Anda di halaman 1dari 4

LANDASAN TEORI

Kosmetik merupakan kebutuhan yang sangat wajib digunakan oleh kaum hawa.
sekarang kosmetik bukanlah hal yang sulit ditemukan. Hampir setiap tempat menjual
kosmetik dengan ragam bentuk dan warna yang menarik pehatian. Umumnya yang pertama
sekali diperhatikan dalam memilih kosmetika adalah bentuk, aroma dan warnanya (Sinurat,
2011).

Kosmetik berasal dari bahasa yunani “kosmetikos” yang berarti keterampilan


menghias dan mengatur. Kosmetik pada dasarnya merupakan campuran bahan yang
digunakan pada anggota tubuh bagian luar seperti epidermis kulit, kuku, rambut, bibir, gigi,
dan sebagainya yang ditujuan untuk menambah daya tarik, melindungi dan memperbaiki.
Lipstik adalah salah satu produk kosmetik yang sering digunakan khususnya bagi kaum
wanita (Muliyawan dan Suriana, 2013)

Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesehatan kulit diperlukan jenis kosmetik


tertentu bukan hanya obat. Selama kosmetik tersebut tidak mengandung bahan berbahaya
yang secara farmakologis aktif mempengaruhi kulit, penggunaan kosmetik jenis ini
menguntungkan dan bermanfaat untuk kulit itu sendiri. Contoh : preparat antiketombe, anti
prespirant, deodorant, preparat untuk mempengaruhi warna kulit (untuk memutihkan atau
mencoklatkan kulit), preparat anti jerawat, preparat pengeriting rambut, dan lain-lain
(Tranggono, 2007: 7).

Kosmetik pada umumnya merupakan kosmetik rias dan pemeliharaan. Kosmetika rias
semata-mata hanya melekat pada bagian tubuh yang dirias dan dimaksudkan agar terlihat
menarik serta dapat menutupi kekurangan yang ada. Kosmetik ini hanya terdiri dari zat
pewarna dan pembawa saja (Wasitaadmaja,1997: 27).

Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan
sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah. Semua wanita
mengenal lipstik, tak ada wanita yang tak pernah memakainya, bahkan ada beberapa wanita
memandangnya sebagai sebuah kebutuhan dan tidak akan merasa nyaman kalau tidak
memakainya. Lipstik digunakan oleh para wanita untuk menambah warna pada bibir
sehingga tampak lebih segar, membentuk bibir, serta memberi ilusi bibir lebih kecil atau
besar. Hal tersebut menjadikan industri kosmetik berlomba-lomba membuat produk lipstik
yang banyak diminati oleh kaum hawa. Beraneka lipstik ditawarkan, bermacam merek, jenis
dan warna diproduksi oleh industri (Mukaromah & Maharani, 2008).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini telah ditemukan
zat warna sintetik, sehingga produsen kosmetik lebih memilih zat warna sintetik. Hal ini
disebabkan karena pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan
pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih
stabil, penggunaanya lebih praktis dan biasanya lebih murah. Disamping keuntungan itu
semua, pewarna sintetik dapat memberikan efek yang kurang baik pada kesehatan (Tangka
dkk., 2012).

Menurut Tranggono & Fatma (2007), bahan-bahan utama dalam lipstik yaitu lilin,
minyak, lemak, zat-zat pewarna, surfaktan, antioksidan, bahan pengawet, dan bahan
pewangi. Pewarna pada lipstik berdasarkan sumbernya ada 2 yaitu, pewarna alami
merupakan zat warna yang biasanya diperoleh dari akar, daun, bunga dan buah, sedangkan
pewarna sintetik berasal dari reaksi antara dua atau lebih senyawa kimia contohnya seperti
rhodamin B (Dawile dkk., 2013).

Rhodamin B pada dasarnya adalah zat pewarna berupa kristal yang tidak berbau dan
berwarna hijau atau ungu kemerahan, dalam bentuk larutan berwarna merah terang
berpendar (berfluoresensi) Gresshma & Reject (2012). Rhodamin B biasanya beredar di
pasar sebagai zat pewarna tekstil yang dipakai untuk industri cat, tekstil dan kertas (Mamoto
dkk., 2013).

Rhodamin B dalam dunia perdagangan sering dikenal dengan nama tetra ethyl
rhodamin, rheonine B, D dan red no.19, C.I. No. 45179. Zat warna sintetis ini berbentuk
serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah keunguan, dalam larutan berwarna merah
terang berpendar (berfluorescensi). Pewarna ini sebenarnya adalah pewarna untuk kertas,
tekstil,dan regensia untuk pengujian antimon, cobalt, dan bismut. Penggunaan Rhodamin B
pada makanan dalam waktu yang lama (kronis) akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka
dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Bila Rhodamin B
tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada saluran pencernaan
dan mengakibatkan gejala keracunan dengan air kencing berwarna merah ataupun merah
muda. Jangankan lewat makanan, menghirup Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan, yakni terjadinya iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula akibat zat kimia
ini mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena Rhodamin B
juga akan mengalami iritasi yang ditandai kemerahan dan timbunan cairan atau udem pada
mata. (Yuliarti, 2007; Wirasto, 2008).

Berdasarkan hasil investigasi badan POM tahun 2014, terdapat 9817 produk kosmetik
yang tidak memenuhi ketentuan yaitu produk yang diedarkan tidak memiliki izin edar dan
produk dengan bahan yang berbahaya atau dilarang. Dari hasil pemeriksaan bahan berbahaya
yang ditemukan adalah merkuri, hidrokuinon dan zat pewarna Rhodamin B. Rhodamin B
adalah zat warna sintetis, dalam bentuk serbuk kristal, tidak berbau, berwarna merah
keunguan, di dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar (berfluoresensi). Zat
pewarna ini biasanya digunakan untuk industri cat, tekstil dan kertas (Info POM, 2014).

Ciri-ciri produk yang mengandung rhodamin B adalah warnanya cerah mengkilap dan
lebih mencolok, terkadang warnanya terlihat tidak homogen (rata), adanya gumpalan warna
pada produk, tidak mencantumkan kode, label, merek, informasi kandungan, atau identitas
lengkap lainnya. Pemerintah Indonesia melalui peraturan Menteri Kesehatan (PerMenKes)
No.239/MenKes/Per/V/1985 menetapkan 30 lebih zat pewarna berbahaya, salah satunya
rhodamin B (Herman, 2010).

Penggunaan jangka pendek dari Rhodamin B pada kulit dapat menyebabkan iritasi pada
kulit. Pewarna sintetis ini dapat berikatan dengan protein dan makromolekul organik
sehingga kulit menjadi tempat penyimpanan dari Rhodamin B. Karena jumlah Rhodamin B
yang meningkat pada kulit maka dapat terjadi penyerapan sistemik zat ini. Rhodamin B juga
memberikan efek yang merugikan pada bibir jika digunakan sebagai pewarna pada lipstik
(Info POM, 2014).

Untuk menganalisis kualitatif keberadaan Rhodamin B dalam lipstick dapat digunakan


metode kromatografi lapis tipis. Kromatografi merupakan salah satu teknik analisis yang
terpenting untuk pemisahan campuran senyawa-senyawa kimia. Pada dasarnya teknik
kromatografi terdiri dua fase yaitu fase diam (berupa cairan atau padat) dan fase gerak
(berupa cairan dan gas). Pemisahan komponen campuran dapat terjadi karena adanya
perbedaan kecepatan migrasi. Sedangkan perbedaan kecepatan migrasi ini timbul karena
adanya perbedaan perbandingan distribusi dari kompenan campuran antara dua fase tersebut
(Khopkar, S. M, 1990).
Pada Kromatografi lapis tipis fase bergerak berupa cairan dan fase diamnya adalah
lapis tipis pada permukaan lempeng rata. Kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis
adalah dapat dihasilkan pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi dan
dapat dilaksanakan dengan lebih cepat (Stahl, 1985).

Analisis kualitatif kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk uji identifikasi
senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah niali Rf yang
sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Rhodamin B akan memberikan fluoresensi
kuning jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan berwarna merah jambu jika dilihat secara
visual. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari 1
fase gerak jenis pereaksi semprot. Tehnik spiking dengan menggunakan senyawa baku yang
sudah diketahui sangat dianjurkan untuk mengambil keputusan identifikasi. (Gandjar,
Rohman, 2007)

Anda mungkin juga menyukai