Anda di halaman 1dari 1

KEPADA PEMILIK MATA TEDUH

Karya: Amanda Khoiriyah

Rindu terlalu sakral untuk seseorang yang tengah dirundung kasmaran, sebenarnya ini semua
ulah jarak. Bagaimana bisa dia membuat aku si pendamba menangis tersedu, hanya sekadar
menginginkan pemilik mata teduh itu tersenyum manis sambil membelai lembut surai hitam
legamku, rasanya sukar sekali terpenuhi.
Tidak terpikir bagaimana aku bisa menunggumu dipenghujung tahun yang bernama desember,
sedang hati tak sabar menanti kepulangan sang kekasih dari sebuah kota dengan sebutan kota
pahlawan. Andaikan aku dapat berteleportasi, maka akanku hampiri pemilik mata teduh
dambaanku, agar bisa mengukir romansa tentang kita di kota penuh sejarah. Mengajakmu
meramu kasih di pantai Kelayar dengan batu karang setinggi pohon kelapa di bibir pantai. Atau
mari kita bergeser ke pantai Papuma saja? Di sana nanti kita akan duduk berdua beralaskan pasir
putih yang menambah radar kedekatan sang kekasih, bercerita sambil memandang takjub birunya
air pantai dan sesekali aku bisa menikmati mata teduh favoritku. Melihat matahari terbenam dan
bersandar di bahu gagahmu, rasanya aku ingin mati saja saat itu juga. Bagaimana tidak, aku
sangat malas jika harus berhadapan dengan rindu yang terkadang memaksa air mataku untuk
terjatuh.
Sudahlah, aku harus sadar bahwa rindu akan selalu menjajahku selama pemilik mata teduh itu
belum kembali ke dekapanku. Jika sudah begini aku memilih menyeduh coklat panas saja, lagi
pula si pemilik mata teduh itu penggila coklat, sekalian saja aku mengobati rindu.
Membayangkan kembali jika dia meniup coklat panas itu rasanya garis senyumku mengembang
sendiri, manis sekali.

Ayolah, aku bukan hanya sang perindu tetapi aku juga sang penikmat imajinasi. Berkhayal
sesuka hati, yang terpenting aku tidak terlalu tersiksa dengan rindu yang tidak tahu diri.
Mempermainkan emosiku semaunya saja ! Sungguh ingin sekaliku lenyapkan. Awas saja kamu
Rindu, akanku adukan kepada pemilik mata teduh kesayanganku. Biar saja dia menghempasmu
ke dalam selat sunda.
Sekarang rindu cukup diam dahulu, aku ingin berbicara dengan pemilik mata teduhku, berbisik
seperti ini "Aku masih setia menantimu". Jadi pemilik mata teduh, jangan biarkan aku tenggelam
ke dalam euforia kisah semu, jangan biarkan rinduku menjadi segumpal nestapa. Kembalilah
meski hatimu tak utuh, aku tidak ingin kemelut membawakanku gundah tanpa arti. Bukankah
dirimu tidak suka jika pilu menggerogotiku? Bahkan dirimu juga akan tergopoh ketika air
mataku meluruh, aku tahu betul kamu membenci itu.
Maka tepatilah janjimu, cukup aku menjadi muara abadimu, cukup aku pengobat pilumu, dan
cukup pelukmu saja yang menjadi canduku. Kembalilah penawar rinduku, bukalah pintu hati
yang kuncinya sempat kau bawa pergi. Lagipula sudahku suguhkan secangkir kasih agar lelahmu
bisa ku obati. Marilah menetap bersamaku hingga jingga menjadi saksi betapa bahagianya aku
memiliki kekasih sepertimu. Aku akan memohon kepada Tuhan, agar tidak merenggut hadiah
terindah yang pernah aku terima. Semoga dan semogaku akan terus belanjut hingga kamu dan
aku berakhir dalam keabadian.

Anda mungkin juga menyukai