Anda di halaman 1dari 27

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

2.1.1 Pengertian kosmetik

Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”.

Kosmetik sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500

tahun Sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya

tanah liat, lumpur, arang, batubara bahkan api, air, embun, pasir, atau sinar

matahari (Tranggono, 2007).

Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 19 Tahun 2015

pengertian kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk

digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir,

dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut,

terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan/atau

memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi

baik.

Ilmu yang mempelajari kosmetik disebut “kosmetologi”, yaitu ilmu

yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan,

efek dan efek samping kosmetik. Dalam kosmetologi berperan berbagai

disiplin ilmu terkait yaitu: teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia,

mikrobiologi, ahli kecantikan dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu


8

dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetik disebut “dermatologi

kosmetik“ (cosmetic dermatology) (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.2 Penggolongan kosmetik

Penggolongan kosmetik berdasarkan penggunaannya menurut

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 045/C/SK/1977 tanggal 22 Januari

1977 dibagi menjadi 13 kelompok, yaitu preparat untuk bayi, misalnya

minyak bayi, bedak bayi, preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath

capsule, preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, preparat untuk

wangi–wangian, misalnya parfum, toilet water, preparat untuk rambut,

misalnya cat rambut, hair spray, preparat pewarna rambut, misalnya cat

rambut, preparat make up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, preparat

untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi, mouth washes, preparat untuk

kebersihan badan, misalnya deodorant, preparat kuku, misalnya cat kuku,

losion kuku, preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab

pelindung, preparat cukur, misalnya sabun cukur, preparat untuk suntan dan

sunscreen, misalnya sunscreen foundation.

Penggolongan kosmetik menurut kegunaan bagi kulit dibagi menjadi

kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic) dan kosmetik riasan (dekoratif

atau make-up). Kosmetik perawatan kulit yaitu untuk perawatan kulit yang

diperlukan untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit, diantaranya :

kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream,

cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener), kosmetik untuk melembabkan

kulit (moisturizer), misalnya moisturizing cream, night cream, kosmetik


9

pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation,

sunblock cream dan lotion, kosmetik untuk menipiskan atau mengamplas

kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran – butiran halus yang

berfungsi sebagai pengampelas (abrasiver) (Tranggono, 2007).

Kosmetik dekoratif pada prinsipnya lebih menitik beratkan

fungsinya untuk mempercantik dan merias. Pembahasan mengenai produk

kosmetik dekoratif tidak lengkap tanpa pengetahuan mengenai pentingnya

pewarna sebagai komponen primer. Pigmen konvensional akan menciptakan

warna yang menyerap panjang gelombang tertentu dari cahaya yang

terbentuk. Warna yang terbentuk sesuai dengan panjang gelombang yang

dipantulkan. Formulasi dari produk kosmetik telah menjadi tantangan yang

menarik bagi para ahli kimia. Sebelum membuat formula pewarna untuk

produk kosmetik, harus dipastikan terlebih dahulu peraturan pada negara

yang mana produk tersebut akan dipasarkan agar pewarna-pewarna yang

digunakan sudah sesuai (Barel et al., 2001).

2.1.3 Persyaratan kosmetik

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745

tahun 2003, kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan harus memenuhi

persyaratan yaitu : menggunakan bahan yang memenuhi standar dan

persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan, diproduksi dengan

menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik, terdaftar pada dan

mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.


10

2.1.4 Bahan kosmetika

Sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745

tahun 2003, bahan yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu bahan

yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan

persyaratan penggunaan sesuai dengan yang ditetapkan, zat warna yang

diizinkan digunakan dalam kosmetik sesuai dengan yang ditetapkan, zat

pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan persyaratan

penggunaan dan kadar maksimum yang diperbolehkan dalam produk akhir

sesuai dengan yang ditetapkan, bahan tabir surya yang diizinkan digunakan

dalam kosmetik dengan persyaratan kadar maksimum dan persyaratan lainnya

sesuai dengan yang ditetapkan.

2.2 Perona Mata (Eyeshadow)

2.2.1 Pengertian perona mata (eyeshadow)

Perona Mata (Eyeshadow) adalah kosmetik yang digunakan pada

kelopak mata dan di bawah alis. Perona mata umumnya digunakan untuk

membuat mata pemakai lebih menonjol atau agar terlihat lebih menarik

(Wikipedia, 2016).

2.2.2 Fungsi perona mata (eyeshadow)

Perona mata secara umum berfungsi untuk memberikan warna dan

karakter tertentu pada wajah, mempertajam dan melembutkan daerah di

sekitar bola mata, menciptakan kesan ketajaman pada mata serta menciptakan

kesan cerah dan gelap untuk perubahan karakter. Perona mata dapat
11

digunakan baik yang bersifat basah maupun kering untuk menciptakan

karakter yang berbeda (Barel et al., 2001).

2.2.3 Bahan perona mata

Bahan yang paling umum digunakan dari perona mata adalah bubuk

padat yang tersedia dalam bentuk compact kecil dengan berbagai warna.

Bahan dasar yang digunakan dalam perona mata padat hampir sama dengan

yang digunakan pada bedak tabur. Misalnya talk merupakan bahan utama

dengan zink stearat yang berperan sebagai pengikat dan juga bersifat adhesi

terhadap kulit. Pengikat cair secara luas digunakan dan juga menyatukan

bahan-bahan tambahan dalam formulasi. Moisturizing agents dapat

ditambahkan dan memberikan keuntungan. Parfum tidak pernah ditambahkan

ke dalam perona mata. Hampir semua warna dapat digunakan pada area mata.

Bahan pengkilat (pearlescent) juga merupakan bahan utama pada perona

mata dimana kilaunya menjadi salah satu kebutuhan. Pembatasan penggunaan

pewarna organik pada daerah mata diterapkan pada bahan pengkilat sehingga

setiap bahan mengandung pewarna anorganik (Barel et al., 2001).

Teknologi perona mata sama dengan produk kosmetik padat lainnya

tapi memiliki persyaratan bahan pewarna tertentu. Negara Amerika hanya

menggunakan pigmen sintetik organik yang biasa digunakan untuk produk

mata antara lain Food, Drug, and Cosmetic (FD & C) Red No. 40, FD & C

blue No 1, FD & C yellow No 5, FD & C Green No 5. Carmine sebagai

bahan tambahan alami yang diijinkan dan semua pigmen inorganik, dan

beberapa pengkilat yang dapat digunakan. Pengawet sangat penting dalam


12

produk kosmetik untuk mata. Beberapa masalah yang timbul yaitu gaya

adherent ke kulit, ketidaksesuaian warna dan hal yang umum terjadi adalah

penumpukan pada daerah kelopak mata ketika pengikat yang digunakan tidak

efektif dengan tipe pengkilat yang digunakan (Barel et al., 2001).

2.3. Zat Warna Merah K3

2.3.1 Sifat fisika – kimia

Merah K3 berbentuk serbuk merah, dengan rumus molekul

(C17H12ClN2O4S)2.Ba. Bobot molekul 888,6, mempunyai titik lebur 343-

3450C dengan massa jenis 1,669 gr/cm3, dan banyak digunakan sebagai tinta

percetakan (IARC, 1993).

Merah K3 larut dalam air dan etanol dan tidak larut dalam aseton

dan benzena. Nama IUPAC merah K3 adalah 5-kloro-2-( (2-hidroksi-1-

naphthalenil) azo )-4-metil benzena asam sulfonat, garam barium (2: 1).

Indeks warna No.: 15585:1. Sinonim merah K3 adalah: CI Pigment Red 53,

Ba salt; CI Pigment Red 53, barium salt (2:1); D and C Red No. 9; Pigment

Red 53:1; Lake Red C; Red Lake C (IARC, 1993). Struktur kimia merah K3

disajikan pada Gambar 2.1


13

Gambar 2.1
Struktur kimia Merah K3 (IARC, 1993)

2.3.2 Efek samping zat warna merah K3

Belum ada bukti yang memadai pada manusia untuk menimbulkan

efek karsinogenik. Pemberian zat warna merah K3 secara oral menimbulkan

toksisitas rendah. Zat warna tersebut tidak mengiritasi kulit dan mata.

Pemberian secara berulang dengan konsentrasi tinggi menyebabkan

perubahan hematologi serta memiliki efek pada limpa, hati, dan ginjal. Dosis

tertinggi dari merah K3 yang tidak menimbulkan efek yang merugikan

kesehatan adalah 25 mg/kg berat badan. Merah K3 terbukti tidak genotoksik

dalam berbagai uji in-vitro dan in-vivo. Beberapa uji toksisitas untuk jangka

panjang pada tikus tidak mengungkapkan adanya efek karsinogenik. Namun

dalam suatu uji pemberian merah K3 pada dosis tinggi menyebabkan

perkembangan pada fibrosarkomas limpa. Sehingga ketika merah K3

dinyatakan tidak genotoksik, timbulnya efek karsinogenik dianggap sebagai

konsekuensi dari timbulnya kerusakan jaringan (IARC, 1993).


14

2.4 Validasi Metode

Validasi metode analisis merupakan tahapan untuk mengevaluasi

kecermatan dan keseksamaan yang dihasilkan oleh suatu metode. Menurut

ISO/IEC:17025 (2005), validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan

pengadaan bukti yang obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu

maksud khusus dipenuhi. Hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa

metode tersebut telah memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Menurut

Harmita, 2004 beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan

dalam validasi metode analisis adalah :

1. Kecermatan (accuracy)

2. Keseksamaan (precision)

3. Selektivitas (spesifisitas)

4. Liniearitas dan Rentang

5. Batas Deteksi dan batas Kuantitasi

6. Kekuatan (robustness)

a. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan

sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan.

Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di

dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai

kecermatan yang tinggi hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat

sistematik tersebut seperti menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi,


15

menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan suhu, dan

pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004). Tabel

1 menunjukkan persentase perolehan kembali (recovery) yang diterima sesuai

level konsentrasi analit.

Tabel 1.
Persentase perolehan kembali (recovery) yang diterima
sesuai level konsentrasi analit
Analit (%) Fraksi analit Konsentrasi Kisaran Kadar (%)
100 1 100% 98-102
10 10-1 10% 98-102
1 10-2 1% 97-103
0,1 10-3 0,1% 95-105
0,01 10-4 100 ppm 90-107
0,001 10-5 10 ppm 80-110
0,0001 10-6 1 ppm 80-110
0,00001 10-7 100 ppb 80-110
0,000001 10-8 10 ppb 60-115
0,0000001 10-9 1 ppb 40-120
Sumber : AOAC, 2012

b. Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari

rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang

diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

Keseksamaan dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu keterulangan

(repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan reprodusibilitas

(reproducibility) (Chan et al., 2004). Keterulangan adalah keseksamaan

metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama

dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui

pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang


16

terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada

kondisi yang normal.

Presisi antara merupakan presisi pada konsisi percobaan yang berbeda

pada salah satu kondisinya, baik analisnya, peralatan, tempat, maupun

waktunya. Evaluasi dilakukan terhadap nilai %RSD (Snyder et al., 2010).

Reprodusibilitas adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi

yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium

yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang

berbeda pula. Analisis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik

yang dicuplik dari batch yang sama. Reprodusibilitas dapat juga dilakukan

dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan

analis yang berbeda. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan

simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita,

2004). Nilai persentase RSD yang diterima sesuai level konsentrasi analit

ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2.
Persentase RSD yang diterima sesuai level konsentrasi analit
Analit (%) Fraksi analit Konsentrasi RSD (%) Horwitz RSD (%) AOAC
100 1 100% 2,0 1,3
10 10-1 10% 2,8 1,8
1 10-2 1% 4,0 2,7
0,1 10-3 0,1% 5,7 3,7
0,01 10-4 100 ppm 8,0 5,3
0,001 10-5 10 ppm 11,3 7,3
0,0001 10-6 1 ppm 16,0 11,0
0,00001 10-7 100 ppb 22,6 15,0
0,000001 10-8 10 ppb 32,0 21,0
0,0000001 10-9 1 ppb 45,3 30,0

Sumber : (AOAC, 2012)


17

c. Selektivitas (spesifisitas)

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju

secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel

(Chan et al., 2004). Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat

penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang

mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa

sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis

sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Harmita,

2004).

Metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas

ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs). Dalam teknik

pemisahan, daya pisah antara analit yang dituju dengan pengotor lainnya

harus > 1,5. Chan et al., (2004) membagi spesifisitas dalam 2 kategori, yakni

uji identifikasi dan uji kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi,

selektivitas ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode analisis untuk

membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul yang hampir

sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, selektivitas

ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang berdekatan.

d. Liniearitas dan rentang

Chan et al., (2004) mendefinisikan linearitas suatu prosedur analisis

sebagai kemampuan (dalam kisaran tertentu) untuk mendapatkan variabel

data yang berbanding lurus dengan konsentrasi (jumlah analit) dalam sampel.

Variabel data yang dapat digunakan untuk kuantisasi analit adalah area
18

puncak, ketinggian puncak, atau rasio luas puncak (tinggi) dari analit ke

puncak internal standar.

Linieritas biasanya ditunjukkan secara langsung dengan

mengencerkan larutan baku induk. Dianjurkan untuk mengencerkan secara

serial terhadap larutan baku induk pada uji linieritas ini, hal ini untuk

mengurangi kesalahan penimbangan apabila dilakukan dengan berat baku

yang berbeda. Linieritas paling baik dievaluasi dengan pengamatan visual

terhadap suatu plot yang menyatakan hubungan antara fungsi konsentrasi

analit dengan signal yang diukur (absorbansi, luas puncak, tinggi puncak,

atau area dibawah kurva). Pada penetapan kadar, linieritas dapat diterima jika

nilai koefisien korelasi ≥ 0,997 (Chan et al., 2004).

e. Batas deteksi dan batas kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan

blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi

merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas

terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan

seksama (Harmita, 2004).

Chan et al., (2004) menjelaskan bahwa batas deteksi dan batas

kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode, yakni metode non instrumental

visual dan dengan metode perhitungan. Metode perhitungan didasarkan pada

simpangan baku respon dan slope kurva baku pada level terendah. Nilai batas

deteksi adalah 3,3 (SD/S), sementara nilai batas kuantitasi adalah 10 (SD/S).
19

Simpangan baku respon dapat ditentukan berdasarkan pada simpangan baku

blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier atau dengan standar

deviasi intersep pada garis regresi.

f. Kekuatan metode (robustnesss)

Ketangguhan suatu prosedur analisis adalah kemampuannya untuk

tetap tidak terpengaruh oleh sedikit perubahan parameter yang disengaja

dalam prosedur analitis. Ketangguhan prosedur analisis memberikan indikasi

kehandalan selama penggunaan normal. Ketahanan dievaluasi dengan

melakukan variasi parameter yaitu : efek penyaringan, stabilitas pelarut,

waktu ekstraksi selama persiapan sampel, variasi pH dalam komposisi fase

gerak, variasi pada komposisi fase gerak, kolom, efek temperatur, dan laju

alir (Chan et al., 2004).

2.5 Liquid Chromatography-Spectrometry Massa (LC-MS)

LC-MS adalah teknik analisis yang menggabungkan kemampuan

pemisahan fisik dari kromatografi cair dengan spesifisitas deteksi

spektrometri massa. Kromatografi cair memisahkan komponen-komponen

sampel dan kemudian ion bermuatan dideteksi oleh spektrometer massa. Data

LC-MS dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang berat molekul,

struktur, identitas, dan kuantitas komponen sampel tertentu (Agilent, 1998).

LC-MS banyak digunakan untuk berbagai aplikasi yang memiliki

sensitifitas dan spesifisitas sangat tinggi. Pada umumnya aplikasinya

berorientasi pada deteksi dan identifikasi potensi spesifik bahan kimia

terhadap kehadiran bahan kimia lainnya apabila berada dalam campuran yang
20

kompleks. Keuntungan dari LC-MS yaitu dapat menganalisis lebih luas

berbagai komponen, seperti senyawa termal labil, polaritas tinggi atau

bermassa molekul tinggi, bahkan juga protein. Senyawa dipisahkan atas dasar

interaksi relatif dengan lapisan kimia partikel-partikel (fase diam) dan elusi

pelarut melalui kolom (fase gerak). Komponen elusi dari kolom kromatografi

kemudian diteruskan ke spektrometer massa melalui antarmuka khusus

(Ardrey, 2003).

Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang

kemudian dipilah dan diidentifikasi ionnya menurut (m/z) rasio massa

terhadap muatannya. Dua komponen kunci dalam proses ini adalah sumber

ion yang menghasilkan ion dan penganalisis massa yang akan menseleksi ion.

Umumnya LC-MS menggunakan beberapa jenis sumber ion dan penganalisis

massa yang disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan dianalisis

(Agilent, 2001).

2.5.1 Sumber ion

LC-MS mengalami banyak kemajuan selama sepuluh tahun terakhir

dalam hal pengembangan sumber ion dan teknik untuk mengionisasi dan

memisahkan ion molekul analit dari fase geraknya (Agilent, 2001).

Pengenalan teknik ionisasi tekanan atmosfer (Atmospheric Pressure

Ionization / API) sangat memperluas jumlah senyawa yanga dapat dianalisis

dengan LC-MS. Pada teknik ionisasi tekanan atmosfer, molekul analit

terionisasi terlebih dahulu pada tekanan atmosfer yang selanjutnya ion-ion

analit tersebut akan dipisahkan secara mekanis dan elektrostatis dari inti
21

molekul. Menurut Agilent (2001) teknik ionisasi tekanan atmosfer pada

umumnya adalah ionisasi elektrospray (electrospray ionization/ESI), ionisasi

kimia tekanan atmosfer (atmospheric pressure chmeistry ionization/APCI),

fotoionisasi tekanan atmosfer (atmospheric pressure photoionization/APPI).

Jenis-jenis teknik ionisasi pada LC-MS dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2
Jenis-jenis teknik ionisasi pada LC-MS (Agilent, 2001)

2.5.1.1 Ionisasi elektrospray (electrospray ionization/ESI)

Ionisasi elektrospray bergantung pada pelarut yang digunakan untuk

memungkinkan analit mampu mengion dengan baik sebelum mencapai

spektrometer massa. Eluen akan disemprotkan bersamaan dengan gas

nebulizer ke dalam bidang elektrostatik pada tekanan antmosfer yang

selanjutnya akan menyebabkan disosiasi molekul analit (Agilent, 2001).

Sumber ion elektrospray dapat dilihat pada Gambar 2.3.


22

Gambar 2.3
Sumber ion elektrospray (Agilent, 2001)

Pada saat yang bersamaan gas yang dipanaskan menyebabkan

menguapnya pelarut sehingga tetesan analit menyusut dan konsentrasi tetesan

muatan pun meningkat. Hal ini akan memaksa ion memiliki kekuatan

melebihi kekuatan kohesif atau ion dikeluarkan ke dalam fase gas. Ion-ion

yang tertarik akan melewati pipa kapiler pengambilan sampel yang

selanjutnya akan diteruskan ke dalam penganalisis massa (Agilent, 2001).

Proses desorbsi ion dari larutan dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4
Proses desorbsi ion dari larutan (Agilent, 2001)

Elektrospray sangat berguna untuk menganalis molekul besar seperti

protein, peptida, dan oligonukleotida, tetapi tidak menutup kemungkinan

untuk menganalisis molekul yang lebih kecil seperti benzodiazepin (Agilent,

2001).
23

2.5.1.2 Ionisasi kimia tekanan atmosfer (atmosphere pressure chemistry


ionization/APCI)

Eluen dalam APCI akan disemprotkan melalui pemanasan (biasanya

2500C - 4000C) dimana proses berlangsung pada tekanan atmosfer. Suhu

yang panas akan menguapkan cairan. Molekul dari fase gas pelarut yang

dihasilkan akan habis terionisasi oleh elektron dari jarum korona. Ion-ion

pelarut kemudian akan mentransfer muatan pada molekul analit melalui

reaksi kimia (ionisasi kimia). Ion-ion analit kemudian akan melewati pipa

kapiler pengambilan sampel yang dilanjutkan ke dalam penganalisis massa

(Agilent, 2001). Sumber ion APCI dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5
Sumber ion APCI (Agilent, 2001)

APCI berlaku untuk berbagai molekul polar maupun non polar.

Molekul yang dihasilkan jarang diperoleh muatan yang berlipat sehingga

biasanya digunakan untuk molekul dengan ukuran kurang dari 1.500 µ.


24

Karena juga melibatkan suhu tinggi, APCI kurang cocok dibandingkan

dengan elektrospray untuk menganalisis molekul berukuran besar yang

mungkin secara termal tidak stabil. APCI lebih sering digunakan dengan

kromatografi fase normal dibandingkan elektrospray karena analit biasanya

bersifat nonpolar (Agilent, 2001).

2.5.1.3 Fotoionisasi tekanan atmosfer (atmospheric pressure


photoionization /APPI)

APPI pada LC-MS/MS adalah teknik yang relatif baru. Pada APPI

penguap mengubah pelarut menjadi fase gas. Sebuah lampu bermuatan

menghasilkan foton dalam kisaran energi ionisasi yang kecil. Kisaran energi

dipilih dengan hati-hati untuk mengionisasi sebanyak mungkin molekul analit

dan meminimalkan ionisasi dari molekul pelarut. Ion-ion yang dihasilkan

akan melewati pipa kapiler pengambilan sampel menuju ke penganalisis

massa (Agilent, 2001). Sumber ion APPI dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6
Sumber ion APPI (Agilent, 2001)
25

Hampir semua senyawa yang dapat dianalisis dengan APPI bisa

dianalisis dengan APCI. Hal ini menunjukkan kemiripan pada dua aplikasi,

yaitu dapat menganalisis senyawa non polar dan memiliki laju alir rendah

(<100 mL/menit) (Agilent, 2001).

2.5.2 Analisis massa (mass analyzers)

Mass analyzer adalah inti dari spektrometri masa yang berfungsi

untuk melakukan analisis terhadap ion berdasarkan rasio m/z. Mass analyzer

adalah komponen yang melakukan pemisahan ion hasil ionisasi berdasarkan

perbedaan m/z masing-masing molekul. Terdapat beberapa jenis Mass

analyzer seperti single quadrupole, triple quadrupole, time of flight,

perangkap ion, fourier transform-ion cyclotron resonance (FT-ICR/FT-MS).

Masing-masing memiliki kelebihan dan kerugian tergantung pada kebutuhan

setiap analisis yang akan digunakan (Agilent 6400, 2009).

2.5.2.1 Single quadrupole

Spektrometri massa didasarkan pada analisis ion yang bergerak

melalui ruang hampa. Ionisasi ion terjadi pada sumber ion. Ion dianalisis oleh

mass analyzer yang akan mengontrol gerakan ion saat menuju detektor untuk

diubah menadi sinyal (Agilent 6400, 2009). Skema single quadrupole dapat

dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7
Skema single quadrupole (Agilent 6400, 2009)
26

Mass analyzer single quarupole terdiri dari empat batang sejajar

yang menggunakan voltase frekuensi radio (RF) dan voltase arus searah (DC)

yang spesifik. Batang ini akan menyaring semua ion kecuali ion dengan satu

atau lebih nilai m/z diluar tegangan yang sudah ditetapkan. Semua ion pada

sampel akan dihasilkan oleh sumber ion. Namun ketika suatu seri tegangan

diberikan, hanya ion dengan nilai m/z yang sesuai yang dapat melewati

quadupole untuk mencapai detektor. Ketika tegangan ditingkatkan, maka ion

dengan nilai m/z yang berbeda dapat melewati quadrupole. Scanning secara

keseluruhan oleh spektrometri massa diperoleh dengan meningkatkan

tegangan DC dan RF pada keempat batang dengan rentang nilai yang

diperluas (Agilent 6400, 2009). Skema konsep spektrometri massa single

quadrupole dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8
Skema konsep spektrometri massa single quadrupole (Agilent 6400, 2009)

Semua ion yang terkandung dalam sampel terbentuk pada sumber

ionisasi eksternal dan dikumpulkan dalam corong. Bola dengan warna dan
27

ukuran yang berbeda menunjukkan ion yang memiliki nilai m/z yang berbeda

Mass analyzer quadrupole diwakili oleh sabuk yang bergerak dimana sabuk

tersebut berfungsi untuk menyaring ion ketika melewati lubang dengan

berbagai ukuran. Ion akan masuk ke dalam corong yang kemudian melewati

filter menuju ke detektor. Meskipun dalam Gambar 2.8 ditunjukkan bahwa

ion yang lebih kecil cocok untuk lubang yang satu, akan tetapi mass analyzer

quadrupole akan menyaring ion sehingga hanya ion yang sesuai saja yang

dapat melewati detektor. Detektor diwakili oleh bagian bawah corong untuk

penyaringan sabuk (Agilent 6400, 2009).

Ion dengan nilai m/z yang berbeda akan disaring melalui

spektrometeri massa dengan sabuk yang bergerak dimana berfungsi sebagai

penganalisis atau dengan merubah nilai tegangan pada batang. Pemindaian

spektrometeri massa secara keseluruhan akan mulai bergerak dari nilai m/z

kecil ke nilai –nilai yang lebih besar. Jika sabuk tidak bergerak, detektor akan

terus memantau nilai m/z yang sama selama satu periode pemindaian. Jenis

analisa ini dikenal dengan Selective Ion Monitoring (SIM). Jenis ini adalah

yang mode yang paling sensitif untuk spektrometri massa single quadrupole.

Waktu pemindaian (tetap) dipilih oleh pengguna. Pengguna dapat mengatur

waktu tinggal untuk memindai pada berbagai nilai m/z tertentu, dipilih satu

ion yang tetap (SIM) atau pindah ke beberapa ion yang dipilih selama periode

pemindaian. Filter massa quadrupole tidak dipindai dalam mode ini.

Tegangan DC dan RF yang perlu sering diatur untuk menyaring massa

tunggal pada suatu waktu (Agilent 6400, 2009)


28

Single quadrupole dengan modus SIM memiliki beberapa

keunggulan, yaitu memberikan sensitivitas terbaik untuk kuantisasi,

meningkatkan selektivitas, meningkatkan spesifisitas kromatografi dan tidak

memberikan informasi struktural (Agilent 6400, 2009).

2.5.2.2 Triple quadrupole

Spektrometri massa dengan triple quadrupole terdiri dari sumber

ion, teknologi desolvasi yang ditingkatkan dan diikuti oleh optik ion yang

akan mentransfer ion ke quadrupole pertama yang berada di bagian

kanannya. Jenis ini terdiri dari empat batang hiperbolik paralel dimana ion

yang terseleksi akan disaring terlebih dahulu sebelum mencapai sel tabrakan

(collision cell) dimana ion akan terfragmentasi. Sel tabrakan biasanya disebut

quadrupole kedua. Ion-ion fragmen yang terbentuk di sel tabrakan tersebut

kemudian dikirim ke quadrupole ketiga untuk tahap penyaringan kedua

dimana pengguna dapat mengisolasi dan memeriksa beberapa prekursor

untuk produk ion transisi (Agilent 6400, 2009).

Mewakili analisis massa quadrupole sebagai sabuk yang bergerak,

sel tabrakan dapat ditempatkan antara sabuk dan fragmen ion. Sabuk pertama

bisa diperbaiki untuk memilih perjalanan ion prekursor ke sel tabrakan.

Berbagai jenis sel tabrakan dapat dipilih (Agilent 6400, 2009). Konsep model

spektrometri massa triple quadrupole dapat dilihat pada Gambar 2.9.


29

Gambar 2.9
Konsep model spektrometri massa triple quadrupole (Agilent 6400, 2009)

Ion prekursor dipilih menggunakan quadrupole pertama dan dikirim

ke sel tabrakan untuk difragmentasi. Fragmen-fragmen yang dihasilkan akan

dipindai melalui quadrupole ketiga yang menghasilkan scan ion produk

MS/MS. Ion fragmen adalah potongan-potongan prekursor sehingga mereka

mewakili bagian-bagian dari keseluruhan struktur molekul prekursor.

Instrumen triple quadrupole dengan cara ini dapat digunakan untuk

mengidentifikasi senyawa pada sidik jari (Agilent 6400, 2009).

2.5.2.3 Time of flight (TOF)

Pada analisis massa Time of flight (TOF), sebuah gaya

elektromagnetik yang seragam diterapkan pada semua ion untuk waktu yang

sama. Hal ini menyebabkan ion menyusuri tabung penerbangan dengan lebih

cepat. Ion yang lebih ringan akan berjalan lebih cepat dan sampai di detektor

lebih awal, sehingga rasio massa terhadap muatan ion-ion ditentukan oleh
30

waktu kedatangannya. Analisis massa TOF memiliki rentang massa yang luas

dan sangat akurat dalam pengukuran massa (Agilent, 2001).

2.5.2.4 Perangkap ion

Analisis massa perangkap ion terdiri dari elektroda melingkar bentuk

cincin dengan dua penutup di ujungnya yang membentuk sebuah ruang. Ion

yang memasuki ruangan tersebut akan terjebak disana oleh medan

elektromagnetik. Bidang lain digunakan untuk mengeluarkan ion dengan

selektif dari perangkap. Perangkap ion memiliki keuntungan dapat melakukan

beberapa tahapan pengukuran spektrometri massa tanpa analisis massa

tambahan (Agilent, 2001). Analisis massa perangkap ion dapat dilihat pada

Gambar 2.10.

Gambar 2.10
Analisis massa perangkap ion (Agilent, 2001)

2.5.2.5 Fourier transform-ion cyclotron resonance (FT-ICR)

Analisis massa FT-ICR merupakan jenis lain dari analisis massa

perangkap ion. Ion memasuki sebuah ruangan yang terjebak dalam lingkaran
31

orbit oleh listrik dan bidang magnetik yang kuat. Ketika terjadi eksitasi oleh

frekuensi radio (RF) pada medan listrik, ion menghasilkan arus yang

bergantung pada waktu. Arus ini dikonversi oleh fourier menjadi frekuensi

orbital dari ion yang sesuai dengan rasio (m/z). Seperti perangkap ion,

analisis massa FT-ICR bisa melakukan beberapa tahapan spektrometri massa

tanpa analisis massa tambahan. FT-ICR juga memiliki rentang dan resolusi

massa yang sangat baik. Jenis ini merupakan analisis massa termahal

dibandingkan dengan yang lain (Agilent, 2001).

Analyzer yang digunakan dalam LC-MS/MS terdiri dari 2

quadrupole yang dipisahkan oleh satu collision cell. Quadrupole 1 (Q1) dan 3

(Q2) berfungsi sebagai mass analyzer dan satu berfungsi sebagai Q2

Collision cell .

Terdapat beberapa jenis eksperimen yang dapat dilakukan dalam

kromatografi cair tandem spektrometri massa triple quadrupole, yaitu

- Identifikasi dan seleksi ion produk

Ion produk diidentifikasi menggunakan quadrupole 1 berdasarkan

m/z dan ditransfer ke Q2 atau collision cell. Di dalam collision cell terjadi

tumbukan dan interaksi dengan gas collision dan fragmen lainnya

menghasilkan ion produk. Ion produk hasil fragmentasi diukur oleh

quadrupole Q3. Jenis percobaan ini dikenal dengan MS-MS scan yang

menghasilkan MS-MS spektrum, dan metoda ini biasanya dilakukan umum

dengan teknik ionisasi electrospray (ESI) ((De Hoffman et al., 2008).


32

- Identifikasi dan seleksi ion prekursor

Kondisi ini merupakan identifikasi dan analisis ion prekursor

berdasarkan kondisi optimal hasil ionisasi dan dipilah berdasarkan m/z ion

prekursor. Hal ini disebut dengan prekursor scan, menggunakan mode yang

terpisah anatara quadrupole 1 dan 2. Pada saat dilakukan scanning salah satu

qudrupole dalam kondisi fix sementara yang satu lagi melakukan identifikasi

dan analisis ion prekursor, hal ini sering dikenal dengan MS-Scan. Semua ion

yang dihasilkan dilakukan identifikasi nilai m/z nya dengan cara seleksi m/z

yang cocok dengan berat molekul senyawa yang akan diidentifikasi (De

Hoffman et al., 2008).

- Identifikasi dan analisis ion netral yang hilang

Kondisi ini merupakan analisis fragmen netral dan mendeteksi

semua fragmentasi yang mengarah kepada hilangnya ion netral. Scan jenis ini

membutuhkan spektrometri keduanya secara bersamaan (De Hoffman et al.,

2008).

- Pemantauan Reaksi Selektif (SRM)

Pemantauan reaksi selektif atau Selected Reaction Monitoring

(SRM) adalah teknik berdasarkan prinsip pemilihan ion prekursor dan ion

produk tertentu sesuai nilai m/z yang diinginkan, yang dapat diidentifikasi

oleh alat LC-MS/MS. Kondisi ini merupakan pemilihan reaksi fragmentasi

yang spesifik dan selektif yang dapat mengukur secara spesifik. Untuk

scanning ini quadrupole 1dan 2 kondisi on dan fokus pada pemilihan atau

seleksi massa tertentu. Metoda ini analog terhadap pemilihan m/z secara
33

spesifik dimana yang terdeteksi hanya ion dengan m/z yang diinginkan (De

Hoffman et al., 2008). Proses Eksperimen dalam LC-MS/MS dapat dilihat

pada Gambar 2.11.

Precursor Fragment
Fragmentation
Selection detection

MS1 CID MS2

Fragment ion or product ion scan


Precursor Fragment
Fragmentation
scan selection

MS1 CID MS2

Fragment ion or precursor Ion scan


Precursor Fragment
Fragmentation
m scan m-a scan

MS1 CID MS2

Neutral loss scan

Gambar 2.11
Proses eksperimen dalam LC-MS/MS
(De Hoffman et al., 2008)

Anda mungkin juga menyukai