Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guna menjamin setiap warga negara menjalankan ajaran agamanya seusai
kepercayaan yang diyakini, negara berkewajiban memberikan pelindungan dan
jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat
sesuai dengan impelentasi undang-undang jaminan produk halal (JPH). Oleh
karena itu, jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan memberikan
kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal
bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, serta
meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual
produk halal.(UU JPH, 2014)

Ketentuan penggunaan kosmetik dan rekomendasi penggunaan kosmetik


berdasarkan fatwa MUI yaitu penggunaan kosmetik untuk kepentingan berhias
hukumnya boleh dengan syarat bahan yang digunakan adalah halal, penggunaan
kosmetik untuk dikonsumsi atau masuk ke dalam tubuh yang menggunakan bahan
yang najis atau haram hukumnya haram dan penggunaan produk kosmetik yang
dibuat dengan bahan mikroba hasil rekayasa genetika yang melibatkan gen babi
atau gen manusia hukumnya haram, sehingga eksipien yang digunakan dalam
produk kosmetik harus benar-benar dipastikan tidak menggunakan atau
mengandung bahan-bahan tersebut dalam proses pembuatan maupun produk akhir
sediaan kosmetiknya.(MUI, 2013)

Perkembangan tingkat pendapatan dan kenaikan tingkat lapangan kerja


serta urbanisasi, telah mendorong pertumbuhan kelas menengah yang memiliki
daya beli untuk berbelanja produk. Permintaan pasar untuk produk personal care
dan kosmetika, terutama perawatan kulit, rias wajah dan produk perawatan
rambut, memiliki pertumbuhan yang cepat dan konsisten +10% per tahun.
Penduduk Indonesia saat ini semakin banyak yang memperhatikan penampilan
dan fashion. Make-up sehari-hari telah menjadi kebutuhan mendasar di kalangan

1
Institut Sains dan Tkenologi Nasional
2

wanita pekerja. Sementara wanita terus menjadi konsumen dominan produk


kosmetik, penjualan kosmetika ke segmen pasar pria terus meningkat dan
generasi muda juga menjadi pengguna reguler produk kosmetik (Saviq Bachdar,
2017).

Menurut data yang dilansir The Pew Forum on Religion & Public Life,
Indonesia merupakan negara pertama di dunia dengan penganut agama islam
terbanyak sebesar 209,1 (87,2%) juta jiwa, atau sebanyak (13,1%) dari total
populasi masyarakat islam di dunia (Pewforum,2019). Hal ini tentunya menjadi
potensi market yang besar bagi pelaku usaha kosmetik, potensi ini sejalan dengan
hasil survei Euromonitor International tahun 2015 yang menunjukkan nilai
ekspor kosmetik Indonesia mencapai Rp11 triliun serta sebagai Negara
berkembang Indonesia berkontribusi sebesar 51% bagi industry kecantikan
global. (Euromonitor International, 2019)

Perbandingan pertumbuhan pasar kosmetik negara berkembang dan negara


maju yang dipublikasikan Euromonitor International, pasar kosmetik negara
berkembang terus bertumbuh, dibandingkan dengan pasar kosmetik negara maju
yang sudah cenderung stagnan seperti ditunjukan pada gambar berikut :

Sumber : Euromonitor International, 2015


Gambar 1.1 : Power Shift to Emerging Markets Continues Despite
Slowdown

Institut Sains dan Tkenologi Nasional


3

Riset yang dilakukan oleh snapchart terhadap perempuan milenial


Indonesia pada tahun 2016 menunjukan bahwa face moisturizer atau pelembab
wajah memiliki share tertinggi dalam penjualan kosmetik di seluruh format, baik
hipermarket/supermarket atau minimarket (Saviq Bachdar, 2017). Seperti yang
ditunjukan pada gambar berikut :

Data ini didapat dari sampel yang dibagi ke dalam dua kelompok Sosial
Ekonomi Status (SES), yaitu A&B dan C&D. Sampel juga dibagi berdasarkan
lokasi, yaitu lima kota besar dan kota lainnya selain lima kota besar, dari data ini,
semua perempuan milenial, baik SES A&B ataupun C&D membeli pelembab
wajah atau moustirizer di semua format ritel Saviq Bachdar, 2017).

Tingginya angka penjualan kosmetik dalam negeri ternyata masih


didominasi oleh produk asing yakni sebanyak 60-70%, sedangkan selebihnya
merupakan produk luar negeri. Negara asing yang menjadi pemasok kosmetik ke
Indonesia umumnya berasal dari eropa, china dan USA sebanyak 55%, sisanya
sebayak 5 – 15% berasar dari Negara-negara ASEAN (Marketeers, 2019).
Perkembangan pasar kosmetik yang sangat tinggi dimana masih didominasi
oleh produk luar negeri berpengaruh secara nyata pada pergeseran pengolahan
dan pemanfaatan bahan baku untuk pembuatan kosmetik dari yang semula
bersifat sederhana dan alamiah menjadi pengolahan dan pemanfaatan bahan baku
hasil rekayasa. Pengolahan produk dengan memanfaatkan kemajuan ilmu

Institut Sains dan Tkenologi Nasional


4

pengetahuan dan teknologi memungkinkan percampuran antara yang halal dan


yang haram baik disengaja maupun tidak disengaja (UU JPH,2019). Oleh karena
itu, untuk mengetahui kehalalan dan kesucian suatu produk, diperlukan suatu
kajian khusus yang membutuhkan pengetahuan multidisiplin, salah satunya
adalah bidang farmasi agar sesuai dengan undang-undang JPH.

Bagi seorang muslim, status halal suatu produk termasuk kosmetik yang
digunakan adalah hal mutlak harus dipenuhi. Produk kosmetik dan eksipien yang
digunakan harus bebas dari kandungan babi yang harus dipastikan dengan suatu
metode analisis salah satunya yakni metode Pork Detection Kit (PDK) untuk
mendeteksi protein babi. Metode berbasis protein yakni PDK berbasis pada ikatan
antibodi-antigen. Pork detection Kit/Porchine Test pada pengujian kandungan
babi, mudah untuk dilakukan dengan hasil pengujian bias didapatkan dalam
beberapa menit (5-10 menit) dengan tingkat akurasi hingga 0,1% atau setara
dengan 5 -10 miligram antigen babi/kilogram (5-10 ppm) (Patihul Husni dkk,
2017)

Pork detection Kit/Porchine Test merupakan uji immunochromatograhic


(lateral flow) yang digunakan untuk pengujian kualittatif atau semi-kuantitatif
penentuan antigen kandungan babi. Antigen dari sampel terikat oleh antibody
yang sangat spesifik melekat pada warna partikel mikro yang kemudian mengalir
ke garis tes dan bercampur dengan antibodi babi hingga membentuk garis
berwarna yang menunjukan hasil postif (Patihul Husni dkk, 2017).

Pada review artikel yang dilakuakan patihul husni dkk, Departemen


Farmasetika dan Teknologi Farmasi Universitas Padjajaran disimpulkan bahwa
metode deteksi kandungan protein babi dapat dilakukan dengan metode Pork
Detection Kit. Pada penelitian lain dengan menggunakam metode spektroskopi
fourier transform infared (FTIR) dilaporkan bahwa terdapat kandungan minyak
babi pada krim pelembab wajah (Maulida Putri, 2017). Sehinga dengan melihat
gambaran diatas dilakukan penelitian analisa kandungan babi pada produk
kosmetik jenis moisturizer dengan menggunakan petode Pork Detection

Institut Sains dan Tkenologi Nasional


5

Kit/Porchine Test (PDK), pemilihan metode PDK dikarenakan metode murah dan
mudah serta mendapatkan hasil yang cepat, metode juga biasanya pada penelitian
sebelumnya hanya dilakukan pada bahan makanan, sehingga peneliti tertarik
untuk melakukan metode tersebut pada kosmetik jenis moisturizer.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas maka di perlukan kepastian penggunaan
produk kosmetik halal di Indonesia sebagai bagian dari implementasi undang-
undang jaminan produk halal terutama mosturizer yang beredar di Indonesia guna
memastikan keamanan kandungan dalam moisturizer terbebas dari babi.
C. Pertanyaan Penilitan
Adapun pertanyaan dalam penelitian kali ini adalah :
1. Apakah moisturizer dalam negeri yang tidak mencantumkan label halal
mengandung babi?
2. Apakah moisturizer luar negeri yang tidak mencantumkan label halal
mengandung babi?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini ialah
1. Mengetahui kandungan babi dalam produk moisturizer produksi dalam negeri
yang tidak memiliki label halal
2. Mengetahui kandungan babi dalam produk moisturizer produksi luar negeri
negeri yang tidak memiliki label halal
E. Manfaat Penelitian
a. Bagi Masyarakat Indonesia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi oleh konsumen
Indonesia untuk berhati-hati dalam memilih moisturizer yang beredar di
Indonesia
b. Bagi Pemerintah

Institut Sains dan Tkenologi Nasional


6

Menjadi input bagi pemerintah dalam melindungi masyarakat dari produk


tidak halal sebagai konsekuensi dari implementasi undang-undang jaminan
produk halal
c. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian diharapakan dapat berguna dalam peningkatkan pengetahuan,
bahan masukan, evaluasi keilmuan, serta referensi yang bermanfaat.
d. Bagi Peneliti
Mendapatkan pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman serta berkontribusi
positif sebagai farmasi dalam implentasi undang-undang jaminan produk
halal.

Institut Sains dan Tkenologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai