Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi tabung atau lebih dikenal dengan istilah inseminasi buatan
bukanlah wacana baru yang kita lihat pada tataran empirik saat ini. Namun
permasalahan ini masih aktual saja untuk dibicarakan maupun didiskusikan
terutama bagi kalangan akademis, intelektualis yang tentunya harus perspektif
dalam memahami suatu permasalahan, bukan menjadi masalah bagi dirinya
sendiri.
Teknologi reproduksi adalah ilmu reproduksi atau ilmu tentang
perkembang biakan yang menggunakan peralatan serta prosedur tertentu
untuk menghasilkan suatu produk (keturunan). Salah satu teknologi
reproduksi yang telah banyak dikembangkan adalah inseminasi buatan.

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari artificial


insemination yang berarti memasukkan cairan semen (plasma semen) yang
mengandung sel-sel kelamin pria (spermatozoa) yang diejakulasikan melalui
penis pada waktu terjadi kopulasi atau penampungan semen terhadap sel telur
wanita.
Tidak lama lagi, tidak semua anak harus dikandung dalam tubuh
ibu biologis mereka. Beberapa teknik telah dikembangkan yang mencampur
sperma dan ovum dan mengirim campuran tersebut kedalam tubuh wanita.
Kontroversi yang signifikan muncul di seputar teknik tersebut (Reeder,
2011).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengrtian dari pertimbangan etik dan hukum?
1.2.2 Apa pengertian dari inseminasi buatan?
1.2.3 Bagaimana proses pelaksanaan inseminasi buatan?
1.2.4 Bagaimana kedudukan hukum inseminasi buatan dalam Hukum Islam
dan Hukum Perdata di Indonesia?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata


kuliah Sistem Reproduksi1 yang berjudul “Pertimbangan Etik Dan
Hukum Sebelum Konsepsi Inseminasi Buatan”

1.3.2 Tujuan khusus


1. Untuk mengetahui pengertian dari pertimbangan etik dan hukum
2. Untuk mengetahui pengertian dari inseminasi buatan
3. Untuk mengetahui proses pelaksanann inseminasi buatan
4. Untuk mengetahuikedudukan hukum inseminasi buatan dalam
Hukum Islam dan Hukum Perdata di Indonesia.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PERTIMBANGAN ETIK DAN HUKUM


2.1.1 Tinjauan Etik dan Hukum
2.1.2 Etik
Etik merupakan prinsip prilaku yang mengarahkan hubungan seseorang
dengan orang lain. Etik merupakan keyakinan dasar tentang nilai- nilai yang
benar dan salah menyediakan sebuah kerangka untuk pengambilan keputusan dan
tindakan. Misalnya, etik menyediakan dasar untuk memutuskan apakah seseorang
harus pergi keja atau tidak dipagi hari. Tidak ada aturan dalam situasi seperti itu
sehingga keputusan pribadi harus seperti itu sehingga keputusan pribadi harus
dibuat untuk melakukan apa yang benar.
Seseorang dapat berpura- pura sakit dan tinggal dirumah; namun, rekan
sejawat, para sahabat, akan sepakat bahwa pura- pura sakit adalah tingkah laku
yang tidak pantas. Terlebih lagi, seseorang atasan memiliki hak untuk mencatat
bawahannya jika hal seperti itu terjadi berulang- ulang. Kadang- kala muncul
situasi yang mengharuskan pengambilan keputusan, tetapi tidak ada satupun
solusi yang tampaknya benar- benar memuaskan. Sebuah dilema etik muncul.
Muncul lebih dari satu solusi; mungkin solusi tersebut saling bertentangan. Satu
atau seluruh solusi yang mungkin tidak disukai. Keputusan etik memiliki
konsekuensi terhadap diri seseorang dan orang lain (Ellis etal., 1995).
Ahli filosofi moral telah mengidentifikasi tiga prinsip etik yang mendasari
penilaian moral dan pengambilan keputusan etik. Ketiga prinsip ini adalah
beneficience, menghargai otonom, dan keadilan (GoodEtall., 1993; kontak 5-1).
Perawat perlu memperhatikan ketiga prinsip tersebut saat mengambil keputusan
etik mengenai kesejahteraan kliennya.
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ‘ Ethos’ yang berarti adat
istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika sendiri adalah Ilmu tentang apa yang baik dan
yang buruk,tentang hak dan kewajiban moral. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1995) Etika adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Sedangkan menurut Maryani &Ludigdo (2001) “Etika adalah seperangkat
aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang
harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok
atau segolongan masyarakat atau profesi”
A. Fungsi Etika
1) Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan berbagai
moralitas yang membingungkan.
2) Etika ingin menampilkanketerampilan intelektual yaituketerampilan
untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3) Orientasi etis ini diperlukan dalam mengambil sikapyang wajar dalam
suasana pluralis.

B. Macam-Macam Etika
1) Etika Deskriptif, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan
rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia
dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif
memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang
prilaku atau sikap yang mau diambil.
2) Etika Normatif, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola
prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi
norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.
Secara umum etika dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Etika Umum, mengajarkan tentang kondisi-kondisi & dasar-dasar
bagaimana seharusnya manusia bertindak secara etis, bagaimana pula
manusia bersikap etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar
yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
pula dianalogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas
mengenai pengertian umum dan teori-teori etika.
2. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam
bidang kehidupan. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana seseorang
bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan profesi
khusus yang dilandasi dengan etika moral. Namun, penerapan itu
dapat juga berwujud Bagaimana manusia bersikap atau melakukan
tindakan dalam kehidupan terhadap sesama. Etika Khusus dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia
terhadap dirinya sendiri.
b. Etika sosial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban, serta pola perilaku
manusia sebagai anggota bermasyarakat.

2.1.3 Hukum
Hukum adalah peraturan perilaku atau tindakan yang dikenal mengikat
atau ditegakkan oleh pihak berwenang, seperti pemerintah lokal, negara bagian,
atau nasional. Hukum dirancang untuk mencegah tindakan satu pihak yang
mengganggu pihak- pihak lain. Seluruh hukum pada dasarnya berasal dari hukum
dasar, kecenderungan pembawaan lahir manusia untuk melakukan hal yang baik
dan menghindari hal yang buruk. Pemerintah Federal Amerika Serikat dan negara-
negara bagiannya memegang konstitusi untuk membuat dan menegakkan hukum.
Sistem hukum menyusun pedoman, bukan menetapkan peraturan yang kaku untuk
praktek. Semua hukum, tidak peduli asal usulnya, adalah subyek terhadap
perubahan dan interpretasi. Ellis etal. (1995) menyatakan bahwa etik dan hukum
dapat berjalan berdampingan dan saling mendukung. Jika, seseorang individu
memilih untuk mencuri uang dari majikannya, prilaku tersebut bukan saja tidak
etis, tetapi juga melanggar hukum. Banyak hukum ditulisuntuk menyediakan
sebuah dasar untuk menegakan prinsip etik yang dianggap perlu untuk
kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
A. Bentuk-Bentuk Hukum
1. Hukum Publik
Hukum publik mengatur hubungan antara warga negara dengan
negara yang menyangkut kepentingan umum tertentu yang mempelajari
bentuk negara, bentuk pemerintahan, hak-hak asasi warga negara, dan
sebagainya.Yang menitikberatkan hal-hal yang bersifat mendasar
(fundamental) dari negara.
2. Hukum Tata Negara
Hukum tata negara adalah serangkaian peraturan hukum yang
mengatur bentuk negara, susunan dan tugas-tugas serta hubungan antara
alat-alat perlengkapan negara. Hukum Tata Negara hanya khusus
menyoroti negara menitikberatkan pada hal-hal yang bersifat teknis yang
dibuat berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Hukum Tata Negara.
3. Hukum Pidana
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran-
pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum dan
perbuatan mana diancam dengan sangsi pidana tertentu.Bentuk atau jenis
pelanggaran dan kejahatan dimuat didalam kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP).
4. Hukum Administrasi Negara
Hukum administrasi negara merupakan seperangkat peraturan yang
mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan negara, termasuk cara
melakukan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap organ
negara dalam melakukan tugasnya. Hukum Administrasi Negara
5. Hukum Perdata (privat)
Perdata sama artinya dengan warga negara,pribadi,sipil,atau
privat.Sumber pokok hukum perdata adalah Burgerlijkwetboek (BW) yang
dalam arti luas juga mencakup Hukum Dagang dan Hukum Adat. Jadi
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang kepentingan-
kepentingan orang perorangan

2.2 DEFINISI INSEMINASI BUATAN

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari Artificial Insemination.


Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata
latin, Inseminatus yang artinya pemasukan atau penyampaian. Dalam kamus,
Artificial Insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa inseminasi buatan
adalah pembuahan atau penghamilan yang dilakukan dengan memasukkan
(menyuntikkan dengan menggunakan sebuah pipet) sperma ke dalam alat kelamin
betina yang sedang birahi.

Sementara itu dokter Sofwan Dahlan memberikan uraian yang lebih jelas
lagi, yaitu:

Inseminasi buatan adalah suatu cara memasukkan sperma ke dalam alat kelamin
seorang wanita tanpa melalui senggama (coitus). Mula-mula sperma dikeluarkan
lebih dahulu dengan cara masturbasi atau senggama terputus dan dengan suatu
alat sperma tadi dimasukkan ke dalam vagina atau uterus. Maksudnya kehamilan
yang tidak mungkin dapat terjadi melalui hubungan kelamin, akibat suatu
penyakit kelamin. Dengan cara tersebut kehamilan diharapkan bisa trjadi.
(Journal Dampak Pengembangan Bioteknologi Dalam Inseminasi Buatan
(Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Perdata Di Indonesia), 2010)

Inseminasi buatan, merupakan sperma pada os serviks atau didalam uterus


secara mekanis, dapat dilakukan dengan dua metode. Dalam inseminasi buatan
dari suami (artificialinsemiationfromthehusband, AIH), sperma yang berasal dari
suami klien disimpan dalam saluran reproduksi istrinya. Metode ini mungkin
tidak terlalu kontroversial dibandingkan semua metode reproduksi yang dibantu
karena jelas siapa orang tua genetis dan sosiologisnya. Beberapa golongan agama
keberatan dengan dilakukan masturbasi sebagai cara pengumpulan sperma, tetapi
pada umumnya metode ini tidak menimbulkan pertanyaan etik dan hukum.
Metode kedua, inseminasi buatan dari donor (artificialinseminatonfrom a
donor, AID), lebih problematika. Dengan AID, wanita di inseminasi dengan
sperma dari donor yang tidak dikenal. Metode ini memisahkan orang tua
sosiologisnya (suami wanita tersebut) dari perannya dalam konsepsi keturunan.
AID menjadi tindakan yang sangat diminati ketika suami tidak dapat atau sangat
sedikit menghasilkan sperma. AID juga digunakan ketika suami menderita cacat
genetik atau sensitif Rh. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan prosedur ini
telah berkurang karena kemungkinan adanya penularan humanimmunodeficiency
virus (HIV), sekarang dilakukan skrining HIV pada seluruh donor dan setiap
spesimen. Selama suami setuju, donor tidak dianggap sebagai ayah yang sah atas
anak tersebut. Seperti yang dilihat, model terapeutik ini menempatkan kontrak
diatas semua pihak diatas semua pertimbangan genetik atau “garis keturunan “.
Model ini telah disarankan sebagai model untuk transfer embrio, tetapi adanya
pertanyaan apakah model itu sesuai.
Kewajiban hukum dipenuhi berdasarkan persetujuan tindakan tertulis yang
ditandatangani oleh semua pihak istri, suami dan donor. Direkomendasikan agar
seluruh pihak tidak menuliskan nama. Direkomendasikan juga agar dokter diberi
wewenang untuk memilih donor. Rekomendasi ini menimbulkan pertanyaan
tentang batas kewenangan profesional, terutama karena akhir- akhir ini terdapat
skandal jika dokter diberi hak ini; persetujuan biasanya meliputi ketentuan bahwa
profesional kesehatan tidak bertanggung jawab jika anak itu lahir dengan
abnormalitas. Pertanyaan tentang keabsahan anak dapat diselesaikan dengan
adopsi.

Secara umum dapat diambil pengertian bahwa inseminasi buatan adalah


suatu cara atau teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan
(coitus). Dalam hal ini terdapat pula teknik atau cara dilakukannya inseminasi
buatan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. FIV (Fertilasi in Vitro)
Fertilasi in Vitro (In Vitro Fertilization) ialah usaha fertilasi yang dilakukan
di luar tubuh, di dalam cawan biakan (petri disk), dengan suasana yang mendekati
ilmiah. Jika berhasil, pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilasi ditandur-
alihkan ke endometrium rongga uterus. Teknik ini biasanya dikenal dengan “bayi
tabung” atau pembuahan di luar tubuh.

2. TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba)


Tandur Alih Gamet Intra Tuba (Gamet Intra Fallopian Transfer) ialah usaha
mempertemukan sel benih (gamet), yaitu ovum dan sperma, dengan cara
menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba ke dalam ampulla.
Metode ini bukan metode bayi tabung karena pembuahan terjadi di saluran telur
(tuba fallopi) si ibu sendiri.
Di luar negeri teknik TAGIT lebih berhasil disbanding dengan FIV.
Perbandingannya cukup mencolok yaitu 40:20. Teknik yang terbaik dari keduanya
tergantung pada keadaan pemilik sperma dan ovum serta keadaan kandungan.

3. Embrionasi Buatan
Embrionasi buatan membutuhkan pembilasan sebuah embrio dari wanita
yang telah diinseminasi secara buatan oleh sperma donor, kemudian embrio
ditanamkan ke dalam rahim istri donor.

4. GIFT (Gamete Intrafallopian Transfer)


GIFT yang merupakan singkatan dari Gamete Intrafallopian Transferyang
merupakan teknik yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1984. Tujuannya untuk
menciptakan kehamilan. Prosesnya dilakukan dengan mengambil sel telur dari
ovarium atau indung telur wanita lalu dipertemukan dengan sel sperma pria yang
sudah dibersihkan. Dengan menggunakan alat yang bernama laparoscope, sel
telur dan sperma yang sudah dipertemukan tersebut dimasukkan ke dalam tuba
fallopi wanita melalui irisan kecil di bagian perut melalui operasi Laparoskopik.
Sehingga diharapkan langsung terjadi pembuahan dan kehamilan.

5. ZIFT (zygote intrafallopian transfer)


ZIFT (zygote intrafallopian transfer) merupakan pemindahan zigot atau sel telur
yang telah dibuahi. Proses ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sel telur dari
indung telur seorang wanita lalu dibuahi di luar tubuhnya. Kemudian setelah sel
telur dibuahi dimasukkan kembali ke tuba fallopi atau tabung fallopi melalui
pembedahan di bagian perut dengan operasi laparoskopik. Teknik ini merupakan
kombinasi antara IVF dan GIFT.(Journal Dampak Pengembangan Bioteknologi
Dalam Inseminasi Buatan (Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Perdata Di
Indonesia), 2010)

2.3 PROSES PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN


Untuk menjalankan proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu
disediakan ovum (sel telur) dan sperma. Ovum diambil dari tuba fallopi (kandung
telur) seorang ibu dan sperma diambil dari ejakulasi seorang ayah. Sperma
tersebut diperiksa terlebih dahulu apakah mengandung benih yang memenuhi
persyaratan atau tidak. Begitu juga dengan sel telur seorang ibu, dokter berusaha
menentukan dengan tepat saat ovulasi (bebasnya sel telur dari kandung telur); dan
memeriksa apakah terdapat sel telur yang masak atau tidak pada saat ovulasi
tersebut. Bila pada saat ovulasi terdapat sel-sel yang benar-benar masak, maka sel
telur itu dihisap dengan sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut. Sel telur
itu kemudian di taruh di dalam tabung kimia dan agar telur tetap dalam keadaan
hidup, sel telur tersebut di simpan di laboratorium yang di beri suhu menyamai
panas badan seorang wanita.
Lebih tepatnya di dalam proses pelaksanaan inseminasi buatan pada teknik
fertilitas in vitro (FIV) transfer embrio khususnya, terdiri dari dari beberapa
tahapan, yaitu:
Tahap Pertama; Pengobatan merangsang indung telur. Pada tahap ini isteri
diberi obat yang merangsang indung telur, sehingga dapat mengeluarkan banyak
ovum dan cara ini berbeda dengan cara biasa, hanya satu ovum yang berkembang
dalam setiap siklus haid. Obat yang diberikan kepada isteri dapat berupa obat
makan atau obat suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru
dihentikan setelah ternyata sel-sel telurnya matang. Pematangan sel-sel telur
dipantau setiap hari dengan pemeriksaan darah isteri, dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Ada kalanya indung telur gagal bereaksi terhadap obat itu.
Tahap Kedua; Pengambilan Sel Telur. Apabila sel telur isteri sudah
banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan dengan
suntikan lewat vagina di bawah bimbingan USG.
Tahap Ketiga; Pembuahan atau fertilisasi sel telur. Setelah berhasil
mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri sperma.
Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma suami yang baik saja yang akan
dipertemukan dengan sel-sel telur isteri dalam tabung gelas di laboratorium. Sel-
sel telur isteri dan sel-sel sperma suami yang sudah dipertemukan itu kemudian
dibiakan ke dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya dilakukan 18-20 jam
kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi
pembelahan sel.
Tahap Keempat;Pemindahan Embrio. Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel
telur dengan sebuah sperma, maka terciptalah hasil pembuahan yang akan
membelah menjadi beberapa sel, yang disebut embrio. Embrio ini akan
dipindahkan melalui vagina ke dalam rongga rahim ibunya 2-3 hari kemudian.
Tahap Kelima; Pengamatan Terjadinya Kehamilan. Setelah implantasi
embrio, maka tinggal menunggu apakah akan terjadi kehamilan. Apabila 14 hari
setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan
kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru dipastikan dengan
pemeriksaan USG seminggu kemudian.(Journal Dampak Pengembangan
Bioteknologi Dalam Inseminasi Buatan (Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum
Perdata Di Indonesia), 2010)

2.4 KEDUDUKAN HUKUM INSEMINASI BUATAN DALAM HUKUM


ISLAM DAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA

2.4.1 Inseminasi Buatan dalam Hukum Islam

Menurut hukum islam, kedudukan hukum inseminasi buatan yang


menggunakan benih dari pasangan suami isteri yang sah adalah diperbolehkan,
asal keadaan suami dan isteri tersebut benar-benar membutuhkan untuk
memperoleh keturunan. Dasar hukum surat Al-Baqarah ayat 173 dan 185.

Menurut Mahmud Syaltout, penghamilan itu menggunakan air mani suami


uuntuk isterinya, maka yang demikian itu masih dibenarkan hukum dan syari’at
yang diikuti masyarakat beradab. Lebih lanjut beliau katakan “….Dan tidak
menimbulkan dosa dan noda”. Di samping itu, tindakan yang demikian dapat
dijadikan sebagai suatu cara untuk memperoleh anak yang sah menurut syari’at
yang jelas ibu bapaknya.

Sedangkan inseminasi buatan dengan menggunakan sperma donor adalah


haram. Lebih tegas lagi Mahmud Syaltout menyatakan, “…Setelah ditinjau dari
beberapa segi penghamilan buatan adalah pelanggaran yang tercela dan dosa yang
besar, perbuatan itu setaraf dengan zina, dan akibatnya pun sama pula, yaitu
memasukkan mani orang asing ke dalam rahim perempuan yang antara kedua
orang tersebut tidak ada hubungan nikah secara syara’ yang dilindungi hukum
syara’. Dasar hukum surat Al-Isra’ ayat 70.(Journal Dampak Pengembangan
Bioteknologi Dalam Inseminasi Buatan (Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum
Perdata Di Indonesia), 2010)

2.4.2 Inseminasi Buatan dalam Hukum Perdata di Indonesia

Upaya inseminasi buatan yang merupakan bukti adanya kemajuan dalam


ilmu kedokteran, selalu mmberikan pengaruh yang sangat besar terhadap tata
aturan yang hidup dan senantiasa dijalankan oleh masyarakat Indonesia.

Inseminasi buatan menurut hukum perdata memiliki pemberlakuan hukum


sendiri. Di antaranya jika inseminasi buatan sumber benihnya berasal dari suami
isteri, dan dilakukan proses fertilisasi in vitro transfer embriodan diimplantasikan
ke dalam rahim isteri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis
mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut.

Lain halnya jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di


saat ibunya telah becerai dari suaminya, maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari
perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersbut. Namun jika
dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah. Hal ini telah
ditentukan sesuai dengan dasar hukumnya pada pasal 255 KUH Perdata, “anak
yang dilahirkan 300 hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah”.

Apabila penggunaan sperma donor itu tidak mendapat izin dari suaminya,
maka suami dapat menyangkal keabsahan anak yang dilahirkan oleh istrinya. Di
dalam pasal 44 UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, disebutkan juga bahwa:

a. Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh


isterinya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina
dan anak itu sebagai akibat perzinaan.
b. Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak yang
dilahirkan atas permintaan yang berkepentingan.
Di dalam Teknik Reproduksi Buatan atau Inseminasi Buatan di Indonesia
juga di atur dalam pasal 16 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
yang menyebutkan:

1) Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir


untuk membantu pasangan suami isteri mendapatkan keturunan.
2) Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dengan
ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang
bersangkutan, ditanam dalam rahim isteri dari mana ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu.
c. Pada sarana kesehatan tertentu.
3) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara
alami sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Selain dari Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang
mengatur teknik inseminasi buatan, ada juga Keputusan Menteri
Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang penyelenggaraan teknologi
reproduksi buatan, yang berisikan tentang: ketentuan umum, perizinan,
pembinaan dan pengawasan, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
(Etika dan Hukum Teknik Reproduksi Buatan, Bagian Obstetric dan
Ginekologi)
BAB III

STUDI KASUS INSEMINASI BUATAN

3.1 Contoh kasus

Terdapat sepasang pasutri yaitu Tn. P dan Ny. F yang telah 9 tahun menikah
tetapi belum dikaruniai seorang anak. Tn. D dan Ny. S adalah pasangan yang
sibuk dengan kariernya, namun mereka tiap harinya merasa sedih karena
rumah yang ditempati selalu sepi tanpa kehadiran seorang anak, Tn. P dan Ny.
F sangat menginginkan untuk mempunyai keturunan. Berulang kali Tn. P dan
Ny. F mengikuti program tradisional, serta sering kali menuruti apa kata orang
yang memberikan saran agar dapat mendapatkan keturunan. Dengan berbagai
upaya yang sudah dilakukan, akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke
RS. Kemudian Tn. P dan Ny. F berkonsultasi ke dokter, dan dokter
menyarankan untuk melakukan pemeriksaan sperma. Hasil tes menunjukkan
bahwa jumlah sperma Tn. P tidak maksimal karena terdapat varises dalam
saluran sperma pada alat reproduksinya. Karena keadaan tersebut, dokter
menyarankan untuk melakukan inseminasi buatan. Namun Tn. P dan ayahnya
tidak setuju karena menganggap inseminasi buatan adalah tidak diperbolehkan
dalam agama Islam.
Dengan keinginannya yang tinggi untuk mempunyai anak dan
tanpaberfikir panjang, akhirnya Ny. F pergi berkonsultasi lagi dengan dokter
untuk melakukan program inseminasi buatan, dan perawat diminta tolong oleh
Ny. F untuk mengambil sperma suaminya dengan alasan untuk pemeriksaan
ulang, dan perawat diminta untuk merahasiakan masalah tersebut.

3.2 Analisa kasus:

Pada kasus diatas dapat diselesaikan dengan EDM ( Ethik Decision Making ) ,
yang terdiri dari 6 langkah yakni :

1. Klarifikasi Asas Dilema Etik


2. Pengumpulan data ( Pulta )
3. Identifikasi Pilihan
4. Keputusan
5. Implementasi
6. Evaluasi
3.3 Pembahasan Kasus :
1) Klarifikasi Asas Dilema Etik
1. Prinsip – prinsip etika keperawatan
1. Melanggar prinsip:
a. Otonomi : memberikan kebebasan pasien untuk memilih, dalam
kasus diatas Ny. F memaksakan keinginannya untuk melakukan
inseminasi buatan dan mementingkan diri sendiri tetapi tidak
menunggu keputusan dari Tn. D dan keluarga. Sebaiknya
keputusan itu dibicarakan bersama antara perawat, dokter dan
pasangan suami istri.
b. Beneficiency (memberikan manfaat) : Pada kasus diatas
mempunyai manfaat untuk mempunyai anak pada pasutri
c. Non maleficiency (tidak merugikan): kasus di atas juga akan
merugikan pihak Rumah sakit karena jika masalah tersebut benar
terjadi dan pada akhirnya terbongkar maka akan berdampak
negatif karena pelayanan dalam Rumah Sakit tidak baik.
d. Veracity (kejujuran): pada kasus di atas seharusnya seharusnya
perawat memberitahukan kepada Tn. P bahwa sperma yang akan
diambil tersebut adalah bukan untuk pemeriksaan ulang namun
untuk melakukan inseminasi buatan.
e. Confidentiality (kerahasiaan) : pada kasus di atas lebih baiknya
tidak merahasiakan karena jika inseminasi buatan ini berhasil, dan
akhirnya Ny.F hamil, maka Tn. P akan mengira bahwa istrinya
hamil dengan orang lain,karena menganggap bukan dari hasil
spermanya.
2. Kode Etik
1. Segi hukum perdata di Indonesia
A. Jika benihnya berasal dari Suami Istri
 Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses
fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke
dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis
ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan
genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan
mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
 Jika ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya
di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu
lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai
anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah
masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami
ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun
dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
 Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain
yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak
sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang
mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps.
250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat
menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes
golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya
dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan
perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai
dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)
B. Jika salah satu benihnya berasal dari donor
 Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat
dilakukan fertilisasi in vitro transfer embrio dengan
persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi
dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah
terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak
yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki
hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya
sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan
tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250
KUHPer.
 Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain
yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah
dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No.
1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
C. Jika semua benihnya dari donor
 Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang
yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status
anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan
oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang
sah.
 Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka
anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena
gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada
hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis
kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya
maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai
anaknya.
a. UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974:”Anak yang sah adalah
anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah”. Maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung
dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir
dari perkawinan yang sah.Tetapi inseminasi buatan dengan
sperma atau ovum donor tidak di izinkan karena tidak sesuai
dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1. Jika sperma
berasal dari Suamidan dimasukkan ke dalam rahim Istri maka
anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai
status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan
tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan
keperdataan lainnya. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan
ps.250 KUHPer.
b. UU Keperawatan 2014 bab V pasal 31 yang isinya peran dan
wewenang perawat yaitu memberikan pendidikan klien. Pada
kasus diatas perawat seharusnya melakukan pendidikan
tentang inseminasi buatan terlebih dulu agar klien dan keluarga
paham mengenai keputusan tersebut. Serta melakukan
koordinasi dengan lintas profesi lainnya. Karena inseminasi
buatan bukan tugas seorang perawat.
2. Aspek Agama

Persoalan bayi tabung pada manusia merupakan persoalan


baru muncul dizaman modern, sehingga terjadi masalah fiqh
kontemporer yang pembahasannya tidak dijumpai dalam buku-
buku fiqh klasik. Karena itu pembahasan bayi tabung pada manusia
dikalangan para ahli fiqh kontemporer lebih banyak mengacu
kepada pertimbangan kemaslahatan umat manusia, khususnya
kemaslahatan suami istri.
Disamping harus dikaji secara multidisipliner karena
persoalan ini hanya bisa dipahami secara komprehensif jika dikaji
berdasarkan ilmu kedokteran, biologi-khususnya genetika dan
embriologi serta sosiologi.

Aspek hukum penggunaan bayi tabung didasarkan kepada


sumber sperma dan ovum, serta rahim. Dalam hal ini hukum bayi
tabung ada tiga macam, yaitu:

a. Bayi tabung yang dilakukan dengan sel sperma dan ovum


suami istri sendiri serta tidak ditrannsfer kedalam rahim wanita lain
walau istrinnya sendiri selain pemilik ovum (bagi suami istri yang
berpoligami) baik dengan tehnik FIV maupun GIFT, hukumnya
adalah mubah, asalkan kondisi suami istri itu benar-benar
membutuhkan bayi tabung (inseminasi buatan) untuk memperoleh
anak, lantaran dengan cara pembuahan alami, suami istri itu sulit
memperoleh anak. Padahal anak merupakan suatu kebutuhan dan
dambaan setiap keluarga. Disamping itu, salah satu tujuan dari
perkawinan adalah untuk memperoleh anak dan keturunan yang sah
serta bersih nasabnya. Jadi, bayi tabung merupakan suatu hajat
(kebutuhan yang sangat penting) bagi suami istri yang gagal
memperoleh anak secara alami. Dalam hal ini kaidah fiqih
menentukan bahwa “Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu)
diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa (emergency) padahal
keadaan darurat/terpaksa membolehkan melakukan hal-hal yang
terlarang.”

b. Bayi tabung yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan


atau ovum dari donor, haram hukumnya karena hukumnya sama
dengan zina, sehingga anak yang dilahirkan melalui proses bayi
tabung tersebut tidak sah dan nasabnya hanya dihubungkan dengan
ibu (yang melahirkan)-Nya. Termasuk juga haram system bayi
tabung yang menggunakan sperma mantan suami yang telah
meninggal dunia, sebab antara keduanya tidak terikat perkawinan
lagi sejak suami meninggal dunia.

c. Haram hukumnya bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan


ovum dari suami istri yang terikat perkawinan yang sah tetapi
embrio yang terjadi dalam proses bayi tabung ditransfer kedalam
rahim wanita lain atau bukan ibu genetic (bukan istri atau istri lain
bagi suami yang berpoligami), haram hukumnya. Jelasnya, bahwa
bayi tabung yang menggunakan rahim rental, adalah haram
hukumnya. Ini berarti bahwa kondisi darurat tidak mentolerir
perbuatan zina atau bernuansa zina. Zina tetap haram walaupun
darurat sekalipun.

Tidak punya anak memang identik dengan terputusnya


nasab, namun jika nasab tersambung dengan cara yang mengarah
kepada zina justru mengancam eksistensi nasab itu sendiri.
Alasan-alasan haramnya bayi tabung dengan menggunakan
sperma dan atau ovum dari donor atau ditransfer kedalam rahim
wanita lain, adalah:
1. Firman Allah dalam QS.Al-Isra:70 mengatakan bahwa; yang
artinya ”sesungguhnya kami telah memuliakan manusia”
Dalam hal ini bayi tabung dengan menggunakan sperma
dan atau ovum dari donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat
manusia sejajar dengan hewan yang diinseminasi, padahal tuhan
sendiri berkenan memuliakan manusia.
2. Hadits nabi Muhammad SAW :
Hadist ini tidak saja mengandung arti penyiraman sperma
kedalam vagina seorang wanita melalui hubungan seksual,
melainkan juga mengandung pengertian memasukkan sperma
donor melalui proses bayi tabung, yaitu percampuran sperma dan
ovum diluar rahim, yang tidak diikat perkawinan yang sah. Padahal
hubungan biologis antara suami istri, disamping untuk menikmati
karunia Allah dalam menyalurkan nafsu seksual, terutama
dimaksudkan untuk mendapatkan keturunan yang halal dan
diridhoi Allah. Karena itu sperma seorang suami hanya boleh
ditumpahkan pada tempat yang dihalalkan oleh Allah, yaitu istri
sendiri. Dengan demikian bayi tabung dengan cara mencampurkan
sperma dan ovum donor dari orang lain identik dengan prositusi
terselubung yang dilarang oleh syariat islam. yang berbunyi ;
“tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir menyiramkan air (sperma)-Nya kedalam tanaman (vagina
istri) orang lain”.(HR Abu Daud dari Ruwaifa’ bin Sabit).
3. Kaidah Fiqih
Dalam hal ini masalah bayi tabung dengan
menggunakan donor adalah membantu pasangan suami istri dalam
mendapatkan anak, yang secara alamiah kesulitan memperoleh
anak karena adanya hambatan alami menghalangi bertemunya sel
sperma dengan sel telur (misalnya saluran telurnya terlalu sempit
atau ejakulasi (pancaran sperma)-Nya terlalu lemah.
3. Aspeksosial
Posisi anak menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat,
terutama bila sperma yang digunakan berasal dari bank sperma atau
sel sperma yang digunakan berasal dari pendonor, akibatnya status
anak menjadi tidak jelas. Selain itu juga, di kemudian hari mungkin
saja terjadi perkawinan antar keluarga dekat tanpa di sengaja,
misalnya antar anak dengan bapak atau dengan ibu atau bisa saja
antar saudara sehingga besar kemungkinan akan lahir generasi
cacat akibat inbreeding
4. Aspek moral
Pada kasus yang sedang dibahas ini tampak sekali
ketidaksesuaiannya dengan budaya dan tradisi ketimuran kita.
Sebagian agamawan menolak inseminasi pada manusia, sebab
mereka berasumsi bahwa melakukakan hal tersebut berarti ikut
campur dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak
prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural,
bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan
sexsual antara suami-istri yang sah menurut agama.
3. Aspek hukum medis

Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi


buatan diatur dalam:
1. UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa
upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a.) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
b.) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu;
c.) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Dari kasus diatas perawat tidak berwenang untuk melakukan tindakan
pengambilan sperma tanpa ada persetujuan dari kedua belah pihak.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan:
ketentuan umum, perizinan, pembinaan, dan pengawasan, Ketentuan
Peralihan dan Ketentuan Penutup.
3.4 Pengumpulan data ( Pulta )
a. Data yang dikaji :
Identitas pasien : pasangan suami isteri yaitu Tn. P dan Ny. F.
b. Keluhan utama : tidak bisa mempunyai anak padahal sudah menikah
selama 9 tahun karena dari faktor fungsional reproduksi Tn. P yang
terganggu. akhirnya Tn. P dan Ny. F memilih program inseminasi
karena beranggapan lebih cepat hasilnya untuk mendapatkan
keturunan.
c. 5W + 1H (What, Who, When, Why, Where) + How
 What (apa) : beberapa tahun belum mempunyai anak
 Who (siapa) : Tn. N
 When (kapan) : (-)
 Why (mengapa) : pasangan suami isteri tersebut ingin mempunyai
anak.
 Where (di mana) : di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya
 How (bagaimana) : dokter memberikan alternative pada klien
untuk melakukan inseminasi buatan dan klien juga memilih
program tersebut.

5. Identifikasi Pilihan :
5.1. Melakukan inseminasi buatan langsung setelah pengambilan
sperma tanpa memberi tahu Tn.P
5.2. Tidak melakukan inseminasi buatan karena tidak mendapat
persetujuan dari Tn. P
5.3. Melakukan inseminasi buatan dengan persetujuan Tn.P

6. Keputusan
Keputusan yang diambil adalah pada pilihan ke 3 yaitu :Melakukan
inseminasi buatan dengan persetujuan Tn.P

7. Implementasi
7.1. Melakukan pendekatan pada klien dan menjelaskan tentang kondisi
yang dialaminya.
7.2. Memberikan HE pada klien dengan memberikan informasi tentang
pengertian, tujuan, dan teknik inseminasi buatan.
7.3. Menjelaskan pada klien bahwa inseminasi buatan boleh dilakukan
baik dari segi agama, hukum, social dan moral.
8. Evaluasi
8.1. Inseminasi tetap dilakukan
8.2. Pelayanan di rumah sakit dianggap baik
8.3. Perawat tidak melanggar asas etik keperawatan.

BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Etik merupakan prinsip prilaku yang mengarahkan hubungan seseorang


dengan orang lain. Sedangkan Hukum adalah peraturan perilaku atau tindakan
yang dikenal mengikat atau ditegakkan oleh pihak berwenang, seperti pemerintah
lokal, negara bagian, atau nasional.

Inseminasi buatan merupakan terjemahan dari Artificial Insemination.


Artificial artinya buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari kata
latin, Inseminatus yang artinya pemasukan atau penyampaian. Dalam kamus,
Artificial Insemination adalah penghamilan atau pembuahan buatan. Terdapat dua
metode dalam inseminasi buatan, yaitu inseminasi buatan dari suami
(artificialinsemiationfromthehusband, AIH), sperma yang berasal dari suami klien
disimpan dalam saluran reproduksi istrinya.Metode kedua, inseminasi buatan dari
donor (artificialinseminatonfrom a donor, AID).

Adapun teknik atau cara dilakukannya inseminasi buatan, di antaranya


adalah sebagai berikut:
1. FIV (Fertilasi in Vitro)
2. TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba)
3. Embrionasi Buatan
4. GIFT (Gamete Intrafallopian Transfer)
5. ZIFT (zygote intrafallopian transfer)

proses pelaksanaan inseminasi buatan pada teknik fertilitas in vitro (FIV)


transfer embrio khususnya, terdiri dari dari beberapa tahapan, yaitu:
Tahap Pertama; Pengobatan merangsang indung telur.

Tahap Kedua; Pengambilan Sel Telur.

Tahap Ketiga; Pembuahan atau fertilisasi sel telur.

Tahap Keempat; Pemindahan Embrio.

Tahap Kelima; Pengamatan Terjadinya Kehamilan.


Menurut hukum islam, kedudukan hukum inseminasi buatan yang
menggunakan benih dari pasangan suami isteri yang sah adalah diperbolehkan.
Sedangkan inseminasi buatan dengan menggunakan sperma donor adalah haram.

Inseminasi buatan menurut hukum perdata memiliki pemberlakuan hukum


sendiri. Di antaranya jika inseminasi buatan sumber benihnya berasal dari suami
isteri, dan dilakukan proses fertilisasi in vitro transfer embrio dan diimplantasikan
ke dalam rahim isteri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis
mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut.

Lain halnya jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di


saat ibunya telah becerai dari suaminya, maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari
perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersbut. Namun jika
dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah. Hal ini telah
ditentukan sesuai dengan dasar hukumnya pada pasal 255 KUH Perdata, “anak
yang dilahirkan 300 hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah”.

4.2 Saran

Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurang dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca sangatlah kami perlukan agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya akan lebih baik dari sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak ,2005, “Buku Ajar KeperawatanMaternitas”, Ed : 4, EGC : Jakarta.


Reeder,Sharon J., 2011,” KeperawatanMaternitas : Kesehatan Wanita, Bayi &
Keluarga”, Ed :18, EGC : Jakarta

Inna Nur Lana, 2010, “Dampak Perkembangan Bioteknologi Dalam Inseminasi


Buatan (Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Perdata Di Indonesia)”, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta

Jurnal “Etika dan Hukum Teknik Reproduksi Buatan, Bagian Obstetric dan
Ginekologi”. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

Abidin, M. Z. (2015, Juni 21). Rumah Pelangi. Dipetik November 24, 2015, dari viva.co.id:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/640874-ingin-punya-anak-melalui-
inseminasi-ini-kisaran-harganya

Anda mungkin juga menyukai