DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IV
RISMAH (1613140009)
DYAH AYUNDA PRATAMA P. (1613141003)
INDAH WAHDA (1613141008)
A. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi, sosial, dan teknologi saat ini berjalan seiring
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, salah satunya kebutuhan terhadap
makanan bergizi. Salah satu sumber makanan bergizi yakni berupa protein
hewani. Adapun sumber protein hewani yang sangat banyak digunakan di
Indonesia adalah ayam Broiler atau ayam potong. Penggunaan ayam Broiler
sangat meningkat diberbagai kalangan mulai dari kebutuhan industri, rumah
makan ataupun kebutuhan rumah tangga. Industri pemotongan ayam merupakan
sumber limbah bulu ayam yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan
gangguan penyakit bagi masyarakat sekitar jika tidak dikelola dengan baik.
Saat ini sering dijumpai berbagai kendala dalam peninggkatan
produktivitas ternak. Salah satunya adalah ketersedian pakan yang berkualitas
rendah. Produktivitas ternak sangat ditentukan oleh ketersediaan pakan yang
berkualitas tinggi, murah dan tersedia sepanjang tahun. Namun kenyataan yang
ditemui justru sebaliknya yaitu penyediaan pakan ditingkat peternak berkualitas
rendah. Hal ini berkaitan erat dengan ketersediaan sumber hijauan, khususnya
selama musim kemarau (Retnani, 2014).
Sumber protein pakan konvensional seperti bungkil kedelai, tepung
ikan dan tepung daging tulang sebagian besar merupakan bahan pakan yang
diimpor, sehingga menyebabkan harga pakan ternak semakin mahal. Disamping
itu, sebagian bahan sumber protein untuk pakan ternak juga dikonsumsi oleh
manusia. Keadaan ini jelas mengakibatkan kompetisi antara pemenuhan
kebutuhan untuk pakan dan pangan. Bertolak dari keadaan tersebut perlu dicari
kemungkinan pengganti bahan sumber protein pakan konvensional dengan bahan
lain yang penggunaannya tidak berkompetisi dengan kebutuhan untuk manusia,
ketersediaannya banyak dan tersedia sepanjang waktu serta mempunyai nilai
biologis yang baik untuk ternak yang mengkonsumsi. Salah satu contoh bahan
sumber protein tersebut adalah bulu ayam.
Ketersediaan bulu ayam cukup banyak yang bersumber dari rumah
potong ayam, namun penggunaannya secara penuh belum begitu banyak. Limbah
bulu ayam dapat diolah menjadi tepung bulu ayam. Namun rendahnya
penggunaan tepung bulu ayam sebagai bahan pakan sumber protein disebabkan
karena rendahnya kecernaan protein pada bulu ayam yang disebabkan oleh adanya
keratinisasi (Yaman, 2013). Keratin yang terkandung di dalam bulu ayam tidak
dapat diserap langsung oleh tubuh, karena itu dibutuhkan teknik pengolahan
tertentu untuk mempermudah proses penyerapan. Teknik pengolahannya dapat
dilakukan secara fisik, kimia dengan asam, kimia dengan basa, dan mikrobiologi
melalui fermentasi dengan mikroorganisme. Keempat metode pemrosesan
tersebut dapat meningkatkan kecernaan protein maupun kecernaan berat kering
Hidrolisat Bulu Ayam (HBA).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakuan
penelitian optimasi pemutusan ikatan sulfur keratin pada bulu ayam. Pada tahap
selanjutnya bulu ayam akan akan diolah menjadi hidrolisat bulu sebagai bahan
pakan ternak. Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi pemutusan ikatan sulfur
keratin pada bulu ayam dengan hidrolisis asam dan uji in vitro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diperoleh rumusan masalah diantaranya:
1. Bagaimana cara pemerosesan bulu ayam sebagai pakan ternak?
2. Bagaimana membuktikan ikatan sulfur keratin pada bulu ayam telah putus?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk melakukan optimasi pemutusan ikatan sulfur keratin pada bulu ayam.
2. Untuk membuktikan ikatan sulfur keratin pada bulu ayam telah putus.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan dengan
hidrolisis asam dan analisis daya cerna in vitro.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia FMIPA UNM yang
berlangsung mulai bulan April 2019 sampai Mei 2019.
C. Objek Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah bulu ayam.
D. Alat dan Bahan
1. Alat yang Digunakan
Alat utama yang digunakan adalah wadah tertutup, oven, penggilingan,
neraca analitik, spaula, tabung reaksi, gelas ukur, cawan porselin, labu ukur,
inkubator, dan cruicible.
2. Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Bulu ayam, Asam Klorida
(HCl) 12 %, Aquadest (H2O), Pepsin, kertas saring.
3. Prosedur Penelitian
a. Preparasi sampel
Sampel bulu ayam dicuci dengan bersih untuk menghilangkan kotoran
kemudian dipotong kecil-kecil lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC
selama 15 jam dan dimasukaan dalam wadah steril.
b. Perendaman dengan HCl
Sampel bulu ayam yang telah bersih ditimbang sebanyak 50 g. Setelah itu
ditambahan Asam Klorida (HCl) 12% dengan ratio 2:1, lalu disimpan dalam
wadah tertutup selama empat hari. Bulu ayam kemudian dikeringkan
menggunakan oven pada suhu 60 oC selama 24 jam. Bulu ayam digiling sehingga
menjadi tepung bulu ayam yang siap untuk di uji in vitro.
c. Analisis Daya Cerna In-Vitro
Analisis daya cerna in-vitro dengan metode pepsin. Timbang sampel
sedemikian rupa sehingga beratnya ± 0.5 kg bahan kering dan dimasukkan ke
dalam tabung centrifuge plastik yang volumenya 120 ml. Dalam setiap percobaan
diikutkan setiap 3 sampel yang mudah diketahui daya cerna in-vitronya atau sudah
ditentukan daya cerna in-vitronya beberapa kali dengan menggunakan metode
pepsin. Sampel yang akan diteliti ditimbang sebanyak 1 g dan dimasukkan ke
dalam cawan porselin untuk ditentukan bahan kering dan bahan organik dilakukan
dengan duplikat.
Kemudian tambahkan 25 ml larutan asam-pepsin kedalam setiap tabung
tutup tabung dengan sumbat karet. Lalu inkubasikan sampel selama 72 jam pada
suhu 50 oC, selama inkubasi dilakukan pengocokan halus sebanyak 2 x sehari.
Kemudian isi sampel disaring pada tabung melalui crucible yang sudah
dikeringkan dan ditimbang sebelumnya, crucible yang digunakan adalah crucible
dengan prorocity 2. Keringkan crucible yang sudah mengandung sampel selama
semalam pada temperature 103 oC, kemudian timbang crucible pada sisa sampel
yang sudah dikeringkan.
Persentase daya cerna dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
% Bahan Kering Tercerna = B – C × 100% = BK%
A
% Daya Cerna = 100% BK%
Keterangan :
A = Berat sampel bahan kering
B = Berat sintreglass sisa setelah di oven
C = Berat sintreglass kosong
DAFTAR PUSTAKA
Aderibigbe, A.O. And D.C. Church. 1983. Feather and Hair Meal for Ruminant. I.
Effect of Degree of Processing on Utilization of Feather Meal. J. Anim.
Sci. 56: 1198 – 1207.
Adiati, U., W. Puastuti, dan I.W. Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung
bulu ayam sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa 14 (1):
3944.
Gupta, Arun., Nuruldiyanah Binti Kamarudin., Chua Yeo Gek Kee and Rosli Bin
Mohd Yunus. 2012. Extraction Of Keratin Protein From chicken Feather.
Journal Chemical Engineering. Vol. 6
Retnani, Yuli; I.G Permana; N.R Kumalasari; Taryati. 2014. Teknik Membuat
Biskuit Pakan Ternak dari Limbah Pertanian. Bogor: Penebar Swadaya.
Setyawati,Vilda Ana Veria., Eko Hartini. 2018. Dasar Ilmu Gizi Kesehatan
Masyarakat. Yogyakarta: Deepublish.
Yaman, Aman dan M. Agric. 2013. Ayam Kampung Pedaging Unggul. Jakarta:
Penebar Swadaya.