Sajak Bajingan
Sajak Bajingan
Sepekan lamanya, tak lagi ku tulis puisi tentang nama dan kenangan yang bajingan!
Menulis senyum, melukis cinta, mendikte harapan, itu kenangan yang menjadi kemenangan!
Kadang-kadang ingin kembali menyeruput bulir-bulir keringat yang mengalir pelan dari leher
panjangmu menuju puting ayumu.
Kini, aku tak begitu rajin lagi menyeduh Teh atau Susu putih seperti yang sering kau sajikan di meja
depan Asrama kala itu.
Aku lebih suka Pinaraci, Kasegaran, juga Cap Tikus kalau kere.
Dengan begitu imajiku liar, tanpa harus tidur dan bermimpi aku bisa menidurimu kembali dalam
khayal.
Aku lebih menikmatinya, sebab selain kesepian dan kenangan, keramaian berarti keributan.
Aku enggan pergi ke masjid! bukan karena tak mau bertobat dan beribadah sebagai bekal mati nanti,
tapi aku tak sudih bertemu teman-temanku yang sinis tatapannya padaku hanya karena janggutnya
lebih panjang dariku.
Aku tak suka dengan mereka yang kadang-kadang menganggap bawha beragama sama mudahnya
dengan bersenggama, hingga apa saja dapat dimudahkan dengan alasan beragama!
Nanti, saat kau baca puisi bajingan ini, aku harap jangan menangis.
Ingat, Cukup belahan pahamu yang basah.
Jangan matamu.
Jika matamu basah, kenangan akan terus menggenang dan bisa jadi kau putus asa!