Anda di halaman 1dari 38

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pengertian Sistem Integumen


Integument atau kulit menyusun 15% hingga 20% berat badan. Kulit yang utuh adalah system
pertahanan peimertubuh. Kulit melindungi dari invasi oranisme, membantu dalam pengaturan suhu
tubuh, mengolah vitamin dan memberikan penampilan eksternal kita. Kulit memiliki tiga lapisan primer
yaitu: epidermis atau lapisan luas, dermis atau lapisan dalam, dan hypodermis atau lapisan subkutan.
Juga struktur tambahan epidermis, atau atau lapisan subkutan. Juga struktur tambahan epidermis yaitu:
kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sabaseus, folikel rambut, dan kuku.

Epiker kulit terdiri atas sel-sel yang memberikan barrier terus menerus antara isi tubuh dan
lingkungan luar. Sel epitel juga melaisi saluran cerna, saluran napas dan alveoli, tubulus ginjal dan system
urinaria, dan ductus-duktus yang mengosongkan isinya ke prmukaan kulit (lumen) system pencernaan
serta pernapasan. Sel epitel memungkinkan transport selektif dari ion-ion, nutrient dan zat sisa
metabolik serta memiliki permeabilitas terhadap air yang diatur secara parsia. Sel-sel epitel terhubung
satu sama lain melalui tautan erat dengan mengekspresikan berbagai populasi protein transpoter pada
sisi apikal (menghadap darah, atau serosa).

Struktur sistem integumen

Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit terluar yang tipis dan berjenjang yang berhubungan langsung
dengan lingkungan luar (figure A&P 11-1). Ketebalan epidermis berkisar dari 0,04 mm pada kelopak mata
hingga 1,6 mm pada telapak tangan dan kaki. Desmosos (titk pelekatan intersel yang vital bagi adhesi
antar sel) ditemuka pada epidermis.

Karatinosit, sel utama dari epidermis, memproduksi kreatin dalam proses yang kompleks. Sel-sel
dimulai pada lapisan sel basal dan berubah secara konstan, bergerak ke atas melintas epidermis. Pada
permukaan, mereka dilepaskan atau hilang melalui abrasi. Oleh karena itu epidermis secara konstan
bergenerasi, menyediakan barrier karatin yang kuat.

Warna kulit merfleksikan produksi granula pigmen (melamin) oleh melanosis dan adanya darah
(hemoglobi) pada orang berkulit terang. Warna merfleksikn kombinasi empat warna dasar:

Karotenoid yang dibentuk secara eksogen (kuning)


Melanin (coklat)

Hemoglobin teroksigenasi di dalam arterior dan kapiler (merah)

Hemoglobin tereduksi pada venula (biru atau ungu).

Melanin memiliki peran terbesar dalam kulit, diproduksi pada epidermis dan lapisan-
lapisan folikel rambut. Walaupun tidk diproduksi di dalam dermis, melanin dapat disimpan di
dalam dari epidermis melalui berbagai proses (seperti inflamasi).

Melanososm adalah granula-granula pada melanosit yang menyintesis melanin.


Perbedaan warna kulit dihasilkan dari ukuran dan kuantitas melanosome dan kecepatan produksi
melanin. Pada penduduk asli Afrika ekuatorial, terdapat ukuran dan jumlah melanosome (bukan
melanosit) juga penginkatan produksi melanin. Melanosomnya berkurang besar, berlainan, dan
tersebar. Pada pneduuk asli Eropa utara, melanosomnya kecil dan bergregasi, memproduksi lebih
sedikit melanin. Paparan terhadap matahari pada awalnya meningakatkan ukuran dan aktivitas
fungsional melanosit maupun melanosome. Dengan paparan matahari kronis, terdapat
peningkatan konsentrasi melanosit juga ukuran dan aktivitas fungsionalnya. Keberadaan melanin
membatsi penetrasi sinar matahari ke dalam kulit dan melindugni terhadap luka bakar matahari
dan perkembangan karsinoma kulit yang diinduksi sinar ultraviolet.

Struktru tambahan epidermis


Srtuktur tambahan epidermis adalah pertumbuhan epidermis ke dalam, ke bagian dermis,
terdiri atasa kelenjar ekrin, unit apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku.

Kelenjar
Kelenjar ekrin memproduksi keringat fan berperan penting dalam termoregulasi. Kelenjar ini
ditemukan pada keseluruhan kulit kecuali pada tepi vermilion(tautan antara area mereh jambu pada
bibir dengan kluit disekitarnya),telingan, bantalan kuku, glans penis, dan labia minora. Mereka lebih
banyak pada telapak tangan, telapak kaki,dahi, dan aksila. Keringant serupa dengan plasma namun
keringant lebih cair. Sekresi kelenjar ekrin distimulasi oleh panas dan stress emosional. Kelenjar ekrin
keluar dari tubuh tidk bergantung pada batang rambut.

Kelenjar apokrin utamtnya terdapat pada kelenjar aksila, areola payudara, area
anogenital, kanal telinga, dan kelopak mata. Pada hewan derajat rendah, sekresi apokrin
berfungsi sebagai penarik seksual (feromon), dan sekresi apokrin musk digunakan sebagai bahan
dsar parfum. Perannya pada manusia tidak diketahui. Dimediasi oleh inervasi adrenergik,
kelenjar apokrin menyekresikan subtansi seperti susu yang menjadi berbau jika diubah oleh
bakteri permukaan kulit. Kelenjar ini tidak berfungsi hingga masa pubertas dan membutuhksn
keluaran hormone seks yang tinggi untuk beraktifiatas.

Kelenjar sebaseus ditenukan diseluruh kulit kecuali pada telapak tangna dan kaki serta
paling banyak pada wajah, kulit kepala, punggung atas, dan dada. Kelenjar ini berasosiasi
dengan folikel rambut yang membuka ke permukaan kulit dimana sebum (campuran lipid yang
diproduksi kelenjar sebaseus dan lipid dari sel epidermis) dilepaskan. Sebum mmiliki fungsi
lubrikasi dan aktivitas bakterisidal. Androgen in utero, menyebabkan akne neonatal; setelah
pubertas produksi sebum dapat menyebabkan akne remaja.

Rambut dan kuku


Rambut adalah protein produka khir yang tidak hidup yang ditemukan pada semua
permukaan kulit kecuali pada telapak tangan dan kaki. Setiap folikel rambut berfungsi sebagai
unit independen dan melalui tahap-tahap perkembangan yang interminten. Rambut berkembang
dari aktivitas miotik pada bulbus rambut. Kecepatan pertumbuhan rambut bervariasi pada
berbagai bagian tubuh. Pada kulit kepala orang dewasa pada umumnya, 85% hingga 90% rambut
berada pada fase anagen (pertumbuhan). Sisanya berada pada fse telogen (istirahat). Kita
kehilangan sekitar 50 hingga 100 rambut setiap harinya. Sebagai aturan, pertumbuhan ramburt
pada alis, badan, dan ekstremitas tidak melebihi 6 bulan. Fase istirahatnya adalah 3-4 bulan.

Bentuk rambut (lururs atau keriting) tergantung pada bentuk rambut dalam potongan
lintang. Rambut memiliki potongan lintang yang bundar; rambut keriting memiliki potongan
rambut yang oval atau seperti pita. Folikel yang mekengkung juga memengaruhi kekeritingan
rambut. Melanosit pada bulbus menentukan warna rambut. Folikel rambtu umumnya membentuk
unit pilosebases. Otot arektor pili dari dermis melekat pada folikel rambut dan mengelevasi
rambut saat suhu turun atau terdapat emosi yang kuat, menghasilkan rasa “merinding”.

Kuku adalah sisk dari epidermis yang berzat tanduk. Matriks kuku adalah sumber dari sel tidak
berkeratin yang terspesialisasi. Mereka berdiferensiasi menjadi sel-sel berkeratin, yang
membantu protein kuku. Matriks untuk pembentukan kuku berlokasi pada bantalan kuku
proksimal. Matriks tumbuh maju ari lipatan kuku untuk menutupi bantalan kuku. Kuku jari
tumbuh sekitar 0,1 mm setiap harinya, reproduksi yang lengkap membutuhkan 100-150 hari.
Kecepatan pertumbuhan kuku jari kaki hanya sepertiga dari kuku jari tangan.matriks kuku yagn
rusak, yang dapat disebabkan trauma atau manikur yang agresif, menyebabkan kuku yang rusak.
Kuku juga sensitive terhadap perubahan fisiologis, contohnya, mereka tumbuh lebih lambat pada
cuaca dingin dan selama periode sakit.

Kuku dan rambut terdidi atas sel-sel yang berkaitan, yaiut sel “mati”. Ingesti gelatin tidak
menunjukan adanya peningkatan pertumbuhan atau kekuatan kuku.

Dermis
Dermis, lapisan jaringan padat dibawah epidermis, membentuk sebagian besar subtansi
dan struktur pada kulit. Ketebalannya bervariasi dai 1 hingga 4 mm dan paling tebal didaerah
punggung. Dermis mengandung fibroblast, makrofag, sel mast, dan limfosit, yagn mendororng
penyembuhan luka. Pasokan linfatik vaskuler, dan saraf dari kulit. Yang mempertahankan
ekuilibrium pada kulit, berada di dermis.

Dermis dibagi menjadi dua bagian: papilaris dan reikularis. Papilaris dermis, yang
mengandung kolagen, pembukuh darah, berhubungan dengan epidermis. Retikularis dermis juga
mengandung kolagen, namun dengan jumlah jaringan elasti matru yang lebih tinggi. Dermis
mengandung banyak sel khusus, pembuluh darah, dan saraf.

Epidermis dan dermis bertemu pada tautan dermoepidermal. Area ini mengandung proyeksi
seperti gelombang dari dermis yang disebut papilla (atau rete ridge), yang berhubungan dengan
struktur yang resiprokal pada epidermis. Proyeksi ini seperti tidak ada pada kulit bayi dalam
kandungan namun berkembang secara cepat setelah diperiksa dibawah mikroskop. Jika kulit
menua, papilla menjadi semakin kecil dan pipih.

Zona membrane basal subepidermal adalah saringan semipermeable yang memungkinkan


pertukaran cairan dengan komponen seperti nutrient, metabolic, dan produk.

Hipodermis
Lapisan subkutan adalah lapisan khusus jaringan ikat. Kadang disebut lapisan adipose
karena kandungan lemaknya. Laipsan ini tidak ada pada beberapa bagia tubuh, seperti kolpaka
mata, skrotum, areola, dan tibia. Usia, hereditas, dan banyak faktor lain memengaruhi ketebalam
subkutan. Lemak subkutan pada umumnya palin tebal pada punggung dan bokong, memberikan
bentuk dan kontur di atas tulang. Lapisan ini berfungsi sebagai insulasi dari panas dan dingin
yang ekstrim, sebagai bantalan sebagai terhadap trauma, dan sumber energy dan metabolism
hormon.

Fungsi sistem integumen


Kulit adalah struktur yang secara morfologi kompleks yang memiliki beberapa fungsi
yang penting bagi kehidupan. Kulit berbeda secara otomatis maupun fisiologis pada berbagai
bagian tubuh. Fungsi kulit meliputi proteksi, mempertahankan homeotastis, termoregulasi,
reseptor sensorik, sintesis vitamin, dan memproses subtansi antigenik.

Proteksi
Kulit melindungi tubuh terhadap banyak bentuk trauma (misalnya mekanis, suhu,
kimiawi, radiasi). Lapisan epidermal ini kuat yang ututh adalah barier mekanis. Bakteri, partikel
asing, organisme lain, dan bahan kimia sulit menembusnya. Sekresi yang bermimynak dan
sedikit asam dari kelenjar sebaseus lebih jauh melindungi tubuh dengan membatasi pertumbuhan
sebagai organisme. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memeberikan penutup
tambahan untuk menyerap penggunaan yang konstan atau trauma terhadap area ini.

Sel-sel pada epidermis dan dermis kulit penting dalam fungsi imun. Kulit kulit sekarang dikenal
tidak hanya sebagai barier fisik namun juga berpartisipasi dalam pertahanan yang dimedaisi
imun terhadap berbagai antigen. Sel-sel Langerhans tersebar di antara keratinosit yang utamanya
berlokasi pada epidermis; namun juga dapat ditemukan pada dermis. Sel-sel ini berasal dari
sumsum tulang dan bermigrasi ke epidermis. Sel Langerhans berperan dalam respons imun yang
dimediasi sel pada kulit melalui presentasi antigen. Antigen yang memasuki kulit yang kompoten
secara imunologis akan menemui respons yang terkoordinasi dari sel Langerhans dan sel T untuk
menetralisasi efeknya. Antigen yang memasuki kulit yang sakit dapat menginduksi dan
menimbulkan respons imun. Reaksi ini daoat terlibat dalam patogenesis dari banayak penyakit
kulit inflamatorik.
Homeostatis
Kulit membentuk barier yang mencegah kehilangan air dan elektrolit berlebih dari
lingkungan internal. Kulit yang utuh juga mencegah kekeringan dari jaringan subkutan.
Efektivitas dari membran impermeabel ini terlihat saat mengobservasi kehilangan cairan ekstrem
yang terjadi pada kerusakan kulit, seperti pada luka bakar dan cedera lain. Hilangnya cairan dan
eletrolit yang insensibel (tidak terasa) hanya terjadi melalui pori-pori pada yang efektif ini.

Termoregulasi
Suhu tubuh merepresentasikan keseimbangan antara proses produksi dan pelepasan
panas. Kulit, dengan kemampuannya untuk mengubah kecepatan hilangnyaa panas, adalah titik
utama regulasi suhu tubuh. Kecepatan utama hilangnya panas bergantung terutama pada suhu
permukaan kulit, yang merupakan fungsi dari aliran darah kulit. Aliran darah kulit bervariasi
dalam respons terhadap perubahan suhu ini tubuh dan perubahan suhu ini tubuh dan perubahan
suhu lingkungan eksternal.

Aliran darah ke kulit diatur dalam dua proses. Perfusi langsung adalah bantalan kapiler
yang masuk dengan arah lateral. Kulit juga mendapat perfusi secara vertikal dari pembuluh yang
masuk dari otot dan fasias yang mendukungnya.

Secara umum, pembuluh darah berdilatasi saat suhu panas dan berkontriksi pada suhu
dingin. Hipotalamus bertanggung jawab secara parsial untuk meregulasi aliran darah kulit,
terutama ke ekstremitas, wajah, telinga, dan ujung hidung. Mempertahankan keseimbangan suhu
memungkinkan suhu internal tubuh menetap pada kira-kira 37%C (98,6 F).

Dalam keadaan stress panas yang berat, peningkatan aliran darah ke kulit tidak cukup
untuk melepaskan beban suhu. Kelenjar ekrin memproduksi keringat, dan penyejukan
ditingkatkan dengan evaporasi cairan dari kulit. Intervensi kelenjar ekrin unik bahwa saraf
kolinergik simpatis ini menggunakan asetilkolin (dan bukan neropinefri) sebagai
neurotransmiter. Berkeringan secara signifikan meningkatkan kapasitas termoregulasi tubuh.

Reseptor sensorik
Selain penlihatan dan pendengaran, alat sensorik utama malnusia adalah kulit. Serat - serat
sensorik yang bertanggung jawab untuk nyeri, sentuhan tubuh menbentuk jaringan kompleks didalam
dermis informasi ditransmisikan dlam bagian-bagian ke medula spinalis dan di teruskan ke korteks
somatosensorik, di mana informasi diintegrasikan menjadi representasi somatopik dari tubuh.

Kulit mengandung reseptor khusus untuk mendeteksi sentuhan dan dan tekanan yang berbeda.
Sentuhan dirasakan oleh korpuskel meissner, tekanan oleh sel merkel dan ujung-ujung ruffini; vibrasi dan
tekanan oleh korpuskel pacini; dan pergerakan rambut, oleh ujung-ujung folikel rambut. Bersama-sama ,
reseptor-reseptor ini mengomunikasikan informasi ke korteks somatosensorik melalui kolumna dorsalis
jalur spinal.

Kelompok saraf kedua mengomunikasikan informasi mengenai suhu dan nyeri ke korteks
somatosensorik melalui jalur spinal anterolateral. Suhu dirasakan oleh termoreseptor spesifik pada
epidermis, dan nyeri dirasakan oleh ujung-ujung saraf bebas diseluruh lapisan epidermis, dermis dan
hipodermis.

Densitas reseptor menentukan sensitivitas kulit. Sebagai contoh, diskriminasi dua titi paling
akurat pada kulit jari dan wajah, dimana terdapat densitas reseptor sentuhan tertinggi. Sebaliknya, kulit
punggun memeliki densitas reseptor sentuhan yang rendah, dan kemanpuan untuk melokalisasi
sentuhan lebih rendah.

Produksi Vitamin D
Epidermis terlibat dalam sintesi vitamin D. Dengan adanya cahaya matahari atau radiasi ultra
violet, sterol yang ditemukan pada sel-sel malpighi dikomversi untuk menbentuk cholecalciferol (vitamin
D,) didalam liver menjadi bentuk aktifnya. Vitamin D, menbantu dalam absorbsi kalsium dan fosfat dari
makanan.

Perawatan Dermatologis
Sebagai organ tubuh yang terbesar dan paling terlihat, kulit memeliki peran utama dalam
kesehatan fisik dan mental dan me lindungi dari berbagai serangan alam dan yang dibuat manusia.
Namu kulit jarang dianggap serius seperti sistem organ lain nya seperti jantung dan paru-paru.

Penampilan dan kepercayaan diri


Kulit tidak bisa dipisah kan dari citra tubuh dan kepercayaan diri. Setiap penampilan adalah unik
dan dimunculkan melalui kulit.
Efek penuaan
Kulit mengalami berbagai perubahan yang dapat dilihat dan dirasakan sepanjang hidup. Banyak
dari perubahan ini yang alamiah, tidak dapat diubah, dan tidak berbahaya.

Remaja
Selama pubertas, sekresi hormon menstimulasi maturasi folikel rambut, kelenjar sebaseus dan
unit apokrin dan ekrin pada bagian tubuh tertentu. Folikel rambut pada wajah (laki -laki), daerah pubis
dan aksila di aktivasi untuk menproduksi rambut terminal yang kasar. Perubahan normal dapat
mengganggu remaja, namun mereka harus diperingat kan mengenai potensi mengiritasi kulit dengan
penggunaan produk bebas yang berlebihan.

Dewasa
Perubahan hormonal temporer bertanggun jawab atas sebagian kulit orang dewasa. Kehamilan
dan pil kontrasepsi dapat merubah status hormonal. Sehingga mengubah struktur kulit yang terkait
secara hormonal. Kehamilan dapat menyebabkan perubahan pola pertumbuhan rambut dan penipisan
rambut temporer setelah kehamilan. Kehamilan juga dapat menyebabkan mengelapnya kulit aerola linea
nigra ( garis gelap pada abdomen)

Heriditas dan paparan terhadap faktor-faktor lingkungan seperti matahari, rokok, alkohol dan
bahan kimia, berperan penting dalam banyak perubahan kulit yang terjadi pada orang dewasa.

Lanjut usia
Kulit lansia mereflesikan pengaruh kumulatif dari linkungan, penurunan sirkulasi, dan penurunan
fungsi berbagai struktur kulit. Oleh karena stratum korneum menipis, kulit lebih cepat bereaksi terhadap
perubahan minor dalam kelembaban suhu,dan iritan lain. Kulit juga menjadi lebih transparan.
Kerontokan rambut sering kali terlihat pada badang, area pubis, aksila dan tungkai. Hilangnya pigmen
menyebabkan rambut memutih. Kuku menjadi rapuh dan dapat menguning dan menebal kulit dapat
menjadi kasar akibat paparan matahari yang berlebihan sinar ultra violet. Tidak ada terapi yang diketahui
untuk paparan yang berlebihan dimasa lalu proteksi terhadap sinar ultraviolet adalah satu-satunya
langkah preventif. Kriput timbul karena hilangnya ketahanan tarik elastisitas kulit.

Kesimpulan
Kulit adalah organ terbesar dan paling terlihat dari tubuh. Secara anatomis kulit dibagi menjadi

Epidermis (lapisan luar)


Dermis (lapisan dalam)

Hipodermis (lapisan subkutan)

Kulit memeliki banyak fungsi. Kulit merupakan lini pertama pertahanan terhadap banyak bentuk trauma.
Kulit menpertahankan suhu tubuh, mencegah hilangnya air, dan menberikan sensasi sentuh, suhu,
danyeri. Kulit juga menproduksi vitamin D dan mengenali antigen.

CEDERA LUKA BAKAR

Pengertian
Cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paran terhadap sumber panas, kimia, listrik,
atau radiasi disebut sebagai Luka Bakar. Cedera luka bakar terjadi ketika energy dari sumber panas
dipindahkan kejaringan tubuh. Kedalaman cedera berhubungan suhu dan rentang waktu paparan atau
kontak.

Perawatan luka bakar telah meningkat dalambeberapa dekade terakhir, menyebabkan tingkat
mortalitas karbon cedera luka bakar yang lebih rendah. Pusat-pusatlukabakar yang khusus telah didirikan
dan didalamnya anggota tim luka multidisiplin bekerja sama untuk melayani klien dengan luka bakar dan
keluarganya. Kemajuan dalam perawatan prarumah sakit dan rawat inap telah menyumbang banyak
terhadap ketahanan hidup.

Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan berbagai zat dan benda yang berkontak langsung dengan kulit atau
paru. Untuk memfasilitasi penanganan, luka bakar dikelompokkan berdasarkan mekanisme cedera.

Luka Bakar Termal (Panas)

Luka bakar terminal disebabkan oleh paparan atau kontak langsung denganapi, cairan
panas, semi cairan (misalnya uap air), atau benda pana. Contoh khusus luka bakar termal
adalah mereka yang mengalami kebakaran diperumahan, kecelakaan lalu lintas eksplosif,
kecelakaan saat memasak, atau pada penyulutan cairan mudah terbakar yang disimpan
secara kurang hati-hati.

Luka Bakar Kimia


Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak dengan asam kuat, atau senyawa organik.
Konsentrasi, volume, dan jenis bahan kimia, serta rentang waktu kontak, menentukan
keparahan cedera kimia. Luka bakar kimia dapat terjadi akibat kontak dengan bahan
pembersih rumah tangga tertentu dan berbagai bahan kimia yang digunakan di industry,
pertanian, an militer. Cedera kimia pada mata dan terhirupnya asap kimia apat menjadi
gawat.

Luka Bakar Listrik

Luka bakar listrik dapat disebabkan oleh panas ya disebabkan oleh energy listrik seirning
energy listrik tersebut melewati tubuh. Cefera listrik dapat disebabkan oleh kontak
dengan kabel listrik yang terbuka atu bermasalah atau jalur listrik tegangan tinggi. Orang
yang tersambar petir juga menderita cedera listrik.

Derajat keparaha cedera dipengaruhi oleh rentang waktu kontak, intensitas arus (tegangan
listrik), tipe arus (searah atau bulak-balik), jalur yang dilewati arus listrik. Dan tahanan
jaringan saat arus listrik melewati tubuh. Kontak dengan arus listrik lebih dari 40 volt (V)
berpotensi berbahaya akibat distrimia jantung arus lebih dari 1.000 V dianggapsebagai
listrik tegangan tinggi dan terkait dengan kerusakan jaringan yang luas.

Luka Bakar Radiasi

Luka bakar radiasi adalah jenis luka bakar yang paling jaran dan disebabkan oleh paparan
terhadap sumber rdioaktif. Jenis edera ini terkait dengan kecelakaan radiasi nuklir, dan
penggunaan radiasi pengion di idnustri, dan iradiasi terapeutik. Luka bakar matahari,
yang ditimbulkan akibat paparan berkepanjanagn terhadap sinar ultraviolet (radiasi
matahari),juga dianggap sebagai bentuk luka bakar radiasi.

Cedera Inhalasi

Paparan terhadap gas asfiksian (misalnya karbon monoksida) dan asap pada umumnya
terjadi pada cedera api, khususnya bila korban terperangkap dalam ruang yang tertutup
dan penuh asap (misalnya pada kebakaran rumah tinggal). Korban pada kejadian
kebakaran biasanya meninggal akibat hipoksia dan keracunan karbon monoksida.
Perubahan patofisiologi pulmonal yang terjadi pada cedera inhalasi bersifat multifactor
dan berhubungan dengan keparahan dan jenis gas atau asap yang terhirup.paparan
terhadap gas asfiksian, keracunan asap, dan cederatermal (panas) langsung terhadap
jaringan paru menyusun tiga aspek cedera inhalasi. Namun, tidak semuakomponen cedera
inidpat muncul pada semua klien yang mengalami cedera inhalasi. Cedera inhalasi
meningkatkan risiko mortalitas 7 kali setelah ukurancedera luka bakar pada kulit dan
faktor klinik serta demografi lainnya diteukan.

Faktor Risiko dan Pencegahan Cedera


Cedera lukabakar pada dewasa cenderung terjadi pada laki-laki dengan kelompok usia 20 hingga
40. Kontak dengan kebakaran/api terjadi pada lebih dari 60% cedera. Kebakaran struktural menyebabkan
kira-kira 5% masuknya klien ke rumah sakitterkait luka bakar; bagaimanapun, ia menyebabkan jumlah
terbesar keatian, terkait luka bakar. Kira-kira 30% semua kematian terkaitluka bakar adalah hasil akibat
kebakaran structural, terlihat dari inhalasi asap yang terkait. Penyulutan dari rokok adalah penyebab
tunggal kematian akibat kebakaran terbesar nasional. Intoksikasi alcohol dan obat-obatan,yang
menyebabkan kecerobohan saat merokok, dilaporkan sebagai faktor dalam 40% kematian pada
kebakaran diperumhan. Pada kurang lebih 10% kasus kebakaran diperumahan, kebakaran yang
ditimbulkan oleh anak-anak yang bermain dengan api dan sumber penyalaan lainnya.

Usaha paling utama untuk menurunkan cedera dan kematian akibat kebakaran di perumahan
adalah adanya detector asap dan pemadam kebakaran yang berfungsi. Diperkirakan risiko meninggal
dalam kebakaran diperumahan menurun 50% ketika detector asap yang bekerja berada pada tempatnya.

Untuk menurunkan angka kejadian cedera lepuh, komisi keamanan produk konsumen dan
labolatorium penjamin telah merekomendasikan suhu maksismum thermostat air panas diturunkan dan
label peringatan yang mengidentifikasi potensi cedera ditempel pada pemanas air.

Patofisiologi
Perubahan patofisiologi yang terjadi setelah cedera luka bakar kulit bergantung pada luas atau
ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh terhadap cedera terlokalisasi pada
area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas (misalnya, meiputi 25% atau lebih total area
permukaan tubuh [total body surface area-TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik an
sebanding dengan luasnya cedera. Manifestasi klinik lukabakar luas berevolusi dalam gambaran yang
dramatic selama perjalanan klinik pascacedera.cedera luka bakar luas memengaruhi semua system
mayor dalam tubuh.tanggapan sistemik terhadap cedera luka bakar biasanya bifasik,ditandai oleh
penurunan fungsi (hipofungsi) yang diikuti denganpeningkatan fungsi (hiperfungsi) system organ.

Cedera Langsung Pada Kulit

Pada cedera langsung kulit, panas dari sumber eksternal dihantarkan ke kulit dan
menghancurkan jaringan. Besarnya kerusakan bergantung pada lama paparan panas dan suhunya. Pada
suhu yang berkelanjutan antara 40 o hingga 44OC (104o hingga 111,2oF), berbagai enzim seluler dan
system selular rusak. Pompanatrium kalium rusak, yang menyebabkan ternjadinya edema selular. Seiring
suhu yang meningkat 44oC, nekrosis sel akan terjadi. Sebagai tambahan, radikal bebas juga dihasilkan,
yang menyebabkan terjadinya kerusakan selular lebih lanjut. Proses yang destruktif ini berlanjut hingga
sumber panas ditarik dan mekanisme untuk mendinginkan kembali mengembalikan suhu sel ke kisaran
yang dapat ditoleransi.

Beberapa jenis luka bakar meniptakan pola-pola cedera yang unik. Pada cedera listrik, panas
dihasilkan oleh listrik seiring mengalirnya lewat tubuh, menghasilkan kerusakan tubuh internal. Saat
memasuki tubuh aliran listrik akan mengalir ke area pertahanan; dalam perjalananya, ia akan
menciptakan panas dan membahayakan organ-organ vital yang dilewatiya. Arus bola-balik (AC) lebih
berbahaya dari pada arus searah (DC). AC menhasilkan lebih banyak cedera terkait panas,dan
bergantung pada arus listrik intermitennya yang cepat, sering berkaitan degan henti jantung paru,
fibrilasi ventrikel, kontraksi otot tetanik , dan fraktur kompresi tulang panjang atau tulang punggung
(vertebra). Risiko gagal ginjal akut patut dicurigai pada klien dengan cedera listrik.

Pada luka bakar kimia, efek keracunan sistemik dapat dihasilkan oleh penyerapan kulit zat-zat
yang brbahaya. Kegagalan organ dan bahkan kematiantelah terjadi akibat kontak berkepanjangan dan
penyerapan bahan-bahan kimia yang berbeda.

Luka bakar disebabkan oleh pemindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Kedalaman cedera
tergantung pada suhu agens penyebab luka bakar dan dirasu kontak dengan agens tersebut. Luka bakar
merusak kulit, yang memicu peningkatan kehilangan cairan, infeksi, hipotermia, pembentukan jaringan
parut, penurunan imunitas, dan perubahan fingsi, penampilan dan citra tubuh. Anak-anak dan lansia
terus mengalami peningkatan mordibitas dan mortalitas jika dibandingkan dengan kelompok usia lain
dengan cedera yang sama. Cedera inhalasi selain luka bakar kutaneus memperburuk prognosis
Pergeseran Cairan
Segera setelah cedera luka bakar, zat-zat vasodiaktif (katekolamin, histamin, serotonin, leukotrien,
kinin, dan prostaglandi) dilepaskan dari jaringan yang cedera. Zat-zat tersebut mengawali perubhan pada
integritas kapiler, membuat plasma merembes ke jaringan sekitar (Figur 50-1). Kerusakan langsung
terhadap pembuluh darah akibat panas juga lebih lanjut meningkatkan permeabilitas kapiler, yang
memungkinkan ion natrium untuk masuk ke dalam sel dan ion kalium untuk keluar. Efek secara
keseluruhan dari perubahan ini adalah terciptanya gradien osmotik,

Perubahan pada permeabilitas kapiler menyebabkan plasma merembes ke ruang interstisial. Selai
itu pompa natrium rusak dan natrium tetap berada di dalam sel. Terdapat juga peningkatan konsentrasi
kalium serum, yang menyebabkan peningkatan cairan interseluler dan interstisial yang lebih lanjut
mengurangi volume cairan intravaskular. Zat-zat vasoaktif ini menimbulkan efek baik secara lokal (di area
cedera) maupun secara sistemik (di seluruh tubuh) pada cedera luas. Himodinamik, metabolisme, dan
status imunitas pada klien dengan cedera luka bakar juga terganggu.

Pada awalnya tubuh menanggapi dengan memirau (shunting) darah ke otak dan jantung menjauh
dari organ-organ tubuh lainnya. Kekurangan aliran darah yang berkepanjangan ke organ-organ tersebut
bersifat merugikan. Kerusakan yang dihasilkan bergantung pada kebutuhan dasar (basal) organ tubuh.
Beberapa organ dapat bertahan hanya untuk beberapa jam tanpa pasokan darah yang menyediakan
sumber gizi. Aliran darah ke pendarahan (sistem pembuluh darah) sementerika juga pada awalnya
berkurang, menyebabkan terjadinya ileus usus (ileus intestinal) dan disfungsi gatrointestinal pada klien
dengan luas luka bakar lebih dari 25% TBSA). Pada reduksi aliran darah ke mukosa lambung, perubahan
iskemia pada saluran gastrointestinal atas terjadi, yang memperlambat pembentukan mukus yang
protektif, menyebabkan erosi kecil, superfisial di lambung dan deodenum. Jika saluran gastrointestinal
dibiarkan tidak tertangani dan tidak terlindungi oleh antasida atau antagonis reseptor-H 2 histamin, erosi
dapat berkembang menjadi ulkus (luka) disebut sebagai ulkus curling pada klien dengan cedera luka
bakar dan perdarahan gastrointestinal.

Sistem Pulmonal
Volume pernapasan seingkali normal atau hanya menurun sedikit setelah cedera luka bakar yang
luas. Setelah resusitasi cairan, peningkatan volume pernapasan dapat terjadi, terutama bila klien
ketakutan, cemas, atau merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik laju respirasi dan
volume tidak muncul sebagai hasil hipermetabolisme yang terlihat setelah cedera luka baar. Biasanya hal
tersebut memuncak pada minggu kedua pasca cedera dan kemudian secara bertahap kembali ke normal
seiring penyembuhan luka bakar atau ditutupnya luka dengan tandur kulit.

Tahanan vaskuler pulmonal dapat sedikit dan komplians paru mungikin menurun. Perubahan pada
komplians paru menyebabkan peningkatan sebanding pada kerja pernapasan. Namun, perubahan
biasanya sedikit dan bila tidak ada kerusakan parenkim (jaringan) paru, perubahan ini tidak
membutuhkan penanganan yang khusus.

Cedera Inhalasi. Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling sering mortalitas dini
akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO 2), asfiksian yang paling sering ditemui, dihasilkan ketika zat
organik (misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan
tidak berasa yang memiliki afinitas terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan
oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen bergeser, dan CO berkaitan dengan hemoglobin
untuk membentuk karbohemoglobin (COH b). Hipoksia jaringan terjadi akibat penurunan kemampuan
pengantaran oksigen oleh darah secara keseluruhan.

Keracunan aasap yang terjadi akibat terhirupnya hasil sampingan pembakaran bahan kimia
beracun (misalnya: karbon monoksida, lindrogen sianida, akrolein, amonia) dan penurunan surfaktan
alveolus. Edema mukosa terjadi pada saluran pernapasan yang lebih kecil. Setelah beberapa jam,
pengelupasan epitel trakeobronkial dapat terjadi dan trakeobronkitis hemoragik dapat berkembang.
Sindrom distres napas akut (acute respiratory distres syndrome) pada dewasa dapat terjadi setelahnya.

Depresi Miokaedium
Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa faktor depresi miokardium terjadi
pada cedera yang lebih luas dan bersirkulasi pada periode pascacedera dini. Depresi pada curah jantung
yan signifikan dan serta merta terjadi, bahkan sebelum volume plasma yang beredar berkurang,
menunjukan respons neurogenik terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah jantung ini
sering berlanjutdalam beberapa hari bahkan setelah volume plasma telah kembali dan keluaran urine
kembali normal.

Berubahnya Integritas Kulit


Luka bakar ini sendiri menampilkan perubhan patofisiologi yang disebabkan akibat gangguan
kulit dan perubahan jaringan dibawah permukaannya. Kulit, ujung saraf, kelenjar keringan, dan folikel
rambut yang cedera akibat terbakar hilangnya fungsi barier kulit hilang. Kulit yang utuh dalam keadaan
normal menjaga agar bakteri tidak memasuki tubuh dan agar cairan tubuh tidak merembes keluar,
mengendalikan penguapan, da menjaga kehangatan tubuh. Dengan rusaknya kulit, mekanisme untuk
menjaga suhu normal tubuh dapat terganggu, dan resiko infeksi akibat invasi bakteri meningkat, serta
kehilangan air akibat penguapan meningkat. Bergantung pada kedalaman cedera, ujung saraf entah
menjadi terpapar, sehingga menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan sampai luka ditutup, atau rusak
sehingga area yang diinervasi menjadi mati rasa, dengan potensi kerusakan kehilangan kemampuan
untuk sentuhan, tekanan, dan nyeri secara permanen.

Orang-orang dengan cederan luka bakar yang parah beresiko mengalami parut hipertrofik. Parut
jenis ini secara rinci bersifat kemerahan, timbul (lebih tinggi dari kulit tidak cedera yang bersebelahan),
kaku, dan tidak nyaman. Klien seringkali menderita akibat pruritus (gatal) dan meningkatnya sensitivitas.
Parut hipertrofik dapat menyebabkan kontraktur kulit dan jaringan, terutama ketika jaringan melewati
sendi. Angka terjadinya parut hipertrofik beragam, namun demikian diduga kedalaman luka bakar dan
usia dan latar belakan etnik penyintas adalah faktor kunci apakah jenis parut berkembang atau tidak.

Imunosupresi
Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan aktivitas limfosit dan
penurunan pembentukan imunoglobin, serta perubahan fungsi neutrofil makrofag terjadi secara nyata
setelah cedera luka bakar luas terjadi. Sebagai tambahan, luka bakar mengganggu barier primer
terhadap infeksi kulit. Secara bersama perubhan-perubahan ini menghasilkan peningkatan resiko infeksi
dan pepsis yang mengancam nyawa.

Respons Psikologis
Berbagai respon psikologis dan emosional terhadap cedera luka bakar telah dikenali, berkisar
mulai dari ketakutan hingga psikosis. Respons klien dipengaruhi usia , kepribadian, latar belakang budaya
dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak pada citra tubuh, dan kemampuan koping pracedera. Sebagai
tambahan, pemisahan dari keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah sakit dan perubhan
pada peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi reaksi terhadap trauma luka bakar.

Manifestasi Klinis

Derajat cedera
Begantung pada lapisan kulit yang rusak, luka bakar tersebut sebagai luka bakar ketebalan
sebagian (partial thickness)atau ketebalan penuh (full thickness). Luka bakar juga dikelomokan sebagai
luka bakar derajat satu, dua, tiga atau empat. Luka bakar ketebalan sebagian mencakup cedera pada
epidermis dan sebagian dermis. Luka bakar ketebalan sebagian derajat satu bersidat superfisial dan nyeri
serta tampak merah. Luka tersebut sembuh dengan sendirinya lewat regenerasi sel epidermis dalam 3
hingga 7 hari. Luka bakar matahari (sunburn) adalah contoh dari luka bakar ketebalan sebagian derajat
satu. Luka bakar ketebalan sebagian derajat dua tampak basah atau melepuh dan sangat nyeri. Luka
tersebut sembuh dengan sendirinya (yakni, tanpa memerlukan tandur kulit) sepanjang luka cukup kecil
dan tidak terinfeksi (Figur 50-2).

Luka bakar ketebalan penuh derajat tiga ditandai denga kerusakan pada seluruh epidermis dan
dermis. (Figur 50-3). Luka bakar ketebalan penuh tampak kering dan berbintik serta berwarna hitam,
abu-abu, putih, atau merah. Kulit yang telah terdenaturasi disebut sebagai parut ( “ES-car ”). Jaringan
yang terbakar seringkali tidak nyeri akibat rusaknya ujung saraf, walaupun begitu, kulit sekitarnya dapat
menjadi sangat nyeri. Pada palpasi, orang dengan luka bakar ketebalan penuh dapat merasakan tekanan.
Cedera ketebalan penuh sembuh dengan pembentukan jaringan untuk mengisi defek luka dan
kontraktur epitel, juga dikenal sebagai parut, untuk menutup luka. Kecuali areanya sangat kecil (seukuran
koin atau kurang), luka bakar ketebalan penuh tidak dapat sembuh secara memadai dan harus
mendapatkan tandur kulit untuk menutupi lukanya. Luka bakar ketebalan penuh derajat empat
melibatkan kulit, jaringan subkutan (lemak), otot, dan terkadang tulang. Kulit tampak gosong atau
mungkin terbakar habis. Luka bakar derajat empat membutuhkan debridemen bedah yang luas dan
tandur kulit. Amputasi sering dilakukan pada cederan yang luas (Figur 50-4).

Hipotermia
Selain adanya perubahan tampilan fisik, kehilangan kulit juga menyebabkan masalah lainnya.
Hipotermia dapat tejadi akibat hilangnya panas tubuh kurang dari 98,6 F (37 C). hipotermia sangat
berbahaya karena menyebabkan menggigil, yang lalu menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan
kebutuhan kalorik serta vasokontraksi pada perifer. Hipotermia sering terjadi pada cedera luas selama
beberapa jam pertama setelah cedera, evakuasi, dantranspor ke fasilitas luka bakar.

Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


Kehilangan air lewat penguapan melalui luka bakar berperan terhadap hilangnya volume cairan klien dan
status hidrasi yang terganggu. Kehilangan lewat penguapan yang tidak dikompensasi dengan
penggantian cairan ditandai dengan tekanan darah yang rendah, penurunan keluaran urine, membran
mukus yang sering, dan buruknya turgor kulit.
Hiponatremia, hipotermia, dan hiperkalemia adalah kelainan elektrolit yang memengaruhi klien dengan
cedra luka bakar pada titik-titik yang berbeda selama proses pemulihan. Luka bakar luas (lebih besar dari
25% area permukaan tubuh total) menyebabkan edema tubuh generalisata yang memengaruhi baik
jaringan yang terbakar maupun tidak dan penurunan volume darah intravaskular. Angka hematokrit
meningkat pada 24 jam pertama setelah cedera, menunjukan hemokonsentrasi dari hilangnya cairan
intravaskular. Selain itu, hilangnya cairan melalui penguapan pada luka bakar 4 hingga 20 kali lebih
banyak daripada normal dan tetap meningkat hingga penutupan luka secara utuh tercapai. Akibatnya
adalah penurunan perfusi organ. Jika ruang intravaskular tidak diganti dengan cairan intravena (IV), syok
hipovolemik (luka bakar) dan tentu saja kematian mengancam koran dengan luka bakar sangat luas.

Keluaran urine untuk klien dewasa yang mendapatkan penggantian cairan setelah cedera luka
bakar mayor berkurang hingga kurang dari 30ml/ja. Temuan fisik sampel urine terkonsentrasi
berwat=rna kuning gelap dan peningkatan gravitasi spesifik. Pemeriksaan labolatorium menunjukan
peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) hingga klien terhidrasi secara memadai.

Manifestasi motilitas gastrointestinal yang menurun setelah cedera luka bakar mayor mencakup
hilangnya bising usus, kotoran, atau buang gas, mual dan muntah, serta distensi parut. Setelah resusitasi
cairan yang memadai, motilitas gastrointestinal kembali, ditandai oleh kembali munculnya rasa lapar dan
nafsu makan, bising usus, buang gas, dan produksi koyorang.

Pada kurang lebih 18 hingga 36 jam setelah cedera luka bakar, integritas membran kapiler mulai
kembali. Peningkatan awal pada hemotokrit, terlihat dini setelah cedera, tururn hingga dibawah normal
pada hari ketiga atau keempat setelah cedera. Selama hari-hari dan minggu-minggu berikutnya tubuh
mulai menyerap cairan edema, dan kelebihan cairan dikeluarkan lewat diuresis.

Perubahan pada Respirasi


Pada walnya, pada klien dapata terjadi takipneu setelah cedera luka bakar, analisis agar darah
arteri dapat menampilkan tekanan oksigen sarteri (PaO 2) yang relatif normal dengan saturasi oksigen
yang lebih rendah dari yang diharapkan relatif terhadap PO. Pada merekan dengan cedera inhalasi,
insufisiensi pernapasan dapat terjadi selama fase resusitasi ketika pergeseran cairan pada titik tertinggi
dan cedera perenkim paru sangat rentan terhadap pembentukan edema. Selanjutnya dalam perjalanan
pemulihan, gagal napas dapat terjadi karena infeksi (sering kalo 10 hari hingga 2 minggu setelah cedera).
Diagnosis keracunan CO dibuat dengan mengukur kadar COH b dalam darah. Manifestasi klinis
keracunan CO akut, ditunjukan dalam fitur penghubung ke pelayanan kritis, secara langsung
berhubungan dengan angka saturasu COH b dan derajat relatif hipoksia jaringan. Onset manifestasi klinis
biasanya tidak terjadi hingga kadar COHb mencapai 15%. Manifestasi awal berhubungan dengan
menurunnya oksigenasi jaringan serebral dan bersifat neurologik. Masalah neurologik yang disebabkan
oleh paparan CO dapat menyebabkan disfungsi serebral yang progresif dan permanene.

Luka bakar termal terhadap saluran napas atas (mulut, nasofaring, dan laring) secara khas
tampak kemerahan dan bengkak, dengan luka-luka atau lepuh-lepuh mukosa. Edema mukosa yang
meningkat dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, biasanya dalam 24 hingga 48 jam setelah
cedera. Manifestasi klinis yang terlihat pada penyempitan saluran napas mencakup stridor, dispnea,
peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot-otot bantu napas, danpada akhirnya sianosis
(kebiruan).

Temuan fisik saat klien masuk yang menunjukan adanya paparan asap meliputi jegala pada
wajah dan lubang hidung, luka bakar pada wajah jelaga pada sputum, batuk, dan mengi. Manifestasi
trakeobronkitis biasanya tidak muncul sampai 24 hingga 48 jam stelah cedera. Manifestasi awal terdiri
atas bronkospasme yang ditandai denganmengi dan bronkorhea. Komplians paru menurun,
menyebabkan peningkatan kerja pernapasan. Tergantung bersihan sekresi memperburuk masalah
tersebut. Dalam keadaan normal, ventilasi dan perfusi disepadankan olen volume udara dan darah pada
tingkat kapiler dan alveolus, klien dengan inhalasi asap menampilkan perubhan patofisiologi yang
menurunkan ventilasi alveolar, emnyebabkan ketidaksepadanan ventilasi perfusi (V/Q mismatch), yang
menganggu pertukaran gas.

Menurunnya Curah Jantung


Setelah cedera luka bakar yang luas, denyut jantung dan tahanan vaskular perifer meningkat
sebagai tanggapan atas pelepasan ketekolamin dan hipovelamia relatif, namun curah jantung pada
awalnya menurun (hipofungsi). Kira-kira 24 jam setelah cedera luka bakar pada kliennyang menerima
resusitasi cairan, curah jantung kembali normal dan kemudian meningkat (2 hingga 2,5 kali dari normal)
untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh (hiperfungsi). Peubahan curah jantung terjadi bahkan
sebelum volume intravaskulear yang bersirkulasi kembali normal. Tekanan darah arteri normal atau
sedikit meningkat kecuali terjadi hipovolemia parah. Penurunan curah jantung yang terlihat pada
awalnya setelah cedera luka bakar ditunjukan oleh penurunan tekanan darah, penurunan keluaran urine,
denyut perifer yang lemah, dan jika dipantau lewat kateter arteri pulmonal, curah jantung kurang ari
4L/menit, indeks jantung kurang dari 2,5L/menit, dan tahanan vaskular sistemik kurang dari 900 dyne.

Respon Nyeri
Klien akan mengalami nyeri yang hebat akibat luka bakar dan terpaparnya ujung saraf karena
hilangnya integritas kulit. Penyintas luka bakar biasanya menjelaskan tiga jenis yeri yang muncul pada
cedera mereka: nyeri latar (background pain), nyeri lonjakan (breakthrough pain), nyeri prosedural. Nyeri
latar dialami ketika klien sedang beristirahat atau sedang melakukan aktivitas yang tiak berhubungan
dengan prosedur. Nyeri latar dijelaskan sebagai bersifat terus-menerus dan berintensitas rendah,
biasanya berlangsung selama pemulihan. Manajemen nyeri latar sering kali dilakukan dengan analgetik
kerja panjang menggunakan modalitas seperti analgesia terkontrol klien (patient controlled analgesia
[PCA]), infus berkelanjutan, atau obat oral lepas berkelanjutan (sustained-release). Nyeri lonjakan adalah
peningkatan nyeri yang dirasakan yang melebihi tingkat intensitas rendah nyeri latar. Seperti nyeri latar,
ia dialami ketika klien sedang istirahat atau terlibat dalam aktivitas hidup sehari-hari; atau aktivitas minor
lainya yang membutuhkan pergerakan pada daerah yang cedara. Nyeri lonjakan terjadi secara intermiten
sepanjang hari, intensitas dan frekuensi nyeri lonjakan berkurang seiring tumbuhnya luka. Nyeri lonjakan
dilakukan dengan menggunakan obat kerja singkat. Nyeri procedural dijelaskan sebagai nyeri akut dan
berinterkasi tinggi. Manajemen bergantung pada fase pemulihan termasuk opioid kerja singkat (misalnya
morfin, sulfat, fentanil hidromorfon, oksikodon, ketamin). Obat inhalasi, seperti nitrat oksida, dapat pula
digunakan untuk menangani nyeri prosedural.

Renpons klins terhadap nyeri termasuk peningkatan pada tekanan darah, denyut jantung dan
laju pernapasan dengan pupil terdilatasi, tonus otot yang kaku, dan posisi yang berhati-hati (karena tidak
nyaman). Untuk menilai nyeri, beberapa alat pengukuran nyeri tersedia untuk digunakan pada dewasa;
mereka termasuk skala numeri (misalnya 1-5 atau 0-10 dengan kata kunci verbal “tidak ada ” pada tanda
0 hingga nyeri terburuk yang tidak mungkin ada ” pada tanda 10).

Tingkat kesadaran yang terganggu


Jarang terjadi klien dengan cedera luka bakar mengalami kerusakan neurologi kecuali paparan
yang lama terhadap asap telah terjadi. Klien dengan cedera luka mayor sering kali terbangun dan sadar
pada saaat masuk ke rumah sakit. Jika agitasi terjadi segera pada periode pascacedera, klien mungkin
mwnderita hipoksemia atau hypovolemia dan membutuhkan penilain lebih lanjut untuk mengidentifikasi
penyebaba perubahan itu. Ketika perubahan tingi kesadaran terjadi saat masuk ke rumah sakit, sering
kali ia berhubungan dengan neurologi (misalnya; jatuh, kecelakaan kenderaan bermotor), gangguan
perfusi ke otak, hipoksia (seperti kebakaran diruang tertutup), cedera inhalasi (seperti pada paparan
terhadap asfiksia atau babah-bahan beracun lainnya dari kebakaran), cedera luka bakar listrik, atau efek
obat-obat yang muncul dalam tubuh pada saat cedera.

Pada klien dengan truma kepala yang berhubungan dapat ditemukan laserasi (lecet) kulit kepala,
bengkak, nyeri atau ekimosis. Tingkat kesadaran dapat berfluktuasi antara interval lusiditas diikuti
dengan perburukan cepat. Ukuran pupil mungkin tidak sama. Manifestasi neuroli dapat mencakup sakit
kepala, pusing/puyeng, hilang ingatan, kebingungan atau hilangnya kesadaran, disorientasi perubahan
visual, halusinasi, kongresifan dan koma.

Perubahan psikologi
Segera setelah cedera, mereka yang dengan cedera mayor dapat merespon dengan syok
psikologi, ketidakpercayaan, kecemasan, dan perasaan terbebani. Klien dan anggota keluarga mungkin
sadar dengan apa yang terjadi namun dapat melakukan koping dengan situasi yang ada secara buruk.
Oleh karena itu klien akan memilki kemampuan yang terbatas untuk mencerna informasi sederhana
yang sudah disiapkan sebelumnya, terutama sebelum prosedur, penting untuk dilakukan. Keluarga klien
dengan penyakit kritis membutuhkan jaminan, kedekatan dengan orang yang cedera, dan informasi.
Secara khusus, keluarga ingin mengetahui bagaimana klien diperlakukan, fakta spesifik tentang kemajuan
klien, dan mengapa prosedur tertentu dilakukan.

Saat klien stabil, ia dapat mengelah secara psikologi melalui banyak cara. Masalah yang paling
umum yang terjadi selama fase akut pemulihan mencakup kesedihan, depresi, kecemasan, dan
gangguan stress akut (yaiyu, perasaan mengalami kembali trauma yang muncul terus menerus,
penghindaran dari stimulus yang berkaitan dapat berkaitan dengan truma, dan manifestasi mudah
terbangun). Klien mengalami mimpi buruk atau kilas balik cedera psikologi dan farmakologi serin
digunakan pada fase ini.

Setelah pulang dari rumah sakit, klien dapat terjadi menderita dalam kecemasan dan depresi.
Mereka dapat melaporkan kesulitan-kesulitan yang terjadi karena hubungan mereka dengan
penyesuaian emosional, Vokasional (kejuruan). Namun begitu intensitas kesulitan emosional seringkali
menurun secara ignifikan setelah tahu pascaluka bakar.
Manajemen Hasil
Klien dengan luka bakar mengalami perubahan fisiologis dan metabolis dalam rentang yang luas
sebagai tanggapan terhadap cedera luka bakar. Untuk mencapai hasil terbaik, penting untuk memiliki
pemahaman yang jelas tentang proses patofisiologi dan modifikasi penanganan yang dibutuhkan selama
keseluruhan rangkain pemulihan. Tiga periode atau fase yang berbeda dapat didefinisikan dalam
perawatan klien dengan luka bakar mayor; fase pemulihan intensitatif akut, dan rehabilitasi.

Fase Resusitatif
Fase resusitatif cedera luka bakar terdiri atas waktu antara cedera awal sampai 36 hingga 48 jam
setelah cedera. Selama fase ini, masalah saluran napas dan pernapasan yang mengancam nyawa adalah
perhatian utama. Fase ini juga ditandai dengan terjadinya hipovolemi, yang meneyabakan kebocoran
cairan kapiler dari ruang intravascular ke ruang intertisial, meneybabkan edema. Meskipun cairan berada
di dalam tubuh, cairan cairan tersebut tidak mungkin berperan dalam menjaga sirkulasi tang memadai,
karena tidak berada diruang vaskular lagi. Luka bakar itu sendiri, kecuali untuk pengkajian awal
keparahan dan kematian, bukan hal yang memerlukan perhatian segera; pada beberapa kasus
bagaimanapun, eskatromi dapat dilakukan untuk mengembalikan perfusi ke daerah yang menunjukan
sirkulasi yang terganggu. Kedekuatan penanganan awal kelainan pulmonal dan sirkulasi menetukan
tingakt manajemen selanjutnya. Manajemen klien dengan luka bakar dimulai pada tempat kejadian
kecelakaan. Langakah pertama adalah memindahkan korban dari dari daereah dengan bahaya yang
mengancam, diikuti dengan menghentikan proses kebakaran. Atruan-atruan bantuan hidup dasar harus
diterapkna selama memindahkan klien ke rumah sakit.

Manajemen Medis Pada Fase Resusiatif Cedera Luka Bakar

Kaji keparahan luka bakar


Asosiasi luka bakar Amerika (American Burn Association) telah memublikasikan daftar klasifikasi
keparahan unuk cedera luka bakar, terlihat pada fitry penghubung ke perawatan kritis. Pedoma ini
tunjukan untuk memandu klinisi dalam menetukan cedera untuk klien luka bakar. Daftar klasifikasi ini
memisahkan cedera menjadi kategori mayor, moderat dan minor. Klien dengan luka bakar mayor bisanya
dikirim ke fasilitas luka bakar khusus setelah penanganan kegawatdaruratan local telah dilakukan. Klien
dengan luka bakar moderat bias any dapat dikelolah dengan prinsip rawat inap dirumah sakit penerima.
Klien dengan luka bakar minor baisanya mendapatkan perawatan awal di unit gawat darurat dan
kemudian dipulangkan untuk perawatan tidak lanjut dengan prinsip rawat jalan.
Keparahan cedera luka bakar diklasifikasikan berdaasarkan resiko kematian dan resiko cacat fungsional
atau pun kosmetik. Beberapa factor memengaruhi keprahan cedera.

Kedalam Luka Bakar :semakin dalam luka bakar, semakin gawat cederanya. Luka bakar
ketebalan sebagian dalam dan ketebalan penuh cenderung menjadi terinfeksi, memiliki
efek sistemik yang bermakna, dan sering dihubungkna dengan parut dan terjadinya
kontrak kulit.

Ukuran Luka Bakar : ukuran luka bakar (presentasi kulit yang cedera dengan tidak
memasukkan luka bakar derajat satu) ditentukan oleh saru dari tiga teknik; (1) atruan
Sembilan (Rules of Nine); (2) metode telapk tangan; (3) diagram atau bagan spesifik usia.
Ukuran luka bakar dinyatakna sebagai presentasi dari area permukaan tubuh total. Aturan
Sembilan diperkenalkan pada akhir 1940-an sebagai alat pengkajian cepat untuk
memperkirakan ukuran luka bakar pada dewasa. Dasar aturan tersebut adalah tubuh
dibagi menjadi bagian-bagian anatomis, yang masin-masingnya mewakili 9%, atau
kelipatan 9%. Metode ini mudah dan tidak membutuhkan presentasi yang cedera. Dengan
demikian, seringkali metode ini digunakan di unit gawat darurat, tempat triase awal
berlangsung. Metode kedua untuk memperkirakan ukuran luka bakar adalah metode
telapak tangan. Telapak tangan klien dan jari-jarinya mewakili kira-kir 1% area
permukaan tubuh total. Presentsi luka bakar didapatkan dengan cara melihat jumlah
tangan klien yang dibutuhkan untuk menutupi seluruh area luka bakar. Metode ini
berguna ketika area yang terbakar kecil, kurang dari 5%. Terkahir, diagram luka bakar
memetakan presentasi segmen tubuh berdasarkan usia dan menyediakan perkiraan luka
bakar yang lebih akurat. Harus dicatat bahwa luasnya luka bakar paling akurat setelah
diberidemen awal dan dengan demikian harus diverifikasi lagi pada saat tersebut.

Lokasi Luka Bakar : lokasi cedera pada tubuh dapat memengaruhi hasil yang diharapkan.
Komplikasi paru sering terjadi pada luka bakar kepala, leher dan dada. Ketika luka
melibatkan wajah, cedera yang berkaitan sering kali mencakup abrasi kornea. Luka bakar
telinga juga rentan terhadap kondristis auricular, infeksi auricular, dan kehilangan
jaringan auricular lebih lanjut. Manajmen luka bakar pada tangan dan sendi sering
membutuhkan terapi fisik dan okupasional, dengan potensi terjadinya kehilangan waktu
kerja dan potensi kecacatan vokasional dan fisik permanen. Luka bakar yang melibatkan
area perineum rentan terhadap infeksi karean autokontaminasi oleh urine dan feses. Luka
bakar sirkumferensial pada ekstremitas gangguan vascular distal. Luka bakar toraksi
sirkumferensial dapat menyebabkan ekspansi didnding dada yang kurang adekuat.

Klasifikasi keparahan cedera luka bakar american burn


Cedera Luka Bakar Mayor

Luka bakar 25% TBSA pada usia <40 tahun

Luka bakar 20% TBSA pada usia > 40 tahun

Luka bakar 20% TBSA pada anak-anak <10 tahun

Atau

Luka bakar yang melibatkan wajah, mata, telinga, kaki, tangan dan perineum yang
kemungkinana besar menyebabkan kecacatan fungsional atau kosmetik.

Atau cedera luka bakar tegangan tinggi

Atau semua ceera luka bakar dengan cedera inhalasi ikutan atau trauma mayor.

Cedera Luka Bakar Moderat

Luka bakar 15-25% TBSA pada usia <40 tahun

Luka bakar 10-20% TBSA pada usia >40 tahun

Luka bakar 10-20% TBSA pada anak-anak <10 tahun

Dengan luka bakar ketebalan penuh kurang dari 10% TBSA tanpa risiko fungsional ataupun
kosmetik terhadap wajah, mata, telinga tangan, kaki atau perineum

Cedera Luka Bakar Minor

Luka bakar <15% TBSA pada usia <40 tahun

Luka bakar <10% TBSA pada usia >40 tahun

Luka bakar <10% TBSA pada anak-anak <10 tahun


Dengan luka bakar ketebalan penuh <2% TBSA dan tidak terdapat risiko fungsional ataupun
kosmetik terhadap wajah, mata, telingan, tangan, kaki atau perineum.

TBSA total body surfaced area (area permukaan tubuh total).

Presentasi area permukaan yang terbakar (rumus Berkow)

Area 1 1-4 5-9 10-14 >15 Dewasa Dangkal Tidak dapat


ditentukan/dalam
tahun tahun Tahun tahun tahun

Kepala 19 17 13 11 9 7

Leher 2 2 2 12 2 2

Tubuh interior 13 13 13 13 13 13

Tubuh posterior 13 2⅟2 13 13 13 13

Bokong kanan 2 ⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2

Bokong kiri 2 ⅟2 1 2⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2

Genitalia 1 4 1 1 1 1

Lengan atas kanan 4 4 4 4 4 4

Lengan atas kiri 4 3 4 4 4 4

Lengan bawah kanan 3 3 3 3 3 3

Lengan bawah kiri 3 2⅟2 3 3 3 3

Tangan kanan 2 ⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2

Tangan kiri 2 ⅟2 6⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2 2⅟2

Paha kanan 5⅟2 6⅟2 8 8⅟2 9 9⅟2

Paha kiri 5⅟25 5 8 8⅟2 9 9⅟2

Betis kanan 5 5 5⅟2 6 6⅟2 7

Betis kiri 5 3⅟2 5⅟2 6 6⅟2 7

Kaki kanan 3⅟2 3⅟2 3⅟2 3⅟2 3⅟2 3⅟2


Area 1 1-4 5-9 10-14 >15 Dewasa Dangkal Tidak dapat
ditentukan/dalam
tahun tahun Tahun tahun tahun

Kaki kiri 3⅟2 13 3⅟2 3⅟2 3⅟2 3⅟2

Total

Contoh bagan untuk mencatat luas dan kedalaman cedera luka bakar menggunakan formula
berkow gunakan bagian ini untuk memperkirakan luasnya luka bakar, perawat menetukan area cidera,
tidak termasuk luka bakar derajat satu. Luka bakar dangkal (derajat dua) digambarkan dengan garis
pararel, dan kedalaman (derajat tiga dan derajat empat) digambarkan dengan bagian berarsir untuk area
yang sesuai. Persentase masing-masing cedera lalau disetimasikan dengan table spesifik usia. Area
permukaan tubuh total (TBSA) dengan luka bakar selanjutnya dikalkulasikan.

Usia
Usia klien memengaruhi keparahan dan hasil luka bakar. Angka kematian lebih tinggi pada nak
kurang dari 4 tahun, khususnya pada bayi baru lahir dan bayi hingga usai 1 tahun, dan pada klien yang
lebih tua dari 65 tahun, angaka mortalitas dan morbiditas yang tinggi pada klien lanjut usia dengan luka
bakar berasal dari kombinasi gangguan pengambilan keputusan, dan penurunan mobilitas, tinggal
sendirian, bahaya lingkungan, dan morbiditas pracedera yang signifikan. Meningkatnya kerentanan
terhadap cedera luka bakar tersebut adalah menipisnya kulit dan atrofi struktur aksesoris kulit, yang
terjadi pada penuaan.

Kesehatan Secara Umum


Penyakit jantung, paru, endokrin, dan ginjal yang melemahkan khususnya, insufisiensi jantung
paru, diabetes penyakit terkaitalkohol, dan gagal ginjal dapat memengaruhi respons klien terhadap
cedera dan pengobatan. Angka kematian pada klien dengan gangguan jantung sebelumnya 3,5 hingga 4
kali lebih tinggi dari klien dengan cedera luka bakar tanpa gangguan jantung. Klien yang mengalami
alkoholisme dan cedera luka bakar yang signifikan mengalami peningkatan mortalitas tiga kali lipat lebih
banyak daripada klien dengan alkoholisme yang mamou selamat dari cedera luka dirawat lebih lama dan
mengalami lebih banyak komplikasi. Morbididtas yang meningkat dapat berhubungan dengan gangguan
fungsi imun. Klien dengan luka bakar yang mengalami obesitas mengalami resiko yang meningkat karena
komplikasi jantung paru.
Mekanisme Cedera
Mekanisme cedera adalah factor lainnya yang digunakan untuk menemukan keparahan cedera.
Secara umum, perhatikan khusus pada aspek cedera dibutuhkan untuk cedera luka bakar listrik atau
kimia atau luka bakar lain yang berhubungan dengan cedera inhalasi. Klien, orang-orang ditempat
kejadian cedera, dan tenaga medis kegawatdaruratan dapat memiliki keterangan penting yang dapat
membantu dalam menentukan keparahan luka bakar. Keterangan yang berguna meliputi waktu cedera,
tingkat kesadaran klien ditempat kejadian, apakah cedera terjadi ditempat tertutup atau terbuka, ada
tidaknya trauma terkait, dan mekanisme spesifikcedera, jika korban mengalami luka bakar kimia,
pengetahuan tentang bahan-bahan yang merusak, konsentrasinya, lama paparannya, dan apakah irigasi
sudah dilakukan ditempat kejadian sangat berguna. Untuk korban dengan cedera listrik , pengetahuan
sumber listrik, jenis arus, dan tegangan arus berguna untuk menemukan luasnya cedera. Informasi
mengenai kesehtan klien dimasa lalu sebagaimana kesehatan secara umum harus didapatkan. Secara
khusus, informasi tentang penyakit jantung, paru, endokrin, atau ginjal dapdat memiliki dampak
terhadap pengobatan. Alergi dan rejimen medikasi saat ini, termasuk obat-obatan herbal juga harus
diidentifikasi.

Menangani Luka Bakar Minor


Perawatan klien dengan cedera luka bakar minor biasanya dilakukan pada prinsip rawat jalan.
Dalam membuat keputusan apakah harus mengelola klien sebagai klien rawat jalan, kegawatan cedera
terlebih dahulu harus dikaji. Sebagaimana telah dibahas dalam fitur perhubungan keperawatan kritis,
cedera luka bakar monir pada klien dewasa pada umumnya ditentukan sebagai kurang dari 15% TBSA
pada klien berusia kurang dari 40 tahun atau 10% TBSA pada klien lebih dari 40 tahun, tanpa resiko
gangguan ataupun kecacatan fungsional maupun kosmetik. Selain itu, kemampuan klien atau pengasuh
untuk melakukan perawatan luka dirumah harus dipertimbangkan. Perawatan medis luka bakar minor
termasuk evaluasi luka dan perawatan awal, imunisasi tetanus, dan manajemen nyeri. Ketika memberika
perawatan luka awal, perwat bertanggung jawab untuk mengajarkan perawatan luka dirumah dan
manifestasi klinis infeksi yang membutuhkan perawatn medis lebih lanjut. Hal lain yang perlu diajarkan
meliputi kebutuhan untuk melakukan latihan rentang gerakuntuk menjaga fungsi sendi normal dan
menurunkan pembentukan edema. Kebetuhan untuk seluruh evaluasi atau pengobatan tindak lanjut
harus dikonfirmasi pada klien pada saat ini.
Luka Bakar Mayor
Tujuan medis untuk perawatan luka bakar bergantung pada fase perawatan. Tujuan awal adalah
menyelamatkan nyawa, menjaga dan melindungi saluran napas, serta mengembalikan stabilitas
hemodinamik. Tujuan selanjutnya berfokus pada mendororng penyembuhan, dan mengkaji serta
memperbaiki komplikasi.

Memantau Saluran Napas dan Pernapasan

Keadekuatan saluran napas dan pernapasan harus menjadi prioritas utama Selama fase
resusitatif. Orofaring harus diperiksa untuk melihat adanya eritema, lepuh, atau luka, dan kebutuhan
intubasi endotrakeal harus dipertimbangka.

Jika dicurigai terdapat cedera inhalasi, peberian 100% oksigen lewat masker non-rebreathing
yang melekat erat harus diteruskan hingga kadar COHb turun dibawah 15%. Oksigen hiperbarik dapat
dipertimbangkan pada semua paparan terhadap CO. namun begitu, bergantung pada lokasi bilik
hiperbalik dan waktu transport, pilihan penanganan ini dapat membawa risiko tambahan.jika
pernapasan tampak terganggu oleh luka bakar sirkumferensial yang ketat, eskarotomi bilateralbatang
tubuh mungkin diperlukan untuk melepaskan gangguan ventilasi.

Mencegah Syok (Hipovolemia) Luka Bakar

Pada dewasa dengan cedera luka bakar yang mengenai lebih dari 15% TBSA, resusitasi cairan
intravena (IV) pada umumnya dibutuhkan. Dianjurkan untuk memasang dua jalur IV perifer berdiameter
besar pada kulit yang tidak terkena luka bakar, proksimal dari luka bakar apa pun pada ekstremitas. Jalur
IV dapat dipasang pada ulit yang terkena luka bakar jika diperlukan; namun, jalur ini harus diamannkan
menggunakan jahitan.

Resusitasi caran digunakan untuk meminimalkan pergeserancairan yang merugikan. Tujuan


resusitasi cairan adalah menjaga perfusi orga vital dan juga menghindari komplikasi yang berhubungan
dengan pemberian cairan yang tidak memadi ataupun berlebihan.

Rumus Resusitasi Cairan:

Dewasa: Larutan Ringer Laktat 2 hingga 4 ml x kg BB x persentasi luka bakar


Laju infuse disesuaikan sehingga setengah volume yang diperkirakan diberikan dalam 8jam pascaluka
bakar. Sisa setengah cairan volume resusitasi yang sudah diperkirakan diberikan selama 16jam
berikutnya.

Penting untuk diingat bahwa rumus resusitasi ini hanya panduan dan volume resusitasi airan
harus disesuaikan terhadap respons fisiologis klien. Keukupan resusitasi cairan didasarkan pada keluaran
urine dan pemantauan hemodinamik (jika diperlukan dantersedia). Kateter urine yang terhubung dengan
system drainase tertutup harus dipasang untuk mengukur produksi urine per jam dalam upaya
memandu penggantian cairan lewat IV pada mereka dengan cedera luka bakar luas atau mayor.

Jumlah pasti cairan didasarkan pada berat badan klien dan luasnya cedera. Faktor lain yang
dipertimbangkan termasuk adanya cedera inhalasi atau cedera listrik tegangan tinggi, penundaan
mulainya resusitasi, riwayat minum alcohol yang berlebihan, trauma terkait, dan kerusakan jaringan
dalam. Faktor-faktor itu cenderung untuk meningkatkan jumlah cairan IV yang dibutuhkan untuk
resusitasi yang memadai di atas jumlah yang telah dihitung.

Tanda-tanda vital digunakan untuk menyediakan dasar informasi da juga tambahan data untuk
menentukan kecukupan resusitasi cairan. Pemeriksaan Laboratorium dasar harus mencakup glukosa
darah, nitrogen urea darah, kreatinin serum, elektrolit serum, dan nilai hematokrit.kadar gas artei dan
COHb harus diperiksa, terutamabila cedera inhalasi dicurigai terjadi. Pemeriksaaan laboratorium lainnya
sebagai tambahan pemerikaan radiografi harus dilakukan pada semua klien dengan trauma yang
terkait,sebagaimana diidentifikasikan. Pemantauan EKG terus menerus harus dilakukan pada semua klien
cedera luka bakar mayor,terutama pada mereka yang mengalami cedera listrik tegangan tinggi atau yang
menderita riwayat iskemia jantung.

Menegah Aspirasi

Banyak pusat luka bakar menganjurkan pemasangan selang nasogastrik untuk managemen klien
yang tidak sadar dank lien dengan luka bakar 20% hingga 50% TBSA atau ;ebih, untuk mencegah muntah
dan menurunkan risiko aspirasi. Disfungsi gastrointestinal disebabkan oleh ileus intestinal yang
berkembang hampir diseluruh klien pada periode cedera pascaluka bakar awal. Semua cairan oral harus
dibatasi pada saat ini.
Meminimalkan Nyeri dan Kecemasan

Selama fase resusitatif, penatalaksaaan nyeri untuk klien dengan luka bakar mayor dicapai
melalui pemberian opioid IV, biasanya morfin sulfat atau fentanil. Pada dewasa, dosis kecil diberikan dan
diulang setiap selang 5 hingga 10 menit hingga nyeri dapat dikendalikan.

Jalur intrauskular dan subkutan tidak digunakan selama fase resusitatif karena penyerapan dari
jaringan lunak tidakdapat diandalkan ketika perfusi bersifat sporadic. Jalur oral untuk pengobatan nyeri
tidak digunakan karenaadanya kemungkinan disfungsigastrointestinal.

Untuk meminimalkan kecemasan, penjelasan sederhana tentang lingkungan rumah akit


(misalnya alat pemantau jantung, pompa yang digunakan untuk memberikan cariran intravena) dan
informasi persiapa sebelum semua prsedur harus diberikan.

Perawatan Luka
Menghentikan Proses Luka Bakar. Semua proses luka bakar dimulai pada tempat kejadian cedera.
Pakaian yang terus terbakar harus dengan hati-hati dilepaskan. Pada kasus cedera kulit kepala, semua
pakaian yang panas, basah (termasuk popok) harus dilepaskan segera. Setelah dilepaskan, klien harus
ditutupi dengan lembaran dan elimut kering untuk menjaga panas tubuh.

Penanganan cedera luka bakar kimia juga dimulai pada tempat kejadian cedera. Semua pakaian
harus dilepaskan, dan seluruh bubuk kimia dibersihkan dari kulit. Luka bakar kimia harus diirigasi terus-
menerus dengan jumlah air yang sangat banyak untuk sekurangnya 20 menit dan hingga sensasi terbakar
berhenti. Bahan penetral tidak dianjurkan karena reaksi penetralan menyebabkan panas, yang
menyebabkan jaringan lebih lanjut.

Untuk cedra kimia pada mata, lakukan irigasi pada mata dengan aliran larutan garam fisiologis
secara lembut, yang membilas mata maupun konjungtiva yang terederai. Metode yang
direkomendasikan adalah engirigasi mata dari kantus dala kea rah luar, untuk mencegah mencuci zat
kimia kedalam duktus air mata atau kedlammata lainnya.

Perawatan lukabakar listrik termsuk menghentikan proses pembakaran. Perawatan dini


diarahkan pada pengkajian keseluruhan tubuh, karena jalur listrik yang potensial didalam tubuh
(misalnya disritmia, fraktur).
Perawatan Segera. Ketika rujukan ke pusat luka bakar dapat dicapai dlam 12 jam setelah cedera, pada
perwatan luka bakar harus dilakukan penutupan luka dengan handuk steril serta penempatan selimut
dan lembaran kering, bersih diseluruh tubuh klien. Inisiasi debridement dan pemakaian zat antimicrobial
tidak diperlukan. Perawatan luka definitive dimulai setelah masuknya klien kerumah sait. Perawatan luka
bakar definitive untuk lukabakar terdiri dari pembersihan, debridement jaringan mati (nonvital),
pembuangan bahan-bahan yang membahayakan (misalnya, bahan-bahan kimia, ter), dan penggunaan
bahan-bahan topical yang tepat.

Pencegahan Tetanus. Luka bakar, bahkan yang minor sekalipun, rentan terhadap tetanus. Protocol aat ini
untuk imunisasi tetanus pada klien dengan semua cedera luka bakar sama dengan jenis trauma lainnya.
Klien yang belum menerima imunisasi terhadap tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir harus menerima
penguat (booster) toksoid tetanus. Untuk klien yang belum diimunisasi, immunoglobulin tetanus (zat
imunisasi pasif) dan seri pertama imunisasi aktif dengan toksoid tetanus harus diberikan.

Menegah Iskemia Jaringan. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat mengganggu sirkulasi pada
tungkai. Mengevaluasi ekstremitas yang cedera 15 derajat di atas level jantung danmelakukan latihan
aktiv membantu untuk mengurangi pembentukan edema dependen (edema pada daerah yang lebih
rendah dari jntung).

Eskarotomi adalah pengobtan yang tepat untuk gangguan sirkulasi yang disebabkan oleh luka
bakar sirkumferensial yang berkontriksi. Insisi lateral tengah atau medial tengah ekstremitas yang
terkena dibuat dari paling proksimal hingga paling distal dari batas-batas luka bakar ketebalan pnuh.
Setelah eskarotomi, luka bakar dapat ditutupdengan krim antimicrobial topical dan balutan kain kasa.

Jika perfusi jaringan yang memadai tidk kembali setelah eskarotomi, fisiotomi mungkin
diperlukan. Prosedur ini,yang berupa insisi fasia, dilakukan diruang operasi dengan klien dibawah
anastesia umum. Fasiotomi biasanya diperlukan hanya pada cedera yang ditimbulkan oleh listrik
tegangan tinggi atau mereka dengan cedera remuk (crush injury) yang menyertai.

Transformasi ke Fasilitas LukaBakar. Pertimbangan untuk merujuk ke fasilitas perawatan lukabakar tepat
untuk seuaklien dengan cedera luka bakar mayor. Kontak yang ceat dengan fusatlukabakar yang
menerima klien merupakan hal yang penting untuk memfasilitasi proses pemindahan yang lancar. Semua
salinan rekammedis, termasuk cairan yang telah diberikan dan pengobatan, angka keluaran urine per
jam, dan tanda-tanda vital, harus disertakan pada klien. Luka bakar pada klien harus dipastikan
tertutupidengan lembaran dan selimut kering. Tenaga kesehatan dipusat luka bakar akan melakukan
pengkajian lengkap pada luka; dengan demikian baik kiranya untuk tidak memulai penggunaan
[erawatan luka topika.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian. Oleh karena respons fisiologis segera tubuh terhadap cedera luka bakar
dapat mengancam nyawa maupun menyebabkan morbiditas yang signifikan, pengkajian
keperawatan yang hati-hati selama fase resusitatif cedera luka bakar sangatlah penting.

Diagnosis. Gangguang Pertukaran Gas. Pertukaran gas efektif dapat terganggu ketik
klien mengalami inhalasi asap karena pembengkakan trakeobronkial, adanya sisa-sisa
karbon dalam saliran napas, atau keracunan CO.

Hasil yang diharapkan. Klien dapat memiliki pertukaran gas yang memadai yang
dibuktikan dengan PaO2 lebih dari 90 mmHg, saturasi oksigen (SaO2) lebih dari 95%,
tekanan parsial arteri karbon dioksida (PaCO2) 35 hingga 45 mmHg, laju respirasi 16
hingga 24 kali/menit dengan pola dan kedalaman yang normal, dan suara napas bilateral
yang bersih.

Intervensi. Klien harus sering dikaji untuk mengetahui adanya manifestasi distres napas
seperti kegelisahan (restlesness), kebingungan (confusion), takipnea, dispnea, dan suara
napas yang meredup atau bunyi napas tambahan, takikardi, penurunan PaO2 dan SaO2,
dan sianosis. Pantau SaO2 secara terus menerus pada klien dengan luka bakar mayor
selama fase resusitatif cedera luka bakar. Pantau gas darah arteridan kadar COHb sesuai
permintaan dokter. Laporkan perubahan pada keadaan klien dengan secepatnya.

Perintahkan klien yang sedang dalam penggunaan spirometer insentif untuk


melakukan napas dalam setiap jam. Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk
membantu pengembangan paru dan untuk mengurangi edema wajah dan leher.

Diagnosis. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif . Oleh karena terjadinya pengelupasan
epidermis saluran napas, peningkatan sekresi, inflamasi dan pembengkakan membran
mukus nasofaring akibat iritasi asap, serta menurunnya kerja silia akibat cedera inhalasi,
klien menjadi berisiko terhadap Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan memiliki bersihan jalan napas yang efektif, yang
dibuktikan dengan suara napas bilateral yang bersih, sekret paru yang jernih hingga putih,
mobilisasi sekret paru yang efektif, dan pernapasan yang ringan (tidak memerlukan usaha
tambahan) dengan laju pernapasan 16 hingga 24kali/menit.

Intervensi. pengkajian paru yang menyeluruh harus dilakukan setiap 1 hingga 2 jam
selama 24 jam setelah cedera, dan setiap 2 hingga 4 jam pada 24 jam kedua, untuk
mengevaluasi suara napas, laju dan kedalaman pernapasan, serta tingkat kesadaran.

Waspadai status pernapasan yang memburuk, yang ditandai oleh bunyi napas
crackles, ronki, stridor, napas yang berat (memerlukan usaha tambahan), dispnea,
takipnea, kegelisahan, atau penurunan tingkat kesadaran. Laporkan temuan yang
signifikan secepatnya.

Lakukan pengubahan posisi, batuk, dan napas dalam setiap 1-2 jam selama 24
jam lalu dilanjutkan setiap 2-4 jam. Letakkan alat pengisapan (suction) oral dalam
jangkauan klien untuk penggunaan mandiri. Jika dibutuhkan lakukan pengisapan
endotrakeal dan nasotrakeal. Kaji dan dokumentasikan karakter serta jumlah sekret.

Diagnosis. Kekurangan Volume Cairan. Klien dengan cedera luka bakar luas beresiko
mengalami hipovolemia, sebagian besar dalam 36 jam pertama setelah cedera luka bakar.
Kekurangan Volume Cairan secara langsung berhubungan dengan peningkatan kebocoran
kapiler dan pergeseran cairan dari intravaskular ke ruang interstisial setelah gangguan
perusakan luka bakar.

Hasil yang Diharapkan. klien akan mengalami keseimbangan cairan yang membaik,
yang dibuktikan dengan kkeluaran urine 30ml/jam, orientasi (waktu dan tempat) yang
baik, denyut jantung kurang dari 120 kali/menit, tidak adanya disritmia, amplitudo denyut
(pulsasi) perifer yang memadai (2+ atau lebih), dan tekanan darah dalam kisaran yang
sesuai dengan usia dan riwayat mesis.
Intervensi. Kaji manifestasi hipovolemia setiap jam selama 36 jam pada klien, termasuk
takikardia, penurunan tekanan darah, penurunan amplitudo denyut perifer, keluaran urine
kurang dari 30 ml/jam, kehausan, dan membran mukus yang kering. Laporkan temuan
yang signifikan.

Pantau dan dokumentasikan asupan dan keluaran secara hati-hati, berikan terapi
cairan sesuai yang diresepkan; titrasi infus untuk menajaga agar keluaran urine 30
m/jam. Pada fase resusitatif dini, perawat tidak boleh menunggu hingga satu jam
penuh untuk menyesuaikan infus cairan; jika urine yang dihasilkan sedikit sekali atau
tidak ada, laju cairan harus disesuaikan.

Pantau elektrolit serum dan nilai hematokrit. Hiponatremia, hiperkalemia, dan


peningkatan kadar hematrokit adalah temuan yang umum pada fase resusitatif. Bila
sirkulasi pulih kembali, kadarnya akan kembali ke nilai normal.

Diagnosis. Ketidak Efektifan Perfusi Jaringan : Ginjal. Klien yang mengalami cedera
luka bakar jaringan dalam, seperti cedera luka bakar atau cedera remuk (crush injury),
dan mereka yang resusitasi cairannya belum memadai berisiko gagal ginjal. Mioglobin
dan hemoglobin akan dilepaskan dari otot-otot yang rusak dan sel darah merah
mengendap dalam tubulus ginjal, tempat mereka menyebabkan nekrosis tubular akut.

Hasil yang Diharapakan. Keluaran urine pada klien dengan adanya cedera luka bakar
jaringan dalam harus dijaga pada angka 75 hingga 100 ml/ jam hingga muatan pigmen
menurun.

Intervensi. Pantau dan dokumentasikan keluaran urine perjam dan warna urine. Warna
cokleta gelap atau merah tua menandakan adanya hemokromogen. Kirim sampel urine
untuk pemeriksaan mioglobin atau hemoglobin sesuai permintaan dokter guna
menyediakan informasi kuantitatif untuk dokumentasi keadaan klien. Pastikan kateter
terpasang paten, karena selangnya dapat tersumbat oleh hemokromogen. Berikan cairan
IV sesuai permintaan dokter. Hemokromogen harus dibilas daei tubuh; dengan demikian
laju pemberian cairan didasarkan pada menjaga agar keluaran urine berada pada 75
hingga 100 ml/jam.

Diagnosa. Ketidak Efektifan Perfusi Jaringan: Perifer. Klien dapat menunjukan


Ketidkefektifan Perfusi Jaringan: perifer sebagai akibat dari kontriksi sirkumferensial
luka bakar dan/atau edema jaringan perifer.

Hasil yang Diharapkan. Klien dapat memiliki perfusi perifer yang memadai, yang
dibuktikan dengan adanya denyut pada palpasi atau penilaian aliran (flowmeter) Doppler,
waktu pengisian kailer pada kulit yang tidak terbakar kurang dari 2 detik, tidak adanya
mati rasa atau kesemutan, dan tidak adanya rasa nyeri yang meningkat pada latihan
rentang gerak (ROM) aktif.

Intervensi. lepaskan semua perhiasan dan pakaian yang mengonstriksi secepat mungkin,
karena barang yang mengonstriksi dapat mengganggu sirkulasi seiring berlangsungnya
pembentukan edema. Batasi penggunaan manset dapat menurunkan aliran arteri dan
aliran balik vena. Elevasikan ekstremitas yang terbakar di atas jantung untung
meningkatkan pengambalian darah vena dan mencegah pembentukan edema dependen.

pantau denyut arteri melalalui palpasi atau penggunaan detektor aliran


ultrasonik (flowmeter Doppler) per jam sampai dengan 72 jam setelah cedera luka
bakar. Denyutan akan berkurang pada gangguan sirkulasi. Kaji pengisian kembali
kapiler pada kulit yang tidka terbakar pada ekstermitas yang cedera; pengisian
kembali kapiler akan memanjang pada gangguan sirkulasi. Anjurkan latihan rentang
gerak, dan kaji tingkat nyeri yang berhubungan dengan usaha. Nyeri yang meningkat
pada pergerakan meruoakan akibat iskemia. Ketika nyeri tidak muncul, meningkatnya
pergerakan pada daerah yang terkena akan meningkatkan aliran balik vena dan
membantu menurunkan edema.

Jika perfusi jaringan terancam. Lakukan intisifasi dan persiapkan klien untuk
eskarotomi. Setelah edema pada ajringan dibawahnya melampaui kemampuan kulit
yang terbakar untuk memulai, diperlukan eskarotomi untuk mengembalikan perfusi.
Setelah prosedur selesai, periksa ulang kembalinya sirkulasi dengan mengkaji
denyutan, warna, peegerakan, dan sensasi pada ekstremitas yang terpengaruh.
Lakukan antisipasi terhadao perdarahan setelah eskarotomi, karena jaringan yang
berada dibawah eskar daoat berdarah. Perdarahan dapat dikendalikan dengan tekanan,
kauter elektrik, atau jahitan oleh dokter. Lanjutkan observasi dan kaji ekstremitas
setelah prosedur.

Diagnosa. Nyeri Akut. Klien dapat diduga mengalami nyeri dalam kadar yang signifikan
pada fase resusitatif. Nyeri yang di alami berhubungan dengan luka bakar dan prosedur
terkait luka.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan menyatakan secara verbal ambang kendali nyeri
yang masih dapat diterima (ditahan).

Intervensi. Kaji nyeri dan berikan opioid yang tepat. Lakukan perhitungan pemberian
obat dengan baik sehingga klien menerima manfaat dari efek puncak obat dengan baik
sehinggal klien menerima manfaat dari efek puncak obat selama prosedur yang
menimbulkan nyeri, dan evaluasi keefektifan intervensi. Jelaskan semua prosedur dan
berikan waktu yang cukup untuk persiapan. Kaji kebutuhan untuk obat-obatan ansiolitik
(anticemas), karena kecemasan dapat menjadi penyebab utama yang menimbulkan nyeri.
Dokumentasikan temuan yang ada, termasuk respons klien terhadap intervensi nyeri.

Diagnosis. Keemasan. Klien dapat diduga mengalami kecemasan dalam kadar yang
signifikan. Kecemasan yang dialami berhubungan dengan ciri kritis cedera, prosedur
terkait luka dan perawatan, dan nyeri.

Hasil yang Diharapkan. Klien dapat menyatakan secara verbal ambang kendali
kecemasan yang masih dapat diterima.

Intervensi. Kaji Kecemasan. Jelaskan seluruh prosedur dan berikan waktu yang cukup
untuk persiapan. Berikan obat-obatan nyeri yang memadai untuk menurunkan kecemasan
terkait nyeri. Kaji kebutuhan untuk obat-obatan ansiolitik (anticemas). Dokumentasikan
temuan yang ada.

Diagnosis. Risiko Infeksi. Klien dengan cedera luka bakar menghadapi Risiko Infeksi
yang meningkatkan yang berhubungan dengan pertahanan primer dan sekunder yang
tidak adekuat akibat jaringan yang mengalami trauma, proliferansi bakteri dalam luka
bakar, dan keadaan rentan.

Hasil yang Diharapkan. Klien akan tetap bebas dari invasi mikroba luka bakar yang
signifikan, yang dibuktikan dengan kultur luka kuantitatif yang mengandung kurang dari
100.000 unit bentukan koloni (colony forming units [CFUs/g]). Selain itu, suhu inti tubuh
juga akan terjaga pada 99,6oF hingga 38,6oC); dengan tidak adanya bengkak, kemerahan,
atau purulensi (nanah) pada lokasi pemasangan jalur IV; dan hasil kultur darah, urine,
serta sputum negatif.

Intervensi. profilaksis tetanus harus dilakukan sesuai permintaan dokter karena


lingkungan yang anaerob di bawah eskar sangat ideal untuk pertumbuhan organisme
tetanus. Obat-obatan antimikroba topical digunakan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri pada permukaan luka.

Sangat penting untuk mempertahankan teknik kendali infeksi setiap saat selama
perawatan klien untuk mencegah kontaminasi silang. Pastikan teknik aspetik ketika
melakukan perawatan pada daerah yang terbakar dan ketika melakukan teknik invasif.
Lakukan kebijakan cuci tangan secara tegas, dan perintahkan anggota keluarga atau orang
paling penting lainnya untuk mematuhi peraturan pengendalian infeksi.

Ketika perawatan luka sedang dilakukan, debridement pada luka dengan jaringan
yang longgar harus dilakukan, dan devitalisasi, yang menyediakan medium untuk
pertumbuhan bakteri. Rambut pada dan disekitar luka harus dicukur (dengan pengecualian
alis dan bulu mata), karena rambut terkontaminasi dan mencegah pelekatan krim luka bakar.
Oleskan obat-obat mikroba topical atau pengganti kulit sesuai instruksi dokter.
Diagnosis. Gangguan Mobilitas Fisi. Mobilisasi klien selama fase resusitatif luka bakar
terganggu oleh edema jaringan, nyeri, dan balutan.

Hasil yang Diharapkan: Hasil yang berhubungan dengan mobilisasi fisik diukur selama
perawatan dan proses pemulihan. Tujuan hasil jangka panjang adalah kembalinya klien
ke kemandirian maksimum dalam melakuka aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dengan
ketidak mampuan dan disfiguritas (kerusakan rupa) minimum. Walaupun hasil ini
ditampilkan sepanjang fase resusitatif, perawatan ini harus mulai dilakukan pada saat
klien masuk dan terus dilakukan selama rawat inap.

Intervensi: anjurkan klien untuk terlibat dalamperawatan diri dan latihan rentang
pergerakan sedini mungkin.selama pergeseran cairan diawal pasca cedera, pergeseran
fisik membantu untuk meningkatkan sirkulasi dan menurunkan edema. Lakukan
konsultasi dengan terapis fiisik dan okupasional untuk pengkajian awal dan perawatan
tindak lanjut sepanjang rawat inap.

Diagnosis. Kegagalan Koping Keluarga. Oleh karena ciri cedera yang bersifat
mendesak dankritis, maka klien dan keluarganya berisiko mengalami ketidqk efektifan
kemampuan koping.

Hasil yang Diharapkan. Anggota keluarga dan orang penting lainnya memiliki
informasiyang akurat atas status terbaru yang terjadi pada klien, yang dibuktikan dengan
kemampuan ereka untuk menyatakan pemahaman atas cedera pada klien dan tujuan
perawatan. Layanan dukungan akan diberikan bila diperlukan.

Inervensi. Anggota keluarga atau orang penting lainnya harus dipersiapkan pada
kunjungan pertama mereka ke klien setelah cedera. Berikan penjelasan mengenai
prosedur dan peralatan, jelaskan mengenai luasnya luka bakar, dan uraikan perubahan
yang terjadi pada tampilan klien. Ketikaklien akan segera di transfer,berikan layanan
dukungan pada anggota keluarga atau orang penting lainnya guna untuk membantu dalam
hal pengaturan perjalana. Pemberian dukungan pada saat ini akan membantu untuk
menurunkan kecemasan selama transfer klien. Anggota keluarga klien lainnya difasiltasi
harus diberikan informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka (minsalnya
informasi tetang penginapan, lokasi tempat makan, atau tempat parker).

………………………………………………………………………………………………...

Daftar Pustaka

Black, J, M dan Hawks, J.H (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapura: Elsevier

Anda mungkin juga menyukai