1
bahwa koperasi ialah sebuah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-
badan hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal dengan ketentuan yang disebutkan
dalam undang-undang.
Selanjutnya, UU No.14 tahun 1965 Tentang Pokok-pokok Perkoperasian, koperasi
didefinisikan sebagai organisasi ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat
persemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia berdasarkan
Pancasila. Pendefinisian itu menghilangkan hakikat keberadaan koperasi sebagai organisasi
ekonomi rakyat yang demokratis dan berwatak sosial.
Pada masa Orde Baru, dikeluarkan UU No. 12 tahun 1967 Tentang Pokok-pokok
Perkoperasian. UU ini memurnikan asas koperasi yang sebenarnya dan menyingkirkan
depolitisasi koperasi dan secara tegas mencabut UU No. 14 Tahun 1965 Tentang
Perkoperasian. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang
berwatakkan sosial, beranggotakan orang-orang, atau badan-badan hukum koperasi yang
merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Selanjutnya dikeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Undang-
undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan,
kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan koperasi untuk
lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945.
Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi menurut UU
No. 25 Tahun 1992 yakni koperasi sebagai sebuah badan usaha yang beranggotakan orang
seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar pada asas kekeluargaan
(Pachta, Bachtiar, dan Benemay, 2007).
Kemudian terdapat UU No. 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian yang telah dicabut
oleh MK dalam PMK No. 28/PUU-XI/2013.
2
Javasche Courant. Selanjutnya, dalam akta pendirian koperasi harus dimuat nama
perkumpulan koperasi, data pribadi pendiri, ketentuan sejauh mana pertanggungjawaban
pribadi para anggota, pengaturan tentang kepengurusan dan kepengawasan, jangka waktu
berdirinya koperasi, tanggal pembukuan, dan syarat keanggotaan.
Dari ketentuan-ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa titik berat dari peraturan
ini adalah koperasi sebagai suatu perkumpulan berbadan hukum yang tunduk pada
KUHPer dan KUHD. Menurut R. Subekti, badan hukum merupakan suatu badan atau
perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang
manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.
Dalam ketentuan pendirian koperasi, paling pertama harus dibuat dalam akta notaris,
kemudian ada biaya materai, dan pendirian koperasi harus diumumkan pada berita negara
dan surat kabar. Ini sangat menunjukkan bahwa koperasi bukanlah suatu perkumpulan
biasa, melainkan suatu perkumpulan yang berbadan hukum.
Kemudian, Pasal 1655 KUHPer mengatakan para pengurus badan hukum, bila tidak
ditentukan lain dalam akta pendiriannya, dalam surat perjanjian atau dalam reglemen,
berkuasa untuk bertindak demi dan atas nama badan hukum itu, untuk mengikatkan
badan hukum itu kepada pihak ketiga atau sebaliknya, dan untuk bertindak dalam sidang
pengadilan, baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat. Isi pasal ini sesuai dengan
ketentuan mengenai hal-hal apa saja yang harus ada pada akta pendirian, khususnya
ketentuan mengenai sejauh mana masing-masing anggota bertanggung jawab secara
pribadi dalam perkumpulan koperasi.
2. Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen (Stb. 91 Tahun 1927)
Peraturan ini khusus berlaku untuk orang asli Hindia Belanda yang mana peraturan
ini tidak tunduk pada KUH Perdata, melainkan tunduk pada hukum adat. Hal-hal penting
dalam peraturan ini terdapat pada tata cara pendiriannya, yaitu: (a) Akta pendirian tidak
harus dengan akta notaris, (b) Akta dibuat dalam bahasa Melayu, (c) Pendaftaran
dilakukan di Kantor Penasehat Urusan Kredit Rakyat dan Koperasi, (d) Bea materai
hanya 3 gulden, (e) Hak atas tanah menurut hukum adat, (f) Hak badan hukum menurut
hukum adat (Pachta, Bachtiar, dan Benemay 2007, 53-54).
Kemudian, dalam akta pendirian koperasi harus dimuat: (a) Nama perkumpulan
koperasi, (b) Kedudukan, (c) Data pribadi pendiri, (d) Ketentuan tentang besarnya nilai
dan jangka waktu anggota bertanggung jawab secara pribadi, (e) Keanggotaan, (f)
Kepengurusan, (g) Tanggal tahun buku, (h) SHU, paling sedikit 25%-nya harus
digunakan untuk memupuk dana cadangan, (i) Tujuan penggunaan sisa kekayaan jika
koperasi bubar (Pachta, Bachtiar, dan Benemay 2007, 54).
Jika dilihat dari ketentuan di atas, titik berat dari peraturan ini adalah untuk
menggerakkan perekonomian orang Hindia Belanda yang disebabkan atas pengaruh
Politik Etis di negeri Belanda pada waktu itu.
3
4. Regeling Cooperatieve Verenigingen (Stb. 179 Tahun 1949)
Pada peraturan ini koperasi didefinisikan sebagai sebuah perkumpulan yang terdiri
dari orang-orang Indonesia atau perkumpulan yang terdiri dari badan-badan hukum
Indonesia yang membebaskan masuk dan berhentinya seorang atau badan hukum
menjadi anggota berdasarkan hak dan persamaan, dan terutama bermaksud untuk
memajukan kepentingan usaha bersama mengurus kebutuhan hidup atau kepentingan
usaha kerajinan bersama, dengan jalan berusaha membeli kebutuhan bersama, dengan
jalan usaha tanggung-menanggung kerugian dan jiwa ataupun memberikan uang panjar
atau kredit, dan tentang pendirian perkumpulan mana harus dibuat akta yang diberi tanda
pengesahan, serta didaftarkan dan diumumkan menurut tata cara sebagaimana ditentukan
pemerintah (Pachta, Bachtiar, dan Benemay 2007, 59).
Peraturan ini juga masih menitikberatkan pada koperasi sebagai badan hukum. Hal ini
dapat dilihat dari definisi koperasi khususnya pada bagian “….perkumpulan yang terdiri
dari badan-badan hukum Indonesia” dan “…pendirian perkumpulan mana harus dibuat
akta yang diberi tanda pengesahan, serta didaftarkan dan diumumkan menurut tata cara
sebagaimana ditentukan pemerintah.”
4
8. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Peraturan ini mendefinsikan koperasi sebagai sebuah badan usaha yang
beranggotakan orang seorang atau dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip
koperasi serta berdasar pada asas kekeluargaan. Kemudian, Pasal 2 menyebutkan
koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan. Pasal 5 menyebutkan, (1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi
sebagai berikut: keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; pengelolaan dilakukan secara
demokratis; pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya
jasa usaha masing-masing anggota; pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
kemandirian. (2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka Koperasi melaksanakan pula
prinsip koperasi sebagai berikut: pendidikan perkoperasian; dan kerja sama
antarkoperasi.
Dari pasal-pasal di atas dapat dikatakan bahwa peraturan ini menitikberatkan pada
peran koperasi dalam perekonomian. Prinsip-prinsip Rochdale juga terkandung pada
peraturan ini. Melalui peraturan ini, diharapkan koperasi dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan ekonomi dan semakin berperan dalam perekonomian nasional.
9. Undang-Undang No. 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian
Pada peraturan ini koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang
perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya
sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan
bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.
Pada bagian frasa “Koperasi adalah Badan Hukum”, sudah jelas bahwa peraturan ini
menitikberatkan koperasi sebagai badan hukum.
5
dikarenakan adanya aspek kapitalisme yang memaksa koperasi untuk berkompetisi
dengan badan usaha lainnya dalam sistem ekonomi liberal yang pada saat itu dikuasai
oleh pemerintah Hindia Belanda. (Haris et al 2017, 112-113)
6
7. UU No. 12 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
Dengan dibubarkannya PKI, berbagai pembenahan dilakukan untuk pemurnian dan
depolitisasi perkoperasian tanah air. Upaya pembenahan tersebut meliputi pembubaran
KOKSI, pembentukan Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin) yang diikuti dengan
Musyawarah Nasional di Jakarta, dan disahkannya undang-undang ini. Dalam waktu
yang singkat, undang-undang ini mampu menghilangkan pengaruh yang mengarahkan
koperasi ke dalam salah satu aliran. Penyusunannya dilandasi oleh kaidah ekonomi yang
menghidupkan kembali prinsip Rochdale yang sempat hilang. Selain itu, hubungan
koperasi dengan ICA juga mulai tumbuh kembali. Terlebih dengan adanya Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I, pertumbuhan koperasi mulai mendapatkan
dukungan pemerintah secara akomodatif. Salah satunya dengan adanya program
Bimbingan Masyarakat (Bimas) (Pachta, Bachtiar, dan Benemay 2007, 68).
7
barang-barang strategis baik yang ada di tanah air Indonesia adalah semata-mata untuk
kemakmuran rakyat, (4) Indonesia menggunakan sistem ekonomi campuran disebut juga
sistem ekonomi pancasila.
Berdasarkan gagasan-gagasan tersebut, maka dibentuklah beberapa peraturan yang
kemudian mengatur penyelenggaraan perekonomian nasional dalam pembentukan koperasi.
Berikut penjelasannya:
1. Verordening op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 431 Tahun 1915)
Merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk (Pasal 131
IS) yang ada di Indonesia. Peraturan ini timbul karena adanya kekosongan hukum akan
pengaturan koperasi namun peraturan ini mendapatkan kecaman dari berbagai pihak.
Dalam peraturan ini, terdapat ketentuan yang mengatur bahwa yang dianggap
menyulitkan tersebut antara lain ialah pendirian koperasi harus mendapat izin dari
Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan akta koperasi harus dibuat dalam bahasa
Belanda dan dibuat oleh notaris.
8
6. UU No. 14 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
Undang-undang ini sebagai pengejawantahan prinsip NASAKOM yang mengebiri
prinsip koperasi yang telah ada di Indonesia. Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat
ditugaskan dapat mengemban peran dalam bidang dua (2) tahap, yakni tahap nasional
demokratis dan tahap sosialisme Indonesia (pasal 6 UU No 14 Tahun 1965). UU ini
memberlakukan prinsip NASAKOM yang dinyatakan di dalam Pasal 5: Koperasi,
struktur, aktivitas dari alat pembinaan serta alat perlengkapan organisasi koperasi,
mencerminkan kegotongroyongan nasional progresif revolusioner berporoskan
NASAKOM.
Dari keseluruhan regulasi perkoperasian yang ada, sebetulnya tidak dapat ditentukan
regulasi koperasi mana yang paling ideal diberlakukan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh
faktor kondisi perekonomian yang berbeda dan adanya asas mendasar dalam koperasi yang
tetap harus diikuti. Namun, berdasarkan analisis kelompok kami, peraturan yang cukup
sejalan dengan gagasan mengenai pengelolaan perekonomian nasional Indonesia
berdasarkan UUD 1945 adalah UU No. 25 Tahun 1992. Sebab, undang-undang ini
mendefinisikan koperasi sebagai “badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
9
dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.
Pengertian koperasi menurut UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian memberikan
pengertian mengenai (a) Perubahan koperasi sebagai organisasi ekonomi menjadi badan
usaha, hal ini menegaskan bahwa koperasi merupakan badan yang tidak hanya berupa
organisasi sosial namun juga sebagai badan usaha yang nantinya akan memberi keuntungan
pada anggota-anggotanya, (b) Koperasi melandaskan kegiatan pada prinsip-prinsip
koperasi, yaitu dengan kesukarelaan, demokrasi, terbuka, adil, dan prinsip-prinsip lain yang
telah disusun guna berjalannya koperasi sesuai dengan prinsipnya agar tidak melenceng dan
bisa mencapai tujuannya, (c) Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, yaitu kemandirian
koperasi yang didirikan oleh rakyat, untuk rakyat ,dan oleh rakyat. Kegiatan ekonomi yang
dilaksanakan oleh rakyat dalam mencapai tujuan yang diharapkan dan pendapatan yang
sesuai dengan jasa yang mereka lakukan.
UU No. 25 Tahun 1992 dibuat dengan menyesuaikan keadaan koperasi dengan keadaan
perekonomian pada masanya. Tujuan pembuatannya pun adalah untuk mempertegas jati diri
dan kedudukan koperasi agar lebih menjamin terwujudnya perkoperasian sesuai amanat
UUD 1945 (diatur dalam pasal 4). Undang-undang ini juga diterapkan pemberian status
badan hukum, pengesahan perubahan AD, dan pembinaan koperasi termasuk ke dalam
wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Hal ini memberikan penegasan bahwa
Pemerintah tidak mencampuri urusan internal koperasi dan tidak merusak prinsip
kemandirian koperasi. Tidak hanya itu, undang-undang ini membuka kesempatan bagi
koperasi untuk memperkuat aspek permodalannya lewat modal penyertaan untuk
mengembangkan usahanya.
10
Daftar Pustaka
Perundang-Undangan
Verordening op de Cooperatieve Verenigingen Stbl. 1915 no. 431.
Jurnal
Haris, Abdul, Iwan Permadi, Sihabudin, Suhariningsih. “Cooperative Business Enterprise in
Indonesia Based on Law Politics Perspective.” Journal of Law, Policy and
Globalization 64 (2017). Hlm.. 112-113. Dapat diakses di
https://iiste.org/Journals/index.php/JLPG/article/download/39536/40650.
Buku
Pujiyono. “Hukum Koperasi dalam Potret Sejarah di Indonesia,” CV. Indotama Solo, 2015.
Hadhikusuma, R.T. Sutantya Rahardja. Hukum Koperasi Indonesia. S.l.: Rajawali Pers, 2000.
W, Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay. Hukum Koperasi
Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha.(Jakarta:
Prenadamedia Group, 2007.)
Wulanndari, Ida Haiyoe. “Tinjauan Terhadap Pengaturan Badan Hukum Koperasi dalam
Peraturan Perundang-Undangan tentang Perkoperasian di Indonesia dari Masa ke
Masa.” Skripsi Universitas Indonesia. Depok, 2012.
Internet
11
Ning Rahayu, “Regulasi Perkoperasian Diminta Tidak Mengunci Perkembangan
Koperasi”,https://www.wartaekonomi.co.id/read215422/regulasi-perkoperasian-
diminta-tidak-mengunci-perkembangan-koperasi.html, diakses pada 17 Juli 2019.
12
LEMBAR PERTANYAAN
13
● Shafira Amalia Z - Kelompok 6
Pertanyaan :
Apa ada kelemahan dari regulasi yang berlaku sekarang yang dapat menghambat
berkembangnya koperasi di Indonesia?
Jawaban:
Menurut kami bukan regulasi yang menghambat berkembangnya koperasi di Indonesia,
tetapi lebih disebabkan faktor internal koperasi itu sendiri, seperti modal usaha dan
lapangan usaha yang terbatas, kurangnya tenaga profesional, daya dukung organisasi
yang sangat lemah, manajemen koperasi yang belum profesional, dan lalu lintas uang
yang beredar terbatas sehingga daya beli anggotanya lemah.
14
● Zaskia Osya Denaya - Kelompok 10
Pertanyaan :
Apa contoh regulasi yang mencerminkan adanya politisasi doktrin nasakom dalam
regulasi koperasi pada 1965?
Jawaban :
Pada UU No. 14 Tahun 1965 definisi koperasi disebutkan bahwa koperasi sebagai
organisasi ekonomi dan Alat Revolusi yang berfungsi sebagai tempat masyarakat
menuju sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila. Walaupun berdasarkan Pancasila,
nyatanya isi dan jiwa dari undang-undang ini bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila
itu sendiri. Pada masa ini, koperasi dijadikan alat perjuangan politik oleh golongan
tertentu dan berakibat koperasi kehilangan kemurniannya sebagai badan ekonomi
rakyat yang bersifat demokratis.
15