Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS: NGEMPLANG UTANG DIJOTOSI

Michael Stefanus Doni Renjaan


190513587
F

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA


YOGYAKARTA
PENGANTAR ILMU HUKUM
ANALISIS KASUS: NGEMPLANG UTANG DIJOTOSI

1. Apa ada hubungan hukum antara Salimin dan AP? Jelaskan, kalau ada
hubungan hukum apa, kalau tidak mengapa?
Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subjek hukum. Dalam
hubungan hukum ini hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan
kewajiban pihak yang lain. Tidak semua hubungan merupakan hubungan hukum karena
suatu hubungan hukum harus ada dasar hukum yang mengaturnya dan diikuti dengan
adanya peristiwa hukum.
Berdasarkan definisi tersebut, pada dasarnya hukum memiliki dua segi, yaitu segi
kekuasaan/kewenangan atau hak (bevoegheid) dan segi kewajiban (plicht). Hak dan
kewajiban ini timbul akibat adanya suatu peristiwa yang diatur oleh hukum, seperti yang
tercantum dalam Pasal 1457 KUH Perdata tentang perikatan (verbintenis), yang timbul
akibat adanya suatu perjanjian (overeenkomst).
Menurut saya, Salimin dan AP memiliki hubungan hukum karena di antara
mereka ada hak dan kewajiban yang timbul akibat adanya kesepakatan utang piutang. AP
memiliki hak untuk menagih utangnya kepada Salimin, dan sebaliknya Salimin memiliki
kewajiban untuk melunasi utangnya kepada AP.
2. Apakah perbuatan AP Memukuli Salimin dapat dikatakan main hakim
sendiri? Jelaskan!
Menurut buku “Mengenal Hukum” yang ditulis oleh Prof. Dr. Sudikno
Mertokusumo, S.H. tentang aksi sepihak atau main hakim sendiri (eigenrichting)
menjelaskan bahwa perorangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi untuk
menegakkan hukum. Memukul orang yang telah mengingkari janji atau tidak mau
melunasi utang, merupakan tindakan menghakimi sendiri, aksi sepihak atau
“eigenrichting”. Tindakan menghakimi sendiri tidak lain merupakan tindakan untuk
melaksanakan hak dan kewajiban menurut kehendak sendiri yang bersifat sewenang-
wenang tanpa persetujuan pihak lain yang berkepentingan. Tindakan menghakimi sendiri
umumnya merupakan perbuatan pidana , tetapi tidak selalu demikian.
Maka dari itu meurut saya pada hakikatnya tindakan menghakimi sendiri ini
merupakan pelaksanaan sanksi perorangan dan hal ini dilarang. Dalam kasus tersebut
perbuatan AP merupakan tindakan eigenrichting atau main hakim sendiri karena AP
memberikan sanksi terhadap Salimin dengan kehendak sendiri yang sifatnya sewenang-
wenang dengan memukuli Salimin menggunakan bambu sampai pada akhirnya Salimin
mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit.

3. Secara Yuridis apa yang seharusnya dilakukan AP? Jelaskan!

Upaya yang seharusnya dilakukan oleh AP menurut saya adalah mengajukan


gugatan wanprestasi atau ingkar janji ke Pengadilan. Dasar hukumnya Pasal 1243 Kitab
Undang-Undang Hukm Perdata (KUHPer), berbunyi:
“Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan,
barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.”
AP dapat menuntut uang AP kembali, beserta biaya-biaya yang sudah dikeluarkan
untuk mengurus masalah ini, ganti rugi dan bunga sesuai yang dijanjikan Salimin
tersebut. Dasar Hukumnya Pasal 1244 KUHPerdata berbunyi:
“Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak
dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya
waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga,
yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk
kepadanya.”
Bukan dengan melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), karena
pada hakikatnya tindakan main hakim sendiri(eigenrichting) dilarang oleh hukum.

4. Secara Yuridis apa yang dapat dilakukan Salimin? Jelaskan!


Secara Yuridis yang dapat dilakukan oleh Salimin ialah menggugat AP atas
tindakan penganiayaan. Hal ini karena dalam kasus tersebut AP melakukan tindakan main
hakim sendiri (eigenrichting) dengan melakukan tindak kekerasan yakni memukul
Salimin dengan sebilah bamboo yang mengakibatkan Salimin dilarikan ke rumah sakit.
Sehingga Salimin dapat menggugat AP dengan Pasal 351 ayat (1) dan (2) KUHPidana
yang berbunyi :
“(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
“(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”
5. Kasus ini termasuk kasus Perdata atau Pidana? Jelaskan!

Prinsipnya, masalah pinjam meminjam adalah termasuk lingkup hukum perdata.


Sehingga tidak bisa dibawa ke ranah pidana. Dasar hukumnya diatur dalam Pasal 19 ayat
2 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berbunyi:
“2). Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau
kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban
dalam perjanjian utang piutang.”
Selain itu, beberapa putusan pengadilan (Mahkamah Agung) yang berkekuatan
hukum tetap (Yurisprudensi) juga sudah menegaskan hal yang sama, antara lain:
a. Putusan MA Nomor Register : 93K/Kr/1969, tertanggal 11 Maret 1970
menyatakan: “Sengketa Hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata.”
b. Putusan MA Nomor Register : 39K/Pid/1984, tertanggal 13 September
1984 menyatakan: “Hubungan hukum antara terdakwa dan saksi merupakan
hubungan perdata yaitu hubungan jual beli, sehingga tidak dapat ditafsirkan
sebagai perbuatan tindak pidana penipuan.”
c. Putusan MA Nomor Register : 325K/Pid/1985, tertanggal 8 Oktober 1986
menyatakan: “Sengketa Perdata Tidak dapat dipidanakan.”
Oleh sebab itu, tidak tepat jika membawa masalah pinjam meminjam uang
(perdata) ke ranah pidana. Sebab menurut hukum seseorang tidak bisa dipidana karena
ketidakmampuannya membayar utang. Langkah yang seharusnya dilakukan adalah
mengajukan gugatan wanpestasi ke pengadilan Negeri untuk menuntut uang Anda
kembali, biaya-biaya lainnya, ganti rugi dan bunga jika ada.
Akan tetapi, dalam kasus pinjam meminjam antara AP dengan Salimin tersebut
berakhir pada tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh AP terhadap Salimin.
Tindakan tersebut yaitu AP memukul Salimin dengan sebilah bamboo yang
mengakibatkan Salimin mengalami luka-luka dan dilarikan ke rumah sakit. Sehingga
dalam kasus ini, termasuk dalam ranah Pidana yaitu tentang Penganiayaan; dasar
hukumnya ialah Pasal 351 ayat (1) dan (2) KUHPidana.

6. Sebut dan jelaskan salah satu asas hukum yang berlaku dalam kasus Salimin
dan AP!
Asas ”Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali” adalah suatu
perbuatan hanya dapat dihukum bila sebelum perbuatan tersebut dilakukan,telah ada
Undang-undang atau peraturan hukum yang melarangnya dan ada ancaman hukumannya.
Asas ini hanya berlaku dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan dasar
hukumnya ditemukan pada buku I Pasal 1 ayat (1) KUHP.
Anselm von Feuerbach
Seorang sarjana hukum pidana +erman,sehubungan dengan kedua 'ungsi itu,
merumuskan asas legalitas se$aramantap dalam bahasa Latin, yaitu
1. Nulla poena sine lege: tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana
menurutundang-undang
2. Nulla poena sine crimine: tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana
3. Nullum crimen sine poena legali: tidak ada perbuatan pidana tanpapidana
menurut undang-undang.
Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu Nullumdelictum,
nulla poena sine praevia lege poenali. Artinya, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada
pidana, tanpa ketentuan undang-undang terlebih dahulu
Asas Nullum Delictum ini tidak terlepas dari Asas Legalitas,yaitu asas yang
menekankan bahwa Hukum pidana sebagai Undang-undang haruslah tertulis.Asas
legalitas disamping di sahkan,juga harus tertulis dan tegas. Asas Legalitas mengandung 3
pengertian yaitu:
1. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.
2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan
analogi (kias).
3. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Dalam kasus tersebut, tindakan yang dilakukan oleh AP terhadap Salimin, yakni
memukul Salimin dengan bamboo sehingga mengakibatkan luka-luka dan pada akhirnya
Salimin dilarikan ke rumah sakit tergolong dalam tindakan penganiayaan yang telah di
atur dalam Pasal 351 ayat (1) dan (2) KUHPidana. Sehingga hal ini sesuai dengan asas
Nullumdelictum, nulla poena sine praevia lege poenali. Maka dari itu, tindakan main
hakim sendiri (eigenrichting) seperti penganiayaan yang dilakukan oleh AP terhadap
Salimin dapat dipidanakan.

Anda mungkin juga menyukai