Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO

DI PUSKESMAS TAMBANG ULANG KABUPATEN TANAH LAUT

I. Definisi
Manajemen risiko merupakan salah satu komponen penting dalam manajemen
pelayanan di Puskesmas. Manajemen risiko merupakan proses mengenal, mengevaluasi,
mengendalikan, dan meminimalkan risiko dalam suatu organisasi secara menyeluruh.
Dalam rangka untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien, setiap Puskesmas wajib menetapkan manajemen risiko terutama pada
proses utama yang kritikal, memiliki risiko tinggi, cenderung bermasalah pada setiap bagian.

II. Ruang Lingkup


Ruang lingkup manajemen risiko meliputi :
1. Manajemen risiko Admen, yaitu ; Keuangan, Kepegawaian, Data dan SIK/Kearsipan,
Pengelolaan barang (sarana), Pengelolaan barang (prasarana).
2. Manajemen risiko UKM, yaitu ; Promkes, KIA-KB, Kesling, Gizi, Pengendalian
Penyakit (P2), Perkesmas, Kesehatan Jiwa, dan Kesehatan Gigi Masyarakat.
3. Manajemen risiko UKP (Layanan Klinis) dan sasaran keselamatan pasien, yaitu Loket,
Ruang Tindakan, Ruang Umum, Ruang Gigi, Ruang KIA-KB-MTBS, Laboratorium,
Ruang obat, Ruang Gizi, dan Ruang Kesling

Pelaksanaan manajemen risiko diutamakan pada area prioritas yang akan diperbaiki
pada tiap tahunnya berdasarkan Surat Keputusan Kepala Puskesmas Tambang Ulang tentang
penetapan area prioritas.

III. Tatalaksana/ Panduan Pelaksanaan


Manajemen risiko adalah meminimalkan risiko yang mungkin dari suatu proses
pelayanan, baik risiko terhadap petugas, lingkungan, maupun terhadap pengguna layanan.
Manajemen risiko klinis adalah meminimalkan risiko terhadap pasien dengan mengenal
kesalahan atau kemungkinan kesalahan selama mendapat asuhan klinis. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya kesalahan /
risiko, belajar dari pengalaman setiap adanya kejadian / advers event memastikan bahwa
dilakukan tindakan untuk terjadinya kesalahan risiko dan membangun sistem untuk
mengurangi terjadinya risiko.
Lingkup manajemen risiko meliputi :
1. Strategi manjemen risiko dapat reaktif atau proaktif
2. Kebijakan dan prosedur untuk melaporkan setiap insiden
3. Kebijakan dan prosedur menangani komplain
4. Informasi penanganan komplain bagi karyawan
5. Kebijakan dan prosedur untuk menangani tuntutan
6. Kebijakan dan prosedur untuk mencegah kejadian yang membahayakan
( preventing harm ) dan meminimalkan resiko ( patient safety )

Manajemen risiko secara proaktif meliputi :

1. Prosedur operasional untuk mengangkat dan mengarahkan isu-isu risiko klinis yang
mungkin terjadi melalui kejelasan tanggung jawab dan kendali pada semua lini
pelayanan.
2. Pemahaman terhadap tingkat dan proses pengambilan keputusan sehingga tidak terjadi
tumpang tindih.
3. Pendekatan multidisiplin dalam mengelola risiko.
4. Pelatihan orientasi bagi karyawan baru terutama dalam mengoperasikan peralatan
medis/klinis.
5. Kebijakan dalam pemeliharaan peralatan yang dikerjakan secara konsisten.
6. Kebijakan dalam : penggunaan APAR, pengelolaan limbah, pencegahan infeksi, dan
kesehatan kerja.
7. Audit klinis yang dilaksanakan secara teratur dengan tindak lanjut yang nyata.
8. Pengelolaan dokumen Rekam Medis, pencatatan medis yang akurat dan terjamin
ketelusuran.
9. Komunikasi dalam tim medis, tim keperawatan terpelihara dengan baik.
10. Serah terima dilakukan secara akurat.
11. Adanya komunikasi yang terdokumentasi antara staff dan pasien / keluarga mengenai
keputusan terapi / tindakan klinis.
12. Dokumentasi spesifik keadaan-keadaan medis tertentu, misalnya alergi, dsb, pada
erekam medis, yang secara legal ditandatangani.
Manajemen risiko secara reaktif meliputi :

1. Komplain dari pasien dan karyawan ditangani segera dan optimal, dan dibuktikan
dengan “consent” dari semua pihak yang terkait.
2. Tinjauan terhadap morbiditas dan mortalitas dilakukan untuk mengenal faktor-faktor
yang dapat dicegah, dan menjamin bahwa pelayanan yang terbaik diberikan.
3. Jika terjadi tuntutan, dilakukan pendekatan untuk mengenal akar masalah ( root cause)
dan dilakukan dengan pendekatan budaya tidak menyalahkan.
4. Adanya mekanisme untuk melaporkan terjadi adverse incident baik klinis maupun non
klinis, termasuk kejadian near miss, dan dicatat dalam risk register untuk audit dan
analisis.

Proses penanganan risiko terdiri dari; identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi
risiko, penanganan risiko. Berikut bagan alir proses manajemen risiko :

Menetapkan lingkup
manajemen risiko

Komunikasi dan Identifikasi risiko Monitoring audit dan


konsultasi pada tinjauan ( review )
stakeholders dukungan internal

Analisis risiko

Evaluasi risiko

Tindakan/treatment
terhadap risiko

Gambar 1. Bagan Manajemen Risiko


Identifikasi risiko dapat diidentifikasi dari audit, komplain dan brainstorming.
Setelah dilakukan identifikasi risiko, langkah selanjutnya adalah melakukan grading risiko/
analisa tingkat keparahan. Variabel yang digunakan untuk menilai adalah Dampak Risiko
dan Probabilitas.

Tabel 1. Dampak Risiko

Tk.Risiko Deskripsi Dampak

1 Minimal Tidak ada cedera


2 Minor/ Rendah Cedera ringan, misal luka lecet, dapat diatasi segera

3 Moderat Cedera sedang, misal luka robek, berkurangnya fungsi


motorik/sensorik/psikologis
4 Tinggi Cedera luas/ berat, misal cacat, lumpuh, kehilangan
fungsi motorik/sensorik/psikologis
5 Ekstrim Kematian yg tidak berhubungan dengan perjalanan
penyakit yang diderita

Tabel 2. Probabilitas/ Tingkat Keseringan

5: Frequent Sangat sering terjadi (tiap minggu/bulan)

4: Probable Sering terjadi (beberapa kali/ tahun)

3: Possible Mungkin terjadi (1- <2tahun / kali)

2: Unlikely Jarang terjadi/kemungkinan kecil terjadi (>2 - <5 tahun/ kali)

1: Rare Sangat jarang terjadi (> 5 tahun / kali)


Gambar 2. Gambar matriks/grading risiko

Analisis risiko dilakukan dengan analisis keparahan, FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis) dan RCA (Root Cause Analysis).

Langkah-langkah yang dilakukan pada analisa resiko dengan RCA :

1. Investigasi kejadian : menentukan masalah, mengumpulkan bukti-bukti yang nyata.


Melakukan wawancara, meneliti lingkungan kejadian, mengenali faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap timbulnya kejaian, menggambarkan rantai terjadinya kejadian.
2. Rekontruksi kejadian : mengenali kejadian-kejadian yang mengawali terjadinya adverse
event ataupun near miss, melakukan analisis dengan menggunakan pohon masalah untuk
mengetahui kegiatan atau kondisi yang menyebabkan timbul kejadian,lanjutkan sehingga
dapat dikenali sistem yang melatar belakangi timbulnya kejadian atau sampai tidak
beralasan lagi untuk melanjutkan.
3. Analisa sebab.
4. Menyusun rencana tindak lanjut.
5. Melaporkan proses analisis dan temuan.

Metode analisa FMEA ( Failure Mode and Effect Analysis ) juga dapat dilakukan.
FMEA adalah suatu alat mutu untuk menguji suatu prosedur secara rinci dan menggali model-
model adanya kegagalan / kesalahan pada suatu prosedur, melakukan penilaian terhadap tiap
model kesalahan / kegagalan, dengan mencari penyebab terjadinya, mengenali akibat dari
kegagalan / kesalahan, dan mencari solusi dengan melakukan perubahan disain / prosedur.

Langkah-langkah analisa FMEA :

1. Bentuk tim untuk menganalisa FMEA : orang-orang yang terlibat dalam suatu proses
2. Tetapkan tujuan, keterbatasan, dan jadwal tim
3. Tetapkan peran dari tiap anggota tim
4. Gambarkan alur proses yang ada sekarang
5. Kenalilah failure model pada proses tersebut
6. Kenalilah penyebab terjadinya falure untuk tiap model kesalahan / kegagalan
7. Kenalilah apa akibat dari adanya failure untuk tiap model kesalahan / kegagalan
8. Tentukan kegiatan untuk mengatasi ( design action / solution )
9. Tentukan cara memvalidasi apakah solusi tersebut berhasil
10. Gambarkan alur yang baru dengan adanya solusi tersebut

Contoh analisa FMEA

Event : operasi pada sisi salah

Alir proses : persiapan operasi sampai dengan pelaksanaan operasi

Pem Lab Pemeriksaan Keputusan Persiapan Check ulang


dokter pasien oleh perawat
OK

Persiapan ok Check ulang


oleh dokter
operator

Pelaksanaan
operasi

Model-model kegagalan :

- Kegagalan / kesalahan labelling pada Rongent Foto


- Kesalahan penulisan keputusan dokter pada RM
- Kesalahan dalam penyiapan pasien
- Tidak dilakukan check ulang oleh perawat
- Tidak dilakukan check ulang oleh dokter
- Operasi dilakukan oleh dokter yang bukan memiliki kompetensi yang dimaksud
Failure Cause of Effect of OCC SV DT RPN Design Design
Mode failure failure Action / Validation
Solution

Occ : occurence

SV : severity

DT : detectable

RPN : risk priority number

IV. DAFTAR PUSTAKA


American Society for Health Care Risk Management, Risk Management Handbook, 2000

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang


Keselamatan Pasien

Anda mungkin juga menyukai