Anda di halaman 1dari 6

BAB I

DEFINISI

Puskesmas sebagai suatu organisasi berkewajiban untuk mengidentifikasi


dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional yang penting. Hal ini
mencakup seluruh area kerja puskesmas, termasuk seluruh area manajemen dan
fungsional. Puskesmas perlu memastikan adanya sistem yang kuat untuk
mengendalikan dan mengurangi risiko keselamatan pasien.
Kesematan pasien berkaitan erat dengan insiden keselamatan pasien (IKP)
yang merupakan setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada
pasien. Insiden keselamatan pasien terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan Kejadian
Potensial Cedera (KPC).
Diperlukan pengelolaan insiden keselamatan pasien yang tepat dengan
cara melakukan pencatatan terhadap setiap insiden yang terjadi dalam buku
pencatatan, tindak lanjut dan rekapitulasi terhadap insiden serta melaporkan
kepada ketua tim mutu dan Kepala Puskesmas. Dengan pengelolaan insiden
yang tepat diharapkan terjadi penurunan angka insiden keselamatan pasien di
UPTD Puskesmas Bulak Banteng.
BAB II
RUANG LINGKUP

Keselamatan pasien UPTD Puskesmas Bulak Banteng meliputi kegiatan-


kegiatan pengelolaan insiden yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan
mutu dan kinerja puskesmas.
Adapun ruang lingkup keselamatan pasien UPTD Puskesmas Bulak
Banteng adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan insiden Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
2. Pengelolaan insiden Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
3. Pengelolaan insiden Kejadian Tidak Cedera (KTC)
4. Pengelolaan insiden Kejadian Potensial Cedera (KPC).

1
BAB III
TATA LAKSANA
PENGELOLAAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN

Insiden keselamatan pasien (IKP) adalah setiap kejadian yang tidak


disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien. IKP terdiri dari Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC)
dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
Pengelolaan IKP dilakukan dengan melakukan pencatatan terhadap setiap
insiden yang terjadi dalam buku pencatatan yang ada setiap ruangan pelayanan,
dan langsung dilakukan tindak lanjut terhadap insiden yang terjadi. Tim
manajemen risiko melakukan rekapitulasi terhadap insiden yang telah terjadi
setiap akhir bulan, dan dilaporkan kepada ketua tim mutu dan kepala puskesmas
setiap 3 bulan.
Di akhir tahun, tim manajemen risiko menentukan area prioritas yang
didasarkan pada rekapitulasi insiden tahun sebelumnya sebagai data acuan dan
dilakukan pemeringkatan dengan metode 3H1P. Selain itu juga dilakukan grading
risiko untuk menentukan evaluasi dan tata laksana. Dilakukan menggunakan
dasar matriks grading risiko berikut ini:

DAMPAK TIDAK MINOR MODERAT MAYOR KATAS-


SIGNIFIKAN TROPIK
PROBABILITAS 1 2 3 4 5

Sangat sering
terjadi
(tiap MODERAT MODERAT TINGGI EKSTRIM EKSTRIM
minggu/bulan)
5

Sering terjadi
(bbrp kali/tahun)
MODERAT MODERAT TINGGI EKSTRIM EKSTRIM

Mungkin terjadi
(1-<2 tahun/kali)
RENDAH MODERAT TINGGI EKSTRIM EKSTRIM

Jarang terjadi
(>2-<5 th/kali)
RENDAH RENDAH MODERAT TINGGI EKSTRIM

2
2

Sangat jarang
terjadi
( > 5 thn/Kali) RENDAH RENDAH MODERAT TINGGI EKSTRIM

Dari matriks di atas dapat terlihat beberapa kategori risiko. Untuk kategori
berwarna BIRU dan HIJAU, maka evaluasi cukp dengan investigasi sederhana,
sedangkan untuk kategori berwarna KUNING dan MERAH perlu dilakukan
evaluasi lebih mendalam dengan metode root cause analysis (RCA) untuk
tindakan reaktif/responsif, dan failure mode effect analysis (FMEA) untuk tindakan
proaktif.

 Failure mode and effect analysis (FMEA)


Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode
FMEA digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses)
yang berpotensi terjadi kemudian mengidentifikasi dampak yang mungkin
timbul diikuti analisis akar masalah, sebelum melakukan redesain proses untuk
meminimalisir risiko modus kegagalan/dampaknya kepada pasien.
FMEA merupakan proses proaktif untuk memperbaiki kinerja dengan
mencegah potensi kegagalan sebelum terjadi sehingga ahirnya meningkatkan
keselamatan pasien (F = failure, yaitu saat sistem tidak bekerja sesuai yang
diharapkan, M = Mode, yaitu cara/perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan
tersebut, E = effect, yaitu dampak/konsekuensi dari modus kegagalan tadi, A =
analysis, yaitu upaya investigasi terhadap proses secara detail).
FMEA adalah suatu alat mutu untuk mengkaji suatu prosedur secara rinci, dan
mengenali model-model adanya kegagalan/kesalahan pada suatu prosedur,
melakukan penilaian terhadap tiap model kesalahan/ kegagalan, dengan
mencari penyebab terjadinya, mengenali akibat dari kegagalan/kesalahan, dan
mencari solusi dengan melakukan perubahan desain/prosedur.

Langkah-langkah FMEA
1) Lakukan penilaian untuk tiap model kesalahan/kegagalan:
‒ Sering tidaknya terjadi (occurrence): (O)
0 : tidak pernah, 10 : sangat sering
‒ Kegawatannya (severity): (S)
0 : tidak gawat, 10 : sangat gawat
‒ Kemudahan untuk terdeteksi (detectability): (D)
0 : mudah dideteksi, 10 : sangat sulit dideteksi

3
2) Hitung Risk Priority Number (RPN) dengan mengkalikan: O x S x D
3) Tentukan batasan (cut-off point) RPN yang termasuk prioritas
4) Tentukan kegiatan untuk mengatasi (design action/solution)
5) Tentukan cara memvalidasi apakah solusi tersebut berhasil
6) Gambarkan alur yang baru dengan adanya solusi tersebut
7) Hitung kembali RPN sesudah dilakukan solusi perbaikan
Kemungkinan Penyebab Efek
Proses S O D RPN
kegagalan kegagalan kegagalan

4
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi keselamatan pasien dilakukan dengan pencatatan terhadap


setiap insiden yang terjadi dalam buku pencatatan yang ada setiap ruangan
pelayanan dan rekapitulasi terhadap insiden yang telah terjadi setiap akhir bulan.
Pelaporan kepada ketua tim mutu dan kepala puskesmas dilakukan setiap 3
bulan.

Anda mungkin juga menyukai