Anda di halaman 1dari 7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1) Identifikasi Bahaya
Menurut teori Ichsan (2004) yang dikutip dalam penelitian Abdul
(2010), identifikasi bahaya merupakan langkah awal dari suatu sistem
manajemen pengendalian resiko yang merupakan suatu cara untuk
mencari dan mengenali terhadap semua jenis kegiatan, alat, produk,
dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cedera atau sakit yang
bertujuan dalam upaya mengurangi dampak negatif resiko yang dapat
mengakibatkan kerugian aset perusahaan, baik berupa manusia,
material, mesin, hasil produksi maupun finasial.
Identifikasi bahaya merupakan suatu proses yang dapat dilakukan
untuk mengenali seluruh situasi atau kejadian yang berpotensi sebagai
penyebab terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
mungkin timbul di tempat kerja. Suatu bahaya di tempat kerja mungkin
tampak jelas dan kelihatan, seperti: sebuah tangki berisi bahan kimia,
atau mungkin juga tidak tampak dengan jelas atau tidak kelihatan,
seperti: radiasi, gas pencemar di udara (Tarwaka, 2017).
Menurut Tarwaka (2008) dikutip dalam penelitian Abdul (2010),
proses identifikasi bahaya adalah :
1) Membuat daftar semua objek (mesin, peralatan kerja, bahan,
proses kerja, sistem kerja, kondisi kerja) yang ada di tempat
kerja.
2) Memeriksa semua objek yang ada di tempat kerja dan
sekitarnya.
3) Melakukan wawancara dengan tenaga kerja yang bekerja di
tempat kerja yang berhubungan dengan objek-objek tersebut.
4) Mereview kecelakaan, catatan P3K, dan informasi lainnya.
5) Mencatat seluruh hazard yang telah teridentifikasi.
2) Penilaian Resiko
Penilaian resiko adalah proses untuk menentukan prioritas
pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat
kerja (Permenaker No. PER. 5/MEN/1996).
Menurut penelitian Miftahul (2015), untuk dapat menghitung nilai
risiko, perlu mengetahui dua komponen utama yaitu Likelihood
(kemungkinan) dan Severity (tingkat keparahan) yang masing-
masingmempunyai nilai cakupan poin satu sampai lima.
Likelihood (Kemungkinan Terjadinya) adalah kemungkinan
terjadinya konsekuensi dengan system pengaman yang ada. Kriteria
Likelihood yang digunakan adalah frekuensi dimana dalam
perhitunganya secara kuantitatif berdasarkan data atau record
perusahaan selama kurun waktu tertentu.

Nilai Likelihood Keterangan


A Terjadi hampir pada semua keadaaan, misalnya
5 Almost certain/ hampir terjadi
pasti lebih dari 1 kali dalam setiap hari.
4 B Sangat mungkin terjadi, misalnya terjadi 1 kali
Likely/sangat mungkin dalam 1 minggu.
terjadi
C Dapat terjadi sewaktu-waktu, misalnya
3 Posible/mungkin terjadi 1 kali dalam 1 bulan.
D Mungkin terjadi sewaktu-waktu, misalnya
2 Unlikely/hampir tidak terjadi 1 kali
mungkin dalam waktu 6 bulan.
E Hanya dapat terjadi pada keadaan tertentu,
1 Rare/jarang sekali misalnya terjadi 1 kali dalam waktu lebih dari
6 bulan.
Sumber: Modifikasi dari Susihono dalam Feni Tahun 2013

Severity (Tingkat keparahan)merupakan tingkat keparahan yang


diperkirakan dapat terjadi. Kriteria consequences severity yang digunakan
adalah akibat apa yang akan diterima pekerja yang didefinisikan secara
kualitatif dan mempertimbangkan hari kerja yang hilang.

Nilai Consequences Keterangan


1) Kejadian tidak menimbulkan kerugian atau cedera pada
Insignificant manusia
1
/ sangat 2) Tidak mengakibatkan kehilangan hari kerja
kecil 3) Kerugian material sangat kecil

1) Kejadian dapat menyebabkan cedera ringan


2 Minor/kecil yang memerlukan perawatan P3K
2) Masih dapat bekerja pada hari dan shift yang sama
3) Kerugian material kecil
1) Kejadian dapat menyebabkan cedera ringan yang
Moderate/ memerlukan perawatan medis
3
sedang 2) Kehilangan hari kerja di bawah 3 hari
3) Kerugian material sedang
1) Kejadian dapat menyebabkan cedera berat, cidera

4 Mayor/besar parah, atau cacat tetap


2) Kehilangan hari kerja 3 hari atau lebih
3) Kerugian material besar
1) Mengakibatkan korban meninggal
Catastrophic
5 2) Kehilangan hari kerja selamanya
/ sangat
3) Kerugian material sangat besar (dapat menghentikan
besar kegiatan usaha)
Sumber: Modifikasi dari Susihono dalam Feni Tahun 2013

Tingkat resiko = Kekerapan (likelihood) x keparahan (severity)


Berikut gambar dari kolom perkalian Likelihood dan Severity yang
digunakan sehingga menghasilkan sebuah matrix.
Consequence/Konsekuensi
Likelihood/ 1 2 3 4 5
Kemungkin Insignifica Minor/ Moderat/ Majo Catastrophi
nt/ sangat kecil sedang r/ c/ sangat
an kecil besar besar
5
Almost certain/ 5H 10H 15E 20E 25E
hampir pasti
4
Likely/sangat 4M 8H 12H 16E 20E
mungkin
terjadi
3
Posible/mungk 3L 6M 9H 12E 15E
in
2
Unlikely/hamp 2L 4L 6M 8H 10E
ir tidak
mungkin
1
Rare/jarang 1L 2L 3M 4H 5H
Sekali
Sumber: Modifikasi dari Susihono dalam Feni Tahun 2013
3) Penetapan Pengendalian
Menurut Tarwaka (2017), di dalam memperkenalkan suatu sarana
pengendalian resiko, harus mempertimbangkan apakah sarana
pengendalian resiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan
manfaat kepada masing-masing tempat kerjanya. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain:
1. Tingkat keparahan potensi bahaya atau resikonya;
2. Adanya pengetahuan tentang potensi bahaya atau resiko dan
caramemindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau resiko;
3. Ketersediaan dan kesesuaian sarana untuk memindahkan/
meniadakan potensi bahaya;
4. Biaya untuk memindahkan atau meniadakan potensi bahaya atau
resiko.
Pengendalian risiko dilakukan setelah dilakukannya analisis risiko
dan evaluasi risiko dari kemungkinan risiko yang terjadi. Jika risiko
dari kondisi berbahaya berada pada tingkat risiko high dan extreme
maka, harus segera dikendalikan dengan tujuan menurunkan tingkat
risiko yang terjadi (Miftahul, 2015).
Menurut Tarwaka (2017), pengendalian Resiko dapat mengikuti
Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy of Controls). Hirarki
pengendalian resiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan dan
pengendalian resiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa
tingkatan secara berurutan. Pengendalian dilakukan secara sistematis
mengikuti hirarki pengendalian yaitu:
a. Eliminasi (elimination)
Eliminasi merupakan pengendalian risiko yang bersifat
permanen dan dicoba sebagai pilihan prioritas pertama.
Eliminasi dapat dicapai dengan pemindahan objek kerja atau
sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang
kehadirannya tidak dapat diterima pada batas ketentuan,
peraturan atau standar baku K3 ataukadarnya melampaui nilai
ambang batas (NAB) diperkenankan.
Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling
baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat
potensi bahaya ditiadakan. Namun pada prakteknya
pengendalian dengan cara eliminasi banyak ditemukan kendala
karena keterkaitan antara sumber bahaya dan potensi bahaya
saling berkaitan atau menjadi sebab dan akibat.
b. Subsitusi (subsitution)
Pengendalian ini dimaksudkan untuk menggantikan
bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan
bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atau lebih
aman, sehingga pemaparannya masih dalam batas yang bisa
diterima.
c. Rekayasa tehnik (engineering Control)
Pengendalian atau rekayasa tekhnik termasuk merubah
struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar
potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup
ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor
beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber
suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan
tinggi, dan lain-lain.
d. Isolasi (isolation)
Isolasi merupakan pengendalian resiko dengan
memisahkan antara seseorang dari objek kerja, seperti
menjalankan mesin-mesin produksi dari ruangan tertutup
dengan remote control.
e. Pengendalian administratif (administration control)
Pengendalian administrasi dilakukan dengan
menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi
kemungkinan seseorang terpapar bahaya. Pengendalian ini
sangat tergantung pada perilaku pekerjanya dan memerlukan
pengawasan yang teratur untuk pengendalian jenis ini. Metode
ini meliputi : rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis
pekerjaan yang ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu
istirahat, pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu
kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi
kejenuhan dan kebosanan, pengaturan prosedur kerja,
pelatihan dan training K3.
f. Alat pelindung diri (APD)
Alat pelindung diri secara umum adalah sarana
pngendalian jangka pendek dan bersifat sementara manakala
sistem pengendalian yang permanen belum bisa
diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir
pengendalian risiko di tempat kerja. Hal ini disebabkan karena
penggunaan APD mempunyai beberapa kelemahan yaitu APD
hanya membatasi dan tidak menghilangkan risiko yang ada
dan juga penggunaan APD dirasakan tidak nyaman.
4) Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (IBPR)
Menurut teori Syukri Sahab (1997) yang dikutip dalam penelitian
Abdul (2010), Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko (IBPR)
adalah dasar pengelolaan K3 yang disusun berdasarkan tingkat resiko
yang ada dilingkungan kerja. Setiap bahaya dengan kondisi resiko
bagaimanapun diharapkan dapat dihilangkan atau diminimalisasikan
sampai batas yang dapat diterima dan ditoleransi, baik dari kaidah
keilmuan maupun tuntutan hukum. Sebelum dilakukan penilaian
terhadap resiko bahaya perlu dilakukan pengidentifikasian terhadap
resiko bahaya yang merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya
kecelakaan, dengan pengidentifikasian dan penilaian resiko
diharapkan tingkat resiko dapat dikendalikan seefektif mungkin dan
seefisien mungkin. Untuk mengendalikan resiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja perlu dilakukan identifikasi terhadap sumber
bahaya ditempat kerja dan dievaluasi tingkat resikonya serta dilakukan
pengendalian.
B. Perundang–undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja pasal 3 (1),
yang ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4. Memberi kesempatan atau dijalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian yang lain yang berbahaya;
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerja;
14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan
dan penyimpanan barang;
17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Anda mungkin juga menyukai