Epiker kulit terdiri atas sel-sel yang memberikan barrier terus menerus antara isi tubuh dan
lingkungan luar. Sel epitel juga melaisi saluran cerna, saluran napas dan alveoli, tubulus ginjal dan system
urinaria, dan ductus-duktus yang mengosongkan isinya ke prmukaan kulit (lumen) system pencernaan
serta pernapasan. Sel epitel memungkinkan transport selektif dari ion-ion, nutrient dan zat sisa
metabolik serta memiliki permeabilitas terhadap air yang diatur secara parsia. Sel-sel epitel terhubung
satu sama lain melalui tautan erat dengan mengekspresikan berbagai populasi protein transpoter pada
sisi apikal (menghadap darah, atau serosa).
Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit terluar yang tipis dan berjenjang yang berhubungan langsung
dengan lingkungan luar (figure A&P 11-1). Ketebalan epidermis berkisar dari 0,04 mm pada kelopak mata
hingga 1,6 mm pada telapak tangan dan kaki. Desmosos (titk pelekatan intersel yang vital bagi adhesi
antar sel) ditemuka pada epidermis.
Karatinosit, sel utama dari epidermis, memproduksi kreatin dalam proses yang kompleks. Sel-sel
dimulai pada lapisan sel basal dan berubah secara konstan, bergerak ke atas melintas epidermis. Pada
permukaan, mereka dilepaskan atau hilang melalui abrasi. Oleh karena itu epidermis secara konstan
bergenerasi, menyediakan barrier karatin yang kuat.
Warna kulit merfleksikan produksi granula pigmen (melamin) oleh melanosis dan adanya darah
(hemoglobi) pada orang berkulit terang. Warna merfleksikn kombinasi empat warna dasar:
Melanin memiliki peran terbesar dalam kulit, diproduksi pada epidermis dan lapisan-
lapisan folikel rambut. Walaupun tidk diproduksi di dalam dermis, melanin dapat disimpan di
dalam dari epidermis melalui berbagai proses (seperti inflamasi).
Kelenjar
Kelenjar ekrin memproduksi keringat fan berperan penting dalam termoregulasi. Kelenjar ini
ditemukan pada keseluruhan kulit kecuali pada tepi vermilion(tautan antara area mereh jambu pada
bibir dengan kluit disekitarnya),telingan, bantalan kuku, glans penis, dan labia minora. Mereka lebih
banyak pada telapak tangan, telapak kaki,dahi, dan aksila. Keringant serupa dengan plasma namun
keringant lebih cair. Sekresi kelenjar ekrin distimulasi oleh panas dan stress emosional. Kelenjar ekrin
keluar dari tubuh tidk bergantung pada batang rambut.
Kelenjar apokrin utamtnya terdapat pada kelenjar aksila, areola payudara, area
anogenital, kanal telinga, dan kelopak mata. Pada hewan derajat rendah, sekresi apokrin
berfungsi sebagai penarik seksual (feromon), dan sekresi apokrin musk digunakan sebagai bahan
dsar parfum. Perannya pada manusia tidak diketahui. Dimediasi oleh inervasi adrenergik,
kelenjar apokrin menyekresikan subtansi seperti susu yang menjadi berbau jika diubah oleh
bakteri permukaan kulit. Kelenjar ini tidak berfungsi hingga masa pubertas dan membutuhksn
keluaran hormone seks yang tinggi untuk beraktifiatas.
Kelenjar sebaseus ditenukan diseluruh kulit kecuali pada telapak tangna dan kaki serta
paling banyak pada wajah, kulit kepala, punggung atas, dan dada. Kelenjar ini berasosiasi
dengan folikel rambut yang membuka ke permukaan kulit dimana sebum (campuran lipid yang
diproduksi kelenjar sebaseus dan lipid dari sel epidermis) dilepaskan. Sebum mmiliki fungsi
lubrikasi dan aktivitas bakterisidal. Androgen in utero, menyebabkan akne neonatal; setelah
pubertas produksi sebum dapat menyebabkan akne remaja.
Bentuk rambut (lururs atau keriting) tergantung pada bentuk rambut dalam potongan
lintang. Rambut memiliki potongan lintang yang bundar; rambut keriting memiliki potongan
rambut yang oval atau seperti pita. Folikel yang mekengkung juga memengaruhi kekeritingan
rambut. Melanosit pada bulbus menentukan warna rambut. Folikel rambtu umumnya membentuk
unit pilosebases. Otot arektor pili dari dermis melekat pada folikel rambut dan mengelevasi
rambut saat suhu turun atau terdapat emosi yang kuat, menghasilkan rasa merinding.
Kuku adalah sisk dari epidermis yang berzat tanduk. Matriks kuku adalah sumber dari sel tidak
berkeratin yang terspesialisasi. Mereka berdiferensiasi menjadi sel-sel berkeratin, yang
membantu protein kuku. Matriks untuk pembentukan kuku berlokasi pada bantalan kuku
proksimal. Matriks tumbuh maju ari lipatan kuku untuk menutupi bantalan kuku. Kuku jari
tumbuh sekitar 0,1 mm setiap harinya, reproduksi yang lengkap membutuhkan 100-150 hari.
Kecepatan pertumbuhan kuku jari kaki hanya sepertiga dari kuku jari tangan.matriks kuku yagn
rusak, yang dapat disebabkan trauma atau manikur yang agresif, menyebabkan kuku yang rusak.
Kuku juga sensitive terhadap perubahan fisiologis, contohnya, mereka tumbuh lebih lambat pada
cuaca dingin dan selama periode sakit.
Kuku dan rambut terdidi atas sel-sel yang berkaitan, yaiut sel mati. Ingesti gelatin tidak
menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan atau kekuatan kuku.
Dermis
Dermis, lapisan jaringan padat dibawah epidermis, membentuk sebagian besar subtansi
dan struktur pada kulit. Ketebalannya bervariasi dai 1 hingga 4 mm dan paling tebal didaerah
punggung. Dermis mengandung fibroblast, makrofag, sel mast, dan limfosit, yagn mendororng
penyembuhan luka. Pasokan linfatik vaskuler, dan saraf dari kulit. Yang mempertahankan
ekuilibrium pada kulit, berada di dermis.
Dermis dibagi menjadi dua bagian: papilaris dan reikularis. Papilaris dermis, yang
mengandung kolagen, pembukuh darah, berhubungan dengan epidermis. Retikularis dermis juga
mengandung kolagen, namun dengan jumlah jaringan elasti matru yang lebih tinggi. Dermis
mengandung banyak sel khusus, pembuluh darah, dan saraf.
Epidermis dan dermis bertemu pada tautan dermoepidermal. Area ini mengandung proyeksi
seperti gelombang dari dermis yang disebut papilla (atau rete ridge), yang berhubungan dengan
struktur yang resiprokal pada epidermis. Proyeksi ini seperti tidak ada pada kulit bayi dalam
kandungan namun berkembang secara cepat setelah diperiksa dibawah mikroskop. Jika kulit
menua, papilla menjadi semakin kecil dan pipih.
Hipodermis
Lapisan subkutan adalah lapisan khusus jaringan ikat. Kadang disebut lapisan adipose
karena kandungan lemaknya. Laipsan ini tidak ada pada beberapa bagia tubuh, seperti kolpaka
mata, skrotum, areola, dan tibia. Usia, hereditas, dan banyak faktor lain memengaruhi ketebalam
subkutan. Lemak subkutan pada umumnya palin tebal pada punggung dan bokong, memberikan
bentuk dan kontur di atas tulang. Lapisan ini berfungsi sebagai insulasi dari panas dan dingin
yang ekstrim, sebagai bantalan sebagai terhadap trauma, dan sumber energy dan metabolism
hormon.
Proteksi
Kulit melindungi tubuh terhadap banyak bentuk trauma (misalnya mekanis, suhu,
kimiawi, radiasi). Lapisan epidermal ini kuat yang ututh adalah barier mekanis. Bakteri, partikel
asing, organisme lain, dan bahan kimia sulit menembusnya. Sekresi yang bermimynak dan
sedikit asam dari kelenjar sebaseus lebih jauh melindungi tubuh dengan membatasi pertumbuhan
sebagai organisme. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memeberikan penutup
tambahan untuk menyerap penggunaan yang konstan atau trauma terhadap area ini.
Sel-sel pada epidermis dan dermis kulit penting dalam fungsi imun. Kulit kulit sekarang dikenal
tidak hanya sebagai barier fisik namun juga berpartisipasi dalam pertahanan yang dimedaisi
imun terhadap berbagai antigen. Sel-sel Langerhans tersebar di antara keratinosit yang utamanya
berlokasi pada epidermis; namun juga dapat ditemukan pada dermis. Sel-sel ini berasal dari
sumsum tulang dan bermigrasi ke epidermis. Sel Langerhans berperan dalam respons imun yang
dimediasi sel pada kulit melalui presentasi antigen. Antigen yang memasuki kulit yang kompoten
secara imunologis akan menemui respons yang terkoordinasi dari sel Langerhans dan sel T untuk
menetralisasi efeknya. Antigen yang memasuki kulit yang sakit dapat menginduksi dan
menimbulkan respons imun. Reaksi ini daoat terlibat dalam patogenesis dari banayak penyakit
kulit inflamatorik.
Homeostatis
Kulit membentuk barier yang mencegah kehilangan air dan elektrolit berlebih dari
lingkungan internal. Kulit yang utuh juga mencegah kekeringan dari jaringan subkutan.
Efektivitas dari membran impermeabel ini terlihat saat mengobservasi kehilangan cairan ekstrem
yang terjadi pada kerusakan kulit, seperti pada luka bakar dan cedera lain. Hilangnya cairan dan
eletrolit yang insensibel (tidak terasa) hanya terjadi melalui pori-pori pada yang efektif ini.
Termoregulasi
Suhu tubuh merepresentasikan keseimbangan antara proses produksi dan pelepasan
panas. Kulit, dengan kemampuannya untuk mengubah kecepatan hilangnyaa panas, adalah titik
utama regulasi suhu tubuh. Kecepatan utama hilangnya panas bergantung terutama pada suhu
permukaan kulit, yang merupakan fungsi dari aliran darah kulit. Aliran darah kulit bervariasi
dalam respons terhadap perubahan suhu ini tubuh dan perubahan suhu ini tubuh dan perubahan
suhu lingkungan eksternal.
Aliran darah ke kulit diatur dalam dua proses. Perfusi langsung adalah bantalan kapiler
yang masuk dengan arah lateral. Kulit juga mendapat perfusi secara vertikal dari pembuluh yang
masuk dari otot dan fasias yang mendukungnya.
Secara umum, pembuluh darah berdilatasi saat suhu panas dan berkontriksi pada suhu
dingin. Hipotalamus bertanggung jawab secara parsial untuk meregulasi aliran darah kulit,
terutama ke ekstremitas, wajah, telinga, dan ujung hidung. Mempertahankan keseimbangan suhu
memungkinkan suhu internal tubuh menetap pada kira-kira 37%C (98,6 F).
Dalam keadaan stress panas yang berat, peningkatan aliran darah ke kulit tidak cukup
untuk melepaskan beban suhu. Kelenjar ekrin memproduksi keringat, dan penyejukan
ditingkatkan dengan evaporasi cairan dari kulit. Intervensi kelenjar ekrin unik bahwa saraf
kolinergik simpatis ini menggunakan asetilkolin (dan bukan neropinefri) sebagai
neurotransmiter. Berkeringan secara signifikan meningkatkan kapasitas termoregulasi tubuh.
Reseptor sensorik
Selain penlihatan dan pendengaran, alat sensorik utama malnusia adalah kulit. Serat - serat
sensorik yang bertanggung jawab untuk nyeri, sentuhan tubuh menbentuk jaringan kompleks didalam
dermis informasi ditransmisikan dlam bagian-bagian ke medula spinalis dan di teruskan ke korteks
somatosensorik, di mana informasi diintegrasikan menjadi representasi somatopik dari tubuh.
Kulit mengandung reseptor khusus untuk mendeteksi sentuhan dan dan tekanan yang berbeda.
Sentuhan dirasakan oleh korpuskel meissner, tekanan oleh sel merkel dan ujung-ujung ruffini; vibrasi dan
tekanan oleh korpuskel pacini; dan pergerakan rambut, oleh ujung-ujung folikel rambut. Bersama-sama ,
reseptor-reseptor ini mengomunikasikan informasi ke korteks somatosensorik melalui kolumna dorsalis
jalur spinal.
Kelompok saraf kedua mengomunikasikan informasi mengenai suhu dan nyeri ke korteks
somatosensorik melalui jalur spinal anterolateral. Suhu dirasakan oleh termoreseptor spesifik pada
epidermis, dan nyeri dirasakan oleh ujung-ujung saraf bebas diseluruh lapisan epidermis, dermis dan
hipodermis.
Densitas reseptor menentukan sensitivitas kulit. Sebagai contoh, diskriminasi dua titi paling
akurat pada kulit jari dan wajah, dimana terdapat densitas reseptor sentuhan tertinggi. Sebaliknya, kulit
punggun memeliki densitas reseptor sentuhan yang rendah, dan kemanpuan untuk melokalisasi
sentuhan lebih rendah.
Produksi Vitamin D
Epidermis terlibat dalam sintesi vitamin D. Dengan adanya cahaya matahari atau radiasi ultra
violet, sterol yang ditemukan pada sel-sel malpighi dikomversi untuk menbentuk cholecalciferol (vitamin
D,) didalam liver menjadi bentuk aktifnya. Vitamin D, menbantu dalam absorbsi kalsium dan fosfat dari
makanan.
Perawatan Dermatologis
Sebagai organ tubuh yang terbesar dan paling terlihat, kulit memeliki peran utama dalam
kesehatan fisik dan mental dan me lindungi dari berbagai serangan alam dan yang dibuat manusia.
Namu kulit jarang dianggap serius seperti sistem organ lain nya seperti jantung dan paru-paru.
Remaja
Selama pubertas, sekresi hormon menstimulasi maturasi folikel rambut, kelenjar sebaseus dan
unit apokrin dan ekrin pada bagian tubuh tertentu. Folikel rambut pada wajah (laki -laki), daerah pubis
dan aksila di aktivasi untuk menproduksi rambut terminal yang kasar. Perubahan normal dapat
mengganggu remaja, namun mereka harus diperingat kan mengenai potensi mengiritasi kulit dengan
penggunaan produk bebas yang berlebihan.
Dewasa
Perubahan hormonal temporer bertanggun jawab atas sebagian kulit orang dewasa. Kehamilan
dan pil kontrasepsi dapat merubah status hormonal. Sehingga mengubah struktur kulit yang terkait
secara hormonal. Kehamilan dapat menyebabkan perubahan pola pertumbuhan rambut dan penipisan
rambut temporer setelah kehamilan. Kehamilan juga dapat menyebabkan mengelapnya kulit aerola linea
nigra ( garis gelap pada abdomen)
Heriditas dan paparan terhadap faktor-faktor lingkungan seperti matahari, rokok, alkohol dan
bahan kimia, berperan penting dalam banyak perubahan kulit yang terjadi pada orang dewasa.
Lanjut usia
Kulit lansia mereflesikan pengaruh kumulatif dari linkungan, penurunan sirkulasi, dan penurunan
fungsi berbagai struktur kulit. Oleh karena stratum korneum menipis, kulit lebih cepat bereaksi terhadap
perubahan minor dalam kelembaban suhu,dan iritan lain. Kulit juga menjadi lebih transparan.
Kerontokan rambut sering kali terlihat pada badang, area pubis, aksila dan tungkai. Hilangnya pigmen
menyebabkan rambut memutih. Kuku menjadi rapuh dan dapat menguning dan menebal kulit dapat
menjadi kasar akibat paparan matahari yang berlebihan sinar ultra violet. Tidak ada terapi yang diketahui
untuk paparan yang berlebihan dimasa lalu proteksi terhadap sinar ultraviolet adalah satu-satunya
langkah preventif. Kriput timbul karena hilangnya ketahanan tarik elastisitas kulit.
Kesimpulan
Kulit adalah organ terbesar dan paling terlihat dari tubuh. Secara anatomis kulit dibagi menjadi
Kulit memeliki banyak fungsi. Kulit merupakan lini pertama pertahanan terhadap banyak bentuk trauma.
Kulit menpertahankan suhu tubuh, mencegah hilangnya air, dan menberikan sensasi sentuh, suhu,
danyeri. Kulit juga menproduksi vitamin D dan mengenali antigen.
Pengertian
Cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paran terhadap sumber panas, kimia, listrik,
atau radiasi disebut sebagai Luka Bakar. Cedera luka bakar terjadi ketika energy dari sumber panas
dipindahkan kejaringan tubuh. Kedalaman cedera berhubungan suhu dan rentang waktu paparan atau
kontak.
Perawatan luka bakar telah meningkat dalambeberapa dekade terakhir, menyebabkan tingkat
mortalitas karbon cedera luka bakar yang lebih rendah. Pusat-pusatlukabakar yang khusus telah didirikan
dan didalamnya anggota tim luka multidisiplin bekerja sama untuk melayani klien dengan luka bakar dan
keluarganya. Kemajuan dalam perawatan prarumah sakit dan rawat inap telah menyumbang banyak
terhadap ketahanan hidup.
Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan berbagai zat dan benda yang berkontak langsung dengan kulit atau
paru. Untuk memfasilitasi penanganan, luka bakar dikelompokkan berdasarkan mekanisme cedera.
Luka bakar terminal disebabkan oleh paparan atau kontak langsung denganapi, cairan
panas, semi cairan (misalnya uap air), atau benda pana. Contoh khusus luka bakar termal
adalah mereka yang mengalami kebakaran diperumahan, kecelakaan lalu lintas eksplosif,
kecelakaan saat memasak, atau pada penyulutan cairan mudah terbakar yang disimpan
secara kurang hati-hati.
Luka bakar listrik dapat disebabkan oleh panas ya disebabkan oleh energy listrik seirning
energy listrik tersebut melewati tubuh. Cefera listrik dapat disebabkan oleh kontak
dengan kabel listrik yang terbuka atu bermasalah atau jalur listrik tegangan tinggi. Orang
yang tersambar petir juga menderita cedera listrik.
Derajat keparaha cedera dipengaruhi oleh rentang waktu kontak, intensitas arus (tegangan
listrik), tipe arus (searah atau bulak-balik), jalur yang dilewati arus listrik. Dan tahanan
jaringan saat arus listrik melewati tubuh. Kontak dengan arus listrik lebih dari 40 volt (V)
berpotensi berbahaya akibat distrimia jantung arus lebih dari 1.000 V dianggapsebagai
listrik tegangan tinggi dan terkait dengan kerusakan jaringan yang luas.
Luka bakar radiasi adalah jenis luka bakar yang paling jaran dan disebabkan oleh paparan
terhadap sumber rdioaktif. Jenis edera ini terkait dengan kecelakaan radiasi nuklir, dan
penggunaan radiasi pengion di idnustri, dan iradiasi terapeutik. Luka bakar matahari,
yang ditimbulkan akibat paparan berkepanjanagn terhadap sinar ultraviolet (radiasi
matahari),juga dianggap sebagai bentuk luka bakar radiasi.
Cedera Inhalasi
Paparan terhadap gas asfiksian (misalnya karbon monoksida) dan asap pada umumnya
terjadi pada cedera api, khususnya bila korban terperangkap dalam ruang yang tertutup
dan penuh asap (misalnya pada kebakaran rumah tinggal). Korban pada kejadian
kebakaran biasanya meninggal akibat hipoksia dan keracunan karbon monoksida.
Perubahan patofisiologi pulmonal yang terjadi pada cedera inhalasi bersifat multifactor
dan berhubungan dengan keparahan dan jenis gas atau asap yang terhirup.paparan
terhadap gas asfiksian, keracunan asap, dan cederatermal (panas) langsung terhadap
jaringan paru menyusun tiga aspek cedera inhalasi. Namun, tidak semuakomponen cedera
inidpat muncul pada semua klien yang mengalami cedera inhalasi. Cedera inhalasi
meningkatkan risiko mortalitas 7 kali setelah ukurancedera luka bakar pada kulit dan
faktor klinik serta demografi lainnya diteukan.
Usaha paling utama untuk menurunkan cedera dan kematian akibat kebakaran di perumahan
adalah adanya detector asap dan pemadam kebakaran yang berfungsi. Diperkirakan risiko meninggal
dalam kebakaran diperumahan menurun 50% ketika detector asap yang bekerja berada pada tempatnya.
Untuk menurunkan angka kejadian cedera lepuh, komisi keamanan produk konsumen dan
labolatorium penjamin telah merekomendasikan suhu maksismum thermostat air panas diturunkan dan
label peringatan yang mengidentifikasi potensi cedera ditempel pada pemanas air.
Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi setelah cedera luka bakar kulit bergantung pada luas atau
ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh terhadap cedera terlokalisasi pada
area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas (misalnya, meiputi 25% atau lebih total area
permukaan tubuh [total body surface area-TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik an
sebanding dengan luasnya cedera. Manifestasi klinik lukabakar luas berevolusi dalam gambaran yang
dramatic selama perjalanan klinik pascacedera.cedera luka bakar luas memengaruhi semua system
mayor dalam tubuh.tanggapan sistemik terhadap cedera luka bakar biasanya bifasik,ditandai oleh
penurunan fungsi (hipofungsi) yang diikuti denganpeningkatan fungsi (hiperfungsi) system organ.
Pada cedera langsung kulit, panas dari sumber eksternal dihantarkan ke kulit dan
menghancurkan jaringan. Besarnya kerusakan bergantung pada lama paparan panas dan suhunya. Pada
suhu yang berkelanjutan antara 40 o hingga 44OC (104o hingga 111,2oF), berbagai enzim seluler dan
system selular rusak. Pompanatrium kalium rusak, yang menyebabkan ternjadinya edema selular. Seiring
suhu yang meningkat 44oC, nekrosis sel akan terjadi. Sebagai tambahan, radikal bebas juga dihasilkan,
yang menyebabkan terjadinya kerusakan selular lebih lanjut. Proses yang destruktif ini berlanjut hingga
sumber panas ditarik dan mekanisme untuk mendinginkan kembali mengembalikan suhu sel ke kisaran
yang dapat ditoleransi.
Beberapa jenis luka bakar meniptakan pola-pola cedera yang unik. Pada cedera listrik, panas
dihasilkan oleh listrik seiring mengalirnya lewat tubuh, menghasilkan kerusakan tubuh internal. Saat
memasuki tubuh aliran listrik akan mengalir ke area pertahanan; dalam perjalananya, ia akan
menciptakan panas dan membahayakan organ-organ vital yang dilewatiya. Arus bola-balik (AC) lebih
berbahaya dari pada arus searah (DC). AC menhasilkan lebih banyak cedera terkait panas,dan
bergantung pada arus listrik intermitennya yang cepat, sering berkaitan degan henti jantung paru,
fibrilasi ventrikel, kontraksi otot tetanik , dan fraktur kompresi tulang panjang atau tulang punggung
(vertebra). Risiko gagal ginjal akut patut dicurigai pada klien dengan cedera listrik.
Pada luka bakar kimia, efek keracunan sistemik dapat dihasilkan oleh penyerapan kulit zat-zat
yang brbahaya. Kegagalan organ dan bahkan kematiantelah terjadi akibat kontak berkepanjangan dan
penyerapan bahan-bahan kimia yang berbeda.
Luka bakar disebabkan oleh pemindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Kedalaman cedera
tergantung pada suhu agens penyebab luka bakar dan dirasu kontak dengan agens tersebut. Luka bakar
merusak kulit, yang memicu peningkatan kehilangan cairan, infeksi, hipotermia, pembentukan jaringan
parut, penurunan imunitas, dan perubahan fingsi, penampilan dan citra tubuh. Anak-anak dan lansia
terus mengalami peningkatan mordibitas dan mortalitas jika dibandingkan dengan kelompok usia lain
dengan cedera yang sama. Cedera inhalasi selain luka bakar kutaneus memperburuk prognosis
Pergeseran Cairan
Segera setelah cedera luka bakar, zat-zat vasodiaktif (katekolamin, histamin, serotonin, leukotrien,
kinin, dan prostaglandi) dilepaskan dari jaringan yang cedera. Zat-zat tersebut mengawali perubhan pada
integritas kapiler, membuat plasma merembes ke jaringan sekitar (Figur 50-1). Kerusakan langsung
terhadap pembuluh darah akibat panas juga lebih lanjut meningkatkan permeabilitas kapiler, yang
memungkinkan ion natrium untuk masuk ke dalam sel dan ion kalium untuk keluar. Efek secara
keseluruhan dari perubahan ini adalah terciptanya gradien osmotik,
Perubahan pada permeabilitas kapiler menyebabkan plasma merembes ke ruang interstisial. Selai
itu pompa natrium rusak dan natrium tetap berada di dalam sel. Terdapat juga peningkatan konsentrasi
kalium serum, yang menyebabkan peningkatan cairan interseluler dan interstisial yang lebih lanjut
mengurangi volume cairan intravaskular. Zat-zat vasoaktif ini menimbulkan efek baik secara lokal (di area
cedera) maupun secara sistemik (di seluruh tubuh) pada cedera luas. Himodinamik, metabolisme, dan
status imunitas pada klien dengan cedera luka bakar juga terganggu.
Pada awalnya tubuh menanggapi dengan memirau (shunting) darah ke otak dan jantung menjauh
dari organ-organ tubuh lainnya. Kekurangan aliran darah yang berkepanjangan ke organ-organ tersebut
bersifat merugikan. Kerusakan yang dihasilkan bergantung pada kebutuhan dasar (basal) organ tubuh.
Beberapa organ dapat bertahan hanya untuk beberapa jam tanpa pasokan darah yang menyediakan
sumber gizi. Aliran darah ke pendarahan (sistem pembuluh darah) sementerika juga pada awalnya
berkurang, menyebabkan terjadinya ileus usus (ileus intestinal) dan disfungsi gatrointestinal pada klien
dengan luas luka bakar lebih dari 25% TBSA). Pada reduksi aliran darah ke mukosa lambung, perubahan
iskemia pada saluran gastrointestinal atas terjadi, yang memperlambat pembentukan mukus yang
protektif, menyebabkan erosi kecil, superfisial di lambung dan deodenum. Jika saluran gastrointestinal
dibiarkan tidak tertangani dan tidak terlindungi oleh antasida atau antagonis reseptor-H 2 histamin, erosi
dapat berkembang menjadi ulkus (luka) disebut sebagai ulkus curling pada klien dengan cedera luka
bakar dan perdarahan gastrointestinal.
Sistem Pulmonal
Volume pernapasan seingkali normal atau hanya menurun sedikit setelah cedera luka bakar yang
luas. Setelah resusitasi cairan, peningkatan volume pernapasan dapat terjadi, terutama bila klien
ketakutan, cemas, atau merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik laju respirasi dan
volume tidak muncul sebagai hasil hipermetabolisme yang terlihat setelah cedera luka baar. Biasanya hal
tersebut memuncak pada minggu kedua pasca cedera dan kemudian secara bertahap kembali ke normal
seiring penyembuhan luka bakar atau ditutupnya luka dengan tandur kulit.
Tahanan vaskuler pulmonal dapat sedikit dan komplians paru mungikin menurun. Perubahan pada
komplians paru menyebabkan peningkatan sebanding pada kerja pernapasan. Namun, perubahan
biasanya sedikit dan bila tidak ada kerusakan parenkim (jaringan) paru, perubahan ini tidak
membutuhkan penanganan yang khusus.
Cedera Inhalasi. Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling sering mortalitas dini
akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO 2), asfiksian yang paling sering ditemui, dihasilkan ketika zat
organik (misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa yang memiliki afinitas terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen bergeser, dan CO berkaitan dengan hemoglobin
untuk membentuk karbohemoglobin (COH b). Hipoksia jaringan terjadi akibat penurunan kemampuan
pengantaran oksigen oleh darah secara keseluruhan.
Keracunan aasap yang terjadi akibat terhirupnya hasil sampingan pembakaran bahan kimia
beracun (misalnya: karbon monoksida, lindrogen sianida, akrolein, amonia) dan penurunan surfaktan
alveolus. Edema mukosa terjadi pada saluran pernapasan yang lebih kecil. Setelah beberapa jam,
pengelupasan epitel trakeobronkial dapat terjadi dan trakeobronkitis hemoragik dapat berkembang.
Sindrom distres napas akut (acute respiratory distres syndrome) pada dewasa dapat terjadi setelahnya.
Depresi Miokaedium
Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa faktor depresi miokardium terjadi
pada cedera yang lebih luas dan bersirkulasi pada periode pascacedera dini. Depresi pada curah jantung
yan signifikan dan serta merta terjadi, bahkan sebelum volume plasma yang beredar berkurang,
menunjukan respons neurogenik terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah jantung ini
sering berlanjutdalam beberapa hari bahkan setelah volume plasma telah kembali dan keluaran urine
kembali normal.
Orang-orang dengan cederan luka bakar yang parah beresiko mengalami parut hipertrofik. Parut
jenis ini secara rinci bersifat kemerahan, timbul (lebih tinggi dari kulit tidak cedera yang bersebelahan),
kaku, dan tidak nyaman. Klien seringkali menderita akibat pruritus (gatal) dan meningkatnya sensitivitas.
Parut hipertrofik dapat menyebabkan kontraktur kulit dan jaringan, terutama ketika jaringan melewati
sendi. Angka terjadinya parut hipertrofik beragam, namun demikian diduga kedalaman luka bakar dan
usia dan latar belakan etnik penyintas adalah faktor kunci apakah jenis parut berkembang atau tidak.
Imunosupresi
Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan aktivitas limfosit dan
penurunan pembentukan imunoglobin, serta perubahan fungsi neutrofil makrofag terjadi secara nyata
setelah cedera luka bakar luas terjadi. Sebagai tambahan, luka bakar mengganggu barier primer
terhadap infeksi kulit. Secara bersama perubhan-perubahan ini menghasilkan peningkatan resiko infeksi
dan pepsis yang mengancam nyawa.
Respons Psikologis
Berbagai respon psikologis dan emosional terhadap cedera luka bakar telah dikenali, berkisar
mulai dari ketakutan hingga psikosis. Respons klien dipengaruhi usia , kepribadian, latar belakang budaya
dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak pada citra tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai
tambahan, pemisahan dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah sakit dan perubhan
pada peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi reaksi terhadap trauma luka bakar.
Manifestasi Klinis
Derajat cedera
Begantung pada lapisan kulit yang rusak, luka bakar tersebut sebagai luka bakar ketebalan
sebagian (partial thickness)atau ketebalan penuh (full thickness). Luka bakar juga dikelomokan sebagai
luka bakar derajat satu, dua, tiga atau empat. Luka bakar ketebalan sebagian mencakup cedera pada
epidermis dan sebagian dermis. Luka bakar ketebalan sebagian derajat satu bersidat superfisial dan nyeri
serta tampak merah. Luka tersebut sembuh dengan sendirinya lewat regenerasi sel epidermis dalam 3
hingga 7 hari. Luka bakar matahari (sunburn) adalah contoh dari luka bakar ketebalan sebagian derajat
satu. Luka bakar ketebalan sebagian derajat dua tampak basah atau melepuh dan sangat nyeri. Luka
tersebut sembuh dengan sendirinya (yakni, tanpa memerlukan tandur kulit) sepanjang luka cukup kecil
dan tidak terinfeksi (Figur 50-2).
Luka bakar ketebalan penuh derajat tiga ditandai denga kerusakan pada seluruh epidermis dan
dermis. (Figur 50-3). Luka bakar ketebalan penuh tampak kering dan berbintik serta berwarna hitam,
abu-abu, putih, atau merah. Kulit yang telah terdenaturasi disebut sebagai parut ( ES-car ). Jaringan
yang terbakar seringkali tidak nyeri akibat rusaknya ujung saraf, walaupun begitu, kulit sekitarnya dapat
menjadi sangat nyeri. Pada palpasi, orang dengan luka bakar ketebalan penuh dapat merasakan tekanan.
Cedera ketebalan penuh sembuh dengan pembentukan jaringan untuk mengisi defek luka dan
kontraktur epitel, juga dikenal sebagai parut, untuk menutup luka. Kecuali areanya sangat kecil (seukuran
koin atau kurang), luka bakar ketebalan penuh tidak dapat sembuh secara memadai dan harus
mendapatkan tandur kulit untuk menutupi lukanya. Luka bakar ketebalan penuh derajat empat
melibatkan kulit, jaringan subkutan (lemak), otot, dan terkadang tulang. Kulit tampak gosong atau
mungkin terbakar habis. Luka bakar derajat empat membutuhkan debridemen bedah yang luas dan
tandur kulit. Amputasi sering dilakukan pada cederan yang luas (Figur 50-4).
Hipotermia
Selain adanya perubahan tampilan fisik, kehilangan kulit juga menyebabkan masalah lainnya.
Hipotermia dapat tejadi akibat hilangnya panas tubuh kurang dari 98,6 F (37 C). hipotermia sangat
berbahaya karena menyebabkan menggigil, yang lalu menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan
kebutuhan kalorik serta vasokontraksi pada perifer. Hipotermia sering terjadi pada cedera luas selama
beberapa jam pertama setelah cedera, evakuasi, dantranspor ke fasilitas luka bakar.
Keluaran urine untuk klien dewasa yang mendapatkan penggantian cairan setelah cedera luka
bakar mayor berkurang hingga kurang dari 30ml/ja. Temuan fisik sampel urine terkonsentrasi
berwat=rna kuning gelap dan peningkatan gravitasi spesifik. Pemeriksaan labolatorium menunjukan
peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) hingga klien terhidrasi secara memadai.
Manifestasi motilitas gastrointestinal yang menurun setelah cedera luka bakar mayor mencakup
hilangnya bising usus, kotoran, atau buang gas, mual dan muntah, serta distensi parut. Setelah resusitasi
cairan yang memadai, motilitas gastrointestinal kembali, ditandai oleh kembali munculnya rasa lapar dan
nafsu makan, bising usus, buang gas, dan produksi koyorang.
Pada kurang lebih 18 hingga 36 jam setelah cedera luka bakar, integritas membran kapiler mulai
kembali. Peningkatan awal pada hemotokrit, terlihat dini setelah cedera, tururn hingga dibawah normal
pada hari ketiga atau keempat setelah cedera. Selama hari-hari dan minggu-minggu berikutnya tubuh
mulai menyerap cairan edema, dan kelebihan cairan dikeluarkan lewat diuresis.
Luka bakar termal terhadap saluran napas atas (mulut, nasofaring, dan laring) secara khas
tampak kemerahan dan bengkak, dengan luka-luka atau lepuh-lepuh mukosa. Edema mukosa yang
meningkat dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, biasanya dalam 24 hingga 48 jam setelah
cedera. Manifestasi klinis yang terlihat pada penyempitan saluran napas mencakup stridor, dispnea,
peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot-otot bantu napas, danpada akhirnya sianosis
(kebiruan).
Temuan fisik saat klien masuk yang menunjukan adanya paparan asap meliputi jegala pada
wajah dan lubang hidung, luka bakar pada wajah jelaga pada sputum, batuk, dan mengi. Manifestasi
trakeobronkitis biasanya tidak muncul sampai 24 hingga 48 jam stelah cedera. Manifestasi awal terdiri
atas bronkospasme yang ditandai denganmengi dan bronkorhea. Komplians paru menurun,
menyebabkan peningkatan kerja pernapasan. Tergantung bersihan sekresi memperburuk masalah
tersebut. Dalam keadaan normal, ventilasi dan perfusi disepadankan olen volume udara dan darah pada
tingkat kapiler dan alveolus, klien dengan inhalasi asap menampilkan perubhan patofisiologi yang
menurunkan ventilasi alveolar, emnyebabkan ketidaksepadanan ventilasi perfusi (V/Q mismatch), yang
menganggu pertukaran gas.
Respon Nyeri
Klien akan mengalami nyeri yang hebat akibat luka bakar dan terpaparnya ujung saraf karena
hilangnya integritas kulit. Penyintas luka bakar biasanya menjelaskan tiga jenis yeri yang muncul pada
cedera mereka: nyeri latar (background pain), nyeri lonjakan (breakthrough pain), nyeri prosedural. Nyeri
latar dialami ketika klien sedang beristirahat atau sedang melakukan aktivitas yang tiak berhubungan
dengan prosedur. Nyeri latar dijelaskan sebagai bersifat terus-menerus dan berintensitas rendah,
biasanya berlangsung selama pemulihan. Manajemen nyeri latar sering kali dilakukan dengan analgetik
kerja panjang menggunakan modalitas seperti analgesia terkontrol klien (patient controlled analgesia
[PCA]), infus berkelanjutan, atau obat oral lepas berkelanjutan (sustained-release). Nyeri lonjakan adalah
peningkatan nyeri yang dirasakan yang melebihi tingkat intensitas rendah nyeri latar. Seperti nyeri latar,
ia dialami ketika klien sedang istirahat atau terlibat dalam aktivitas hidup sehari-hari; atau aktivitas minor
lainya yang membutuhkan pergerakan pada daerah yang cedara. Nyeri lonjakan terjadi secara intermiten
sepanjang hari, intensitas dan frekuensi nyeri lonjakan berkurang seiring tumbuhnya luka. Nyeri lonjakan
dilakukan dengan menggunakan obat kerja singkat. Nyeri procedural dijelaskan sebagai nyeri akut dan
berinterkasi tinggi. Manajemen bergantung pada fase pemulihan termasuk opioid kerja singkat (misalnya
morfin, sulfat, fentanil hidromorfon, oksikodon, ketamin). Obat inhalasi, seperti nitrat oksida, dapat pula
digunakan untuk menangani nyeri prosedural.
Renpons klins terhadap nyeri termasuk peningkatan pada tekanan darah, denyut jantung dan
laju pernapasan dengan pupil terdilatasi, tonus otot yang kaku, dan posisi yang berhati-hati (karena tidak
nyaman). Untuk menilai nyeri, beberapa alat pengukuran nyeri tersedia untuk digunakan pada dewasa;
mereka termasuk skala numeri (misalnya 1-5 atau 0-10 dengan kata kunci verbal tidak ada pada tanda
0 hingga nyeri terburuk yang tidak mungkin ada pada tanda 10).
Pada klien dengan truma kepala yang berhubungan dapat ditemukan laserasi (lecet) kulit kepala,
bengkak, nyeri atau ekimosis. Tingkat kesadaran dapat berfluktuasi antara interval lusiditas diikuti
dengan perburukan cepat. Ukuran pupil mungkin tidak sama. Manifestasi neuroli dapat mencakup sakit
kepala, pusing/puyeng, hilang ingatan, kebingungan atau hilangnya kesadaran, disorientasi perubahan
visual, halusinasi, kongresifan dan koma.
Perubahan psikologi
Segera setelah cedera, mereka yang dengan cedera mayor dapat merespon dengan syok
psikologi, ketidakpercayaan, kecemasan, dan perasaan terbebani. Klien dan anggota keluarga mungkin
sadar dengan apa yang terjadi namun dapat melakukan koping dengan situasi yang ada secara buruk.
Oleh karena itu klien akan memilki kemampuan yang terbatas untuk mencerna informasi sederhana
yang sudah disiapkan sebelumnya, terutama sebelum prosedur, penting untuk dilakukan. Keluarga klien
dengan penyakit kritis membutuhkan jaminan, kedekatan dengan orang yang cedera, dan informasi.
Secara khusus, keluarga ingin mengetahui bagaimana klien diperlakukan, fakta spesifik tentang kemajuan
klien, dan mengapa prosedur tertentu dilakukan.
Saat klien stabil, ia dapat mengelah secara psikologi melalui banyak cara. Masalah yang paling
umum yang terjadi selama fase akut pemulihan mencakup kesedihan, depresi, kecemasan, dan
gangguan stress akut (yaiyu, perasaan mengalami kembali trauma yang muncul terus menerus,
penghindaran dari stimulus yang berkaitan dapat berkaitan dengan truma, dan manifestasi mudah
terbangun). Klien mengalami mimpi buruk atau kilas balik cedera psikologi dan farmakologi serin
digunakan pada fase ini.
Setelah pulang dari rumah sakit, klien dapat terjadi menderita dalam kecemasan dan depresi.
Mereka dapat melaporkan kesulitan-kesulitan yang terjadi karena hubungan mereka dengan
penyesuaian emosional, Vokasional (kejuruan). Namun begitu intensitas kesulitan emosional seringkali
menurun secara ignifikan setelah tahu pascaluka bakar.
Manajemen Hasil
Klien dengan luka bakar mengalami perubahan fisiologis dan metabolis dalam rentang yang luas
sebagai tanggapan terhadap cedera luka bakar. Untuk mencapai hasil terbaik, penting untuk memiliki
pemahaman yang jelas tentang proses patofisiologi dan modifikasi penanganan yang dibutuhkan selama
keseluruhan rangkain pemulihan. Tiga periode atau fase yang berbeda dapat didefinisikan dalam
perawatan klien dengan luka bakar mayor; fase pemulihan intensitatif akut, dan rehabilitasi.
Fase Resusitatif
Fase resusitatif cedera luka bakar terdiri atas waktu antara cedera awal sampai 36 hingga 48 jam
setelah cedera. Selama fase ini, masalah saluran napas dan pernapasan yang mengancam nyawa adalah
perhatian utama. Fase ini juga ditandai dengan terjadinya hipovolemi, yang meneyabakan kebocoran
cairan kapiler dari ruang intravascular ke ruang intertisial, meneybabkan edema. Meskipun cairan berada
di dalam tubuh, cairan cairan tersebut tidak mungkin berperan dalam menjaga sirkulasi tang memadai,
karena tidak berada diruang vaskular lagi. Luka bakar itu sendiri, kecuali untuk pengkajian awal
keparahan dan kematian, bukan hal yang memerlukan perhatian segera; pada beberapa kasus
bagaimanapun, eskatromi dapat dilakukan untuk mengembalikan perfusi ke daerah yang menunjukan
sirkulasi yang terganggu. Kedekuatan penanganan awal kelainan pulmonal dan sirkulasi menetukan
tingakt manajemen selanjutnya. Manajemen klien dengan luka bakar dimulai pada tempat kejadian
kecelakaan. Langakah pertama adalah memindahkan korban dari dari daereah dengan bahaya yang
mengancam, diikuti dengan menghentikan proses kebakaran. Atruan-atruan bantuan hidup dasar harus
diterapkna selama memindahkan klien ke rumah sakit.
Kedalam Luka Bakar :semakin dalam luka bakar, semakin gawat cederanya. Luka bakar
ketebalan sebagian dalam dan ketebalan penuh cenderung menjadi terinfeksi, memiliki
efek sistemik yang bermakna, dan sering dihubungkna dengan parut dan terjadinya
kontrak kulit.
Ukuran Luka Bakar : ukuran luka bakar (presentasi kulit yang cedera dengan tidak
memasukkan luka bakar derajat satu) ditentukan oleh saru dari tiga teknik; (1) atruan
Sembilan (Rules of Nine); (2) metode telapk tangan; (3) diagram atau bagan spesifik usia.
Ukuran luka bakar dinyatakna sebagai presentasi dari area permukaan tubuh total. Aturan
Sembilan diperkenalkan pada akhir 1940-an sebagai alat pengkajian cepat untuk
memperkirakan ukuran luka bakar pada dewasa. Dasar aturan tersebut adalah tubuh
dibagi menjadi bagian-bagian anatomis, yang masin-masingnya mewakili 9%, atau
kelipatan 9%. Metode ini mudah dan tidak membutuhkan presentasi yang cedera. Dengan
demikian, seringkali metode ini digunakan di unit gawat darurat, tempat triase awal
berlangsung. Metode kedua untuk memperkirakan ukuran luka bakar adalah metode
telapak tangan. Telapak tangan klien dan jari-jarinya mewakili kira-kir 1% area
permukaan tubuh total. Presentsi luka bakar didapatkan dengan cara melihat jumlah
tangan klien yang dibutuhkan untuk menutupi seluruh area luka bakar. Metode ini
berguna ketika area yang terbakar kecil, kurang dari 5%. Terkahir, diagram luka bakar
memetakan presentasi segmen tubuh berdasarkan usia dan menyediakan perkiraan luka
bakar yang lebih akurat. Harus dicatat bahwa luasnya luka bakar paling akurat setelah
diberidemen awal dan dengan demikian harus diverifikasi lagi pada saat tersebut.
Lokasi Luka Bakar : lokasi cedera pada tubuh dapat memengaruhi hasil yang diharapkan.
Komplikasi paru sering terjadi pada luka bakar kepala, leher dan dada. Ketika luka
melibatkan wajah, cedera yang berkaitan sering kali mencakup abrasi kornea. Luka bakar
telinga juga rentan terhadap kondristis auricular, infeksi auricular, dan kehilangan
jaringan auricular lebih lanjut. Manajmen luka bakar pada tangan dan sendi sering
membutuhkan terapi fisik dan okupasional, dengan potensi terjadinya kehilangan waktu
kerja dan potensi kecacatan vokasional dan fisik permanen. Luka bakar yang melibatkan
area perineum rentan terhadap infeksi karean autokontaminasi oleh urine dan feses. Luka
bakar sirkumferensial pada ekstremitas gangguan vascular distal. Luka bakar toraksi
sirkumferensial dapat menyebabkan ekspansi didnding dada yang kurang adekuat.
Atau
Luka bakar yang melibatkan wajah, mata, telinga, kaki, tangan dan perineum yang
kemungkinana besar menyebabkan kecacatan fungsional atau kosmetik.
Atau semua ceera luka bakar dengan cedera inhalasi ikutan atau trauma mayor.
Dengan luka bakar ketebalan penuh kurang dari 10% TBSA tanpa risiko fungsional ataupun
kosmetik terhadap wajah, mata, telinga tangan, kaki atau perineum
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 12 2 2
Tubuh interior 13 13 13 13 13 13
Genitalia 1 4 1 1 1 1
Total
Contoh bagan untuk mencatat luas dan kedalaman cedera luka bakar menggunakan formula
berkow gunakan bagian ini untuk memperkirakan luasnya luka bakar, perawat menetukan area cidera,
tidak termasuk luka bakar derajat satu. Luka bakar dangkal (derajat dua) digambarkan dengan garis
pararel, dan kedalaman (derajat tiga dan derajat empat) digambarkan dengan bagian berarsir untuk area
yang sesuai. Persentase masing-masing cedera lalau disetimasikan dengan table spesifik usia. Area
permukaan tubuh total (TBSA) dengan luka bakar selanjutnya dikalkulasikan.
Usia
Usia klien memengaruhi keparahan dan hasil luka bakar. Angka kematian lebih tinggi pada nak
kurang dari 4 tahun, khususnya pada bayi baru lahir dan bayi hingga usai 1 tahun, dan pada klien yang
lebih tua dari 65 tahun, angaka mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada klien lanjut usia dengan luka
bakar berasal dari kombinasi gangguan pengambilan keputusan, dan penurunan mobilitas, tinggal
sendirian, bahaya lingkungan, dan morbiditas pracedera yang signifikan. Meningkatnya kerentanan
terhadap cedera luka bakar tersebut adalah menipisnya kulit dan atrofi struktur aksesoris kulit, yang
terjadi pada penuaan.
Keadekuatan saluran napas dan pernapasan harus menjadi prioritas utama Selama fase
resusitatif. Orofaring harus diperiksa untuk melihat adanya eritema, lepuh, atau luka, dan kebutuhan
intubasi endotrakeal harus dipertimbangka.
Jika dicurigai terdapat cedera inhalasi, peberian 100% oksigen lewat masker non-rebreathing
yang melekat erat harus diteruskan hingga kadar COHb turun dibawah 15%. Oksigen hiperbarik dapat
dipertimbangkan pada semua paparan terhadap CO. namun begitu, bergantung pada lokasi bilik
hiperbalik dan waktu transport, pilihan penanganan ini dapat membawa risiko tambahan.jika
pernapasan tampak terganggu oleh luka bakar sirkumferensial yang ketat, eskarotomi bilateralbatang
tubuh mungkin diperlukan untuk melepaskan gangguan ventilasi.
Pada dewasa dengan cedera luka bakar yang mengenai lebih dari 15% TBSA, resusitasi cairan
intravena (IV) pada umumnya dibutuhkan. Dianjurkan untuk memasang dua jalur IV perifer berdiameter
besar pada kulit yang tidak terkena luka bakar, proksimal dari luka bakar apa pun pada ekstremitas. Jalur
IV dapat dipasang pada ulit yang terkena luka bakar jika diperlukan; namun, jalur ini harus diamannkan
menggunakan jahitan.
Penting untuk diingat bahwa rumus resusitasi ini hanya panduan dan volume resusitasi airan
harus disesuaikan terhadap respons fisiologis klien. Keukupan resusitasi cairan didasarkan pada keluaran
urine dan pemantauan hemodinamik (jika diperlukan dantersedia). Kateter urine yang terhubung dengan
system drainase tertutup harus dipasang untuk mengukur produksi urine per jam dalam upaya
memandu penggantian cairan lewat IV pada mereka dengan cedera luka bakar luas atau mayor.
Jumlah pasti cairan didasarkan pada berat badan klien dan luasnya cedera. Faktor lain yang
dipertimbangkan termasuk adanya cedera inhalasi atau cedera listrik tegangan tinggi, penundaan
mulainya resusitasi, riwayat minum alcohol yang berlebihan, trauma terkait, dan kerusakan jaringan
dalam. Faktor-faktor itu cenderung untuk meningkatkan jumlah cairan IV yang dibutuhkan untuk
resusitasi yang memadai di atas jumlah yang telah dihitung.
Tanda-tanda vital digunakan untuk menyediakan dasar informasi da juga tambahan data untuk
menentukan kecukupan resusitasi cairan. Pemeriksaan Laboratorium dasar harus mencakup glukosa
darah, nitrogen urea darah, kreatinin serum, elektrolit serum, dan nilai hematokrit.kadar gas artei dan
COHb harus diperiksa, terutamabila cedera inhalasi dicurigai terjadi. Pemeriksaaan laboratorium lainnya
sebagai tambahan pemerikaan radiografi harus dilakukan pada semua klien dengan trauma yang
terkait,sebagaimana diidentifikasikan. Pemantauan EKG terus menerus harus dilakukan pada semua klien
cedera luka bakar mayor,terutama pada mereka yang mengalami cedera listrik tegangan tinggi atau yang
menderita riwayat iskemia jantung.
Menegah Aspirasi
Banyak pusat luka bakar menganjurkan pemasangan selang nasogastrik untuk managemen klien
yang tidak sadar dank lien dengan luka bakar 20% hingga 50% TBSA atau ;ebih, untuk mencegah muntah
dan menurunkan risiko aspirasi. Disfungsi gastrointestinal disebabkan oleh ileus intestinal yang
berkembang hampir diseluruh klien pada periode cedera pascaluka bakar awal. Semua cairan oral harus
dibatasi pada saat ini.
Meminimalkan Nyeri dan Kecemasan
Selama fase resusitatif, penatalaksaaan nyeri untuk klien dengan luka bakar mayor dicapai
melalui pemberian opioid IV, biasanya morfin sulfat atau fentanil. Pada dewasa, dosis kecil diberikan dan
diulang setiap selang 5 hingga 10 menit hingga nyeri dapat dikendalikan.
Jalur intrauskular dan subkutan tidak digunakan selama fase resusitatif karena penyerapan dari
jaringan lunak tidakdapat diandalkan ketika perfusi bersifat sporadic. Jalur oral untuk pengobatan nyeri
tidak digunakan karenaadanya kemungkinan disfungsigastrointestinal.
Perawatan Luka
Menghentikan Proses Luka Bakar. Semua proses luka bakar dimulai pada tempat kejadian cedera.
Pakaian yang terus terbakar harus dengan hati-hati dilepaskan. Pada kasus cedera kulit kepala, semua
pakaian yang panas, basah (termasuk popok) harus dilepaskan segera. Setelah dilepaskan, klien harus
ditutupi dengan lembaran dan elimut kering untuk menjaga panas tubuh.
Penanganan cedera luka bakar kimia juga dimulai pada tempat kejadian cedera. Semua pakaian
harus dilepaskan, dan seluruh bubuk kimia dibersihkan dari kulit. Luka bakar kimia harus diirigasi terus-
menerus dengan jumlah air yang sangat banyak untuk sekurangnya 20 menit dan hingga sensasi terbakar
berhenti. Bahan penetral tidak dianjurkan karena reaksi penetralan menyebabkan panas, yang
menyebabkan jaringan lebih lanjut.
Untuk cedra kimia pada mata, lakukan irigasi pada mata dengan aliran larutan garam fisiologis
secara lembut, yang membilas mata maupun konjungtiva yang terederai. Metode yang
direkomendasikan adalah engirigasi mata dari kantus dala kea rah luar, untuk mencegah mencuci zat
kimia kedalam duktus air mata atau kedlammata lainnya.
Pencegahan Tetanus. Luka bakar, bahkan yang minor sekalipun, rentan terhadap tetanus. Protocol aat ini
untuk imunisasi tetanus pada klien dengan semua cedera luka bakar sama dengan jenis trauma lainnya.
Klien yang belum menerima imunisasi terhadap tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir harus menerima
penguat (booster) toksoid tetanus. Untuk klien yang belum diimunisasi, immunoglobulin tetanus (zat
imunisasi pasif) dan seri pertama imunisasi aktif dengan toksoid tetanus harus diberikan.
Menegah Iskemia Jaringan. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat mengganggu sirkulasi pada
tungkai. Mengevaluasi ekstremitas yang cedera 15 derajat di atas level jantung danmelakukan latihan
aktiv membantu untuk mengurangi pembentukan edema dependen (edema pada daerah yang lebih
rendah dari jntung).
Eskarotomi adalah pengobtan yang tepat untuk gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh luka
bakar sirkumferensial yang berkontriksi. Insisi lateral tengah atau medial tengah ekstremitas yang
terkena dibuat dari paling proksimal hingga paling distal dari batas-batas luka bakar ketebalan pnuh.
Setelah eskarotomi, luka bakar dapat ditutupdengan krim antimicrobial topical dan balutan kain kasa.
Jika perfusi jaringan yang memadai tidk kembali setelah eskarotomi, fisiotomi mungkin
diperlukan. Prosedur ini,yang berupa insisi fasia, dilakukan diruang operasi dengan klien dibawah
anastesia umum. Fasiotomi biasanya diperlukan hanya pada cedera yang ditimbulkan oleh listrik
tegangan tinggi atau mereka dengan cedera remuk (crush injury) yang menyertai.
Transformasi ke Fasilitas LukaBakar. Pertimbangan untuk merujuk ke fasilitas perawatan lukabakar tepat
untuk seuaklien dengan cedera luka bakar mayor. Kontak yang ceat dengan fusatlukabakar yang
menerima klien merupakan hal yang penting untuk memfasilitasi proses pemindahan yang lancar. Semua
salinan rekammedis, termasuk cairan yang telah diberikan dan pengobatan, angka keluaran urine per
jam, dan tanda-tanda vital, harus disertakan pada klien. Luka bakar pada klien harus dipastikan
tertutupidengan lembaran dan selimut kering. Tenaga kesehatan dipusat luka bakar akan melakukan
pengkajian lengkap pada luka; dengan demikian baik kiranya untuk tidak memulai penggunaan
[erawatan luka topika.
Pengkajian. Oleh karena respons fisiologis segera tubuh terhadap cedera luka bakar
dapat mengancam nyawa maupun menyebabkan morbiditas yang signifikan, pengkajian
keperawatan yang hati-hati selama fase resusitatif cedera luka bakar sangatlah penting.
Diagnosis. Gangguang Pertukaran Gas. Pertukaran gas efektif dapat terganggu ketik
klien mengalami inhalasi asap karena pembengkakan trakeobronkial, adanya sisa-sisa
karbon dalam saliran napas, atau keracunan CO.
Hasil yang diharapkan. Klien dapat memiliki pertukaran gas yang memadai yang
dibuktikan dengan PaO2 lebih dari 90 mmHg, saturasi oksigen (SaO2) lebih dari 95%,
tekanan parsial arteri karbon dioksida (PaCO2) 35 hingga 45 mmHg, laju respirasi 16
hingga 24 kali/menit dengan pola dan kedalaman yang normal, dan suara napas bilateral
yang bersih.
Intervensi. Klien harus sering dikaji untuk mengetahui adanya manifestasi distres napas
seperti kegelisahan (restlesness), kebingungan (confusion), takipnea, dispnea, dan suara
napas yang meredup atau bunyi napas tambahan, takikardi, penurunan PaO2 dan SaO2,
dan sianosis. Pantau SaO2 secara terus menerus pada klien dengan luka bakar mayor
selama fase resusitatif cedera luka bakar. Pantau gas darah arteridan kadar COHb sesuai
permintaan dokter. Laporkan perubahan pada keadaan klien dengan secepatnya.
Diagnosis. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif . Oleh karena terjadinya pengelupasan
epidermis saluran napas, peningkatan sekresi, inflamasi dan pembengkakan membran
mukus nasofaring akibat iritasi asap, serta menurunnya kerja silia akibat cedera inhalasi,
klien menjadi berisiko terhadap Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif.
Hasil yang Diharapkan. Klien akan memiliki bersihan jalan napas yang efektif, yang
dibuktikan dengan suara napas bilateral yang bersih, sekret paru yang jernih hingga putih,
mobilisasi sekret paru yang efektif, dan pernapasan yang ringan (tidak memerlukan usaha
tambahan) dengan laju pernapasan 16 hingga 24kali/menit.
Intervensi. pengkajian paru yang menyeluruh harus dilakukan setiap 1 hingga 2 jam
selama 24 jam setelah cedera, dan setiap 2 hingga 4 jam pada 24 jam kedua, untuk
mengevaluasi suara napas, laju dan kedalaman pernapasan, serta tingkat kesadaran.
Waspadai status pernapasan yang memburuk, yang ditandai oleh bunyi napas
crackles, ronki, stridor, napas yang berat (memerlukan usaha tambahan), dispnea,
takipnea, kegelisahan, atau penurunan tingkat kesadaran. Laporkan temuan yang
signifikan secepatnya.
Lakukan pengubahan posisi, batuk, dan napas dalam setiap 1-2 jam selama 24
jam lalu dilanjutkan setiap 2-4 jam. Letakkan alat pengisapan (suction) oral dalam
jangkauan klien untuk penggunaan mandiri. Jika dibutuhkan lakukan pengisapan
endotrakeal dan nasotrakeal. Kaji dan dokumentasikan karakter serta jumlah sekret.
Diagnosis. Kekurangan Volume Cairan. Klien dengan cedera luka bakar luas beresiko
mengalami hipovolemia, sebagian besar dalam 36 jam pertama setelah cedera luka bakar.
Kekurangan Volume Cairan secara langsung berhubungan dengan peningkatan kebocoran
kapiler dan pergeseran cairan dari intravaskular ke ruang interstisial setelah gangguan
perusakan luka bakar.
Hasil yang Diharapkan. klien akan mengalami keseimbangan cairan yang membaik,
yang dibuktikan dengan kkeluaran urine 30ml/jam, orientasi (waktu dan tempat) yang
baik, denyut jantung kurang dari 120 kali/menit, tidak adanya disritmia, amplitudo denyut
(pulsasi) perifer yang memadai (2+ atau lebih), dan tekanan darah dalam kisaran yang
sesuai dengan usia dan riwayat mesis.
Intervensi. Kaji manifestasi hipovolemia setiap jam selama 36 jam pada klien, termasuk
takikardia, penurunan tekanan darah, penurunan amplitudo denyut perifer, keluaran urine
kurang dari 30 ml/jam, kehausan, dan membran mukus yang kering. Laporkan temuan
yang signifikan.
Pantau dan dokumentasikan asupan dan keluaran secara hati-hati, berikan terapi
cairan sesuai yang diresepkan; titrasi infus untuk menajaga agar keluaran urine 30
m/jam. Pada fase resusitatif dini, perawat tidak boleh menunggu hingga satu jam
penuh untuk menyesuaikan infus cairan; jika urine yang dihasilkan sedikit sekali atau
tidak ada, laju cairan harus disesuaikan.
Diagnosis. Ketidak Efektifan Perfusi Jaringan : Ginjal. Klien yang mengalami cedera
luka bakar jaringan dalam, seperti cedera luka bakar atau cedera remuk (crush injury),
dan mereka yang resusitasi cairannya belum memadai berisiko gagal ginjal. Mioglobin
dan hemoglobin akan dilepaskan dari otot-otot yang rusak dan sel darah merah
mengendap dalam tubulus ginjal, tempat mereka menyebabkan nekrosis tubular akut.
Hasil yang Diharapakan. Keluaran urine pada klien dengan adanya cedera luka bakar
jaringan dalam harus dijaga pada angka 75 hingga 100 ml/ jam hingga muatan pigmen
menurun.
Intervensi. Pantau dan dokumentasikan keluaran urine perjam dan warna urine. Warna
cokleta gelap atau merah tua menandakan adanya hemokromogen. Kirim sampel urine
untuk pemeriksaan mioglobin atau hemoglobin sesuai permintaan dokter guna
menyediakan informasi kuantitatif untuk dokumentasi keadaan klien. Pastikan kateter
terpasang paten, karena selangnya dapat tersumbat oleh hemokromogen. Berikan cairan
IV sesuai permintaan dokter. Hemokromogen harus dibilas daei tubuh; dengan demikian
laju pemberian cairan didasarkan pada menjaga agar keluaran urine berada pada 75
hingga 100 ml/jam.
Hasil yang Diharapkan. Klien dapat memiliki perfusi perifer yang memadai, yang
dibuktikan dengan adanya denyut pada palpasi atau penilaian aliran (flowmeter) Doppler,
waktu pengisian kailer pada kulit yang tidak terbakar kurang dari 2 detik, tidak adanya
mati rasa atau kesemutan, dan tidak adanya rasa nyeri yang meningkat pada latihan
rentang gerak (ROM) aktif.
Intervensi. lepaskan semua perhiasan dan pakaian yang mengonstriksi secepat mungkin,
karena barang yang mengonstriksi dapat mengganggu sirkulasi seiring berlangsungnya
pembentukan edema. Batasi penggunaan manset dapat menurunkan aliran arteri dan
aliran balik vena. Elevasikan ekstremitas yang terbakar di atas jantung untung
meningkatkan pengambalian darah vena dan mencegah pembentukan edema dependen.
Jika perfusi jaringan terancam. Lakukan intisifasi dan persiapkan klien untuk
eskarotomi. Setelah edema pada ajringan dibawahnya melampaui kemampuan kulit
yang terbakar untuk memulai, diperlukan eskarotomi untuk mengembalikan perfusi.
Setelah prosedur selesai, periksa ulang kembalinya sirkulasi dengan mengkaji
denyutan, warna, peegerakan, dan sensasi pada ekstremitas yang terpengaruh.
Lakukan antisipasi terhadao perdarahan setelah eskarotomi, karena jaringan yang
berada dibawah eskar daoat berdarah. Perdarahan dapat dikendalikan dengan tekanan,
kauter elektrik, atau jahitan oleh dokter. Lanjutkan observasi dan kaji ekstremitas
setelah prosedur.
Diagnosa. Nyeri Akut. Klien dapat diduga mengalami nyeri dalam kadar yang signifikan
pada fase resusitatif. Nyeri yang di alami berhubungan dengan luka bakar dan prosedur
terkait luka.
Hasil yang Diharapkan. Klien akan menyatakan secara verbal ambang kendali nyeri
yang masih dapat diterima (ditahan).
Intervensi. Kaji nyeri dan berikan opioid yang tepat. Lakukan perhitungan pemberian
obat dengan baik sehingga klien menerima manfaat dari efek puncak obat dengan baik
sehinggal klien menerima manfaat dari efek puncak obat selama prosedur yang
menimbulkan nyeri, dan evaluasi keefektifan intervensi. Jelaskan semua prosedur dan
berikan waktu yang cukup untuk persiapan. Kaji kebutuhan untuk obat-obatan ansiolitik
(anticemas), karena kecemasan dapat menjadi penyebab utama yang menimbulkan nyeri.
Dokumentasikan temuan yang ada, termasuk respons klien terhadap intervensi nyeri.
Diagnosis. Keemasan. Klien dapat diduga mengalami kecemasan dalam kadar yang
signifikan. Kecemasan yang dialami berhubungan dengan ciri kritis cedera, prosedur
terkait luka dan perawatan, dan nyeri.
Hasil yang Diharapkan. Klien dapat menyatakan secara verbal ambang kendali
kecemasan yang masih dapat diterima.
Intervensi. Kaji Kecemasan. Jelaskan seluruh prosedur dan berikan waktu yang cukup
untuk persiapan. Berikan obat-obatan nyeri yang memadai untuk menurunkan kecemasan
terkait nyeri. Kaji kebutuhan untuk obat-obatan ansiolitik (anticemas). Dokumentasikan
temuan yang ada.
Diagnosis. Risiko Infeksi. Klien dengan cedera luka bakar menghadapi Risiko Infeksi
yang meningkatkan yang berhubungan dengan pertahanan primer dan sekunder yang
tidak adekuat akibat jaringan yang mengalami trauma, proliferansi bakteri dalam luka
bakar, dan keadaan rentan.
Hasil yang Diharapkan. Klien akan tetap bebas dari invasi mikroba luka bakar yang
signifikan, yang dibuktikan dengan kultur luka kuantitatif yang mengandung kurang dari
100.000 unit bentukan koloni (colony forming units [CFUs/g]). Selain itu, suhu inti tubuh
juga akan terjaga pada 99,6oF hingga 38,6oC); dengan tidak adanya bengkak, kemerahan,
atau purulensi (nanah) pada lokasi pemasangan jalur IV; dan hasil kultur darah, urine,
serta sputum negatif.
Sangat penting untuk mempertahankan teknik kendali infeksi setiap saat selama
perawatan klien untuk mencegah kontaminasi silang. Pastikan teknik aspetik ketika
melakukan perawatan pada daerah yang terbakar dan ketika melakukan teknik invasif.
Lakukan kebijakan cuci tangan secara tegas, dan perintahkan anggota keluarga atau orang
paling penting lainnya untuk mematuhi peraturan pengendalian infeksi.
Ketika perawatan luka sedang dilakukan, debridement pada luka dengan jaringan
yang longgar harus dilakukan, dan devitalisasi, yang menyediakan medium untuk
pertumbuhan bakteri. Rambut pada dan disekitar luka harus dicukur (dengan pengecualian
alis dan bulu mata), karena rambut terkontaminasi dan mencegah pelekatan krim luka bakar.
Oleskan obat-obat mikroba topical atau pengganti kulit sesuai instruksi dokter.
Diagnosis. Gangguan Mobilitas Fisi. Mobilisasi klien selama fase resusitatif luka bakar
terganggu oleh edema jaringan, nyeri, dan balutan.
Hasil yang Diharapkan: Hasil yang berhubungan dengan mobilisasi fisik diukur selama
perawatan dan proses pemulihan. Tujuan hasil jangka panjang adalah kembalinya klien
ke kemandirian maksimum dalam melakuka aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dengan
ketidak mampuan dan disfiguritas (kerusakan rupa) minimum. Walaupun hasil ini
ditampilkan sepanjang fase resusitatif, perawatan ini harus mulai dilakukan pada saat
klien masuk dan terus dilakukan selama rawat inap.
Intervensi: anjurkan klien untuk terlibat dalamperawatan diri dan latihan rentang
pergerakan sedini mungkin.selama pergeseran cairan diawal pasca cedera, pergeseran
fisik membantu untuk meningkatkan sirkulasi dan menurunkan edema. Lakukan
konsultasi dengan terapis fiisik dan okupasional untuk pengkajian awal dan perawatan
tindak lanjut sepanjang rawat inap.
Diagnosis. Kegagalan Koping Keluarga. Oleh karena ciri cedera yang bersifat
mendesak dankritis, maka klien dan keluarganya berisiko mengalami ketidqk efektifan
kemampuan koping.
Hasil yang Diharapkan. Anggota keluarga dan orang penting lainnya memiliki
informasiyang akurat atas status terbaru yang terjadi pada klien, yang dibuktikan dengan
kemampuan ereka untuk menyatakan pemahaman atas cedera pada klien dan tujuan
perawatan. Layanan dukungan akan diberikan bila diperlukan.
Inervensi. Anggota keluarga atau orang penting lainnya harus dipersiapkan pada
kunjungan pertama mereka ke klien setelah cedera. Berikan penjelasan mengenai
prosedur dan peralatan, jelaskan mengenai luasnya luka bakar, dan uraikan perubahan
yang terjadi pada tampilan klien. Ketikaklien akan segera di transfer,berikan layanan
dukungan pada anggota keluarga atau orang penting lainnya guna untuk membantu dalam
hal pengaturan perjalana. Pemberian dukungan pada saat ini akan membantu untuk
menurunkan kecemasan selama transfer klien. Anggota keluarga klien lainnya difasiltasi
harus diberikan informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka (minsalnya
informasi tetang penginapan, lokasi tempat makan, atau tempat parker).
………………………………………………………………………………………………...
Daftar Pustaka
Black, J, M dan Hawks, J.H (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier