2. Pemuda Muhammadiyah
2. Pemuda Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
6-A
KISAH TELADAN KHULAFAUR RASYIDIN
Khulafaur Rasyidin atau yang disebut dengan Khalifah Ar-Rasyidin merupakan 4 orang
pemimpin / khalifah pertama dalam agama islam yang meneruskan kepemimpinan
selepas wafatnya Nabi Muhammad SAW. Nama-nama 4 orang khulafaur Rasyidin itu
antara lain Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.
Ucapan wanita itu sangat menyentak hatinya. Umar pun segera keluar sambil menahan
tangisnya.
Umar bin Khattab segera berlari pulang. Beliau langsung menuju gudang tempat
penyimpanan gandum. Dikeluarkannya sekarung gandum dan satu ember daging. Lalu
beliau berkata kepada Aslam, “Wahai Aslam, naikkan karung ini ke atas pundakku.”
“Tidak. Biar aku saja yang membawanya untukmu, wahai Amirul Mukminin,” kata Aslam.
“Tidak. Apakah engkau mau memikul dosaku kelak di hari kiamat?” kata Umar dengan
tegas.
Aslam tak kuasa menolak permintaan Umar. Dia lalu mengangkat karung itu ke atas
pundak Umar. Umar bergegas berjalan mendatangi kembali tempat wanita itu, sambil
memanggul sekarung gandum.
Sesampai di tenda, Umar segera meletakkan karung gandum. Beliau lalu memasak
gandumdan daging untuk sang wanita dan anak-anaknya tersebut.
“Bawa kesini piring-piring kalian!” kata Umar kepada sang wanita.
Umar lalu menuangkan makanan ke dalam piring-piring itu dan menghidangkannya
kepada anak-anak wanita itu seraya berkata, “Makanlah!”
Anak-anak itu langsung memakannya. Mereka sangat menikmati makanan yang
dihidangkan Umar bin Khattab hingga merasa kenyang.
Wanita itu pun sangat berterimakasih kepada Umar. Dia berdoa agar Allah member
ganjaran
setimpal kepadanya.
Sebelum pergi, Umar berpesan kepada wanita tersebut untuk datang ke kota, menemui
khalifah.
“Datanglah menemui Khalifah Umar bin Khattab, karena dia akan membagikan
santunan.”
Keesokan harinya, wanita itu pergi ke Madinah. Ketika wanita tersebut bertemu dengan
Khalifah Umar, betapa terkejutnya dia. Ternyata orang yang memanggul dan memasak
gandum tadi malam adalah Khalifah Umar bin Khattab.
Utsman bin Affan memang sangat kaya. Beliau memiliki kekayaan ternak lebih banyak
dari orang Arab lainnya. Namun hartanya tidak digunakan untuk bermewah-mewah.
Sebaliknya, harta kekayaannya digunakan untuk kepentingan umat Islam.
Saat menjelang Perang Tabuk, Utsman bin Affan pernah menyumbangkan seribu dinar.
Beliau juga pernah membeli sebuah sumur bernama “Rumah”, lalu menyedekahkannya
kepada kaum muslimin. Dan beliau pernah menyumbang sembilan unta yang penuh
dengan perbekalan kepada Nabi Muhammad Saw. dan pasukannya ketika mereka
kesulitan dalam peperangan. Hingga Rasulullah pun mendoakan Utsman, “Ya Allah,
berilah Utsman. Ya Allah, berbuat baiklah terhadap Utsman.”
Pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Madinah mengalami masa paceklik. Hujan
cukup lama tidak turun. Pepohonan layu tanpa buah. Bahan makanan sangat langka.
Sebagian orang mulai kelaparan. Orang-orang lalu mendatangi Khalifah Abu Bakar
untuk mengadukan nasib mereka.
“Wahai Khalifah penerus risalah Rasulullah, langit tidak menurunkan hujan, bumi tidak
menumbuhkan bahan makanan, manusia sedang menuju kebinasaan. Jalan keluar apa
yang engkau berikan?” kata mereka.
Khalifah Abu Bakar menjawab, “Tenanglah bersabarlah dan kembalilah kalian ke rumah
masing-masing. Insyaallah, kafilah dagang Utsman bin Affan akan datang dari Syam
dan besok sampai di Madinah.
Keesokan harinya, kafulah dagang Utsman bin Affan benar-benar sampai Madinah.
Kafilah itu terdiri dari seribu unta yang membawa bahan makanan yang melimpah ruah.
Semuanya langsung ditata di dalam gudang milik Utsman bin Affan.
Penduduk Madinah menyambutnya dengan hati gembira. Para pedagang dan
tengkulak langsung menyerbu Utsman.
“Apa yang kalian inginkan?” tanya Utsman.
“Juallah barang daganganmukepada kami. Orang-orang sangat memerlukannya,”
jawab seorang pedagang.
“Dengan senang hati. Berapa keuntungan yang akan kau berikan kepadaku?” tanya
Utsman.
“Dua atau tiga dirham,” jawab para pedagang.
“Bisakah kalian menambahnya?” Utsman menawar.
“Baik, empat dirham, bagaimana?” jawab mereka.
“Bisakah ditambah lagi?”
“Lima dirham!”
“Ah masih kurang, bisa ditambah lagi?” desak Utsman bin Affan.
“Di Madinah ini tidak ada pedagang selain kami. Dan kamilah orang yang pertama
datang kepadamu, tak ada yang mendahului kami. Siapa yang akan memberikan
keuntungan yang lebih besar dari kami?” kata seorang pedagang dengan nada marah.
Utsman menjawab dengan tenang. “Allah Swt. memberiku keuntungan sepuluh dirham
untuk setiap satu dirham. Apakah kalian berani lebih dari sepuluh dirham?”
“Tidak!!!” jawab para pedagang spontan.
“Kalau begitu, saksikanlah, aku bersaksi kepada Allah bahwa aku meyedekahkan
semua barang dagangan dan makanan yang aku bawa dari Syam kepada seluruh fakir
miskin dan penduduk Madinah yang membutuhkan. Ini semua aku sedekahkan karena
Allah semata,” ucap Utsman mantap.
Ya, Utsman bin Affan menolak menjual barang dagangannya kepada pedagang. Beliau
lebih suka menyedekahkannya kepada kaum muslimin. Beliau lebih mencintai apa yang
dijanjikan Allah daripada keuntungan duniawi.
Dan sebelum Rasulullah Saw. turun dari mimbarnya, Utsman berlari pulang ke rumah.
Ia segera mengirimkan semua unta yang dijanjikannya ditambah dengan 1000 dinar
emas.
Utsman segara meletakkan uang emas dipangkuan Rasulullah. Rasulullah
menerimanya, seraya bersabda, “Semoga Allah Swt. akan mengampunimu, ya Utsman,
atas sedekah yang kau berikan secara terang-terangan maupun sembunyi. Semoga
Allah juga akan mengampuni segala sesuatu yang ada pada dirimu, dan apa yang telah
Ia ciptakan hingga terjadinya hari kiamat.”
Utsman bin Affan selalu peduli dengan kesulitan orang lain tanpa mengharapkan
imbalan apa-apa kecuali ridha Allah swt.
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abu Thalib, beliau pernah kehilangan baju
besinya yang terjatuh dari kuda miliknya. Setelah dicari kemana-mana, ternyata baju
besi itu sudah berada di tangan seorang yahudi. Akan tetapi, setelah diminta, orang
yahudi itu tetap mempertahankan baju besi tersebut dan mengakuinya sebagai miliknya
sendiri. Meski Ali bin Abu Thalib pada saat itu sebagai orang nomor satu kaum
muslimin, namun tidak begitu saja mengambil paksa baju besi miliknya yang hilang.
Beliau disitu sebagai penuntut dan disuruh menyiapkan 2 orang saksi. Hakim pun
menyuruhnya demikian.
Akhirnya beliaupun menyiapkan 2 orang saksi yaitu seorang pembantunya dan
Hasan, anaknya sendiri. Akan tetapi hakim hanya dapat menerima kesaksian dari
pembantu Ali, dan tidak dapat menerima kesaksian dari Hasan karena adanya
hubungan dekat dengan Khalifah Ali r.a, yaitu antara anak dengan orang tua.
Maka, hakim akhirnya memutuskan bahwa orang yahudi tersebut memenangkan
perkara tersebut. Dan Khalifah Ali r.a pun menerima dengan lapang dada apa yang
telah menjadi keputusan dari hakim tersebut.
Dalam kasus tersebut, apa yang dilakukan oleh hakim dan Khalifah Ali r.a sebagai
pemimpin negara menunjukkan betapa mulianya ajaran Islam dalam masalah hukum
dan keadilan. Dalam Islam, keadilan tidak boleh memandang hubungan kekerabatan
maupun agama. Begitu juga dengan Allah SWT, Dia akan menghukum siapa saja tanpa
pandang bulu, seandainya orang tersebut memang benar-benar bersalah. Allah SWT
tidak memandang pangkat, rupa dan status sosial seseorang, tetapi Allah SWT melihat
seseorang itu dari bagaimana perbuatan yang telah dilakukan selama hidup di dunia.
Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya orang yahudi tersebut mengakui bahwa
baju besi itu memang kepunyaan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang ditemukannya di jalan.
Setelah melapor kepada Sang Khalifah, baju besi tersebut akhirnya dikembalikan
sekaligus orang yahudi tersebut menyatakan diri masuk Islam.
Khulafaur Rasyidin atau yang disebut dengan Khalifah Ar-Rasyidin merupakan 4 orang
pemimpin / khalifah pertama dalam agama islam yang meneruskan kepemimpinan
selepas wafatnya Nabi Muhammad SAW. Nama-nama 4 orang khulafaur Rasyidin itu
antara lain Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib
.
1.Kisah Teladan Khalifah Abu Bakar ash-Shidiq
Kerendahan Hati Abu Bakar ash-Shiddiq
Suatu hari Umar mengamati Abu Bakar Ash-Shiddiq di waktu fajar. Sesuatu telah
menarik perhatian Umar. Saat Abu Bakar pergi ke pinggiran kota Madinah setelah
shalat Subuh, Abu Bakar mendatangi sebuah gubuk kecil untuk beberapa saat, lalu dia
pulang kembali ke rumahnya. Umar tidak mengetahui apa yang ada di dalam gubuk itu
dan apa yang dilakukan oleh Abu Bakar di sana. Umar mengetahui seluruh kebaikan
yang dilakukan oleh Abu Bakar, kecuali rahasia urusan gubuk itu.
Hari-hari terus berjalan. Abu Bakar Ash-Shidiq tetap mengunjungi gubuk kecil di
pinggiran kota itu. Umar tetap belum mengetahui apa yang dilakukan oleh Abu Bakar di
sana. Sampai akhirnya Umar memutuskan untuk masuk ke dalam gubuk itu sesaat
setelah Abu Bakar meninggalkannya. Umar ingin melihat apa yang ada di dalam gubuk
itu dengan matanya sendiri. Dia ingin mengetahui apa yang dilakukan oleh sahabatnya
disitu.
Manakala Umar masuk ke dalam gubuk kecil itu, Umar mendapatkan seorang nenek
tua yang lemah tanpa bisa bergerak. Nenek itu juga buta kedua matanya. Tidak ada
sesuatu pun di dalam gubuk kecil itu. Umar tercengang dengan yang dilihatnya. Dia
ingin mengetahui ada hubungan apa nenek tua ini dengan Abu Bakar radhiallahu’anhu.
Umar bertanya, “Apa yang dilakukan laki-laki itu (Abu Bakar) di sini?”. Nenek tua itu
menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengenalnya, wahai anakku. Setiap pagi dia datang,
membersihkan rumahku ini dan menyapunya. Dia menyiapkan makan untukku.
Kemudian dia pergi tanpa berbicara apapun denganku.” Umar menekuk kedua lututnya,
kedua matanya basah oleh air mata. Kemudian ia mengucapkan kalimatnya yang
masyhur, “Wahai Abu Bakar, sungguh engkau telah membuat lelah para khalifah
sesudahmu.” (maksudnya, khalifah berikutnya sesudah kekhalifahan Abu Bakar harus
bekerja lebih keras agar mampu menandingi kualitas kekhalifahan Abu Bakar).
Umar bin Khattab adalah salah satu sahabat Rasulullah yang istimewa. Bahkan,
Keistimewaan beliau sudah terlihat sejak sebelum masuk Islam.
Lalu beliau berkata kepada Aslam, “Wahai Aslam, naikkan karung ini ke atas
pundakku.”
“Tidak. Biar aku saja yang membawanya untukmu, wahai Amirul Mukminin,” kata Aslam.
“Tidak. Apakah engkau mau memikul dosaku kelak di hari kiamat?” kata Umar dengan
tegas.
Aslam tak kuasa menolak permintaan Umar. Dia lalu mengangkat karung itu ke atas
pundak Umar. Umar bergegas berjalan mendatangi kembali tempat wanita itu, sambil
memanggul sekarung gandum.
Sesampai di tenda, Umar segera meletakkan karung gandum. Beliau lalu memasak
gandumdan daging untuk sang wanita dan anak-anaknya tersebut.
“Bawa kesini piring-piring kalian!” kata Umar kepada sang wanita.
Umar lalu menuangkan makanan ke dalam piring-piring itu dan menghidangkannya
kepada anak-anak wanita itu seraya berkata, “Makanlah!”
Anak-anak itu langsung memakannya. Mereka sangat menikmati makanan yang
dihidangkan Umar bin Khattab hingga merasa kenyang.
Wanita itu pun sangat berterimakasih kepada Umar. Dia berdoa agar Allah member
ganjaran
setimpal kepadanya.
Sebelum pergi, Umar berpesan kepada wanita tersebut untuk datang ke kota, menemui
khalifah.
“Datanglah menemui Khalifah Umar bin Khattab, karena dia akan membagikan
santunan.”
Keesokan harinya, wanita itu pergi ke Madinah. Ketika wanita tersebut bertemu dengan
Khalifah Umar, betapa terkejutnya dia. Ternyata orang yang memanggul dan memasak
gandum tadi malam adalah Khalifah Umar bin Khattab.
Utsman bin Affan adalah sahabat Rasulullah yang istimewa. Beliau tergolong orang
yang pertama masuk Islam, dan sahabat yang dijamin masuk jannah. Beliau menjadi
khalifah ketiga, menggantikan Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Beliau juga dikenal
sebagai seorang yang kaya raya, namun sangat dermawan.
Utsman bin Affan terkenal dengan kedermawanannya. Beliau gemar bersedekah.
Membantu kaum muslimin yang membutuhkan. Juga membantu perjuangan dan
dakwah Rasulullah Saw.
Keislaman Utsman bin Affan menjadi berkah bagi umat Islam masa itu.
Tahun kesembilan hijriah, Rasulullah dan kaum muslimin bersiap menghadapi perang
Tabuk. Perang Tabuk adalah perang kaum muslimin melawan pasukan Romawi. Waktu
itu, pasukan Romawi dikabarkan bersiap menyerang kaum muslimin. Maka Rasulullah
pun menyiapkan pasukannya.
Rasulullah membutuhkan berbagai perlengkapan, perbekalan, dan orang-orang untuk
menjadi prajurit. Tetapi, ternyata kaum muslimin kekurangan perbekalan. Banyak orang
yang ingin ikut berperang, tetapi ditolak oleh Rasulullah karena kekurangan perbekalan.
Mereka pun terpaksa kembali dengan mata yang berlinang. Sedih tak bisa ikut
berjuang.
Pada saat itulah, Rasulullah naik ke atas mimbar. Beliau menganjurkan umat Islam
untuk mengerahkan segala kemampuan mereka dan menjanjikan mereka dengan
balasan yang besar.
Mengetahui kaum muslimin dalam kesulitan, segera Utsman berdiri dan berkata kepada
Rasulullah, “Aku akan memberikan 100 unta lengkap dengan bekalnya, ya Rasulullah!”
Kemudian Rasulullah turun satu anak tangga dari mimbarnya. Beliau terus mengajak
umat Islam untuk menyumbangkan apa yang mereka punya. Maka, untuk kedua kalinya
Utsman berdiri dan berkata, “Aku akan memberikan 100 unta lagi, lengkap dengan
bekalnya, ya Rasulullah!”
Wajah Rasulullah menjadi cerah. Beliau turun satu anak tangga lagi dari mimbar, dan
terus menyerukan umat Islam untuk mengerahkan segala yang mereka miliki. Utsman
berdiri lagi untuk ketiga kalinya dan berkata, “Aku akan memberikan 100 unta lagi
lengkap dengan bekalnya, ya Rasulullah!”
Rasulullah pun menunjuk kearah Utsman, sambil tersenyum gembira. Beliau bersabda,
“Utsman setelah hari ini tidak akan pernah kesulitan!”
Dan sebelum Rasulullah Saw. turun dari mimbarnya, Utsman berlari pulang ke rumah.
Ia segera mengirimkan semua unta yang dijanjikannya ditambah dengan 1000 dinar
emas.
Utsman segara meletakkan uang emas dipangkuan Rasulullah. Rasulullah
menerimanya, seraya bersabda, “Semoga Allah Swt. akan mengampunimu, ya Utsman,
atas sedekah yang kau berikan secara terang-terangan maupun sembunyi. Semoga
Allah juga akan mengampuni segala sesuatu yang ada pada dirimu, dan apa yang telah
Ia ciptakan hingga terjadinya hari kiamat.”
Utsman bin Affan selalu peduli dengan kesulitan orang lain tanpa mengharapkan
imbalan apa-apa kecuali ridha Allah swt.
besinya yang terjatuh dari kuda miliknya. Setelah dicari kemana-mana, ternyata baju
besi itu sudah berada di tangan seorang yahudi. Akan tetapi, setelah diminta, orang
yahudi itu tetap mempertahankan baju besi tersebut dan mengakuinya sebagai miliknya
sendiri. Meski Ali bin Abu Thalib pada saat itu sebagai orang nomor satu kaum
muslimin, namun tidak begitu saja mengambil paksa baju besi miliknya yang hilang.
Beliau disitu sebagai penuntut dan disuruh menyiapkan 2 orang saksi. Hakim pun
menyuruhnya demikian.
Akhirnya beliaupun menyiapkan 2 orang saksi yaitu seorang pembantunya dan
Hasan, anaknya sendiri. Akan tetapi hakim hanya dapat menerima kesaksian dari
pembantu Ali, dan tidak dapat menerima kesaksian dari Hasan karena adanya
hubungan dekat dengan Khalifah Ali r.a, yaitu antara anak dengan orang tua.
Maka, hakim akhirnya memutuskan bahwa orang yahudi tersebut memenangkan
perkara tersebut. Dan Khalifah Ali r.a pun menerima dengan lapang dada apa yang
telah menjadi keputusan dari hakim tersebut.
Dalam kasus tersebut, apa yang dilakukan oleh hakim dan Khalifah Ali r.a sebagai
pemimpin negara menunjukkan betapa mulianya ajaran Islam dalam masalah hukum
dan keadilan. Dalam Islam, keadilan tidak boleh memandang hubungan kekerabatan
maupun agama. Begitu juga dengan Allah SWT, Dia akan menghukum siapa saja tanpa
pandang bulu, seandainya orang tersebut memang benar-benar bersalah. Allah SWT
tidak memandang pangkat, rupa dan status sosial seseorang, tetapi Allah SWT melihat
seseorang itu dari bagaimana perbuatan yang telah dilakukan selama hidup di dunia.
Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya orang yahudi tersebut mengakui bahwa
baju besi itu memang kepunyaan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang ditemukannya di jalan.
Setelah melapor kepada Sang Khalifah, baju besi tersebut akhirnya dikembalikan
sekaligus orang yahudi tersebut menyatakan diri masuk Islam.
1. Meneladani perilaku Abu Bakar As Siddiq.
Sebagai sahabat Nabi tentu Abu Bakar memiliki ahlak yang luhur dan dapat diteladani oleh kita semua.
Sifat yang patut kita teladaani dari Abu Bakar antara lain:
Kasih sayang, suka menolong dan dermawan merupakan ahlak yang sangat dianjurkan dalam Islam.
Salah satu asmaul husna adalah ar rahman dan ar rahim, artinya pengasih dan penyayang. Dalam Al
Quran dan hadis kita juga dianjurkan untuk saling menolong. Allah menyuruh kita tolong menolong dalam
hal kebaikan dan taqwa, namun dilarang tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Mendermakan
sebagian harta kita untuk orang lain yang membutuhkan akan dapat mengurangi dosa kita, menjadikan
harta kita bersih dan rizki akan bertambah banyak.
2. Rendah hati
Sikap rendah hati Abu Bakar terlihat ketika berpidato di awal pemerintahannya. Abu Bakar berkata
kepada umat Islam, ”Bantulah aku jika aku berada di jalan yang benar, dan bimbinglah aku jika aku di
jalan yang salah. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan jika aku mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka janganlah engkau mengikutiku.”
Penyebab iblis menjadi musuh kekal manusia dan diturunkan dari surga adalah karena sifat sombong
iblis. Allah sangat menyukai orang yang rendah hati, sebaliknya Allah sangat mengutuk orang yang
sombong. Dalam hadis dijelaskan bahwa orang yang sombong tidak akan dapat mencium wanginya
surga.
3. Berjiwa tenang.
Ketika Rasulullah meninggal dunia, semua orang begitu sedih karena merasa kehilangan orang yang
sangat dicintai. Bahkan Umar bin Khattab sangat marah dan menghunuskan pedang ketika ada orang
yang memberi kabar bahwa Rasululllah meninggal. Namun tidak demikian dengan Abu Bakar, dia
menampakkan kepasrahannya, dia menerima dengan ikhlas atas meninggalnya rasulullah.
4. Suka bermusyawarah
Sebagai seorang pemimpin Abu Bakar jauh dari sifat otoriter. Dia selalu memutuskan persoalan yang
dihadapi umat Islam dengan jalan musyawarah. Hal ini bisa dilihat ketika Abu Bakar jatuh sakit dan
merasa ajalnya sudah dekat. Dia memanggil para tokoh Islam dari berbagai suku untuk diajak
musyawarah menentukan siapa pengganti khalifah setelah dia meninggal. Meskipun pada akhirnya Abu
Bakar menunjuk sendiri Umar bin Khattab sebagai penggantinya namun dia tetap menawarkannya
kepada para sahabat yang lain.
5. Setia
Saat Rasulullah berturut-turut ditinggal wafat oleh orang-orang yang disayanginya, Abu Bakar adalah
orang yang pandai menghibur Rasulullah. Abu Bakar juga selalu mendampingi dakwah Rasulullah, baik
dalam keadaan bahagia maupun bahaya. Ketika Nabi mendapatkan perlawanan dari kaum kafir Quraisy,
Abu Bakar selalu membela Rasulullah, bahkan beberapa kali Abu Bakar berhasil menghentikan
perbuatan orang kafir Quraisy yang akan membunuh Rasulullah. Kesetiaan Abu Bakar terhadap
Rasulullah juga dibuktikan ketika Abu Bakar mendampingi Rasulullah saat hijrah ke Madinah. Padahal
kejaran kaum kafir Quraisy adalah bahaya yang mengancam ketika itu, namun Abu Bakar telah
membuktikan kesetiaannya untuk menemani Rasulullah sampai di Madinah.
Keberanian perlu kita miliki dalam membela kebenaran. Meskipun akibat dari perbuatan kita dapat
membuat kita celaka namun demi kebenaran kita harus berani melakukannya. Rintangan untuk
menyampaikan kebenaran sangat besar, oleh karena itu kita harus memiliki keberanian yang besar pula
untuk selalu membela kebenaran.
2. Adil
Saat ini untuk menemukan seorang pemimpin yang adil sangat sulit. Apalagi pemimpin yang selalu
mengutamakan kepentingan rakyat seperti Umar bin Khattab, tidaklah mudah.
Suatu malam Umar bin Khattab berjalan-jalan sendirian untuk melihat kondisi rakyatnya. Sampai di
sebuah rumah dia mendengarkan anak kecil menangis dan tidak berhenti-berheti. Setelah tangis anak itu
berhenti, Umar bin Khattab mengetuk pintu rmah tersebut. Dia bertanya pada seorang perempuan yang
membukakan pintu mengenai alasan anak tersebut menangis. Kata perempuan tadi anak tersebut
menangis karena kelaparan. Umar melihat ada api di dapur dan di atasnya terdapat panci. Ketika dibuka
Umar isi panci tersebut adalah batu. Ternyata ibu tadi ingin menentramkan hati anaknya agar anaknya
mengira sebentar lagi makanan akan masak. Melihat kejadian itu Umar meneteskan air mata dan merasa
berdosa karena mengnggap dirinya tidak dapat menjadi pemimpin yang mampu menyejahterakan
rakyatnya. Dia kemudian bergegas pergi ke baitul mal untuk mengambil sekarung gandum dan
dipanggulnya sendiri untuk diberikan kepada keluarga tadi.
3. Sederhana
Umar bin Khattab adala sahabat yang terkenal dengan kesederhanaannya. Meskipun menjadi seorang
khalifah namun dia tidak memiliki pengawal. Kesederhanaannya juga terlihat dari caranya berpakaian.
Pakaian yang dimiliki Umar bin Khattab hanya dua potong. Ketika pakaian itu sobek Umar pun tidak malu
untuk menjahitnya sendiri dan memakainya kembali.
Utsman bin Affan ra merupakan salah satu dari empat sahabat utama
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau juga merupakan satu-satunya
sahabat yang menikahi dua putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh
sebab itu beliau diberi julukan Dzunnurain yang artinya pemilik dua cahaya.
Banyak sekali sifat keteladanan dalam diri Utsman bin Affan yang bisa kita
contoh dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari. Apa saja keteladanan
Utsman bin Affan tersebut? Berikut ini beberapa sifat keteladanan yang ada
dalam pribadi Utsman bin Affan yang patut dicontoh oleh kaum muslimin:
edubuku.com
1. Utsman adalah saudagar kaya yang sangat dermawan. Beliau
adalah seorang pedagang kain yang sangat kaya. Dan kekayaannya
semata-mata beliau belanjakan untuk mencari dan mengharap
keridloan Allah. Salah satunya untuk membangun dan menguatkan
Islam.
Beliau bahkan rela meninggalkan semua harta kekayaannya demi
memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya yang memerintahkan kaum
muslimin untuk hijrah ke Habasyah dan Madinah.
2. Seorang ahli ekonomi yang terkenal. Dengan harta kekayaannya
yang melimpah ruah maka tidak diragukan lagi bahwa beliau
merupakan seorang yang ahli di bidang ekonomi.
3. Seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang
tinggi. Semasa Rasulullah masih hidup, Utsman pernah dipercaya oleh
Nabi untuk menjadi walikota Madinah.
Hal itu berlangsung selama dua kali masa jabatan. Yang pertama pada
perang Dzatir Riqa, dan yang kedua saat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam sedang melancarkan perang Ghatafan. Hal itu dikarenakan
Utsman merupakan salah satu sahabat yang memiliki jiwa
kepemimpinan yang tinggi.
4. Memiliki jiwa sosial yang tinggi . Beliau tidak segan-segan
mengeluarkan harta kekayaannya untuk kepentingan agama dan
masyarakat umum.
Oleh karena itu banyak peninggalan beliau yang masih bisa dinikmati
oleh kaum muslimin hingga saat ini. Salah satunya berupa sumur yang
airnya jernih yang beliau beli dari seorang Yahudi dengan harga 200rb
dirham atau setara dengan 2.5 kg emas pada masa itu.
Dan beliau wakafkan sumur tersebut untuk kepentingan masyarakat
umum yang kala itu sangat kekurangan air bersih. Beliau juga yang
memperluas Masjid Madinah dengan cara membeli tanah yang ada di
sekitarnya. Dan masih banyak lagi pengorbanan beliau untuk
kepentingan agama dan sosial yang tidak bisa kita sebutkan satu
persatu karena saking banyaknya.
Itulah beberapa sifat keteladanan sahabat Utsman bin Affan yang bisa kita