016.
infak non-salat Jumat berarti infak yang
didapatkan di luar salat Jumat, semisal Sebagian besar masjid menerima
saatpengajian. Bantuan pemerintah yang pemasukan di atas Rp 1.000.000,00
didapatkan masjid merupakan program sampai dengan Rp 5.000.000,00 per
rutin pemerintah Kota Yogyakarta bulan. Jika ditotal dari 180 masjid,
sehingga hampir setiap masjid tercatat angka Rp 846.314.000,00
mendapatkannya setiap tahun, walaupun pemasukan masjid per bulan atau rata-
jumlahnya tidak lebih dari Rp rata Rp 4.808.602,00 per bulan setiap
1.000.000,00. masjid. Jika dikalikan dengan jumlah
Yang menarik, ternyata ada 19 masjid di Kota Yogyakarta maka
masjid yang mengklaim memiliki usaha didapatkan angka Rp2.375.449.388,00.
mandiri masjid dan menjadi bagian Dengan kata lain ada uang masuk sebesar

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |75


Rizqi Anfanni, Manajemen....

Rp 2 milyar ke masjid-masjid di Kota memberikan beasiswa kepada anak yang


Yogyakarta setiap bulannya. Pemasukan kurang mampu.
terbesar dari 180 masjid mencapai Rp Temuan yang menarik adalah ada
75.000.000,00, sedangkan yang terkecil 27 masjid atau sekitar 15% yang
sejumlah Rp 250.000,00 per bulan. memiliki program pemberdayaan
ekonomi jamaah, yang mana sebagian
Tabel 4 masjid membuat kebijakan menggunakan
Pengeluaran Terbesar Masjid dana masjid untuk program
pemberdayaan ekonomi, baik untuk
JAWABAN JML PERSEN modal usaha jamaah, maupun berbentuk
Pembangunan &
101 56,1% koperasi. Sebagian besar dari masjid
perawatan fisik masjid
membuat program pemberdayaan karena
Kegiatan dakwah 57 31,7% adanya rasa kepedulian antarjamaah
Operasional 28 15,6% kepada jamaah yang kurang beruntung
Bantuan sosial kepada secara ekonomi sehingga masjid harus
jamaah 5 2,8% hadir untuk menjawab persoalan tersebut.
Lainnya 1 1,2% Selain itu, ada juga yang disebabkan
kesadaran bahwa infak masjid bisa
Tidak Menjawab 2 1,1%
dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi.
N=180 Sedangkan bagi masjid yang belum
Sumber: Data Primer Diolah, 2016. memiliki program pemberdayaan, ada
yang beralasan tidak memiliki sumber
Untuk penggunaan atau daya manusia yang siap untuk mengelola
pengeluaranxx dana masjid, didapati dan mengurusi program pemberdayaan.
bahwa lebih dari 50% dana masjid Yang menarik, cukup banyak pengurus
digunakan untuk pembangunan dan yang mengaku ingin membuat program
perawatan fisik masjid. Masih banyak pemberdayaan ekonomi bagi jamaah,
pemikiran bahwa hal yang paling namun belum bisa terlaksana.
menonjol untuk dilihat dari bagus
tidaknya masjid adalah dari fisiknya. Tabel 5
Bahkan ada suatu masjid yang Pengeluaran Rata-rata Masjid per
pengurusnya mengakui bahwa seluruh Bulan
dana masjid digunakan untuk
NOMINAL JML PERSEN
pembangunan fisik. Penulis pun
Rp 100.000,00 - Rp
mendapati masjidnya sangat mewah, 71 39,4%
1.000.000,00
namun masih terus saja ada > Rp 1.000.000,00 -
85 47,2%
pembangunan fisik. Rp 5.000.000,00
Yang termasuk dalam kegiatan > Rp 5.000.000,00 -
8 4,4%
dakwah antara lain adalah pengajian, Rp 10.000.000,00
> Rp 10.000.000,00 -
Taman Pendidikan Alquran (TPA), dan Rp 20.000.000,00
5 2,8%
khutbah jumat. Sedangkan yang termasuk > Rp 20.000.000,00 2 1,1%
kategori operasional adalah pembayaran Tidak Menjawab 9 5%
listrik, kesekretariatan, dan gaji marbot N=180
jika ada. Ada sebagian kecil masjid yang Sumber: Data Primer Diolah, 2016.
memberikan bantuan sosial kepada
jamaahnya, seperti bantuan jika ada
jamaah yang sakit, meninggal, atau untuk

76 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

Mayoritas masjid memiliki dana yang dimiliki untuk kegiatan-


pengeluaran bulanan lebih dari Rp kegiatan masjid, termasuk program
1.000.000,00. Total pengeluaran dari ekonomi yang terbukti hanya 27 masjid
seluruh masjid tersebut adalah Rp yang memiliki program pemberdayaan.
557.196.990,00 dengan rata-rata Dari 167 masjid yang memberikan
pengeluaran per bulan sebesar Rp data, total saldo kas yang terkumpul
3.258.462,00. Pengeluaran per bulan mencapai angka Rp 7.659.682.911,00
terbesar mencapai Rp 125.000.000,00 atau rata-rata Rp 45.866.365,00 per
dan yang terendah Rp 140.000,00 per masjid. Sekali lagi apabila kita coba
bulan. kalikan dengan jumlah masjid di Kota
Jika kita bandingkan rata-rata Yogyakarta, maka didapatkan angka
pengeluaran dibanding pemasukan per Rp22.657.984.310,00. Jumlah yang tidak
bulan didapatkan persentase bisa dibilang kecil. Masjid dengan saldo
perbandingan 68%. Dengan kata lain terbesar adalah Masjid Gedhe Kauman
penyerapan dana 68% dari dana yang dengan saldo mencapai Rp 1,5 milyar dan
masuk per bulan. Bisa pula dikatakan yang terendah hanya memiliki saldo Rp
bahwa setiap bulannya ada saldo 50.000,00. Hal yang sangat kontras
tambahan sebesar 32% dari dana yang sekali. Hal ini dapat terjadi karena lokasi,
diterima masjid. Dengan bahasa lain, ada daya tampung dan ukuran masjid, dan
potensi tambahan 32%dana mengendap bisa jadi karena penggunaan dana masjid
di setiap masjid. yang rendah penyerapannya sehingga
Terakhir untuk aspek pengelolaan masih banyak dana masjid yang
dana, yaitu tentang saldo dana masjid. mengendap.
Berikut ini adalah data saldo kas yang Dari sekian besar saldo dana masjid
ada di 180 masjid tersebut. yang mengendap, tak semuanya disimpan
di Bank Syariah. Jika melihat dari sisi
Tabel 6 kepatutan, sebagai institusi utama umat
Saldo Kas Masjid Islam yang melarang praktek bunga yang
NOMINAL JML PERSEN ada di Bank konvensional, maka hal ini
< Rp 1.000.000 6 3.3% tidak seharusnya terjadi. Baru 41,7%
> Rp 1.000.000 – masjid yang menyimpan dananya di bank
44 24.4%
Rp 10.000.000 syariah, lebih kecil persentasenya
> Rp 10.000.000 – dibandingkan yang menyimpan di bank
83 46.1%
Rp 50.000.000 konvensional yakni sebesar 43,3%. Hal
> Rp 50.000.00 – ini patut menjadi perhatian pengurus
21 11.7%
Rp 100.000.000
masjid terkait dengan tempat
> Rp 100.000.000 13 7.2%
penyimpanan dana masjid. Sebagian
Tidak Menjawab 13 7.2%
pengurus berdalih belum memasukkan
N=180 kas masjid ke bank syariah karena yang
Sumber: Data Primer Diolah, 2016 paling dekat adalah bank konvensional,
ada pula yang beralasan karena rekening
65% masjid memiliki saldo di atas si pemegang dana masjid ada di bank
Rp 10.000.000,00. Artinya, masjid- konvensional sehingga ia ingin lebih
masjid di Kota Yogyakarta memiliki praktis dengan tidak beralih ke bank
saldo kas yang cukup jika ingin membuat syariah.
berbagai macam program kemasjidan. Komponen terakhir dalam
Arti yang lain, masjid-masjid di Kota manajemen keuangan masjid, yaitu
Yogyakarta belum mampu menyerap

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |77


Rizqi Anfanni, Manajemen....

pengendalian internal yang meliputi Untuk pelaporan keuangan, masih


pendelegasian tugas, prosedur uang ada 8,4% atau 15 masjid yang tidak
masuk dan keluar, pelaporan keuangan, membuat laporan keuangan sama sekali
evaluasi anggaran, serta pelaksanaan atau hampir tidak pernah, sementara 93%
audit. Untuk pendelegasian tugas, yang lain membuat laporan keuangan.
keuangan masjid seperti jamak dilakukan, Laporan keuangan ada yang dibuat
tanggung jawab diemban oleh bendahara bulanan, tahunan,
masjid. Namun, pada beberapa masjid mingguan, dan adapula pula
ditemukan fakta bahwa keuangan masjid triwulan. Lebih dari 50% masjid
juga dipegang oleh ketua takmir (DKM). membuat laporan tiap bulannya. Bahkan
Untuk pencatatan uang masuk dan ada yang membuatnya dalam sebuah
keluar, berikut ini paparan hasilnya. buletin tahunan yang tidak hanya memuat
laporan keuangan selama satu tahun,
Tabel 7 tetapi juga memuat program-program lain
Prosedur Pencatatan Pemasukan dan yang diadakan masjid. Media yang lazim
Pengeluaran digunakan untuk menginformasikan
JAWABAN JML PERSEN kondisi keuangan masjid adalah melalui
Menggunakan bukti papan pengumuman yang ditempel di
pengeluaran/pemasukan 164 91,1% salah satu bagian masjid. Adapula yang
dan dicatat di buku kas membagikannya kepada seluruh pengurus
Hanya dicatat di buku kas 15 8.3% masjid dan ada yang diumumkan lewat
Tidak ada pencatatan 1 0.6% mimbar jumat sebelum khotib memulai
Tidak Menjawab 1 0.6% khutbahnya.
N=180 Dari 15 masjid yang tidak secara
Sumber: Data Primer Diolah, 2016. rutin melaporkan kondisi keuangan
masjid, terdapat banyak alasan yang
Dari tabel di atas dapat kita lihat menyebabkannya, antara lain tidak
hampir semua masjid membuat adanya petugas yang ditunjuk untuk
pencatatan yang disertai bukti, yang membuat laporan keuangan, lalu
berupa nota maupun kuitansi. Artinya, kesibukan pengurus, dan ada pula yang
pengurus cukup ketat dalam mengawasi mengaku tidak memiliki keahlian dalam
uang masuk dan keluar. Namun biasanya, membuat laporan keuangan. Bahkan, ada
pengeluaran-pengeluaran bersifat rutin yang mengatakan bahwa cukup
dan jumlahnya kecil tidak menggunakan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
bukti pengeluaran. saja.
Untuk prosedur pencairan dana Selain laporan keuangan, salah satu
masjid, hanya 40% yang mengharuskan bentuk pengendalian internal keuangan
adanya surat permohonan atau formulir masjid adalah dengan melakukan
permohonan dana. Sedangkan sebagian evaluasi penggunaan anggaran.
besar atau 67,8% masjid mensyaratkan
cukup dengan persetujuan lisan pengurus,
baik ketua maupun bendahara masjid,
namun hanya pengeluaran dengan
nominal yang tidak besar. Untuk
pengeluaran dalam jumlah besar ataupun
untuk pengeluaran yang tidak rutin maka
harus dengan surat.

78 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

Tabel 8 Tabel 9
Evaluasi Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Audit Internal
JAWABAN JML PERSEN JAWABAN JML PERSEN
Ada dan rutin 46 25,6% Rutin 86 47,8%
Ada, tidak rutin 82 45,6% Jarang 63 35,0%
Dulu ada, sekarang
tidak 8 4,4% Tidak pernah 26 14,4%

Tidak pernah ada 37 20,6% Tidak Menjawab 5 2,8%

Tidak Menjawab 7 3,9% N=180


Sumber: Data Primer Diolah, 2016.
N=180
Sumber: Data Primer Diolah, 2016.
Bisa diamati bahwa audit internal
menjadi sebuah hal rutin yang harus
Evaluasi penggunaan anggaran
dilakukan. Masjid-masjid yang
dimaksudkan untuk melihat apakah dana
melakukan audit internal ialah masjid-
yang masuk sesuai target dan juga apakah
masjid yang telah membuat rencana
penggunaan dana sesuai dengan anggaran
anggaran belanja di awal, sedangkan
belanja. Dari data di atas nampak bahwa
yang tidak pernah melakukan semua
pengurus masjid telah melakukan
masjid yang tidak memiliki rencana
evaluasi anggaran, walaupun sebagian
anggaran.
besar tidak rutin. Masih cukup banyak
Untuk audit internal, adalah wajar
pula yang tidak pernah sama sekali
jika hanya 3,8% masjid yang melakukan,
mengevaluasi karena memang tidak
Sedangkan 85% tidak pernah ada sama
pernah membuat perencanaan anggaran
sekali. Hal ini bisa terjadi karena
sehingga tidak ada yang dievaluasi.
memang belum ada aturan yang
Terakhir adalah pelaksanaan audit
mewajibakan masjid diaudit oleh auditor
yang dibagi menjadi audit internal dan
independen. Bisa jadi karena tidak
audit eksternal. Audit internal adalah
dipandang perlu dan urgen. Anggapan
pemeriksaan sederhana yang dilakukan
bahwa pengurus masjid tidak akan berani
oleh pengurus masjid lain, terutama ketua
menyelewengkan dana umat adalah
, terhadap laporan keuangan yang telah
asumsi umum yang digunakan sebagai
disusun oleh petugas, dalam hal ini
dalih.
mayoritas dibuat bendahara masjid. Audit
eksternal adalah pemeriksaan atas
PEMBAHASAN
laporan keuangan yang dilakukan oleh
Penelitian ini memberikan deskripsi
pihak di luar pengurus masjid, semisal
bagaimana manajemen keuangan di
yayasan atau lembaga yang menaungi
masjid-masjid yang ada di perkotaan.
masjid.
Pada komponen perencanaan anggaran,
Mukrodi (2014) menemukan bahwa studi
kasus masjid yang diteliti tidak memiliki
rencana anggaran. Hal ini juga ditemukan
pada penelitian ini. Hanya saja pada
penelitian ini didapati masih ada 37,8%
masjid yang membuat rencana anggaran
belanja secara rutin setiap tahunnya. Jika
dibandingkan dengan penelitian di tempat

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |79


Rizqi Anfanni, Manajemen....

ibadah lain seperti yang dilakukan oleh dakwah maupun pemberdayaan


Agustana, Herawati, & Atmaja (2017), masyarakat (Ajahari, 2009). Seharusnya
rencana anggaran belanja pada tempat pos yang lebih banyak diperhatikan
ibadah tersebut hanya dilakukan setiap adalah untuk kegiatan ijtima’i atau
ada kegiatan upacara, sedangkan di kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada
masjid-masjid yang ada di Kota masyarakat, bukan pada operasional dan
Yogyakarta, anggaran disusun setiap pembangunan masjid (Ramli, Jalil,
tahunnya. Hamdan, Haris, & Abd. Aziz, 2009).
Pada aspek sumber penerimaan Yang menarik dalam penelitian ini
masjid, infak Jumat masjid menjadi ditemukan fakta bahwa ada 15% yang
andalan bagi masjid (Adnan, 2013; telah memiliki program pemberdayaan
Wahab, 2008; Zain et al., 2015) dan juga ekonomi jamaah, bahkan banyak yang
di tempat ibadah agama lain (Femi et al., menjawab bukan tidak memilikim namun
2016) dalam penghimpunan dana. Begitu ingin memiliki program pemberdayaan,
juga pada penelitian ini, hal tersebut juga namun masih terkendala beberapa hal,
ditemukan, namun ada pada beberapa salah satunya masalah kompetensi dan
masjid yang memiliki usaha mandiri keterampilan mengelola program
sebagai sumber pendapat lain, walaupun pemberdayaan ekonomi. Hal ini
sebagian jumlahnya tidak begitu besar. menunjukkan bahwa pengurus masjid
Ada satu masjid yang memiliki yang ada di Kota Yogyakarta sudah
usaha mandiri dan mampu menghasilkan cukup banyak yang menyadari bahwa
keuntungan bersih mencapai Rp masjid harusnya dapat digunakan untuk
25.000.000.000,00 per tahun. Ini dapat aktivitas-aktivitas produktif.
menjadi contoh bagi masjid lain yang Penelitian ini juga menemukan
harusnya tidak lagi bergantung pada beberapa hal terkait nominal pemasukan
donasi jamaah, namun mulai mencoba dan pengeluaran dana masjid per
untuk mencari alternatif sumber lain, bulannya. Hal ini belum banyak
terutama yang memiliki potensi ditemukan pada penelitian-penelitian
menghasilkan atau produktif. Apalagi sebelumnya di Indonesia yang hanya
jika masjid-masjid yang memiliki lokasi secara naratif menjelaskan pos
yang strategis, pengurus dapat pemasukan dan pengeluaran, namun
menyewakan lahan atau pun dapat belum ada nominal yang muncul, seperti
membuat semacam rumah toko studi Mukrodi (2014) dan Ajahari (2009).
(Rozalinda, 2015) ataupun lahan parkir Rata-rata pemasukan setiap bulannya dari
(Mukrodi, 2014) sehingga dapat setiap masjid mencapai Rp 4.808.602,00
menambah pemasukan masjid. Jangan dan pengeluaran Rp 3.258.462,00
sampai masjid kekurangan dana hingga sehingga hampir semua masjid tidak
tak bisa membuat program-program yang mengalami defisit. Hal ini juga
bermanfaat bagi masyarakat sekitar ditemukan pada studi yang dilakukan di
(Jazeel, 2014). Malaysia (Hussin, Muhammad, Razak, &
Untuk penggunaan dana masjid, Habidin, 2014; Razak, Hussin,
studi ini menunjukkan bahwa pos Muhammad, & Mahjom, 2014).
terbesar digunakan untuk pembangunan Jumlah saldo yang mengendap di
dan perawatan fisik masjid. Besarnya setiap masjid ratarata-rata Rp
pengeluaran untuk pembangunan fisik 45.866.365,00. Jumlah ini tidak jauh
masjid sangatlah dominan dibanding berbeda dari estimasi yang dibuat oleh
untuk pos-pos lainnya, seperti kegiatan Adnan (2013) yang menyatakan rata-rata

80 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

saldo masjid di provinsi DIY adalah Rp adalah bendahara. Untuk prosedur


42,159,151,00, namun hanya dari 48 pencairan dana masih harus menjadi
masjid saja. Yang terungkap dari studi perhatian karena lebih dari 60% masjid
kami adalah saldo dana masjid yang hanya cukup mendapatkan persetujuan
disimpan di bank syariah baru 41,7% lisan pengurus dana masjid dapat
masjid, lebih kecil persentasenya dicairkan. Seharusnya agar tercatat
dibandingkan yang menyimpan di bank dengan baik pencairan dana harus dengan
konvensional yakni sebesar 43,3%. Hal menggunakan prosedur yang lebih
ini mengindikasikan bahwa pengurus formal, sebagaimana pula yang
masjid pun masih belum yang menyadari disarankan oleh studi Mohamed, Masrek,
akan pentingnya menghidupkan bank Mohd Daud, Arshad, & Omar (2015).
syariah dengan menyimpan dana di sana Baru sekitar 40% yang menggunakan
sekaligus menunjukkan belum masifnya prosedur tersebut.
kesadaran pengurus masjid larangan Bagian akhir dari pengendalian
bunga yang ada di bank konvensional. internal adalah melakukan audit. Studi ini
Dengan kata lain, masih banyak yang menunjukkan bahwa baru 22,6% masjid
dana umat yang tercampur dengan riba di yang melakukan audit internal secara
bank konvensional. Temuan ini belum rutin. Audit internal ini pun masih sebatas
didapati di penelitian-penelitian pemeriksaan oleh ketua takmir dan baru
sebelumnya. berupa audit keuangan. Selain audit
Pembahasan terkait pengendalian internal, ada 3,8% masjid yang
internal sudah cukup banyak dilakukan, melakukan audit eksternal (di luar
antara lain temuan tentang pengurus) yang diperiksa oleh lembaga,
pertanggungjawaban keuangan hanya instansi, maupun yayasan yang
dilakukan saat salat Jumat saja, itupun menaunginya.Seharusnya penendalian
sesuai pemintaan ketua ketua (Nurlailah internal, termasuk audit, tidak hanya
et al., 2014), lalu temuan Simanjuntak terkait pelaporan keuangan saja,
dan Januarsi (2011) tentang laporan melainkan juga pengungkapan seluruh
keuangan yang sangat sederhana, dan informasi non-keuangan (Adil et al.,
juga temuan tentang bagaimana dilema 2013; Mohamed, Aziz, Masrek, & Daud,
transparansi keuangan masjid dengan 2014)
perilaku “riya” (Zoelisty, 2014). Studi ini Secara umum, manajemen
memperlihatkan bahwa lebih dari 90% keuangan masjid yang dipraktikkan di
masjid menggunakan pencatatan Kota Yogyakarta belum mengacu pada
keuangan yang baik disertai bukti PSAK 45 tentang akuntasi lembaga
transaksi dan juga laporan keuangan nirlaba. Masdenia (2015) menduga
rutin, senada dengan temuan Adnan bahwa belum adanya aturan yang
(2013). Evaluasi anggaran masih kurang mewajibkan masjid mengikuti standar
dari 50% masjid yang melakukannya PSAK 45 menjadi penyebab masjid-
secara rutin, walaupun hampir seluruh masjid belum menerapkan PSAK 45.
masjid telah membuat laporan Ramli et al. (2014) menyarankan adanya
keuangannya. Shaharuddin & Sulaiman suatu panduan (guideline) syariah dalam
(2015) juga mengiyakan temuan tersebut. pengelolan keuangan masjid agar dapat
Pendelegasian tugas sebagai bagian menentukan pos penggunaan yang tepat
dari pengendalian internal telah sebagai prioritas dan juga agar membuar
dilakukan oleh masjid-masjid di Kota pengurus masjid sadar bahwa dana
Yogyakarta. Penanggung jawabnya masjid harus segera digunakan agar tidak

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |81


Rizqi Anfanni, Manajemen....

mengendap. Selain itu, ke depan perawatan fisik masjid masih menjadi


penggunaan teknologi harus digunakan pengeluaran terbesar. Meskipun begitu
untuk mengefisiensikan pengelolaan dana ada sekitar 15% masjid yang
masjid seperti yang studi yang dilakukan mengalokasikan dananya untuk program
oleh Raudhiah et al.(2014) dan juga pemberdayaan ekonomi. Pemasukan rata-
Tajuddin, Aman, & Ismail(2014). rata per bulan setiap masjid mencapai Rp
Penggunaan teknologi informasi juga 4.808.602,00 dan pengeluaran Rp
akan membuat kepercayaan publik akan 3.258.462,00 dengan saldo kas rata-rata
semakin baik (Marshall et al., 2016) serta Rp 45.866.365,00. Untuk pengendalian
meminimalisasi keterlambatan pelaporan internal, lebih dari 90% masjid sudah
keuangan (Reheul et al., 2012). melakukan pembukuan dan pelaporan
Baik tidaknya sebuah manajemen keuangan walaupun masih dengan cara
keuangan masjid sangat ditentukan oleh sederhana, namun masih belum rutin
kepemimpinan (Uddin & Rehman, 2014) melakukan evaluasi anggaran secara
dan juga pengalaman pengurus rutin.
(Raudhiah et al., 2014; Strydom & Ada beberapa temuan dari
Stephen, 2014). Baik tidaknya performa penelitian ini. Pertama, ada beberapa
sebuah lembaga nirlaba dapat dilihat dari masjid yang memiliki usaha mandiri
rasio serapan anggaran, efisiensi sehingga dapat menambah penerimaan
penghimpunan dana, serta dukungan masjid. Kedua, terdapat 27 dari 180
publik (Su, 2014). Dalam studi kami, masjid yang menggunakan dananya
rasio penggunaan dana dibanding untuk program pemberdayaan ekonomi.
pemasukan mencapai 68%, sedangkan Ketiga, potensi dana masjid yang
efisiensi penghimpunan dana dan mengendap di seantero Kota Yogyakarta
dukungan publik belum dapat diukur. mencapai Rp22.657.984.310,00.
Keempat, lebih banyak masjid yang
PENUTUP menyimpan dananya di bank
Tulisan ini bertujuan untuk konvensional dibanding di bank syariah,
mendeskripsikan praktik manajemen yakni 43,3% dibanding 41,7%. Kelima,
keuangan masjid di Kota Yogyakarta. ada sekitar 3,8% masjid yang diaudit oleh
Berdasarkan hasil penelitian dan eksternal pengurus.
pembahasan di atas, dapat disimpulkan Salah satu saran yang dapat
bahwa praktik manajemen keuangan dijadikan masukan untuk seluruh
masjid di Kota Yogyakarta meliputi tiga pengurus masjid adalah dengan
komponen, yaitu perencanaan anggaran, menggandeng para profesional di bidang
pengelolaan dana, serta pengendalian keuangan. Para profesional ini diminta
internal. untuk mendampingi pengurus masjid
Untuk komponen perencanaan untuk mengelola keuangan masjid. Hal
keuangan, lebih dari separuh masjid yang ini pernah dilakukan oleh komunitas
diteliti tidak memiliki rencana anggaran epistĕmĕ di Malaysia.
belanja tahunan. Untuk pengelolaan dana, Komunitas ini berisikan para
sumber penerimaan masjid masih profesional di bidang masing-masing
didominasi dari infak Jumat, walaupun kemudian disebar ke berbagai masjid
ada sebagian kecil masjid yang memiliki untuk menularkan ilmu dan keahlian
usaha mandiri sehingga dapat menambah mereka. Hasilnya sangat signifikan dalam
jumlah penerimaan masjid. Dari sisi meningkatkan kualitas manajemen masjid
penggunaan dana, pembangunan dan yang dipilih(Muda et al., 2015).

82 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

Penelitian ini memiliki keterbatasan (Lembaga Masjid). Ekonika: Jurnal


pada alat analisis yang sederhana dan Ekonomi Universitas Kediri, 1(2),
komponen indikator yang sederhana pula. 143–152.
Untuk penelitian ke depan diharapkan Biro Tata Pemerintahan Setda DIY.
ada penelitian yang menggunakan alat (2016). Jumlah Penduduk Kota
analisis yang lebih kompleks dengan Yogyakarta Menurut Jenjang
komponen indikator yang lebih spesifik Pendidikan Semester II 2016.
dan mendalam. Retrieved November 6, 2017, from
http://www.kependudukan.jogjaprov
.go.id/olah.php?module=statistik
DAFTAR PUSTAKA Brigham, E. F., & Houston, J. F. (2017).
Adil, M. A. M., Mohd-Sanusi, Z., Jaafar, Fundamentals of Financial
N. A., Khalid, M. M., & Aziz, A. A. Management: Concise (9th ed.).
(2013). Financial Management Boston: Cengage Learning.
Practices of Mosques in Malaysia. Chen, L. Y., Utaberta, N., Mohd Yunos,
Global Journal Al-Thaqafah, vol. 3. M. Y., Ismail, N. A., Ismail, S., &
No. 1. Hal. 23–30. Arifin, N. F. (2015). Evaluating the
Adnan, M. A. (2013). An Investigation of Potentials of Mosque as a Tourist
the Financial Management Practices Attraction Place in Malaysian Urban
of the Mosques In The Special Context. Research Journal of
Region of Yogyakarta Province , Fisheries and Hydrobiology, 10(4),
Indonesia. In Sharia Economics 62–68.
Conference (pp. 118–130). Femi, O. T., Babajidemichael, O., &
Hannover: Leibniz Universität Abosede, A. V. (2016). Comparative
Hannover. Analyses of Strategic Financial
Agustana, G. W., Herawati, N. T., & Management Practices in Faith-
Atmaja, A. T. (2017). Analisis based and Community-interest
Sumber Dana Transparansidan Dan Organizations. Journal of Financial
Akuntabilitas Pengelolaan Studies & Research, 2016(October),
Keuangan Pura Khayangan Tiga di 1–14.
Desa Pakraman Bondalem Hentika, N. P., Suryadi, & Rozikin, M.
Kecamatan Tejakula Kabupaten (2009). Meningkatkan Fungsi
Buleleng. Jurusan Akuntansi Masjid Melalui Reformasi
Program S1, Vol. 8, No. 2. Administrasi: Studi Pada Masjid Al
Ajahari. (2009). Dimensi-dimensi Falah Surabaya. Jurnal Administrasi
Pengembangan Fungsi Masjid di Publik (JAP), 2(2), 305–311.
Kota Palangka Raya. Jurnal Studi Hussin, M. Y. M., Muhammad, F.,
Agama Dan Masyarakat. Vol. 3. No. Razak, A. A., & Habidin, N. F.
1. Hal. 43–57. (2014). Exploratory analysis on
Ali, N., Said, J., Omar, N., Rahman, R. mosque fund in Perak. Jurnal
A., & Othman, R. (2012). Financial Syariah, 22(1), 1–20.
Reporting Disclosure of NPO. Ichsan, S. (2014). DMI Bentuk Tim
British Journal of Economic, Survei Masjid (Mosque Board of
Finance and Management Sciences, Indonesia Established Team For
4(March), 16–30. Mosque Survey). Retrieved January
Andarsari, P. R. (2016). Laporan 12, 2015, from
Keuangan Organisasi Nirlaba http://www.republika.co.id/berita/ko

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |83


Rizqi Anfanni, Manajemen....

ran/khazanah- Mohd Taib, M. Z., Ismail, Z., Ahmad, S.,


koran/14/10/01/ncrd0i33-dmi- & Rasdi, T. (2016). Mosque
bentuk-tim-survei-masjid Development in Malaysia: Is it the
Jazeel, M. I. M. (2014). Financial product of evolution and social
Management Practices of Mosques behaviour? In Environment-
in Sri Lanka: An Observation. In Behaviour Proceedings Journal.
Proceedings of the 4th International Barcelona: e-IPH.
Syimposium, SEUSL (pp. 544–548). Muda, R., Tahar, E., Aziz, I. A.,
Sri Lanka: South Eastern University Musman, M., Samsudin, M., &
of Sri Lanka. Terengganu, U. (2015). Masjid and
Kementerian Agama. (2014). Data Its Management : The Experiences
Masjid Se-Kota Yogyakarta Tahun of The Epistĕmĕ Community. In
2014. Retrieved May 19, 2015, from Proceeding of the International
http://kemenag.go.id/file/file/InfoPe Conference on Masjid, Zakat and
nting/oqse 1379129591.pdf Waqf (IMAF 2015) (pp. 1–8).
Marshall, M., Kirk, D. S., & Vines, J. Mukrodi. (2014). Analisis Manajemen
(2016). Accountable: Exploring the Masjid Dalam Optimalisasi Peran
Inadequacies of Transparent Dan Fungsi Masjid. Kreatif, Jurnal
Financial Practice in the Non-Profit Ilmiah Prodi Manajemen
Sector. In CHI EA ’16 Proceedings Universitas Pamulang, 2(1), 82–96.
of the 2016 CHI Conference Nainggolan, P. (2012). Manajemen
Extended Abstracts on Human Keuangan Lembaga Nirlaba.
Factors in Computing Systems. San Jakarta: Yayasan Bina Integrasi
Jose: ACM Press. Edukasi.
Masdenia. (2015). Revitalisasi Fungsi Nasution, A. I., Dahlan, A. R. A.,
Masjid Sesuai Zaman Rasulullah Husaini, M. I., & Ahmed, M. H.
melalui Implementasi PSAK 45: (2015). Developing Islamic City
Studi Empiris Pada Masjid A Dan B. through Network-of-Mosque.
In Conference in Business, Journal of Social and Development
Accounting, and Management (Vol. Sciences, 6(2), 37–45.
2, pp. 243–253). Semarang: Sultan Nurlailah, Nurleni, & Madris. (2014).
Agung Islamic University. Akuntabilitas dan Keuangan Masjid
Mohamed, I. S., Aziz, N. H. A., Masrek, di Kecamatan Tubo Sendana
M. N., & Daud, N. M. (2014). Kabupaten Majene. Assets, 4(2),
Mosque Fund Management: Issues 206–217.
on Accountability and Internal Ramli, A. M., Jalil, A., Hamdan, N.,
Controls. Procedia - Social and Haris, A., & Abd. Aziz, M. A.
Behavioral Sciences, 145, 189–194. (2009). Kerangka Pengurusan
Mohamed, I. S., Masrek, M. N., Mohd Ekonomi Dan Kewangan Masjid:
Daud, N., Arshad, R., & Omar, N. Satu Analisa. In Islamic Economics
(2015). Mosques Fund System (iECONS 2009) Conference
Management: A Study on (pp. 1–17). Kuala Lumpur: Islamic
Governance and Internal Controls Science University of Malaysia.
Practices. In The 9th International Ramli, A. M., Jalil, A., Hamdan, N.,
Conference on Management, Haris, A., & Aziz, M. A. A. (2014).
Marketing and Finances (pp. 45– Fatwa-Fatwa Berkaitan Pengurusan
50). Ekonomi dan Kewangan Masjid.

84 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017


Riy.

Jurnal Pengurusan Dan (pp. 21–22). Banda Aceh: Fakultas


Penyelidikan, 4(1), 91–111. Ekonomi Univesitas Syiah Kuala.
Raudhiah, N., Bakar, A., & Tajuddin, T. Sinaga, I. A. (2015). Kriteria Masjid
S. (2014). Performance Management Ideal. In Prosiding Temu Ilmiah
System in Non-Profit Organisation : IPLBI (pp. 107–110). Manado.
a Case Study in Mosque AR. Retrieved from
International Conference on Masjid, http://temuilmiah.iplbi.or.id/wp-
Zakat and Waqf, (December 2014), content/uploads/2015/11/TI2015-E-
142–154. 107-110-Kriteria-Masjid-Ideal.pdf
Razak, A. A., Hussin, M. Y. M., Siskawati, E., Ferdawati, & Surya, F.
Muhammad, F., & Mahjom, N. (2016). Bagaimana Masjid Dan
(2014). Economic Significance of Masyarakat Saling Memakmurkan?
Mosque Institution in Perak State , Pemaknaan Akuntabilitas Masjid.
Malaysia. Kyoto Bulletin of Islamic Jurnal Akuntansi Multiparadigma
Area Studies, 7(7), 98–109. JAMAL, 7(1), 70–80.
Reheul, A.-M., Van Caneghem, T., & Strydom, B., & Stephen, T. (2014).
Verbruggen, S. (2012). Financial Financial Management in Non-Profit
Reporting Lags in the Non-profit Organisations: An Exploratory
Sector: An Empirical Analysis. Study. Mediterranean Journal of
VOLUNTAS: International Journal Social Sciences, 5(15), 55–66.
of Voluntary and Nonprofit Su, S.-H. (2014). The Effect of Financial
Organizations, 25(2), 352–377. Management on The Performance of
Rozalinda. (2015). The Economic Non-Profit Organizations: An
Empowerment of the Ummah on the Empirical Study in Haiti.
Basis of Productive Waqf in West International Journal of
Sumatra, Indonesia. International Organizational Innovation, 6(April
Journal of Nusantara Islam, 3(1), 2014), 90–99.
33–46. Suherman, E. (2012). Manajemen
Shah, M. N. S. bin N., Utaberta, N., Masjid: Kiat Sukses Meningkatkan
Mohd Yunos, M. Y., Ismail, N. A., Kualitas SDM Melalui Optimalisasi
Ismail, S., & Arifin, N. F. (2015). A Kegiatan Umat Berbasis Pendidikan
Critical Review On Society’s Berkualitas Unggul. Bandung:
Perception On The Usage Of Alfabeta.
Mosque. RESEARCH JOURNAL Sulaiman, M., Siraj, S. A., & Ibrahim, S.
OF FISHERIES AND H. M. (2008). Internal Control
HYDROBIOLOGY, 10(4), 38–41. Systems in West Malaysia’s State
Shaharuddin, S. B., & Sulaiman, M. B. Mosques. TheAmerican Journal of
(2015). Financial Disclosure and Islamic Social Sciences, 25(1), 63–
Budgetary Practices of Religious 81.
Organization: A Study of Qaryah Tajuddin, T. S., Aman, Z., & Ismail, S.
Mosques In Kuala Terengganu. (2014). Management Accounting
Gadjah Mada International Journal Practices in Non-Profit Relagious
of Business, 17(1), 83–101. Organization: A Case study in
Simanjuntak, D. A., & Januarsi, Y. Lembaga Zakat Selangor (LZS).
(2011). Akuntabilitas dan Synergizing Knowledge on
Pengelolaan Keuangan di Masjid. In Management and Muamalah,
Simposium Nasional Akuntansi XIV Conference on Management and

Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam |85


Rizqi Anfanni, Manajemen....

Muamalah (CoMM), (May), 309–


320.
Uddin, U., & Rehman, B. (2014). Role of
Masjid in Society: Issues and
Challenges. In International
Conference on Masjid, Zakat and
Waqf (IMAF 2014) (pp. 11–15).
Kuala Lumpur.
Utaberta, N., Asif, N., Tajuddin, M.,
Rasdi, M., Yazid, M., Yunos, M., …
Ismail, S. (2015). The Concept of
Mosque Based on Islamic
Philosophy: A Review Based on
Early Islamic Texts and Practices of
the Early Generation of the
Muslims. Advances in
Environmental Biology, 9(95), 371–
374.
Wahab, A. bin A. (2008). Financial
Management of Mosques in Kota
Setar District: Issues and
Challenges. Universiti Utara
Malaysia.
Wardi, M. C. (2012). Pencarian Dana
Masjid di Jalan Raya Dalam
Perspektif Hukum Islam. Al-Ahkam,
7(2), 331–354.
Yusuf, T., & AbdurRaheem, L. (2013).
The Masjid: Basics & Management
(2nd ed.). Lagos: District Global
Concept.
Zain, S. R. M., Samsudin, M. B. M., &
Osman, A. Z. (2015). Issues and
Challenges : an Exploratory Case
Study on Mosques Institution in
Federal Territory. In Proceeding of
the International Conference on
Masjid, Zakat and Waqf (IMAF
2015) (pp. 1–9). Selangor, Malaysia.
Zoelisty, C. (2014). Amanah sebagai
Konsep Pengendalian Internal pada
Pelaporan Keuangan Masjid (Studi
Kasus pada Masjid di Lingkungan
Universitas Diponegoro).
Diponegoro Journal of Accounting,
3(3), 1–12.

86 | AL-TIJARY, Vol. 3, No. 1, Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai