Anda di halaman 1dari 31

Standar Pemeriksaan & Pengujian

Instalasi Fire Hydrant


26-33 minutes

 Latar Belakang

Dengan pertimbangan mengenai kondisi safety peralatan instalasi fire hydrant dan
kekhawatiran mengenai kondisi instalasi . Dan juga adanya kebutuhan untuk
melaksanakan program perawatan intalasi fire hydrant yang tepat, maka
dilaksanakanlah pemeriksaan dengan tujuan :

Dengan mengacu pada fakta-fakta diatas dan standar pipe code yang ada
mengenai Piping inspection, maka secara teknis dipandang perlu untuk melakukan
Reliability Analysis terhadap instalasi pipa fire hydrant tersebut.

 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan Reliability terhadap instalasi fire hydrant tersebut adalah
untuk melakukan evaluasi terhadap kehandalan kondisi instalasi. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan antara lain

1. Pemeriksaan NDT ( penetran test ) dan leak test pada instalasi fire hydrant
untuk mengetahui atau meyakinkan bahwa instalsi yang dioperasikan dalam
kondisi aman dan keselamatan kerja yang memenuhi syarat telah diproteksi
dengan safety device yang berfungsi baik dan mempunyai perlengkapan pengukur
(indikator-indikator) yang memenuhi syarat

2. Pengukuran ketebalan pipa pada titik-titik yang berpotensi terjadi korosi


terbesar, dimana mewakili kondisi pipa instalasi secara keseluruhan termasuk
memperhitungkan hasil survey dengan menggunakan DM 4 DL.

3. Pelaksanaan Risk Assessment yang mencakup identifikasi penyebab


potensial failure dan pengaruhnya terhadap kelangsungan operasi instalasi
terhadap lingkungan.

4. Pelaksanaan Remaining Life Assessment berdasarkan kondisi riil actual


pipa, parameter operasi dan lingkungan yang ada, dengan melakukan perhitungan
engineering untuk memperkirakan umur pakai dari pipa tersebut .
Dari data hasil pemeriksaan tersebut diatas dan evaluasinya yang mengacu pada
standar pipe code yang ada, maka bisa diperoleh kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut :

1. Apakah instalasi fire hydrant tersebut terus bisa dioperasikan , sampai


seberapa lama dan handal untuk kondisi operasi dan lingkungan yang ada.

2. Apakah pipa tersebut memerlukan perbaikan untuk bisa terus beropersi


secara aman dan handal, adapun jenis perbaikan tersebut bisa meliputi ,

Misalnya :

1. Sistem Coating atau Proteksi Cathodiknya.

2. Penggantian pipa secara partial.

3. Penggantian / perbaikan valve yang rusak

4. Supportnya dan sebagainya

 PENDEKATAN ENGINEERING

1. REFERENSI

1. API 570 piping inspection Code. Inspection, Repair, Alteration and


Repairing of In – service piping system.

2. API – RP 574 Inspection of piping system components.

3. ASME B31G, Manual for Determining the Remaining Strength of Corroded


pipelines.

4. ASME B31.

5. NACE RP 0169, Control of External Corrosion Underground or submerged


Metallic Piping System.

6. NACE RP 0175, Control of internal Corrosion in Piping System.

7. Undang-undang No 1 tahun 1970

8. SK DIRJEN Perlindungan dan Perawatan Tenaga Kerja No Kepts. 40/1978

2. PELAKSANAAN
Prosedur pelaksanaan pekerjaan ini disusun untuk menjadi panduan dalam
melaksanakan pekerjaan pemeriksaan instalasi fire hydrant. Adapun teknik yang
akan digunakan adalah random-thickness measurement, leak test setiap valve serta
keseluruhan instalasi baik dengan metode NDT ataupun hydrotest.Sementara itu
untuk random-thickness measurement akan dipilih pada titik yang diduga
berpeluang mendapat serangan korosi terberat, yakni di titik down-stream pada
shinker section pipa dan setelah section valve. Pemilihan titik ini dilakukan
dengan asumsi bahwa turbulensi aliran yang bisa menyebabkan kerusakan
permukaan internal dinding pipa besar peluangnya untuk terjadi di titik
tersebut.Pengambilan data ketebalan dinding pipa dari pipa penyalur ini adalah
untuk mengetahui kondisi terakhir ( pada saat pengukuran ) dari jaringan pipa,
dimana hasil dari pengukuran akan dibandingkan dengan design ketebalan awal
sehingga akan diketahui laju korosi. Dari hasil tersebut kemudian diambil
langkah-langkah yang perlu guna perbaikan dan penyempurnaan jaringan pipa
penyalur ini, sehingga dapat memenuhi persyaratan keamanan, Keselamatan kerja
serta lindungan lingkungan.

· METODOLOGI INSPEKSI
1. PENGAMATAN VISUAL
Pengamatan visual dari fakta instalasi dilakukan untuk mengetahui keadaan pipa,
coating ,kondisi dari support dan perlengkapan peralatan.Hasil visual akan
dievaluasi sesuai dengan mode failure and deterioration serta didokumentasikan
dalam bentuk table dan foto-foto.

2. UJI NDT ( Penetrant Test )

Pengujian ini dilakukan uji pada body setiap valve dan daerah sambungan secara
random yang mengacu dari hasil visual. Pengujian tersebut dapat memberikan
gambaran kondisi valve serta sambungan terhadap cacat dibawah permukaan.

3. PENGUKURAN KETEBALAN PIPA

Pengukuran ketebalan dilakukan dengan pengukuran samping secara


random/acak. Lokasi pengukuran dibagi menjadi 4 (empat) section/bagian dan
masiang-masing bagian diambil 3(tiga) titik pengujian sehingga keseluruhannya
menjadi 12 tiik Dari masing-masing titik uji diambil 4 posisi pengambilan data
pada orientasi 0, 90,135 dan 180 derajat dan masing –masing posisi tersebut
diambil 10 itik yang terjarak masing-masing 1 cm sehingga pada setiap titik lokasi
pengukuran diperoleh 40 data hasil pengukuran. Titik –titik yang dipilih adalah
lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai tempat dengan peluang terbesar
terjadinya korosi atau peluang defect tinggi, yaitu daerah low-sot, deadleg, dan
elbow sehingga hasil pengukuran di titik-titik tersebut dapat mewakili gambar
kondisi dilokasi yang tidak diukur. Data- data tersebut dapat memberikan gambar
kondisi seluruh pipa.

4. UJI KEBOCORAN

Pengujian ini dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada instalasi fire
hydrant dan ditahan secukupnya untuk melakukan analisa kebocoran pada
keseluruhan instalasi

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Untuk mencapai tujuan di atas dan dikaitkan dengan metodologi pengambilan


sample beberapa catatan berikut dibuat sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan menindaklanjuti hasil-hasil dari pemeriksaan ini :

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik, jika metode yang sama akan
digunakan maka sebaiknya instalasi ini dilihat dulu dalam satu kesatuan dan
ditinjau perbagian seperti :

1. Penentuan berdasar kritikal area


2. Pengelompokan line number.
3. Pengelompokan valve dan peralatan penunjang lainnya

Data-data Penunjang

1. Instalasi fire hydrant Data Sheet


Data sheet ini dapat digunakan sebagai sumber informasi pertama karena akan
memuat data-data teknis pada saat design dan pemasangan seperti Pressure yang
dipakai, thickness yang digunakan, rating dari peralatan dan protection jenis
coating.

2. As-built Data

Bahan-bahan ini akan bermanfaat sebagai petunjuk untuk memilih bagian-bagian


yang harus mendapat perhatian lebih dan / atau focus dan suatu program inspeksi.
3. Environmental Data
Data ini sangat bermanfaat untuk melihat pembagian klasifikasi area dimana
tergantung dari faktor resiko.
4. Monitoring equipments/ tools
Mengenai keberadaan monitoring equipment/tools di dalam sistem instalasi ini
seperti : fire hydrant, smoke detector , alarm, hose dan sprinkle.

ORGANISASI PELAKSANA
Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan efektifitas kerja yang memadai, maka
pekerjaan pemeriksaan ini akan dilaksanakan oleh team kerja yang terdiri atas
personil dengan tugas masing-masing yang jelas. Organisasi tersebut terdiri atas:

Koordinator Pekerjaan

Koordinator Pekerjaan akan memantau perkembangan pekerjaan dari kantor


pusat, dan akan terjun ke lapangan jika keadaan memerlukannya sesuai dengan
permintaan dari Supervisor Lapangan. Sebagai Koordinator Lapangan, tugas dan
kewajibannya tidak terbatas pada satu pekerjaan, melainkan beberapa proyek yang
digarap oleh perusahaan sehingga fungsinya lebih cenderung kepada
kebijaksanaan.

Supervisor Lapangan

Selama pekerjaan lapangan berlangsung, team pelaksana akan dipimpin oleh


seorang Supervisor Lapangan, yang bekerja juga sebagai Pimpinan Team. Dia
berperan sebagai penerus kebijaksanaan yang digariskan oleh Koordinator
Pekerjaan dan mengatur tugas team, peralatan, logistik, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan kelancaran pekerjaan lapangan. Supervisor Lapangan akan
memberikan laporan kegiatan harian kepada Koordinator Pekerjaan dan kepada
wakil dari client di lapangan, serta melaporkan berbagai kelainan tehnis yang
ditemukan di lapangan untuk dianalisa oleh Koordinator Pekerjaan dan dicarikan
jalan keluarnya.

Petugas Ultrasonik

Ketebalan sisa pipa akan diukur dengan menggunakan tehnik ultrasonik DM 4


DL. Titik pengukuran akan dilakukan disekeliling badan pipa pada setiap cm dan
kearah memanjang setiap cm dengan total panjang 20 cm. Hal ini disesuaikan
dengan rekomendasi yang ditetapkan sesuai dengan Standar di lapangan, scanning
ketebalan akan dilaksanakan oleh Petugas Ultrasonik dibantu oleh 1 orang
pembantu untuk pembersihan bidang yang akan diukur.

Petugas NDT

Peralatan NDT akan digunakan untuk mengetahui kondisi sambungan serta


peralatan lain yang menjadi target pengecekan. Seorang petugas NDT akan
mengidentifikasi daerah target dan diikuti oleh team untuk kepentingan lebih
lanjut

Team Pendukung

Team pendukung pekerjaan ini adalah tenaga pembantu. Tugas mereka akan
diatur oleh Supervisor Lapangan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan team
inti.
STRATEGI PELAKSANAAN

Untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal secara efektif, maka perlu diatur
urutan pelaksanaan, sistim pelaporan, dan tehnik pelaksanaannya.

Urutan Pekerjaan

Pekerjaan harus dilakukan dengan urutan yang benar agar hasil pemeriksaan yang
satu dengan lainnya bisa saling menunjang dan sinkron. Supaya bisa memperoleh
hasil yang baik maka pekerjaan akan diurutkan seperti berikut:

1. Supervisor Lapangan bersama-sama dengan Petugas Lapangan akan


melakukan penelusuran jalur untuk menentukan dimana titik pengukuran
ketebalan dan pemeriksaan NDT akan dilakukan.
2. Akan dilakukan tindak lanjut pekerjaan apabila ditemukan kerusakan atau
kebocoran.
3. Analisa engineering akan dilakukan berdasar dari data pemeriksaan tehnis.
4. Rekomendasi-rekomendasi untuk dijadikan acuan dan pertimbangan guna
keamanan dan keselamatan dalam pengopresian instalasi tersebut.

Spesifikasi Pekerjaan Mekanikal Elektrikal


Hydrant Sistem
I. PERSYARATAN TEKNIS UMUM

1.1. PERATURAN DAN STANDARD

 Tata cara pelaksanaan dan lain-lain petunjuk yang berhubungan dengan


peraturan-peraturan Pembangunan yang sah berlaku di Republik
Indonesia..
 Selama pelaksanaan spesifikasi ini harus betul-betul ditaati, diikuti serta
sesuai prosedure yang diberlakukan Pengawas.
 Peraturan-peraturan berikut ini merupakan acuan dalam rangka
perancangan maupun pelaksanaan Instalasi Fire Hydrant

PERATURAN-PERATURAN

a. Perda Pemda setempat

Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam Wilayah Setempat

b. Departemen Pekerjaan Umum, Skep Menteri Pekerjaan Umum No.


10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap
Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
LITERATURE DAN / ATAU REFERENCE

a. National Fire Codes,

1. NFPA-10, Standard for Portable Fire Extinguisher

2. NFPA-13, Standard for The Installation of Sprinkler Systems

3. NFPA-14, Standard for The Installation of Standpipe and Hose


Systems

4. NFPA-20, Standard for The Installation of Centrifugal Fire


Pumps

5. SNI 03-1735-2000

6. SNI 03-1745-2000

b. Mc. Guiness, Stein & Reynolds

Mechanical & Electrical for Buildings

II. PERSYARATAN TEKNIS KHUSUS

2.1. LINGKUP PEKERJAAN

a. Pengadaan dan pemasangan peralatan utama sistem fire fighting yang


meliputi Electric Fire Pump, Diesel Fire Pump dan Jockey Pump lengkap dengan
panel kontrol, Hydrant Box, Hydrant Pillar beserta pemipaannya.

b. Pengadaan dan pemasangan valve-valve dari sistem instalasi/pemipaan di


setiap gedung sesuai pentahapan pembangunan gedung tersebut.

c. Mengadakan Testing and Commissioning terhadap seluruh sistem fire


hydrant sehingga berfungsi dengan baik.

d. Mengurus proses perijinan serta persyaratan lain yang diperlukan untuk


mendapatkan persetujuan bahwa Instalasi sistem fire Fighting dapat dinyatakan
baik dan layak pakai oleh Dinas Pemadam Kebakaran .(TAHAP-2)

e. Pengadaan dan pemasangan system Instalasi listrik dari panel power ke unit
panel control unit Fire fighting dank e setiap peralatan pompa.

f. Mengadakan Training Operasional kepada Team Engineering pemilik


proyek dan untuk waktu serta kesiapannya akan ditentukan kemudian bersama
Pemilik proyek/Pengawas.
2.2. SPESIFIKASI TEKNIS PERALATAN UTAMA DAN INSTALASI

2.2.1. FIRE HYDRANT PUMPS.

Pompa fire Hydrant merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pompa
pembantu jockey pump, pompa utama penggerak electric dan pompa utama
penggerak engine.

a. Jockey Pump

Type pompa : Centrifugal multi stage pump

Kapasitas : 56 L/men.

Head pompa : 85 m

Putaran pompa : 2.900 rpm

Daya pompa : 3.0 kW

Karakteristik listrik : 380 V, 3 phase, 50 Hz, Variable Speed Drived

Jumlah : 1 (satu) unit.

Lengkap dengan panel kontrol Jockey Pump

b. Electric Fire Pump

Type pompa : Centrifugal End Suction

Kapasitas : 2850 l/men

Head pompa : 85 m

Putaran pompa : 2.900 rpm

Daya pompa : +75 kW

Karakteristik listrik : 380 V, 3 phase, 50 Hz, Star Delta Start

Jumlah : 1 (satu) unit.

Lengkap dengan Panel Kontrol Electric Fire Pump.

c. Diesel Fire Hydrant Pump


Type pompa : Centrifugal End Suction

Kapasitas : 2850 L/men

Head pompa : 85 m

Putaran pompa : 2.900 rpm

Type Engine : Diesel

Putaran : 2.900 rpm

Sistem Coupling : Direct Connected

Daya : + 90 HP

Jumlah : 1 (satu) unit

Power : Accu 24 volt, 80 Amp, 2 buah type maintenance free

Lengkap dengan Panel Kontrol Engine Fire Pump.

Perlengkapan Engine :

- Flexible coupling

- Coupling guard

- Heat exchanger loop

- Batteries

- Battery rack

- Battery cable

- Silencer

- Flexible ex hose connector

- Cooling water heater + thermostat.

Perlengkapan pemipaan / pompa, antara lain :

- Coumpond suction gauge


- Discharge pressure gauge

- Automatic air release valve

- Main relief valve

- Enclosed waste cone

- ± 165 gallon fuel tank

- Fuel system accessories

- Fitting package

– Setiap pompa dan sambungan pipa harus digrounding dan untuk pompa harus
dilengkapi variable speed drived.

- dan lain-lain.

2.2.2. FIRE PUMP CONTROLLER

Panel kontrol merupakan kelengkapan unit tiap-tiap fire Fighting pump


yang dapat mengatur kerja pompa secara automatic baik jockey pump sebagai
pompa pembantu, pompa utama penggerak electric maupun pompa penggerak
engine masing-masingn mempunyai Fire Pump Controller tersendiri.

Khusus pompa penggerak engine akan bekerja secara automatic bila


saluran daya listrik terputus pada saat terjadi kebakaran.

Fire Pump Controller harus standard NFPA-20.

2.2.3. FIGHTING FIXTURES

a. Hydrant Pillar

- Jenis two-way, terbuat dari baja tuang diberi penguat pondasi


beton secukupnya.

- Hydrant Pillar dicat merah dengan cat Duco ex Dana Paints atau cat ICI,
(jenis exterior coating)

b. Fire Hydrant Box

- Box terbuat dari plat dengan tebal + 2 mm.

- Dimensi box : lihat gambar perencana.


- Seluruh box dan pintu dicat merah dengan cat Duco ex Dana Paints dan
diberi tulisan Hydrant dengan warna merah.

- Panjang fire hose tidak kurang dari 30 M’ mudah digulung, tahan


terhadap tekanan dan penyambungan dengan sistem quick coupling.

- Nozzle variable (zet spray) diameter 65 mm semua dalam keadaan baru dan
fabricated.

- Fire hose dari jenis black rubber lined yang memenuhi standard BS 6391.

c. Seamese Connection

- Digunakan seamese connection jenis two way type Y terbuat dari baja tuang.

- Dalam pemasangan unit seamese connection harus diberikan pondasi


penguat sebagai dudukan.

- Lokasi seamese connection mudah dilihat dan dekat dengan jalan laluan
mobil agar mudah untuk dipakai bila diperlukan (lihat gambar perencanaan).

- Seamese Connection harus sesuai standard DPK, untuk penggunaan


sistem coupling.

2.2.4. PIPA DAN VALVE

a. Pemipaan

· Material Pipa yang digunakan Black Steel Pipe Sch. 40, atau ASTM A 53
dan harus diusahakan semuanya berasal dari satu merk.

· Demikian juga untuk fitting digunakan Black Steel Pipe class 15 K, Weld
Type.

b. Valve – valve

Working Pressure : 300 psi (15 bar)

Gate Valve :

· Tipe bronze body, non rising stem, screwed bonnet, solid wedge disk,
screwed end untuk valve sampai dengan diameter 50 mm atau bisa digunakan tipe
Butterfly untuk diameter 15 mm sampai dengan diameter 25 mm.

· Tipe flanged or lugged body, stainless steel disk, stainless steel shaft, hand
wheel operated with position indicator untuk valve lebih besar dari diameter 50
mm dengan body material cast iron untuk tekanan 150 psi dan carbon steel untuk
tekanan 300 psi.

Check Valve :

· Material bronze body, swing type, Y pattern, screwed cup, metal disk,
screwed end untuk valve sampai dengan diameter 50 mm.

· Swing silent type dengan stainless steel disk dengan body material cast iron
untuk tekanan 300 psi dan carbon steel untuk tekanan 300 psi.

· Khusus untuk pompa-pompa hydrophor digunakan dual plate wafer type


check valve.

c. Tekanan Kerja Valve :

· Untuk keperluan fire fighting digunakan valve – valve dengan tekanan


kerja minimum 300psi (15 bar).

2.3. SYARAT-SYARAT PEMASANGAN

2.3.1. PEMASANGAN UNIT POMPA

a. Seluruh unit pompa harus dipasang dan didudukkan diatas fondasi dengan
kuat dan kokoh.

b. Metoda dan persyaratan instalasi pompa, pemipaan serta peralatan


pemipaannya harus mengikuti dan mengacu kepada Standard NFPA-20.

2.3.2. INSTALASI PEMIPAAN

a. Sistem Penyambungan Pipa

- Menggunakan sambungan ulir/screwed atau las untuk pipa berdiameter 75


mm ke bawah dan menggunakan sambungan flanged untuk diameter pipa 100 mm
ke atas dengan maximum dua batang pipa serta pada belokan minimal 5 kali
diameter pipa dari bahan yang sesuai dengan jenis bahan pipanya (long elbow).

- Sambungan flanged dilakukan pada setiap belokan dan pada setiap dua
batang pipa pada pipa lurus.

- Untuk mencegah terhadap kebocoran, penyambungan pipa dengan ulir


harus terlebih dulu diberi lapisan red lead cement atau pintalan khusus dari asbes.

Sedangkan untuk sambungan flanged harus dilengkapi ring dari karet secara
homogen.
b. Penumpu Pipa

- Seluruh pipa harus diikat/ditetapkan, kuat dengan dudukan dan angker yang
kokoh (rigit), agar inklinasinya tetap, untuk mencegah timbulnya getaran dan
gerakan.

- Pipa horizontal harus ditumpu dengan penyangga dengan jarak antara tidak
lebih dari 2,5 m.

c. Pemasangan Fixtures dan Fitting

- Semua fixtures harus dipasang dengan baik dan di dalamnya bebas dari
kotoran yang akan mengganggu aliran atau kebersihan air, dan harus terpasang
dengan kokoh (Rigit) ditempatnya lengkap tumpuan yang mantap.

- Semua fixtures, fitting, pipa-pipa hidrant dilaksanakan harus rapi.

- Untuk pipa-pipa yang tekanan airnya tinggi (pipa induk), dipasang balok-
balok dari beton dengan campuran yang kuat (K.225) dan dipasang setiap ada
sambungan pipa (tee, elbow, valve ) dan sebagainya.

- Tinggi pemasangan dari lantai + 20 cm (muka tanah jadi).

Perletakan engsel disesuaikan dengan keadaan setempat sehingga mudah


untuk dibuka/tutup.

2.4. SYARAT-SYARAT PENERIMAAN

2.4.1. M A T E R I A L

a. Kontraktor harus menjamin seluruh unit peralatan yang didatangkan adalah


baru (New Product), bebas dari defective material, improver material dan
menjamin terhadap kualitas atau mutu barang sesuai dengan tujuan spesifikasi.

b. Setiap material atau peralatan yang tidak memenuhi spesifikasi harus diganti
dengan yang sesuai dan dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 (satu) minggu
setelah ditanda tangani berita acara penerimaan barang.

c. Seluruh biaya yang timbul akibat penggantian material/peralatan menjadi


tanggungan/beban Kontraktor.

2.4.2. CONTOH BARANG

a. Pemborong wajib mengirimkan contoh-contoh bahan yang akan digunakan


dalam pelaksanaan kepada Pengawas atau Brosur-brosur dari alat-alat tersebut dan
menunggu persetujuan dari pemilik proyek/Pengawas/Perencana sebelum alat-alat
tersebut dipasang.

b. Contoh barang dimasukkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender


setelah diturunkannya SPK untuk diperiksa Pemilik/Perencana dan Pengawas.

c. Contoh-contoh barang yang sudah disetujui oleh pemilik proyek/Pengawas/


Perencana harus disimpan di Direksi Keet guna dijadikan Referensi bagi
pemasangan di lapangan. Bila bahan-bahan tersebut diragukan kualitasnya akan
dikirimkan ke kantor penyelidikan bahan-bahan atas biaya Pemborong. Bila
ternyata terdapat bahan-bahan yang telah dinyatakan tidak baik/tidak bisa dipakai
oleh Pengawas/ Perencana, maka Pemborong harus mengangkut bahan-bahan
tersebut ke luar lapangan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari, harus sudah tidak ada
di lapangan (site).

2.4.3. PENGUJIAN INSTALASI PEMIPAAN

a. Sebelum dipasang fixtures-fixtures dari seluruh sistem distribusi, installasi


pemipaan air harus diuji dengan tekanan 20 kg/cm2, tanpa mengalami kebocoran
dalam waktu minimum 24 jam tekanan tersebut tidak turun/berubah. Pada
prinsipnya pengetesan dilakukan dengan cara bagian demi bagian dari panjang
pipa maximum 150 meter.

b. Biaya pengetesan serta alat-alat yang diperlukan adalah menjadi tanggung


jawab Pemborong/ Kontraktor. Pengetesan pipa harus dilaksanakan dengan
disaksikan oleh Pengawas dan wakil dari pemilik proyek/Perencana, selanjutnya
apabila telah diterima/memenuhi syarat akan dibuatkan Berita Acaranya.

c. Di dalam setiap pelaksanaan pengujian, balancing dan “trial run” sistem


instalasi ini haruslah pula dihadiri pihak pemilik proyek/Perencana/Pengawas
dan Ahli serta pihak-pihak lain yang bersangkutan. Untuk ini hendaklah
diberikan pula sertifikat pernyataan hasil pengujian oleh yang berwenang
memberikannya.

2.4.4. PEMBERSIHAN LAPANGAN

a. Lapangan yang dipergunakan harus setiap hari setelah selesai bekerja


dibersihkan oleh Pemborong.

b. Segera setelah Kontrak selesai maka Pemborong harus memindahkan semua


sisa bahan pekerjaannya dan peralatannya kecuali yang masih diperlukan selama
pemeliharaan.

2.4.5. P E N G E C A T A N
a. Semua pipa dari besi/baja dalam tanah harus dililit dengan karung goni dan
dilapisi dengan Tar (Tar coated) untuk penahan Korosi atau dengan bahan anti
karat sintesis yang dispesifikasi untuk keperluan pemipaan bawah tanah.
Sedangkan untuk pipa-pipa yang terlihat (exposed) harus diberi tanda dengan
warna atau cat yang warnanya akan ditentukan kemudian oleh Pengawas.

b. Untuk pipa-pipa dalam ceiling agar mudah dikenali diberikan tanda


warna/cat pada setiap jarak + 4 m dengan arah aliran pada pipa-pipa induk, begitu
pula pipa-pipa pada shaft dimana terletak pintu pemeriksaan.

c. Sebagai patokan dipakai warna cat sebagai berikut :

Untuk jaringan pipa hydrant dipakai warna merah

d. Khususnya untuk identifikasi dan penentuan warna cat dari masing – masing
instalasi Plumbing dan Hydrant akan ditentukan kemudian bersama Pemilik /
Pengawas.

2.4.6. SURAT KETERANGAN

Pemborong harus memberikan Surat Keterangan/Sertifikat dari Dinas


Pemadam Kebakaran Daerah yang menunjukkan bahwa Sistem tersebut dapat
dipergunakan dan berfungsi dengan baik.

Surat Keterangan keagenan yang berada di Indonesia untuk material –


material import.

2.4.7. DATA SUKU CADANG

Pemborong harus menjamin dan melengkapi dengan Surat Jaminan adanya


suku cadang yang mudah diperoleh pada peralatan-peralatan yang sekiranya akan
mengalami gangguan atau kerusakan dalam waktu tertentu, baik untuk peralatan
utama maupun peralatan penunjang.

2.5. SYARAT-SYARAT OPERASIONAL

a. Pelayanan hydrant diluar/di dalam bangunan dan sprinkler menggunakan


satu set pompa yang terdiri dari jockey pump, electric hydrant pump dan diesel
hydrant pump.

b. Pengaturan kerja pompa dilakukan secara automatic dengan pressure switch


pump Control, control valve serta panel-panel pengoperasian.

Semua ketentuan-ketentuan unit pompa beserta perlengkapannya harus


mengikuti NFPA 20 standard.
2.6. SYARAT-SYARAT PEMELIHARAAN

2.6.1. SYARAT UMUM

a. Pada saat penyerahan untuk pertama kalinya Pemborong harus menyerahkan


gambar-gambar, data-data peralatan petunjuk operasi dan cara-cara perawatan dari
mesin-mesin terpasang di bawah Kontrak ini. Data-data tersebut haruslah
diserahkan kepada pemilik proyek/Pengawas sebanyak 4 (empat) set dan kepada
Perencana 1 (satu) set.

b. Pada saat penyerahan pertama harus diserahkan antara lain : Instruction


Manual, Installation Manual, Maintenance Manual, Operating Instruction, Trouble
Shooting Instruction.

c. Hendaknya diberikan pula 2 (dua) set singkatan petunjuk operasi dan


perawatan kepada Pemilik, sebuah dipasang dalam suatu kaca berbingkai dan
ditempelkan di dinding dalam ruang mesin utama atau tempat lain yang ditunjuk
oleh pemilik proyek/Pengawas.

d. Pemborong harus memberikan pendidikan praktek mengenai operasi dan


perawatannya kepada petugas-petugas teknis (Team Engineering) yang ditunjuk
oleh pemilik proyek secara cuma-cuma sampai cakap menjalankan tugasnya.

e. Pemborong harus memberikan Surat Garansi dari pemakaian peralatan-


peralatan utama kepada Pemberi Tugas.

2.6.2. MATERI PEMELIHARAAN

Selama masa pemeliharaan, Pemborong wajib melakukan pemeliharaan secara


berkala terhadap seluruh Instalasi Sistem, baik peralatan utama maupun instalasi
pemipaannya.

Pelaksanaan pemeliharaan menyangkut item-item dan tidak terbatas pada berikut


ini :

a. Pemeriksaan terhadap :

- Fungsi dan mekanisme kerja kontrol

- Mekanisme kerja panel-panel kontrol

b. Pemeriksaan terhadap: Battery Charger, penggerak engine, minyak pelumas


sistem pompa dan sistem engine

c. Testing terhadap bekerjanya unit-unit sistem, yaitu pompa penggerak elektrik


dan diesel
d. Bersihkan seluruh peralatan dari kotoran

e. Pembersihan tangki bahan bakar

f. Penggantian minyak pelumas.

2.6.3. PETUNJUK PEMELIHARAAN

a. Sebelum dilakukan serah terima pekerjaan, Pemborong harus


menyerahkan Buku Petunjuk Pemeliharaan terhadap seluruh peralatan utama
(pompa, motor, diesel, panel listrik, panel kontrol, dll.) dan Instalasi serta daftar
material/ komponen yang memerlukan penggantian secara berkala.

Buku yang diserahkan harus dalam bentuk edisi lux dan dijilid dengan rapih
dan bagus.

Petunjuk pemeliharaan harus mencantumkan ringkasan dari pemeliharaan


berkala yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat dan standard/aturan yang
berlaku secara umum.

b. Di dalam buku pentunjuk pemeliharaan tersebut harus diuraikan secara jelas


dan ringkas mengenai tatacara/prosedur pemeliharaan, contoh data logbook
pencatatan (harian, mingguan, bulanan dan tahunan).

c. Jumlah buku yang harus disediakan oleh Pemborong sebanyak 5 (empat) set,
masing-masing 3 set untuk Pemilik Proyek, 1 set untuk Pengawas/MK dan 1 set
untuk Perencana. Seluruh biaya yang diakibatkan oleh pembuatan dan pengadaan
buku tersebut ditanggung oleh Pemborong.

http://nurzzaman.blogspot.co.id/2014/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
engineeringbuilding.blogspot.co.id

ENGINEERING BUILDING:
TENTANG FIRE ALARM SISTEM
Muhammad Taufan

18-22 minutes

Fire Alarm dikenal memiliki 2 (dua) sistem, yaitu:


1. Sistem Konvensional.
2. Sistem Addressable.

Sistem Konvensional: yaitu yang menggunakan kabel isi dua untuk hubungan
antar detector ke detector dan ke Panel. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik
NYM 2x1.5mm atau NYMHY 2x1.5mm yang ditarik di dalam pipa conduit
semisal EGA atau Clipsal. Pada instalasi yang cukup kritis kerap dipakai kabel
tahan api (FRC=Fire Resistance Cable) dengan ukuran 2x1.5mm, terutama untuk
kabel-kabel yang menuju ke Panel dan sumber listrik 220V. Oleh karena memakai
kabel isi dua, maka instalasi ini disebut dengan 2-Wire Type. Selain itu dikenal
pula tipe 3-Wire dan 4-Wire seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.
Pada 2-Wire Type nama terminal pada detectornya adalah L(+) dan Lc(-). Kabel ini
dihubungkan dengan Panel Fire Alarm pada terminal yang berlabel L dan C juga.
Hubungan antar detector satu dengan lainnya dilakukan secara PARALEL dengan syarat
TIDAK BOLEH BERCABANG yang berarti harus ada titik AWAL dan ada titik AKHIR.
Perhatikan Gambar di atas.

Titik akhir tarikan kabel disebut dengan istilah End-of-Line (EOL). Di titik inilah
detector fire terakhir dipasang dan di sini pulalah satu loop dinyatakan berakhir
(stop). Pada detector terakhir ini dipasang satu buah EOL Resistor atau EOL
Capacitor. Jadi yang benar adalah EOL Resistor ini dipasang di UJUNG loop,
BUKAN di dalam Control Panel dan jumlahnyapun hanya satu EOL Resistor
pada setiap loop. Oleh sebab itu bisa dikatakan 1 Loop = 1 Zone yang ditutup
dengan Resistor End of Line (EOL Resistor).

Adapun tentang istilah konvensional, maka istilah ini untuk membedakannya dengan
sistem Addressable. Pada sistem konvensional, setiap detector hanya berupa kontak
listrik biasa, tidak mengirimkan ID Alamat yang khusus.

3-Wire Type digunakan apabila dikehendaki agar setiap detector memiliki output
masing-masing yang berupa lampu. Contoh aplikasinya, misalkan untuk kamar-kamar
hotel dan rumah sakit. Sebuah lampu indicator -yang disebut Remote Indicating Lamp-
dipasang di atas pintu bagian luar setiap kamar dan akan menyala pada saat detector
mendeteksi. Dengan begitu, maka lokasi kebakaran dapat diketahui orang luar melalui
nyala lampu. Wiring diagram serta bentuk lampu indicatornya adalah seperti ini:
4-Wire Type umumnya digunakan pada kebanyakan Smoke Detector 12V agar bisa
dihubungkan dengan Panel Alarm Rumah. Seperti diketahui Panel Alarm Rumah
menggunakan sumber 12VDC untuk menyuplai tegangan ke sensor yang salah satunya
bisa berupa Smoke Detector tipe 4-Wire ini. Di sini, ada 2 kabel yang dipakai sebagai
supply +12V dan -12V, sedangkan dua sisanya adalah relay NO - C yang dihubungkan
dengan terminal bertanda ZONE dan COM pada panel alarm. Selain itu tipe 4-wire ini
bisa juga dipakai apabila ada satu atau beberapa Detector "ditugaskan" untuk men-
trigger peralatan lain saat terjadi kebakaran, seperti: mematikan saklar mesin pabrik,
menghidupkan mesin pompa air, mengaktifkan sistem penyemprot air (sprinkler system
atau releasing agent) dan sebagainya. Biasanya detector 4-wire memiliki rentang
tegangan antara 12VDC sampai dengan 24VDC.

Sistem Addressable kebanyakan digunakan untuk instalasi Fire Alarm di gedung


bertingkat, semisal hotel, perkantoran, mall dan sejenisnya. Perbedaan paling
mendasar dengan sistem konvensional adalah dalam hal Address (Alamat). Pada
sistem ini setiap detector memiliki alamat sendiri-sendiri untuk menyatakan
identitas ID dirinya. Jadi titik kebakaran sudah diketahui dengan pasti, karena
panel bisa menginformasikan deteksi berasal dari detector yang mana. Sedangkan
sistem konvensional hanya menginformasikan deteksi berasal dari Zone atau
Loop, tanpa bisa memastikan detector mana yang mendeteksi, sebab 1 Loop atau
Zone bisa terdiri dari 5 bahkan 10 detector, bahkan terkadang lebih.

Agar bisa menginformasikan alamat ID, maka di sini diperlukan sebuah module yang
disebut dengan Monitor Module. Ketentuannya adalah satu module untuk satu,
sehingga diperoleh sistem yang benar-benar addressable (istilahnya fully addressable).
Sedangkan addressable detector adalah detector konvensional yang memiliki module
yang built-in. Apabila detector konvensional akan dijadikan addressable, maka dia
harus dihubungkan dulu ke monitor module yang terpisah seperti pada contoh di
bawah ini:

Dengan teknik rotary switch ataupun DIP switch, alamat module detector dapat
ditentukan secara berurutan, misalnya dari 001 sampai dengan 127.
Satu hal yang menyebabkan sistem addressable ini "kalah pemasangannya"
dibandingkan dengan sistem konvensional adalah masalah harga. Lebih-lebih jika
menerapkan fully addressable dimana jumlah module adalah sama dengan jumlah
keseluruhan detector, maka cost-nya lumayan mahal. Sebagai "jalan tengah"
ditempuh cara "semi-addressable", yaitu panel dan jaringannya menggunakan
Addressable, hanya saja satu module melayani beberapa detector konvensional.

Dalam panel addressable tidak terdapat terminal Zone L-C, melainkan yang ada adalah
terminal Loop. Dalam satu tarikan loop bisa dipasang sampai dengan 125 - 127 module.
Apa artinya? Artinya jumlah detector-nya bisa sampai 127 titik alias 127 zone fully
addressable hanya dalam satu tarikan saja. Jadi untuk model panel addressable
berkapasitas 1-Loop sudah bisa menampung 127 titik detector (=127 zone). Jenis panel
addressable 2-Loop artinya bisa menampung 2 x 127 module atau sama dengan 254
zone dan seterusnya. Jenis-jenis Detector Fire Alarm

1. ROR (Rate of Rise) Heat Detector

Heat detector adalah pendeteksi kenaikan panas. Jenis ROR adalah yang paling
banyak digunakan saat ini, karena selain ekonomis juga aplikasinya luas. Area
deteksi sensor bisa mencapai 50m2 untuk ketinggian plafon 4m. Sedangkan
untukplafon lebih tinggi, area deteksinya berkurang menjadi 30m2. Ketinggian
pemasangan max. hendaknya tidak melebihi 8m. ROR banyak digunakan karena
detector ini bekerja berdasarkan kenaikan temperatur secara cepat di satu ruangan
kendati masih berupa hembusan panas. Umumnya pada titik 55oC - 63oC sensor
ini sudah aktif dan membunyikan alarm bell kebakaran. Dengan begitu bahaya
kebakaran (diharapkan) tidak sempat meluas ke area lain. ROR sangat ideal untuk
ruangan kantor, kamar hotel, rumah sakit, ruang server, ruang arsip, gudang
pabrik dan lainnya.

Prinsip kerja ROR sebenarnya hanya saklar bi-metal biasa. Saklar akan kontak
saat mendeteksi panas. Karena tidak memerlukan tegangan (supply), maka
bisa dipasang langsung pada panel alarm rumah. Dua kabelnya dimasukkan
ke terminal Zone-Com pada panel alarm. Jika dipasang pada panel Fire
Alarm, maka terminalnya adalah L dan LC. Kedua kabelnya boleh
terpasang terbalik, sebab tidak memiliki plus-minus. Sedangkan sifat
kontaknya adalah NO (Normally Open).

2. Fix Temperature

Fix Temperature termasuk juga ke dalam Heat Detector. Berbeda dengan ROR, maka Fix
Temperature baru mendeteksi pada derajat panas yang langsung tinggi. Oleh karena itu
cocok ditempatkan pada area yang lingkungannya memang sudah agak-agak "panas",
seperti: ruang genset, basement, dapur-dapur foodcourt, gudang beratap asbes, bengkel
las dan sejenisnya. Alasannya, jika pada area itu dipasang ROR, maka akan rentan
terhadap False Alarm (Alarm Palsu), sebab hembusan panasnya saja sudah bisa
menyebabkan ROR mendeteksi. Area efektif detektor jenis ini adalah 30m2 (pada
ketinggian plafon 4m) atau 15m2 (untuk ketinggian plafon antara 4 - 8m). Seperti halnya
ROR, kabel yang diperlukan untuk detector ini cuma 2, yaitu L dan LC, boleh terbalik dan
bisa dipasang langsung pada panel alarm rumah merk apa saja. Sifat kontaknya adalah
NO (Normally Open).

3. Smoke Detector

Smoke Detector mendeteksi asap yang masuk ke dalamnya. Asap memiliki partikel-
partikel yang kian lama semakin memenuhi ruangan smoke (smoke chamber) seiring
dengan meningkatnya intensitas kebakaran. Jika kepadatan asap ini (smoke density)
telah melewati ambang batas (threshold), maka rangkaian elektronik di dalamnya akan
aktif. Oleh karena berisi rangkaian elektronik, maka Smoke memerlukan tegangan. Pada
tipe 2-Wire tegangan ini disupply dari panel Fire bersamaan dengan sinyal, sehingga
hanya menggunakan 2 kabel saja. Sedangkan pada tipe 4-Wire (12VDC), maka tegangan
plus minus 12VDC-nya disupply dari panel alarm biasa sementara sinyalnya disalurkan
pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150m2 untuk ketinggian plafon 4m.

Pertanyaan yang sering diajukan adalah di area mana kita menempatkan Smoke dan di
area mana kita menempatkan Heat. Apabila titik-titiknya sudah ditetapkan secara detail
oleh Konsultan Proyek, maka kita harus mengikuti gambar titik yang diberikan. Namun
apabila belum, maka secara umum patokannya adalah:

Jika diperkirakan di area tersebut saat awal terjadi kebakaran lebih didominasi
hembusan panas ketimbang kepulan asap, maka tempatkanlah Heat Detector. Contoh:
ruang filing cabinet, gudang spare parts dari logam (tanpa kardus), bengkel kerja
mekanik dan sejenisnya.

Sebaliknya jika didominasi asap, sebaiknya memasang Smoke. Contoh: ruangan no


smoking area yang beralas karpet (kecuali kamar hotel), gudang kertas, gudang kapas,
gudang ban, gudang makanan-minuman (mamin) dan sejenisnya.

Jenis Smoke Detector:


Ionisation Smoke Detector yang bekerjanya berdasarkan tumbukan partikel asap
dengan unsur radioaktif Am di dalam ruang detector (smoke chamber).

Photoelectric Type Smoke Detector (Optical) yang bekerjanya berdasarkan


pembiasan cahaya lampu LED di dalam ruang detector oleh adanya asap yang
masuk dengan kepadatan tertentu.

Smoke Ionisasi cocok untuk mendeteksi asap dari kobaran api yang cepat (fast flaming
fires), tetapi jenis ini lebih mudah terkena false alarm, karena sensitivitasnya yang tinggi.
Oleh karenanya lebih cocok untuk ruang keluarga dan ruangan tidur.
Smoke Optical (Photoelectric) lebih baik untuk mendeteksi asap dari kobaran api kecil,
sehingga cocok untuk di hallway (lorong) dan tempat-tempat rata. Jenis ini lebih tahan
terhadap false alarm dan karenanya boleh diletakkan di dekat dapur.
4. Flame Detector

Flame Detector adalah alat yang sensitif terhadap radiasi sinar ultraviolet yang
ditimbulkan oleh nyala api. Tetapi detector ini tidak bereaksi pada lampu ruangan,
infra merah atau sumber cahaya lain yang tidak ada hubungannya dengan nyala
api (flame).

Aplikasi yang disarankan:

-Rumah yang memiliki plafon tinggi: aula, gudang, galeri.

-Tempat yang mudah terbakar: gudang kimia, pompa bensin, pabrik, ruangan
mesin, ruang panel listrik.

-Ruang komputer, lorong-lorong dan sebagainya.

Penempatan detector harus bebas dari objek yang menghalangi, tidak dekat
dengan lampu mercury, lampu halogen dan lampu untuk sterilisasi. Juga hindari
tempat-tempat yang sering terjadi percikan api (spark), seperti di bengkel-bengkel
las atau bengkel kerja yang mengoperasikan gerinda. Dalam percobaan singkat,
detector ini menunjukkan performa yang sangat bagus. Respon detector terbilang
cepat saat korek api dinyalakan dalam jarak 3 - 4m. Oleh sebab itu, pemasangan
di pusat keramaian dan area publik harus sedikit dicermati. Jangan sampai orang
yang hanya menyalakan pemantik api (lighter) di bawah detector dianggap
sebagai kebakaran. Bisa juga dipasang di ruang bebas merokok (No Smoking
Area) asalkan bunyi alarm-nya hanya terjadi di ruangan itu saja sebagai
peringatan bagi orang yang "membandel".
5. Gas Detector

Sesuai dengan namanya detector ini mendeteksi kebocoran gas yang kerap terjadi
di rumah tinggal. Alat ini bisa mendeteksi dua jenis gas, yaitu:

-LPG (El-pi-ji) : Liquefied Petroleum Gas.

-LNG (El-en-ji): Liquefied Natural Gas.

Dari dua jenis gas tersebut, Elpiji-lah yang paling banyak digunakan di rumah-
rumah. Perbedaan LPG dengan LNG adalah: Elpiji lebih berat daripada udara,
sehingga apabila bocor, gas akan turun mendekati lantai (tidak terbang ke udara).
Sedangkan LNG lebih ringan daripada udara, sehingga jika terjadi kebocoran,
maka gasnya akan terbang ke udara. Perbedaan sifat gas inilah yang menentukan
posisi detector sebagaimana ilustrasi di bawah ini:

Untuk LPG, maka letak detector adalah di bawah, yaitu sekitar 30 cm dari lantai
dengan arah detector menghadap ke atas. Hal ini dimaksudkan agar saat bocor,
gas elpiji yang turun akan masuk ke dalam ruang detector sehingga dapat
terdeteksi. Jarak antara detector dengan sumber kebocoran tidak melebihi dari 4m.

Untuk LNG, maka pemasangan detectornya adalah tinggi di atas lantai, tepatnya 30cm
di bawah plafon dengan posisi detector menghadap ke bawah. Sesuai dengan sifatnya,
maka saat bocor gas ini akan naik ke udara sehingga bisa terdeteksi. Jarak dengan
sumber kebocoran hendaknya tidak melebihi 8m.

PERINGATAN - Dapur atau ruangan yang dipenuhi oleh bocoran gas adalah sangat
berbahaya dan berpotensi menimbulkan ledakan, karena kedua jenis gas ini amat
mudah terbakar (highly flammable).

Conventional Fire Alarm Control Panel

Tampak luar Panel Fire Alarm umumnya berupa metal kabinet


dari bahan yang kokoh seperti terlihat pada gambar di samping. Pada beberapa tipe ada
yang berwarna merah, mungkin dengan maksud agar bisa dibedakan dengan panel
listrik ataupun panel instrumentasi lainnya.

Dalam sistem alarm, panel berfungsi sebagai pusat pengendali semua sistem dan
merupakan inti dari semua sistem alarm. Oleh sebab itu, maka lokasi
penempatannya harus direncanakan dengan baik, terlebih lagi pada sistem Fire
Alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin dari lokasi yang
berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang
tidak berhak. Perlu diingat, kendati bukan merupakan alat keselamatan, namun
sistem Fire Alarm sangat bersangkutan jiwa manusia, sehingga kekeliruan sekecil
apapun sebaiknya diantisipasi sejak dini.

Panel Fire Alarm memiliki kapasitas zone, misalnya 1 Zone, 5 Zone, 10 dan
seterusnya. Pemilihan kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang
akan diproteksi, selain tentu saja pertimbangan soal harga. Di bagian depannya
tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan aktivitas sistem. Kesalahan
sekecil apapun akan terdeteksi oleh panel ini, diantaranya:

-Indikator Zone yang menunjukkan Lokasi Kebakaran (Fire) dan kabel putus
(Zone Fault).

-Indikator Power untuk memastikan bagus tidaknya pasokan listrik pada sistem.

-Indikator Battery untuk memastikan kondisi baterai masih penuh atau sudah
lemah.

-Indikator Attention untuk mengingatkan operator akan adanya posisi switch


yang salah.

-Indikator Accumulation untuk menandakan bahwa sesaat lagi akan terjadi


deteksi dan sederetan indikator lainnya.

Panel Fire Alarm tidak memerlukan pengoperasian manual secara rutin, karena
secara teknis ia sudah beroperasi selama 24 jam non-stop. Namun yang diperlukan
adalah pengawasan dan pemeliharaan oleh pekerja yang memang sebaiknya
ditunjuk khusus untuk melakukan itu. Setiap kesalahan (trouble) yang terjadi
harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti, sebab kita tidak pernah tahu kapan
terjadinya bahaya kebakaran.

Pengujian berkala perlu dilakukan sedikitnya dua kali dalam setahun guna
memastikan keseluruhan sistem bekerja dengan baik. Untuk menguji sistem
diperlukan satu standar operasi yang benar, jangan sampai menimbulkan
kepanikan luar biasa bagi orang-orang di sekitarnya disebabkan oleh bunyi bell
alarm dari sistem yang kita uji.

"Tiga Serangkai" dalam sistem Fire Alarm terdiri dari:

1. Manual Call Point.

2. Indicator Lamp.
3. Fire Bell.
Disebut tiga serangkai, karena ketiganya biasa dipasang di tembok berjajar ke
bawah ataupun ditempatkan dalam satu plat metal yang berada tepat di atas lemari
hidran (selang pemadam api).

1. Manual Call Point (MCP)


Fungsi alat ini adalah untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran (Fire Bell) secara
manual dengan cara memecahkan kaca atau plastik transparan di bagian tengahnya.
Istilah lain untuk alat ini adalah Emergency Break Glass. Di dalamnya hanya berupa
saklar biasa yang berupa microswitch atau tombol tekan. Salah satu aspek yang harus
diperhatikan adalah soal lokasi penempatannya. Terbaik jika unit ini diletakkan di lokasi
yang:
-sering terlihat oleh banyak orang,
-terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan,
-mudah dijangkau.
Untuk menguji fungsi alat ini tidak perlu dengan memecahkan kaca, karena sudah
tersedia tongkat atau kunci khusus, sehingga saklar bisa tertekan tanpa harus
memecahkan kaca. Kaca yang telanjur retak atau pecah bisa diganti dengan yang baru.
Di beberapa tipe ada yang dilengkapi dengan fungsi intercom (TEL). Petugas penguji
dapat melakukan komunikasi dengan penjaga di Panel Control Room dengan
memasukkan handset telepon ke dalam jack pada MCP. Seketika itu juga telepon di
panel akan aktif,sehingga kedua orang ini bisa saling berkomunikasi.

2. Fire Bell
Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya cukup nyaring
dalam jarak yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar dari dari panel Fire Alarm
adalah 24VDC, sehingga jenis Fire Bell 24VDC-lah yang banyak dipakai saat ini, sekalipun
versi 12VDC juga tersedia. Perlu diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe
Gong) adalah kedudukan piringan bell terhadap batang pemukul piringan jangan sampai
salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring. Aturlah kembali dudukannya
dengan cermat sampai bunyi bel terdengar paling nyaring.
3. Indicator Lamp
Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif-tidaknya sistem Fire
Alarm atau sebagai pertanda adanya kebakaran. Entah kami salah kaprah atau tidak,
sebab dalam sebuah situs dikatakan begini:

"An indicator lamp is a light that indicates whether power is on to a device or even if
there is a problem with a circuit or if something is working properly".

Jadi apabila demikian, maka yang dimaksud dengan Indicator Lamp pada Fire Alarm
adalah lampu yang menunjukkan adanya power pada panel ataupun menunjukkan
trouble dan atau kebakaran. Di dalamnya hanya berupa lampu bohlam (bulb) berdaya
30V/2W atau lampu LED berarus rendah. Oleh karena itu, dalam sistem yang normal
(tidak pada saat kebakaran) seyogianya lampu ini menyala (On). Sebaliknya apabila
lampu mati, ya tentu saja ada trouble pada power. Pada beberapa merk, indikasi
kebakaran dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.

4. Remote Indicating Lamp

Berbeda dengan Indicator Lamp, maka Remote Indicating Lamp akan


menyala saat terjadi kebakaran. Ingat kembali pembahasan ini pada Judul
Bagian 1. Detector Heat atau Smoke yang akan dihubungkan dengan unit ini
harus ditempatkan pada Mounting Base 3-kabel. Lampu ini dipasang di luar
ruangan tertutup (closed room), seperti ruang panel listrik, ruang genset,
ruang pompa dan semisalnya, dengan maksud agar gejala kebakaran di
dalam dapat diketahui oleh orang di luar melalui nyala lampu. Unit ini bisa
juga dipasang di luar kamar hotel (sepanjang hallway), rumah sakit dan
ruangan yang semisalnya.

Bersambung pada artikel berikutnya.....

Fire Alarm System Fire Alarm System adalah suatu sistem terintregrasi yang didesain dan
dibangun untuk mendeteksi adanya gejala, kebakaran untuk kemudian memberi
peringatan (warning) dalam sistem evakuasi ditinjaklanjuti secara otomatis atau secara
manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran (Fire Fighting System) yang telah
terinstal. Tujuan pemasangan atau keuntungan Fire Alarm System ini adalah untuk
mendeteksi seawal mungkin, sehingga tindakan pengamanan yang di perlukan dapat
segera dilakukan dan dapat meminimalisir dampak buruk dari kebakaran tersebut.
Secara umum ada dua system fire alarm yang lazim digunakan pada bangunan –
bangunan komersil yaitu sistem konvensional dan sistem addressable dimana kedua
sistem tersebut bertujuan untuk memproteksi bangunan dari bahaya kebakaran. Di
Menara Suara Merdeka sendiri sistem proteksi yang digunakan adalah semi addressable.
Berikut definisi dari masing – masing sistem. 1. Sistem Konvensional Pada sistem
konvensional, setiap detektor hanya berupa kontak listrik biasa, yang
pengoperasionalnya secara manual tidak mengirimkan ID alamat yang khusus. 2. Sistem
Addressable Sistem addressable sering digunakan untuk instalasi fire alarm di gedung
bertingkat, semisal hotel, perkantoran, mall dan sejenisnya. Perbedaan paling mendasar
dengan sistem konvensional adalah dalam hal Address (Alamat). Pada sistem ini setiap
detektor memiliki alamat sendiri-sendiri untuk menyatakan identitas ID dirinya. Jadi titik
kebakaran sudah diketahui dengan pasti, karena

[ “PEMELIHARAAN DAN PERAWATAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN


MENARA SUARA MERDEKA”] LAPORAN MAGANG 2014

DIV TEKNIK PERBAIKAN DAN PERAWATAN GEDUNG | POLITEKNIK NEGERI SEMARANG

19

panel bisa menginformasikan deteksi berasal dari detektor yang mana. 3. System Semi
Addressable Sistem semi addressable hanya menginformasikan deteksi berasal dari
zone atau loop, tanpa bisa memastikan detektor mana yang mendeteksi, sebab 1 loop
atau zone bisa terdiri dari 5 bahkan 10 detektor, bahkan terkadang lebih

Anda mungkin juga menyukai