Anda di halaman 1dari 2

Sajak Bajingan!

Sepekan lamanya, tak lagi ku tulis puisi tentang nama dan kenangan yang bajingan!

Tahun-tahun berganti, masih juga kau ruh penaku.

Menulis senyum, melukis cinta, mendikte harapan, itu kenangan yang menjadi kemenangan!

Kadang-kadang ingin kembali menyeruput bulir-bulir keringat yang mengalir pelan dari leher
panjangmu menuju puting ayumu.

Memang, cinta kita tidak lebih dari sekedar desah-mendesah.

Tapi kita mesrah!

Kini, aku tak begitu rajin lagi menyeduh Teh atau Susu putih seperti yang sering kau sajikan di meja
depan Asrama kala itu.

Aku lebih suka Pinaraci, Kasegaran, juga Cap Tikus kalau kere.

Aku lebih sering mabuk-mabukan sekarang!

Dengan begitu imajiku liar, tanpa harus tidur dan bermimpi aku bisa menidurimu kembali dalam
khayal.

Inilah aku yg sekarang!

Yang sepi dan ramai dengan kenangan.

Aku lebih menikmatinya, sebab selain kesepian dan kenangan, keramaian berarti keributan.

Mujurlah, tak lagi kau memilihku.

Sebab tidak lebih baik diriku kini.

Akulah bajingan yang merindu.

Aku enggan pergi ke masjid! bukan karena tak mau bertobat dan beribadah sebagai bekal mati nanti,
tapi aku tak sudih bertemu teman-temanku yang sinis tatapannya padaku hanya karena janggutnya
lebih panjang dariku.

Aku tak suka dengan mereka yang kadang-kadang menganggap bawha beragama sama mudahnya
dengan bersenggama, hingga apa saja dapat dimudahkan dengan alasan beragama!

Aku Cukupkan dulu di sini.

Nanti, saat kau baca puisi bajingan ini, aku harap jangan menangis.
Ingat, Cukup belahan pahamu yang basah.

Jangan matamu.

Jika matamu basah, kenangan akan terus menggenang dan bisa jadi kau putus asa!

Luwuk, 14 Februari 2018

Anda mungkin juga menyukai