Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Malaria berasal dari bahasa Itali (Italia) (mala+aria) yang berarti “udara yang
jelek/salah”, baru sekitar tahun 1880 Charles Louis Alphone Laveran dapat membuktikan
bahwa malaria disebabkan oleh adanya parasit didalam sel darah merah. Malaria adalah
penyakit yang bersifat akut maupun kronik, di sebabkan oleh protozoa genesis plasmoidum
di tandai dengan demam, anemia, dan splenomegali. Penyakit ini menyerang manusia dan
juga sering ditemukan pada hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi,
2008). Pada tubuh manusia, parasit membelah diri dan bertambah banyak di dalam hati dan
kemudian menginfeksi sel darah merah (Depkes RI, 2008). Penyakit malaria juga dapat
dikatakan sebagai penyakit yang muncul kembali (reemerging disease). Hal ini disebabkan
oleh pemanasan global yang terjadi karenapolusi akibat ulah manusia yang menghasilkan
emisi dan gas rumah kaca, seperti CO2, CFC, CH3, NO, Perfluoro Carbon dan Carbon Tetra
Fluoride yang menyebabkan atmosfer bumi memanas dan merusak lapisan ozon, sehingga
radiasi matahari yang masuk ke bumi semakin banyak dan terjebak di lapisan bumi karena
terhalang oleh rumah kaca, sehingga temperatur bumi kian memanas dan terjadilah
pemanasan global (Soemirat, 2004).
Memasuki milenium ke-3, infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara
tropik/sub tropik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju. Malaria
merupakan penyebab kematian utama penyakit tropik diperkirakan satu juta penduduk dunia
meninggal tiap tahunnya dan terjadi kasus malaria baru 200-300 juta/tahun. Prevalensi
malaria di Indonesia masih mencapai lebih dari 400.000 kasus, sebagian besar wilayah
Indonesia Timur.
Malaria merupakan suatu kondisi yang serius, sehingga penanganan secara cepat dan
tepat merupakan suatu keharusan untuk mencegah jatuhnya korban. Di Indonesia, penyakit
malaria merupakan salah satu kondisi yang cukup lazim terjadi, dan telah memakan banyak
korban. Umumnya, jatuhnya korban terjadi karena komplikasi parah akibat penanganan yang
tidak tepat, seperti disentri, anemia, gagal ginjal, hingga koma.
Dengan demikian, menjadi penting untuk menyusun makalah tentang konsep dasar
penyakit malaria dan konsep asuhan keperawatan pasien dengan malaria. Sehingga,
mahasiswa sebagai calon perawat, dapat memahami dengan tepat bagaimana karakter pasien
dengan penyakit malaria dan penatalaksanaan dengan tepat.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa definisi dari malaria?
1.2.2 Apa etiologi dari malaria?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis dari malaria?
1.2.4 Apa klasifikasi dari malaria?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi dari malaria?
1.2.6 Bagaimana pathway dari malaria?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari malaria?
1.2.8 Bagaimana pemeriksaan penunjang dari malaria?
1.2.9 Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari malaria?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep penyakit
malaria dan konsep asuhan keperawatannya.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami tentang :
1. Untuk mengetahui definisi malaria.
2. Untuk mengetahui etiologi malaria.
3. Untuk mengetahui manifestasi malaria.
4. Untuk mengetahui klasifikasi malaria.
5. Untuk mengetahui patofisiologi malaria.
6. Untuk mengetahui pathway malaria.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan malaria.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang malaria.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan malaria.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat seprti pembaca dapat
mengetahui karakteristik pasien dengan penyakit malaria, penatalaksanaannya yang tepat,
dan bagaimana proses asuhan keperawatan yang tepat yang bisa dilakukan oleh perawat.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah
(Sudoyono, 2007). Sedangkan menurut Robert (2006), malaria adalah penyakit yang dapat
bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan
demam, anemia, dan splenomegali.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa malaria adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh parasit plasmodium yang menyerang eritrosit ditandai dengan demam,
anemia, ikterus dan splenomegali.

2.2 Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung reptil dan malaria (Sudoyono, 2007).
Sedangkan menurut Arif (2006) Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies,
yaitu plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malarior, dan plasmodium
ovale. Malaria juga melihatkan hospes perantara, yaitu manusia maupun vetebra lainnya, dan
hospes definitif, yaitu nyamuk Anopheles.
Parasit malaria yang terdapat di Indonesia. Plasmodium malaria yang sering dijumpai
ialah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (Benign Malaria) dan
plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (Maligna Malaria). Plasmodium
modium malarine dijumpai pada kasus kami tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale
dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya).

2.3 Manifestasi Klinis


Menurut Robert (2006) gejala dan tanda yang dapat ditemukan adalah:
2.3.1 Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporulasi).
Pada malaria tertiana (P.vivax dan P.ovale) , pematangan skizon tiap 48 jam
demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (P. malarine)
pematangannya tiap 72 jam dan demamnya tiap 4 hari. Demam khas malaria terdiri
atas 3 stadium, yaitu: menggigil (15 menit-1 jam, puncak demam (2-6 jam), dan
berkeringat (2-4 jam). Demam akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat
beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan ada respon imun.
2.3.2 Splenomegali
Splenomegali merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti,
menghitam, dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan
ikat yang bertambah.
2.3.3 Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab yang paling berat adalah
anemia karena P.falciparum. Anemia disebabkan oleh penghancuran eritrosit
berlebihan, eritrosit normal tidak dapat lama dan gangguan pembentukan eritrosit
karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang.
2.3.4 Ikterus
Ikterus disebabkan karena hemolisis (kerusakan pembuluh darah) dan gangguan
hepar. Ikterus (jaundice) adalah kondisi dimana tubuh memiliki terlalu banyak
bilirubin sehingga kulit dan putih mata menjadi kuning.

2.4 Klasifikasi
Menurut Rampengan (2007) klasifikasi malaria berdasarkan jenis plasmodiunya yaitu:
2.4.1 Malaria tropia (plasmodium falcifarum)
Merupakan bentuk malaria yang paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi
komplikasi. Malaria ini diklasifikasikan atas dua kelompok yaitu malaria falcifarum
tanpa komplikasi yang digolongkan sebagai malaria ringan.
2.4.2 Malaria kwartana
Malaria kwartanan disebabkan oleh Plasmodium malariae yang mempunyai
tropozoit yang serupa dengan plasmodium vivak, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih
kompak/lebih biru. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain
adalah nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum.
Komplikasi jarang terjadi, namun dapat terjadi seperti sindrome nefrotik dan
komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites,
proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.
2.4.3 Malaria ovale
Malaria ovale disebabkan plasmodium Ovale yang bentuknya mirip plasmodium
malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoid dengan masa pigmen hitam di
tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit
yang terinfeksi plasmodium ovale dimana biasanya oval atau ireguler dan fibriated.
Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua bentuk malaria
yang di sebabkan oleh plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walaupun priode
laten sampai 4 tahun. Serangan proksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10
kali walaupun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

2.5 Patofisiologi
Menurut Robert (2006) daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual-eksogen
(sporogoni) dalam badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan
hospes vetebra termasuk manusia.
2.5.1 Fase aseksual
Terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan, sporozoit masuk
dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk skizon hati yang
mengandung ribuan merozoit prose ini disebut skizogoni praeritrosit.
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk
trofozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi
merozoid dibentuk, sebagian merozoid berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam
badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam
2.5.2 Fase seksual
Parasit seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang
disebut zigot (ookinet).
2.6 Pathway

Plasmodium vivax Plasmodium falciparum Plasmodium malarior Plasmodium ovale

Penghancuran Gigitan nyamuk mengandung parasit


eritrosit berlebih malaria ditubuh masuk ke dalam
darah manusia sehingga terinfeksi
Pecahnya eritrosit yang Malaria
mengandung parasit
Plasmodium melepaskan merozoit
masuk dalam sirkulasi
Hemolisis
Kerusakan eritrosit intravaskuler
Pelepasan mediator
Gangguan pembentukan Ikterus endotoksin-makrofag
eritrosit karena depresi
Peningkatan bilirubin Pelepasan TNF
Sel darah merah
menurun tidak sampai
Kerusakan hati, fungsi Mediator
kejaringan
hati abnormal endotoksin

Anemia Transaminase meningkat, Demam tinggi


kadar glukosa menjadi
Lemas, pucat, glukogenesis
Hipertermia

Intoleransi Plasma protein menurun, albumin


aktivitas menurun, globulin meningkat

Nutrisi kurang dari kebutuhan


2.7 Komplikasi
Menurut Yohanna (2013) beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat malaria adalah:
2.7.1 Malaria Serebral
Malaria dapat mengakibatkan pembengkakan otak. Terjadi ketika sel darah yang
dipenuhi parasit menghalangi pembuluh darah kecil di otak.Terkadang bisa
menyebabkan kerusakan otak permanen. Kejang-kejang bahkan koma.
2.7.2 Anemia Parah
Kerusakan sel darah merah yang disebabkan parasit malaria bisa mengakibatkan
terjadinya anemia pada tingkat parah.
2.7.3 Kegagalan fungsi organ tubuh
Bisa menyebabkan gagal ginjal, gagal hati, atau pecahnya organ limpa.
2.7.4 Gangguan pernapasan
Peningkatan penumpukkan cairan pada paru bisa menyebabkan kesulitan bernapas.

2.8 Pencegahan dan pengobatan


2.8.1 Pencegahan malaria (Widiyono, 2008)
Pencegahan malaraia menurut Widyono (2008) dibagi menjadi dua yaitu dengan
ITNs dan IPT. Insecticide-treated nets (ITNs ) adalah kontak manusia dengan nyamuk
dengan membunuh nyamuk bila hinggap atau dengan mengusir nyamuk. Sedangkan
Intermitten preventive treatment (IPT) adalah strategi yang efektif dan dapat
diterapkan untuk menurukan resiko anemia berat pada primigravida yang tinggal di
area malaria.
2.8.2 Pengobatan malaria tanpa komplikasi
1. Pengobatan malaria falciparum
Pengobatan lini pertama malaria falciparum menurut kelompok umur lini
pertama pengobatan P. falciparum adalah artesunat amodiakuin + primakuin dan
pemberian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium
aseksual, sedangakan primakuin untuk membunuh gametosit yang ada di dalam
darah.
Sedangkan pengobatan lini ke dua malaria falciparum menggunakan kina +
doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin, pengobatan malaria falciparum di sarana
kesehatan yang belum memiliki obat artesunat-amodiakuin dan bila pengobatan
sulfadoksin pirimetamin (SP) tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali), atau penderita mempunyai
riwayat alergi terhadap SP atau golongan sulfa lainnya, penderita diberi regimen
kina + doksisiklin atau tetrasiklin + primakuin (Widiyono, 2008).
2. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
Lini pertama pengobatan malaria vivax dan malaria ovale adalah klorokuin +
rimakuin, pemberian klorokuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium
aseksual dan seksual namun pemberian primakuin bertujuan untuk membunuh
hipnozoid di sel hati dan parasit aseksual di eritrosit (Widiyono, 2008).
3. Pengobatan malaria vivax untuk penderita defisiensi G6-PD
Penderita defisiensi G6-PD dapat diketahui melalui anamnesis dengan adanya
keluhan atau riwayat urin berwarna coklat kehitaman setelah minum obat
golongan sulfa, primakuin, kina atau klorokuin. Oleh karena itu pengobatan
diberikan secara mingguan (Widiyono, 2008).
4. Pengobatan malaria malariae
Bisa menggunakan klorokuin untuk membunuh parasite stadium aseksual dan
seksual.

2.9 Pemeriksaan penunjang


2.9.1 Pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan mikroskopis ini dilakukan untuk menemukan parasit Plasmodium secara
visual dengan melakukan identifikasi langsung pada sediaan darah penderita.
Termasuk di dalam jenis pemeriksaan mikroskopis ini adalah pemeriksaan QBC
(Quantitative Buffy Coat). Pada pemeriksaan QBC dilakukan pewarnaan fluorescensi
dengan Acridine Orange yang memberikan warna spesifik terhadap eritrosit yang
terinfeksi oleh parasit Plasmodium.
2.9.2 Pemeriksaan immunoserologis.
Pemeriksaan secara immunoserologis dapat dilakukan dengan melakukan deteksi
antigen maupun antibodi dari Plasmodium pada darah penderita.
1. Deteksi antigen spesifik.
Teknik ini menggunakan prinsip pendeteksian antibodi spesifik dari parasit
Plasmodium yang ada dalam eritrosit.
2. Deteksi antibodi.
Teknik deteksi antibodi ini tidak dapat memberikan gambaran bahwa infeksi
sedang berlangsung. Bisa saja antibodi yang terdeteksi merupakan bentukan
reaksi immunologi dari infeksi di masa lalu.
2.9.3 Sidik DNA.
Teknik ini bertujuan untuk mengidentifikasi rangkaian DNA dari tersangka penderita.
Apabila ditemukan rangkaian DNA yang sama dengan rangkaian DNA parasit
Plasmodium maka dapat dipastikan keberadaan Plasmodium. Kelemahan teknik ini
jelas pada pembiayaan yang mahal dan belum semua laboratorium bisa melakukan
pemeriksaan ini.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, bahasa yang
digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register, diagnosa medis.

3.1.2 Riwayat kesehatan


1. Keluhan Utama / Alasan masuk Rumah Sakit :
Pasien datang dengan keluhan demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien tampak muka merah, kulit kering, dan terasa sangat panas, nyeri kepala,
nadi cepat, panas badan tetap tinggi 2-12 jam
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu :
Tanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit ini sebelumnya, dan pernah
dirawat inap dan diobati dengan penyakit tersebut.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Tanyakan pada anggota keluarga pasien pernahkah menderita penyakit malaria
sebelumnya, dan tanyakan pada anggota keluarga pasien apa pasien pernah
tinggal di lingkungan endemis.

3.1.3 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum: Lemah GCS: 456
Kesadaran : Composmetis
2. Tanda-tanda vital:
a. TD : Naik 220/100 mmHg, Normalnya (120/90-110/80 mmHg),
b. N : meningkat >100x/mnt , Normalnya (60-100 x/mnt),
c. RR : 23x/mnt, normalnya (16-20 x/mnt),
d. Suhu : relatif normal (36,5-37,5 º C)
3. Pengukuran antropometri : biasanya tidak terdapat kelainan
4. Head to Toe
a. Kepala: Bentuk kepala, warna rambut kebersihan rambut.
b. Leher: Tidak ada pembesaran JVP, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe/kelenjr tyroid.
c. Mata : Periksa konjungtiva, sclera, pupil,reflek cahaya, fungsi penglihatan.
d. Hidung: Kebersihaan hidung, tidak ada pernafasan cuping hidung, ada/tidak
poli hidung, adanya deviasi septum.
e. Telinga: Bentuk simetris, kebersihaan hidung, ada / tidak pernafasan cuping
hidung, ada/tidak polip hidung, adanya deviasi septum.
f. Dada :
1. Paru-paru
Inspeksi: Pergerakan dada simetris, warna kulit baik.
Palpasi: Ada/tidak penarikan otot bantu pernafasan, ada/tiadak suara
fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi: Normal suara paru sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: Normal tidak ada rinchi dan whezzing.
2. Jantung
Inspeksi: Tidak ada iktus kordis, dinding dada getaran bising pada SIC III
dan IV kiri.
Auskultasi: Bunyi jantung I-II normal tidak murmur, tidak ada gallop.
Palpasi: Iktus kordis tidak teraba
Perkusi: Normal atau pekak
g. Abdomen
Inspeksi: Ada atau tidak pembesaran pada abdomen dan ada atau tidak ada
bekas luka pada abdomen
Palpasi: Adakah nyeri tekan atau tidak pada daerah abdomen dan adakah
splenomegali dan hepatomegali atau tidak
Auskultasi: Peristaltik usus menurun <5-15 x/menitPerkusi dan normal suara
perkusi adalah Tympani
h. Genetalia: Perlu dikaji karena pada fase demam terjadi penurunan produksi
urin dn pada fase lanjut akan terjadinya poliuria sekunder.
i. Ekstremitas: Pada pasien malaria terjadi keletihan dan kelemahan fisik umum,
penurunan kekuatan otot, nyeri tulang sendi dan tulang, dan terjadi anemia dan
ikterus pada kulit dan juga mata dengan tanda ujung-ujung jari pucat.

3.1.4 Pola kesehatan fungsional


1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan
cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat
dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen
4. Integritas ego
Gejala : mengalami stres,baik emosional dan fisik
Tanda : emosi labil,
5. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa
otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
6. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
7. Nyeri dan Kenyamanan
Gejala : nyeri ekstremitas
Tanda : badan mudah lelah dan capek
8. Pernapasan
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
9. Keamanan
Gejala : panas,dehidrasi
Tanda : suhu meningkat,sering minum
10. Sekualitas
Tanda : penurunan libido,
11. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol,
riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka
traumatik.

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.1.1 Analisa Data
No. Data Etiologi Problem Ttd
1. DS: Pasien mengatakan Pelepasan TNF, Hipertermia
badannya panas pelepasan mediator
DO: endotoksin, efek
a. Didapatkan data klien langsung sirkulasi
TTV: kuman pada
TD:Naik 220/100 hipotalamus
mmHg, N: meningkat
>100 x/mnt, RR:
23x/mnt, normalnya
(16-20 x/mnt), Suhu:
38,50C
b. Pasien tampak muka
merah, kulit kering,
dan terasa sangat
panas, nyeri kepala,
nadi cepat, panas
badan tetap tinggi 2-
12 jam
2. DS: Pasien mengatakan Asupan makanan yang Nutrisi kurang
nafsu makan berkurang tidak adekuat dari kebutuhan
DO: Pasien tampak lemas,
pucat, penurunan BB,
anoreksia, mual dan
muntah.
3. DS: Pasien mengatakan Anemia Intoleransi
aktifitasnya terganggu aktivitas
DO:
a. Pasien tampak lemas
b. TTV:
TD : Normal (120/90-
110/80 mmHg), N :
meningkat >100x/mnt
, RR : meningkat
23x/mnt, Suhu :
relatif normal (36,5-
37,5 º C)
c. Aktifitas klien dibantu
keluarga

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Hipertermia berhubungan dengan pelepasan TNF, pelepasan mediator endotoksin,
efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang tidak adekuat : anorexia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
3.3 Nursing Care Plan
Nama pasien : Ruang/kelas :
Umur : No. Reg :
3.3.1 Hipertermia berhubungan dengan pelepasan TNF, pelepasan mediator endotoksin,
efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) 1. Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses
perhatikan menggigil atau diaforesis. penyakit infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis. Misalnya ,
kurva demam lanjut berakhir lebih dari 24
jam menunjukkan pneumonia
pneumokokal, demam skarlet atau tifoid.
2. Pantau suhu lingkungan ,batasi 2. Suhu ruangan/jumlah selimut harus di
/tambahkan linen tempat tidur , sesuai ubah untuk mempertahankan suhu
indikasi. mendekati normal.
3. Berikan kompres mandi hangat, hindari 3. Dapat membantu mengurangi demam.
penggunaan alkohol. Catatan: penggunaan air es/alkohol
mungkin menyebabkan kedinginan
,peningkatan suhu secara aktual. Selain
itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.
4. Ajarkan pasien untuk menjaga 4. Dapat membantu pasien untuk menjaga
kebersihan tempat tinggal kebersihan tempat tinggalnya agar tidak
ditempati kuman atau sarang nyamuk.

3.3.2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak adekuat ; anorexia
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi usus dan catat 1. Peristaltik dapat di harapkan kembali
pasase flatus. kurang lebih hari pascaa operasi ke 3,
menunjukkan kesiapan untuk menilai
masukan per oral.
2. Komplikasi paralitik ileus , obstruksi,
2. Awasi toleransi terhadap masukan pengosongan lambung lambat, dan di
cairan dan makanan ,catat distensi latasi gaster dapat terjadi,kemungkinan

abdomen, laporkan peningkatan memerlukan masukan ulang selang NGT

nyeri atau kram, mual atau muntah.


3. Memberikan informasi tentang
3. Catat berat badan saat masuk dan
keadekuatan masukan diet atau
bandingkan dengan saat berikutnya
penentuaan kebutuhan nutrisi.
4. Ajarkan pasien untuk makan
makanan yang mengandung banyak
TKTP 4. Asupan nutrisi klien terpenuhi

3.3.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia


Intervensi Rasional
1. Awasi TD, Nadi, pernapasan, selama 1. Manifestasi karidopulmonal dari upaya
dan sesudah aktivitas. Catat respon jantung dan paru untuk membawa jumlah
terhadap tingkat aktivitas (misal, oksigen adekuat ke jaringan.
peningkatan denyut jantung/TD,
disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan
sebagainya).
2. Berikan lingkungan tenang . 2. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan
Pertahankan tirah baring bila di kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
indikasikan. Pantau dan batasi regangan jantung dan paru.
pengunjung, telepon dan gangguan
berulang tindakan yang tak
direncanakan.
3. Ubah posisi pasien perlahan dan pantau 3. Hipotensi postural atau hipoksia serebral
terhadap pusing. dapat menyebabkan pusing, berdenyut,
dan peningkatan resiko cedera.
4. Rencanakan kemajuan aktivitas dengan 4. Meningkatkan secara bertahap tingkat
pasien, termasuk aktivitas yang pasien aktivitas sampai normal dan memperbaiki
pandang perlu. Tingkatkan tingkat tonus otot atau stamina tanpa kelemahan.
aktivitas sesuai toleransi. Meingkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.
5. Mendorong pasien melakukan banyak
5. Gunakan teknik penghematan energi, dengan membatasi penyimpangan energi
misalnya mandi dengan duduk, duduk dan mencegah kelemahan.
untuk melakukan tugas-tugas.
6. Anjurkan pasien untuk menghentikan 6. Regangan/stres karidopulmonal
aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas berlebihan/stres dapat menimbulkan
pendek, kelemahan, atau pusing terjadi. dekompensasi /kegagalan.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka pada bab 2 dan bab 3 dapat disimpulkan sebagai berikut :
4.1.1 Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang
menyerang eritrosit ditandai dengan demam, anemia, ikterus dan splenomegali.
4.1.2 Malaria disebabkan oleh plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung reptil dan malaria dan plasmodium
sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium vivax, plasmodium
falciparum, plasmodium malarior, dan plasmodium ovale.
4.1.3 Tanda dan gejalanya adalah demam periodic, splenomegaly, anemia dan icterus
4.1.4 Klasifikasi malaria berdasarkan jenis plasmodiunya yaitu malaria tropia (plasmodium
falcifarum) merupakan bentuk malaria yang paling berat, ditandai dengan panas yang
ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi.
Dan malaria kwartanan disebabkan oleh plasmodium malariae yang mempunyai
tropozoit yang serupa dengan plasmodium vivak, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih
kompak/lebih biru. Dan malaria ovale disebabkan plasmodium Ovale yang bentuknya
mirip plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoid dengan masa
pigmen hitam di tengah.
4.1.5 Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual-eksogen (sporogoni) dalam badan
nyamuk anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes vetebra termasuk
manusia.
4.1.6 Komplikasi yang bisa terjadi akibat malaria adalah malaria serebral dapat
mengakibatkan pembengkakan otak, anemia parah kerusakan sel darah merah yang
disebabkan parasit malaria bisa mengakibatkan terjadinya anemia pada tingkat parah,
kegagalan fungsi organ tubuh bisa menyebabkan gagal ginjal, gagal hati, atau pecahnya
organ limpa, dan gangguan pernapasan peningkatan penumpukkan cairan pada paru
bisa menyebabkan kesulitan bernapas.
4.1.7 Pencegahan malaria dibagi menjadi dua yaitu dengan ITNs dan IPT. Insecticide-treated
nets (ITNs ) adalah kontak manusia dengan nyamuk dengan membunuh nyamuk bila
hinggap atau dengan mengusir nyamuk. Sedangkan Intermitten preventive treatment
(IPT) adalah strategi yang efektif dan dapat diterapkan untuk menurukan resiko anemia
berat pada primigravida yang tinggal di area malaria.
4.1.8 Pengobatan malaria tanpa komplikasi yaitu pengobatan malaria falciparum, pengobatan
malaria vivax dan malaria ovale, pengobatan malaria vivax untuk penderita defisiensi
G6-PD, dan pengobatan malaria malariae.

4.2 Saran
Kami memberikan saran kepada seluruh pembaca agar mempelajari jenis rencana asuhan
keperawatan dengan menggunakan sumber yang lebih bervariasi misalkan dengan NOC NIC.
Hal ini dikarenakan dalam makalah ini hanya menampilkan rencana asuhan keperawatan
berdasarkan Dongoes. Selain itu, jenis intervensi yang digunakan juga dapat dicari yang
terbaru sesuai dengan penelitian atau evidence based, sehingga intervensi yang akan
dilakukan oleh perawat benar-benar berdasarkan ilmu yang terkini.

Anda mungkin juga menyukai