Latar Belakang
Dengan pertimbangan mengenai kondisi safety peralatan instalasi fire hydrant dan
kekhawatiran mengenai kondisi instalasi . Dan juga adanya kebutuhan untuk
melaksanakan program perawatan intalasi fire hydrant yang tepat, maka
dilaksanakanlah pemeriksaan dengan tujuan :
Dengan mengacu pada fakta-fakta diatas dan standar pipe code yang ada
mengenai Piping inspection, maka secara teknis dipandang perlu untuk melakukan
Reliability Analysis terhadap instalasi pipa fire hydrant tersebut.
Maksud dan tujuan Reliability terhadap instalasi fire hydrant tersebut adalah
untuk melakukan evaluasi terhadap kehandalan kondisi instalasi. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan antara lain
1. Pemeriksaan NDT ( penetran test ) dan leak test pada instalasi fire hydrant
untuk mengetahui atau meyakinkan bahwa instalsi yang dioperasikan dalam
kondisi aman dan keselamatan kerja yang memenuhi syarat telah diproteksi
dengan safety device yang berfungsi baik dan mempunyai perlengkapan pengukur
(indikator-indikator) yang memenuhi syarat
Misalnya :
PENDEKATAN ENGINEERING
1. REFERENSI
4. ASME B31.
2. PELAKSANAAN
Prosedur pelaksanaan pekerjaan ini disusun untuk menjadi panduan dalam
melaksanakan pekerjaan pemeriksaan instalasi fire hydrant. Adapun teknik yang
akan digunakan adalah random-thickness measurement, leak test setiap valve serta
keseluruhan instalasi baik dengan metode NDT ataupun hydrotest.Sementara itu
untuk random-thickness measurement akan dipilih pada titik yang diduga
berpeluang mendapat serangan korosi terberat, yakni di titik down-stream pada
shinker section pipa dan setelah section valve. Pemilihan titik ini dilakukan
dengan asumsi bahwa turbulensi aliran yang bisa menyebabkan kerusakan
permukaan internal dinding pipa besar peluangnya untuk terjadi di titik
tersebut.Pengambilan data ketebalan dinding pipa dari pipa penyalur ini adalah
untuk mengetahui kondisi terakhir ( pada saat pengukuran ) dari jaringan pipa,
dimana hasil dari pengukuran akan dibandingkan dengan design ketebalan awal
sehingga akan diketahui laju korosi. Dari hasil tersebut kemudian diambil
langkah-langkah yang perlu guna perbaikan dan penyempurnaan jaringan pipa
penyalur ini, sehingga dapat memenuhi persyaratan keamanan, Keselamatan kerja
serta lindungan lingkungan.
· METODOLOGI INSPEKSI
1. PENGAMATAN VISUAL
Pengamatan visual dari fakta instalasi dilakukan untuk mengetahui keadaan pipa,
coating ,kondisi dari support dan perlengkapan peralatan.Hasil visual akan
dievaluasi sesuai dengan mode failure and deterioration serta didokumentasikan
dalam bentuk table dan foto-foto.
Pengujian ini dilakukan uji pada body setiap valve dan daerah sambungan secara
random yang mengacu dari hasil visual. Pengujian tersebut dapat memberikan
gambaran kondisi valve serta sambungan terhadap cacat dibawah permukaan.
4. UJI KEBOCORAN
Pengujian ini dilakukan dengan cara memberikan tekanan pada instalasi fire
hydrant dan ditahan secukupnya untuk melakukan analisa kebocoran pada
keseluruhan instalasi
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik, jika metode yang sama akan
digunakan maka sebaiknya instalasi ini dilihat dulu dalam satu kesatuan dan
ditinjau perbagian seperti :
Data-data Penunjang
2. As-built Data
ORGANISASI PELAKSANA
Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan efektifitas kerja yang memadai, maka
pekerjaan pemeriksaan ini akan dilaksanakan oleh team kerja yang terdiri atas
personil dengan tugas masing-masing yang jelas. Organisasi tersebut terdiri atas:
Koordinator Pekerjaan
Supervisor Lapangan
Petugas Ultrasonik
Petugas NDT
Team Pendukung
Team pendukung pekerjaan ini adalah tenaga pembantu. Tugas mereka akan
diatur oleh Supervisor Lapangan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan team
inti.
STRATEGI PELAKSANAAN
Untuk memperoleh hasil kerja yang maksimal secara efektif, maka perlu diatur
urutan pelaksanaan, sistim pelaporan, dan tehnik pelaksanaannya.
Urutan Pekerjaan
Pekerjaan harus dilakukan dengan urutan yang benar agar hasil pemeriksaan yang
satu dengan lainnya bisa saling menunjang dan sinkron. Supaya bisa memperoleh
hasil yang baik maka pekerjaan akan diurutkan seperti berikut:
PERATURAN-PERATURAN
5. SNI 03-1735-2000
6. SNI 03-1745-2000
e. Pengadaan dan pemasangan system Instalasi listrik dari panel power ke unit
panel control unit Fire fighting dank e setiap peralatan pompa.
Pompa fire Hydrant merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pompa
pembantu jockey pump, pompa utama penggerak electric dan pompa utama
penggerak engine.
a. Jockey Pump
Kapasitas : 56 L/men.
Head pompa : 85 m
Head pompa : 85 m
Head pompa : 85 m
Daya : + 90 HP
Perlengkapan Engine :
- Flexible coupling
- Coupling guard
- Batteries
- Battery rack
- Battery cable
- Silencer
- Fitting package
– Setiap pompa dan sambungan pipa harus digrounding dan untuk pompa harus
dilengkapi variable speed drived.
- dan lain-lain.
a. Hydrant Pillar
- Hydrant Pillar dicat merah dengan cat Duco ex Dana Paints atau cat ICI,
(jenis exterior coating)
- Nozzle variable (zet spray) diameter 65 mm semua dalam keadaan baru dan
fabricated.
- Fire hose dari jenis black rubber lined yang memenuhi standard BS 6391.
c. Seamese Connection
- Digunakan seamese connection jenis two way type Y terbuat dari baja tuang.
- Lokasi seamese connection mudah dilihat dan dekat dengan jalan laluan
mobil agar mudah untuk dipakai bila diperlukan (lihat gambar perencanaan).
a. Pemipaan
· Material Pipa yang digunakan Black Steel Pipe Sch. 40, atau ASTM A 53
dan harus diusahakan semuanya berasal dari satu merk.
· Demikian juga untuk fitting digunakan Black Steel Pipe class 15 K, Weld
Type.
b. Valve – valve
Gate Valve :
· Tipe bronze body, non rising stem, screwed bonnet, solid wedge disk,
screwed end untuk valve sampai dengan diameter 50 mm atau bisa digunakan tipe
Butterfly untuk diameter 15 mm sampai dengan diameter 25 mm.
· Tipe flanged or lugged body, stainless steel disk, stainless steel shaft, hand
wheel operated with position indicator untuk valve lebih besar dari diameter 50
mm dengan body material cast iron untuk tekanan 150 psi dan carbon steel untuk
tekanan 300 psi.
Check Valve :
· Material bronze body, swing type, Y pattern, screwed cup, metal disk,
screwed end untuk valve sampai dengan diameter 50 mm.
· Swing silent type dengan stainless steel disk dengan body material cast iron
untuk tekanan 300 psi dan carbon steel untuk tekanan 300 psi.
a. Seluruh unit pompa harus dipasang dan didudukkan diatas fondasi dengan
kuat dan kokoh.
- Sambungan flanged dilakukan pada setiap belokan dan pada setiap dua
batang pipa pada pipa lurus.
Sedangkan untuk sambungan flanged harus dilengkapi ring dari karet secara
homogen.
b. Penumpu Pipa
- Seluruh pipa harus diikat/ditetapkan, kuat dengan dudukan dan angker yang
kokoh (rigit), agar inklinasinya tetap, untuk mencegah timbulnya getaran dan
gerakan.
- Pipa horizontal harus ditumpu dengan penyangga dengan jarak antara tidak
lebih dari 2,5 m.
- Semua fixtures harus dipasang dengan baik dan di dalamnya bebas dari
kotoran yang akan mengganggu aliran atau kebersihan air, dan harus terpasang
dengan kokoh (Rigit) ditempatnya lengkap tumpuan yang mantap.
- Untuk pipa-pipa yang tekanan airnya tinggi (pipa induk), dipasang balok-
balok dari beton dengan campuran yang kuat (K.225) dan dipasang setiap ada
sambungan pipa (tee, elbow, valve ) dan sebagainya.
2.4.1. M A T E R I A L
b. Setiap material atau peralatan yang tidak memenuhi spesifikasi harus diganti
dengan yang sesuai dan dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 (satu) minggu
setelah ditanda tangani berita acara penerimaan barang.
2.4.5. P E N G E C A T A N
a. Semua pipa dari besi/baja dalam tanah harus dililit dengan karung goni dan
dilapisi dengan Tar (Tar coated) untuk penahan Korosi atau dengan bahan anti
karat sintesis yang dispesifikasi untuk keperluan pemipaan bawah tanah.
Sedangkan untuk pipa-pipa yang terlihat (exposed) harus diberi tanda dengan
warna atau cat yang warnanya akan ditentukan kemudian oleh Pengawas.
d. Khususnya untuk identifikasi dan penentuan warna cat dari masing – masing
instalasi Plumbing dan Hydrant akan ditentukan kemudian bersama Pemilik /
Pengawas.
a. Pemeriksaan terhadap :
Buku yang diserahkan harus dalam bentuk edisi lux dan dijilid dengan rapih
dan bagus.
c. Jumlah buku yang harus disediakan oleh Pemborong sebanyak 5 (empat) set,
masing-masing 3 set untuk Pemilik Proyek, 1 set untuk Pengawas/MK dan 1 set
untuk Perencana. Seluruh biaya yang diakibatkan oleh pembuatan dan pengadaan
buku tersebut ditanggung oleh Pemborong.
http://nurzzaman.blogspot.co.id/2014/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Hhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
engineeringbuilding.blogspot.co.id
ENGINEERING BUILDING:
TENTANG FIRE ALARM SISTEM
Muhammad Taufan
18-22 minutes
Sistem Konvensional: yaitu yang menggunakan kabel isi dua untuk hubungan
antar detector ke detector dan ke Panel. Kabel yang dipakai umumnya kabel listrik
NYM 2x1.5mm atau NYMHY 2x1.5mm yang ditarik di dalam pipa conduit
semisal EGA atau Clipsal. Pada instalasi yang cukup kritis kerap dipakai kabel
tahan api (FRC=Fire Resistance Cable) dengan ukuran 2x1.5mm, terutama untuk
kabel-kabel yang menuju ke Panel dan sumber listrik 220V. Oleh karena memakai
kabel isi dua, maka instalasi ini disebut dengan 2-Wire Type. Selain itu dikenal
pula tipe 3-Wire dan 4-Wire seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.
Pada 2-Wire Type nama terminal pada detectornya adalah L(+) dan Lc(-). Kabel ini
dihubungkan dengan Panel Fire Alarm pada terminal yang berlabel L dan C juga.
Hubungan antar detector satu dengan lainnya dilakukan secara PARALEL dengan syarat
TIDAK BOLEH BERCABANG yang berarti harus ada titik AWAL dan ada titik AKHIR.
Perhatikan Gambar di atas.
Titik akhir tarikan kabel disebut dengan istilah End-of-Line (EOL). Di titik inilah
detector fire terakhir dipasang dan di sini pulalah satu loop dinyatakan berakhir
(stop). Pada detector terakhir ini dipasang satu buah EOL Resistor atau EOL
Capacitor. Jadi yang benar adalah EOL Resistor ini dipasang di UJUNG loop,
BUKAN di dalam Control Panel dan jumlahnyapun hanya satu EOL Resistor
pada setiap loop. Oleh sebab itu bisa dikatakan 1 Loop = 1 Zone yang ditutup
dengan Resistor End of Line (EOL Resistor).
Adapun tentang istilah konvensional, maka istilah ini untuk membedakannya dengan
sistem Addressable. Pada sistem konvensional, setiap detector hanya berupa kontak
listrik biasa, tidak mengirimkan ID Alamat yang khusus.
3-Wire Type digunakan apabila dikehendaki agar setiap detector memiliki output
masing-masing yang berupa lampu. Contoh aplikasinya, misalkan untuk kamar-kamar
hotel dan rumah sakit. Sebuah lampu indicator -yang disebut Remote Indicating Lamp-
dipasang di atas pintu bagian luar setiap kamar dan akan menyala pada saat detector
mendeteksi. Dengan begitu, maka lokasi kebakaran dapat diketahui orang luar melalui
nyala lampu. Wiring diagram serta bentuk lampu indicatornya adalah seperti ini:
4-Wire Type umumnya digunakan pada kebanyakan Smoke Detector 12V agar bisa
dihubungkan dengan Panel Alarm Rumah. Seperti diketahui Panel Alarm Rumah
menggunakan sumber 12VDC untuk menyuplai tegangan ke sensor yang salah satunya
bisa berupa Smoke Detector tipe 4-Wire ini. Di sini, ada 2 kabel yang dipakai sebagai
supply +12V dan -12V, sedangkan dua sisanya adalah relay NO - C yang dihubungkan
dengan terminal bertanda ZONE dan COM pada panel alarm. Selain itu tipe 4-wire ini
bisa juga dipakai apabila ada satu atau beberapa Detector "ditugaskan" untuk men-
trigger peralatan lain saat terjadi kebakaran, seperti: mematikan saklar mesin pabrik,
menghidupkan mesin pompa air, mengaktifkan sistem penyemprot air (sprinkler system
atau releasing agent) dan sebagainya. Biasanya detector 4-wire memiliki rentang
tegangan antara 12VDC sampai dengan 24VDC.
Agar bisa menginformasikan alamat ID, maka di sini diperlukan sebuah module yang
disebut dengan Monitor Module. Ketentuannya adalah satu module untuk satu,
sehingga diperoleh sistem yang benar-benar addressable (istilahnya fully addressable).
Sedangkan addressable detector adalah detector konvensional yang memiliki module
yang built-in. Apabila detector konvensional akan dijadikan addressable, maka dia
harus dihubungkan dulu ke monitor module yang terpisah seperti pada contoh di
bawah ini:
Dengan teknik rotary switch ataupun DIP switch, alamat module detector dapat
ditentukan secara berurutan, misalnya dari 001 sampai dengan 127.
Satu hal yang menyebabkan sistem addressable ini "kalah pemasangannya"
dibandingkan dengan sistem konvensional adalah masalah harga. Lebih-lebih jika
menerapkan fully addressable dimana jumlah module adalah sama dengan jumlah
keseluruhan detector, maka cost-nya lumayan mahal. Sebagai "jalan tengah"
ditempuh cara "semi-addressable", yaitu panel dan jaringannya menggunakan
Addressable, hanya saja satu module melayani beberapa detector konvensional.
Dalam panel addressable tidak terdapat terminal Zone L-C, melainkan yang ada adalah
terminal Loop. Dalam satu tarikan loop bisa dipasang sampai dengan 125 - 127 module.
Apa artinya? Artinya jumlah detector-nya bisa sampai 127 titik alias 127 zone fully
addressable hanya dalam satu tarikan saja. Jadi untuk model panel addressable
berkapasitas 1-Loop sudah bisa menampung 127 titik detector (=127 zone). Jenis panel
addressable 2-Loop artinya bisa menampung 2 x 127 module atau sama dengan 254
zone dan seterusnya. Jenis-jenis Detector Fire Alarm
Heat detector adalah pendeteksi kenaikan panas. Jenis ROR adalah yang paling
banyak digunakan saat ini, karena selain ekonomis juga aplikasinya luas. Area
deteksi sensor bisa mencapai 50m2 untuk ketinggian plafon 4m. Sedangkan
untukplafon lebih tinggi, area deteksinya berkurang menjadi 30m2. Ketinggian
pemasangan max. hendaknya tidak melebihi 8m. ROR banyak digunakan karena
detector ini bekerja berdasarkan kenaikan temperatur secara cepat di satu ruangan
kendati masih berupa hembusan panas. Umumnya pada titik 55oC - 63oC sensor
ini sudah aktif dan membunyikan alarm bell kebakaran. Dengan begitu bahaya
kebakaran (diharapkan) tidak sempat meluas ke area lain. ROR sangat ideal untuk
ruangan kantor, kamar hotel, rumah sakit, ruang server, ruang arsip, gudang
pabrik dan lainnya.
Prinsip kerja ROR sebenarnya hanya saklar bi-metal biasa. Saklar akan kontak
saat mendeteksi panas. Karena tidak memerlukan tegangan (supply), maka
bisa dipasang langsung pada panel alarm rumah. Dua kabelnya dimasukkan
ke terminal Zone-Com pada panel alarm. Jika dipasang pada panel Fire
Alarm, maka terminalnya adalah L dan LC. Kedua kabelnya boleh
terpasang terbalik, sebab tidak memiliki plus-minus. Sedangkan sifat
kontaknya adalah NO (Normally Open).
2. Fix Temperature
Fix Temperature termasuk juga ke dalam Heat Detector. Berbeda dengan ROR, maka Fix
Temperature baru mendeteksi pada derajat panas yang langsung tinggi. Oleh karena itu
cocok ditempatkan pada area yang lingkungannya memang sudah agak-agak "panas",
seperti: ruang genset, basement, dapur-dapur foodcourt, gudang beratap asbes, bengkel
las dan sejenisnya. Alasannya, jika pada area itu dipasang ROR, maka akan rentan
terhadap False Alarm (Alarm Palsu), sebab hembusan panasnya saja sudah bisa
menyebabkan ROR mendeteksi. Area efektif detektor jenis ini adalah 30m2 (pada
ketinggian plafon 4m) atau 15m2 (untuk ketinggian plafon antara 4 - 8m). Seperti halnya
ROR, kabel yang diperlukan untuk detector ini cuma 2, yaitu L dan LC, boleh terbalik dan
bisa dipasang langsung pada panel alarm rumah merk apa saja. Sifat kontaknya adalah
NO (Normally Open).
3. Smoke Detector
Smoke Detector mendeteksi asap yang masuk ke dalamnya. Asap memiliki partikel-
partikel yang kian lama semakin memenuhi ruangan smoke (smoke chamber) seiring
dengan meningkatnya intensitas kebakaran. Jika kepadatan asap ini (smoke density)
telah melewati ambang batas (threshold), maka rangkaian elektronik di dalamnya akan
aktif. Oleh karena berisi rangkaian elektronik, maka Smoke memerlukan tegangan. Pada
tipe 2-Wire tegangan ini disupply dari panel Fire bersamaan dengan sinyal, sehingga
hanya menggunakan 2 kabel saja. Sedangkan pada tipe 4-Wire (12VDC), maka tegangan
plus minus 12VDC-nya disupply dari panel alarm biasa sementara sinyalnya disalurkan
pada dua kabel sisanya. Area proteksinya mencapai 150m2 untuk ketinggian plafon 4m.
Pertanyaan yang sering diajukan adalah di area mana kita menempatkan Smoke dan di
area mana kita menempatkan Heat. Apabila titik-titiknya sudah ditetapkan secara detail
oleh Konsultan Proyek, maka kita harus mengikuti gambar titik yang diberikan. Namun
apabila belum, maka secara umum patokannya adalah:
Jika diperkirakan di area tersebut saat awal terjadi kebakaran lebih didominasi
hembusan panas ketimbang kepulan asap, maka tempatkanlah Heat Detector. Contoh:
ruang filing cabinet, gudang spare parts dari logam (tanpa kardus), bengkel kerja
mekanik dan sejenisnya.
Smoke Ionisasi cocok untuk mendeteksi asap dari kobaran api yang cepat (fast flaming
fires), tetapi jenis ini lebih mudah terkena false alarm, karena sensitivitasnya yang tinggi.
Oleh karenanya lebih cocok untuk ruang keluarga dan ruangan tidur.
Smoke Optical (Photoelectric) lebih baik untuk mendeteksi asap dari kobaran api kecil,
sehingga cocok untuk di hallway (lorong) dan tempat-tempat rata. Jenis ini lebih tahan
terhadap false alarm dan karenanya boleh diletakkan di dekat dapur.
4. Flame Detector
Flame Detector adalah alat yang sensitif terhadap radiasi sinar ultraviolet yang
ditimbulkan oleh nyala api. Tetapi detector ini tidak bereaksi pada lampu ruangan,
infra merah atau sumber cahaya lain yang tidak ada hubungannya dengan nyala
api (flame).
-Tempat yang mudah terbakar: gudang kimia, pompa bensin, pabrik, ruangan
mesin, ruang panel listrik.
Penempatan detector harus bebas dari objek yang menghalangi, tidak dekat
dengan lampu mercury, lampu halogen dan lampu untuk sterilisasi. Juga hindari
tempat-tempat yang sering terjadi percikan api (spark), seperti di bengkel-bengkel
las atau bengkel kerja yang mengoperasikan gerinda. Dalam percobaan singkat,
detector ini menunjukkan performa yang sangat bagus. Respon detector terbilang
cepat saat korek api dinyalakan dalam jarak 3 - 4m. Oleh sebab itu, pemasangan
di pusat keramaian dan area publik harus sedikit dicermati. Jangan sampai orang
yang hanya menyalakan pemantik api (lighter) di bawah detector dianggap
sebagai kebakaran. Bisa juga dipasang di ruang bebas merokok (No Smoking
Area) asalkan bunyi alarm-nya hanya terjadi di ruangan itu saja sebagai
peringatan bagi orang yang "membandel".
5. Gas Detector
Sesuai dengan namanya detector ini mendeteksi kebocoran gas yang kerap terjadi
di rumah tinggal. Alat ini bisa mendeteksi dua jenis gas, yaitu:
Dari dua jenis gas tersebut, Elpiji-lah yang paling banyak digunakan di rumah-
rumah. Perbedaan LPG dengan LNG adalah: Elpiji lebih berat daripada udara,
sehingga apabila bocor, gas akan turun mendekati lantai (tidak terbang ke udara).
Sedangkan LNG lebih ringan daripada udara, sehingga jika terjadi kebocoran,
maka gasnya akan terbang ke udara. Perbedaan sifat gas inilah yang menentukan
posisi detector sebagaimana ilustrasi di bawah ini:
Untuk LPG, maka letak detector adalah di bawah, yaitu sekitar 30 cm dari lantai
dengan arah detector menghadap ke atas. Hal ini dimaksudkan agar saat bocor,
gas elpiji yang turun akan masuk ke dalam ruang detector sehingga dapat
terdeteksi. Jarak antara detector dengan sumber kebocoran tidak melebihi dari 4m.
Untuk LNG, maka pemasangan detectornya adalah tinggi di atas lantai, tepatnya 30cm
di bawah plafon dengan posisi detector menghadap ke bawah. Sesuai dengan sifatnya,
maka saat bocor gas ini akan naik ke udara sehingga bisa terdeteksi. Jarak dengan
sumber kebocoran hendaknya tidak melebihi 8m.
PERINGATAN - Dapur atau ruangan yang dipenuhi oleh bocoran gas adalah sangat
berbahaya dan berpotensi menimbulkan ledakan, karena kedua jenis gas ini amat
mudah terbakar (highly flammable).
Dalam sistem alarm, panel berfungsi sebagai pusat pengendali semua sistem dan
merupakan inti dari semua sistem alarm. Oleh sebab itu, maka lokasi
penempatannya harus direncanakan dengan baik, terlebih lagi pada sistem Fire
Alarm. Syarat utamanya adalah tempatkan panel sejauh mungkin dari lokasi yang
berpotensial menimbulkan kebakaran dan jauh dari campur tangan orang yang
tidak berhak. Perlu diingat, kendati bukan merupakan alat keselamatan, namun
sistem Fire Alarm sangat bersangkutan jiwa manusia, sehingga kekeliruan sekecil
apapun sebaiknya diantisipasi sejak dini.
Panel Fire Alarm memiliki kapasitas zone, misalnya 1 Zone, 5 Zone, 10 dan
seterusnya. Pemilihan kapasitas panel disesuaikan dengan banyaknya lokasi yang
akan diproteksi, selain tentu saja pertimbangan soal harga. Di bagian depannya
tertera sederetan lampu indikator yang menunjukkan aktivitas sistem. Kesalahan
sekecil apapun akan terdeteksi oleh panel ini, diantaranya:
-Indikator Zone yang menunjukkan Lokasi Kebakaran (Fire) dan kabel putus
(Zone Fault).
-Indikator Power untuk memastikan bagus tidaknya pasokan listrik pada sistem.
-Indikator Battery untuk memastikan kondisi baterai masih penuh atau sudah
lemah.
Panel Fire Alarm tidak memerlukan pengoperasian manual secara rutin, karena
secara teknis ia sudah beroperasi selama 24 jam non-stop. Namun yang diperlukan
adalah pengawasan dan pemeliharaan oleh pekerja yang memang sebaiknya
ditunjuk khusus untuk melakukan itu. Setiap kesalahan (trouble) yang terjadi
harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti, sebab kita tidak pernah tahu kapan
terjadinya bahaya kebakaran.
Pengujian berkala perlu dilakukan sedikitnya dua kali dalam setahun guna
memastikan keseluruhan sistem bekerja dengan baik. Untuk menguji sistem
diperlukan satu standar operasi yang benar, jangan sampai menimbulkan
kepanikan luar biasa bagi orang-orang di sekitarnya disebabkan oleh bunyi bell
alarm dari sistem yang kita uji.
2. Indicator Lamp.
3. Fire Bell.
Disebut tiga serangkai, karena ketiganya biasa dipasang di tembok berjajar ke
bawah ataupun ditempatkan dalam satu plat metal yang berada tepat di atas lemari
hidran (selang pemadam api).
2. Fire Bell
Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya cukup nyaring
dalam jarak yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar dari dari panel Fire Alarm
adalah 24VDC, sehingga jenis Fire Bell 24VDC-lah yang banyak dipakai saat ini, sekalipun
versi 12VDC juga tersedia. Perlu diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe
Gong) adalah kedudukan piringan bell terhadap batang pemukul piringan jangan sampai
salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring. Aturlah kembali dudukannya
dengan cermat sampai bunyi bel terdengar paling nyaring.
3. Indicator Lamp
Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif-tidaknya sistem Fire
Alarm atau sebagai pertanda adanya kebakaran. Entah kami salah kaprah atau tidak,
sebab dalam sebuah situs dikatakan begini:
"An indicator lamp is a light that indicates whether power is on to a device or even if
there is a problem with a circuit or if something is working properly".
Jadi apabila demikian, maka yang dimaksud dengan Indicator Lamp pada Fire Alarm
adalah lampu yang menunjukkan adanya power pada panel ataupun menunjukkan
trouble dan atau kebakaran. Di dalamnya hanya berupa lampu bohlam (bulb) berdaya
30V/2W atau lampu LED berarus rendah. Oleh karena itu, dalam sistem yang normal
(tidak pada saat kebakaran) seyogianya lampu ini menyala (On). Sebaliknya apabila
lampu mati, ya tentu saja ada trouble pada power. Pada beberapa merk, indikasi
kebakaran dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.
Fire Alarm System Fire Alarm System adalah suatu sistem terintregrasi yang didesain dan
dibangun untuk mendeteksi adanya gejala, kebakaran untuk kemudian memberi
peringatan (warning) dalam sistem evakuasi ditinjaklanjuti secara otomatis atau secara
manual dengan sistem instalasi pemadam kebakaran (Fire Fighting System) yang telah
terinstal. Tujuan pemasangan atau keuntungan Fire Alarm System ini adalah untuk
mendeteksi seawal mungkin, sehingga tindakan pengamanan yang di perlukan dapat
segera dilakukan dan dapat meminimalisir dampak buruk dari kebakaran tersebut.
Secara umum ada dua system fire alarm yang lazim digunakan pada bangunan –
bangunan komersil yaitu sistem konvensional dan sistem addressable dimana kedua
sistem tersebut bertujuan untuk memproteksi bangunan dari bahaya kebakaran. Di
Menara Suara Merdeka sendiri sistem proteksi yang digunakan adalah semi addressable.
Berikut definisi dari masing – masing sistem. 1. Sistem Konvensional Pada sistem
konvensional, setiap detektor hanya berupa kontak listrik biasa, yang
pengoperasionalnya secara manual tidak mengirimkan ID alamat yang khusus. 2. Sistem
Addressable Sistem addressable sering digunakan untuk instalasi fire alarm di gedung
bertingkat, semisal hotel, perkantoran, mall dan sejenisnya. Perbedaan paling mendasar
dengan sistem konvensional adalah dalam hal Address (Alamat). Pada sistem ini setiap
detektor memiliki alamat sendiri-sendiri untuk menyatakan identitas ID dirinya. Jadi titik
kebakaran sudah diketahui dengan pasti, karena
19
panel bisa menginformasikan deteksi berasal dari detektor yang mana. 3. System Semi
Addressable Sistem semi addressable hanya menginformasikan deteksi berasal dari
zone atau loop, tanpa bisa memastikan detektor mana yang mendeteksi, sebab 1 loop
atau zone bisa terdiri dari 5 bahkan 10 detektor, bahkan terkadang lebih