Tuberculosis Paru
Multi Drugs Resistance
Pembimbing :
dr. Zukri Antuke, Sp.P
Disusun oleh :
dr.Ozie Ramanda Dilly
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Resistensi terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terlebih lagi multi drug
resistant tuberculosis (TB-MDR) telah menjadi masalah kesehatan yang serius di
beberapa negara, termasuk Indonesia.1 Laporan WHO tahun 2007 menyatakan telah
terjadi mono resisten OAT 10,3%, poli resisten OAT 17,0% dan TB-MDR 2,9%. 1
Pada tahun 2009 di dunia diperkirakan terdapat kasus TB-MDR sebanyak 250.000
kasus namun hanya 12% atau 30.000 kasus yang sudah terkonfirmasi. 2 Berdasarkan
data WHO, Indonesia berada pada peringkat ke-8 dari 27 negara dengan kasus TB-
MDR terbanyak di dunia.3
Laporan menghebohkan pertama tentang resisitensi ganda ini datang dari
Amerika, khususnya pada penderita TB dengan AIDS, ternyata menimbulkan angka
kematian yang amat tinggi (70-90%) dalam waktu yang amat singkat (hanya 4-16
minggu lamanya antara diagnosis sampai terjadinya kematian). Laporan kemudian
berdatangan dari berbagai rumah sakit dan penjara, mula-mula dari daerah New York
dan kemudian di berbagai negara dari Hongkong yang menyebutkan bahwa
setidaknya sekitar 20% infeksi TB terjadi dari kuman yang telah resisten. Laporan
dari Turki menyebutkan bahwa dari 785 kasus tuberkulosis paru yang telah diteliti
detemukan 35% adalah resisten terhadap setidaknya satu jenis obat, yang resisten
terhadap sedikitnya dua macam obat adalah 11,6%, tiga macam obat 3,9% dan
empat macam obat 2,8%. Di Pakistan resistensi terhadap RM, INH, dan EMB
dilaporkan masing-masing adalah 17,7%, 14,7%, dan 8,7%. Di India resisitensi
terhadap INH dan SM adalah 13,9% dan 7,4%, sementara resistensi terhadap dua
obat atau lebih adalah 41%. Penelitian dari Saudi Arabia menyebutkan bahwa
resistensi terhadap RMP, SM dan INH adalah 7,2%, 3,3% dan 1,2%. 4
Kasus TB dengan resistensi OAT merupakan kasus yang sulit ditangani,
membutuhkan biaya yang lebih besar, efek samping obat yang lebih banyak dengan
hasil pengobatan yang kurang memuaskan. TB dengan resistensi OAT ini terutama
berhubungan dengan riwayat pengobatan sebelumnya yang tidak adekuat.5 Pada
pasien yang memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya kemungkinan terjadi
resistensi sebesar 4 kali lipat sedangkan terjadinya TB-MDR sebesar 10 kali lipat. 3
Data di Indonesia menyatakan pada TB kasus baru didapatkan TB-MDR 2% dan
kasus TB yang telah diobati didapatkan 19%.4 Oleh karena itu sangat diperlukan
strategi penatalaksanaan yang tepat pada kasus TB dengan resistensi OAT agar tidak
berlanjut menjadi extensively drug resistant tuberculosis (TB-XDR).5
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. W
Usia : 32 tahun
Alamat : ds.Limbatihu
Pekerjaan : Nelayan
No. CM : 10 36 46
Tanggal Masuk RS : 11 Mei 2015
Jumlah Kontak serumah : 2 orang ( < 14 taahun : 1 orang > 14tahun : 1
orang
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesa
1. Keluhan utama : Batuk
Rontgen Thorax :
Paru kanan : infiltrat dan fibrosis
Paru kiri : infiltrat dan fibrosis
V. PENILAIAN
Kriteria terduga TB resisten obat :
Pasien TB Kasus Kambuh (relaps),Kategori 1 dan Kategori 2
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Berdasarkan Guidelines for the programmatic management of drug resistant tuberculosis: emergency update oleh WHO (2008)
resisten terhadap OAT dinyatakan bila hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya pertumbuhan M. Tuberculosis in vitro saat terdapat
satu atau lebih OAT.1 Terdapat empat jenis kategori resistensi terhadap OAT, yaitu:
5
EPIDEMIOLOGI
SUSPEK TB-MDR
Pasien yang dicurigai kemungkinan TB-MDR adalah:9
1. Kasus TB paru kronik.
2. Pasien TB paru gagal pengobatan kategori 2.
3. Pasien TB yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua seperti
kuinolon dan kanamisin.
4. Pasien TB paru yang gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan
dengan kategori 1.
6. TB paru kasus kambuh.
7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1
dan atau kategori 2.
8. Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan pasien TB-MDR
konfirmasi, termasuk petugas kesehatan yang bertugas dibangsal TB-MDR.
FAKTOR FAKTOR TERJADINYA RESISTENSI
Sedangkan menurut Aditama dkk ada beberapa hal penyebab terjadinya resistensi
terhadap OAT yaitu: 11
1. Pemakaian obat tunggal dalam pengobatan tuberculosis.
2. Penggunaan paduan obat yang tidak adekuat, yaitu jenis obatnya yang
kurang atau di lingkungan tersebut telah terdapat resistensi terhadap obat
yang digunakan, misalnya memberikan rifampisin dan INH saja pada
daerah dengan resistensi terhadap kedua obat tersebut.
3. Pemberian obat yang tidak teratur, misalnya hanya dimakan dua atau tiga
minggu lalu berhenti, setelah dua bulan berhenti kemudian bepindah
dokter mendapat obat kembali selama dua atau tiga bulan lalu berhenti
lagi, demikian seterusnya.
4. Fenomena “addition syndrome” yaitu suatu obat ditambahkan dalam suatu
paduan pengobatan yang tidak berhasil. Bila kegagalan itu terjadi karena
kuman TB telah resisten pada paduan yang pertama, maka “penambahan”
(addition) satu macam obat hanya akan menambah panjangnya daftar obat
yang resisten saja.
5. Penggunaan obat kombinasi yang pencampurannya tidak dilakukan secara
baik sehingga mengganggu bioavailabilitas obat.
6. Penyediaan obat yang tidak reguler, kadang-kadang terhenti
pengirimannya sampai berbulan-bulan.
DIAGNOSIS TB-MDR
metode konvensional berdasarkan deteksi pertumbuhan M.tuberculosis. Akibat sulitnya beberapa metode ini dan membutuhkan waktu yang lama
untuk mendapatkan hasilnya, maka belakangan ini diusulkanlah teknologi baru.Yang termasuk metode terbaru ini adalah metode fenotipik dan
genotipik. Pada banyak kasus, metode genotipik khususnya telah mendeteksi resistensi rifampisin, sejak saat itu metode ini dipertimbangkan
sebagai petanda TB-MDR khususnya pada suasana dengan prevalensi TB-MDR yang tinggi. Sementara metode fenotipik, di lain sisi, merupakan
metode yang lebih sederhana dan lebih mudah diimplementasikan pada laboratorium mikrobakteriologi klinik secara rutin.15
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
Pilihan paduan baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini
adalahpaduan standar (standardized treatment)yaitu:16
Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris dan dapat disesuaikan bila: 16
Etambutol tidak diberikan bila terbukti telah resisten atau riwayat
penggunaan sebelumnya menunjukkan kemungkinan besar terjadinya
resistensi terhadap etambutol.
Panduan OAT disesuaikan paduan atau dosis pada :
o Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid test,
kemudian hasil konfirmasi DST menunjukkan hasil resistensi yang
berbeda.
o Bila ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut diatas
sebelumnya sehingga dicurigai telah ada resistensi.
o Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang dapat
diidentifikasi penyebabnya.
o Terjadi perburukan klinis.
Ting- Obat Dosis Aktiviti Rasio kadar
katan
Harian antibakteri Puncak
Serum
terhadap MIC
atau amikasin
c. Kapreomisin 10-15
(etionamid
Protinamid)
TATALAKSANA PEMBEDAHAN
PENCEGAHAN
Ada beberapa hal yang dapat menjadi petanda untuk mengetahui prognosis
pada penderita TB-MDR. Dari beberapa studi yang ada menyebutkan bahwa adanya
keterlibatan ekstrapulmoner, usia tua, malnutris, infeksi HIV, riwayat mengunakan
OAT dengan jumlah cukup banyak sebelumnya, terapi yang tidak adekuat (<2
macam obat yang aktif) dapat menjadi petanda prognosis buruk pada penderita
tersebut.18
KESIMPULAN