Anda di halaman 1dari 5

NILAI DAN NORMA

1. Nilai pada umumnya


Menurut perkataan bagus filsuf jerman-amerika,hans jonas, niali adalah the
addressee of a yes, “sesuatu yang ditunjukan dengan ‘ya’ kita’. Dipandang dalam
persepektif sejarah filsafat yang sudah panjang,”nilai” merupakan suatu tema filosofis
yang berumur agak muda. Baru pada akhir abad ke-19 tema ini mendapatkan kedudukan
mantap dalam uraian-uraian filsafat akademis. Sekurang-kurangnya secara eksplisit. Tapi
secara eksplisit niali sudah lama memegang peranan dalam pembicaraan filsafat, sudah
sejak plato menempatkan ide “baik” paling atas dalam hierarki ide-ide.
Nilai sekurang-kurangnya memiliki tiga cirri:
a) Nilai berkaitan dengan subyek.
b) Nilai tampil dalam suatukonteks praktis, diman subyek ingin membuat sesuatu.
c) Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat
yang dimiliki oleh obyek.

2. Nilai moral
1) Hakikat nilai moral
Nilai moral tidak merupakan suatu kategori nilai tersendiri di samping kategori-
kategori nilai yang lain. Nilai moral tidak terpisah dari nilai-nilai jenis lainnya.
Setiap nilai dapat memperoleh suatu ‘bobot moral’, bila diikitsertakan dalam
tingkah laku moral. Walaupun nilai moral biasanya menumpang pada nilai-nilai
lain, namun ia tampak sebagai suatu nilai baru, bahkan sebagai nilai yang paling
tinggi. Hal itu bisa menjadi lebih jelas jika kita mempelajari cirri-ciri khusus nilai
moral.
2) Cirri-ciri nilai moral dibandingkan dengan nilai non-moral
a. Berkaitan dengan tanggung jawab kita
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Tapi hal yang sama dapat
dikatakan juga tentang nilai-nilai lain. Khusus menandai nilai moral bahwa
nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung jawab.
b. Berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minta untuk diakui, dikomunikasikan, dan diwujudkan. Nilai-nilai
mengandung semacam undangan atau imbauan kearah itu. Tapi nilai-nilai
moral lebih mendesak dan lebih serius. Mewujudkan nilai-nilai moral
merupakan’imbauan’ dari hati nurani. Salah satu cirikhas nilai moral adalah
bahwa hanya nilai ini menimbulkan “suara” dari hati nurani yang menuduh
kita bila meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila
mewujudkan nilai-nilai moral.
c. Mewajibkan
Berhubungan erat dengan cirri tadi adalah cirri berikutnya bahwa nilai-nilai
moral mewajibkan kita selalu absolute dan dengan tidak bisa ditawar-tawar.
Nilai-nilai lain sepatutnya diwujudkan atau seyogyanya diakui.
d. Bersifat formal
Nilai moral tidak merupakan suatu jenis nili yang bis ditempatkan begitu saja
di samping jenis-jenis lainnya. Biarpun nilai-nilai moral merupakan nilai-nilai
tertinggi yang harus dhayati di atas semua nilai lain.
3. Norma moral
Dengan norma kita maksudkan aturan atau kaidah yang kita pakai sebagai tolak
ukur untuk menilai sesuatu. Ada tiga norma umum, yaitu norma kesopanan atau etiket,
norma hukum, dan norma moral. Norma moral menentukan apakah perilaku kita baik
atau buruk dari sudur etis. Karena itu norma moral adalah norma tertinggi, yang tidak
bisa ditaklukkan pada norma lain. Sebaliknya, norma moral menilai norma-norma lain.
Seperti norma-norma lain juga, norma moral pun bisa dirumuskan dalam nentuk positif
atau negative. Dalam bentuk positif norma moral tampak sebagai perintah yang
menyatakan apa yang harus dilakukan. Dalam bentuk negatif norma moral tampak
sebagai larangan yang menyatakan apa yang tidak boleh dilakukan.
1. Relativesme moral tidak tahan uji
Perkenalan dengan praktek serta pandangan etis yang berbeda-beda dalam
pelbagai kebudayaan dapat menimbulkan relativisme moral. Dengan relativisme
moral dimaksudkan pendapat bahwa norma moral hanya berlaku untuk beberapa
orang atau relative terhadap kelompok tertentu saja dan tidak berlaku selalu dan
dimana-mana. Moralitas dianggap sama dengan adat kebiasaan, sehingga sutu etika
tidak lebih baik daripada etika lain.
Relativisme moral tidak tahan uji, kalau diperiksa secara kritis. Kritis ini bisa
dijalankan dengan memperlihatkan konsekuensi-konsekuensi yang mustahil,
seandainnya relativisme moral itu benar.
a. Seandainya relativisme moral benar, maka tidak bisa terjadi bahwa dalam satu
kebudayaan mutu etis lebih tinggi atau rendah daripada dalam kebudayaan lain.
b. Seandainya relativisme moral benar, maka kita hanya perlu memperhatikan
kaidah-kaidah moral suatu masyarakat untuk mengukur baik tidaknya perilaku
manusia dalam masyarakat itu.
c. Seandainya relativisme moral benar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan di
bidang moral.

2. Norma moral bersifat obyektif dan universal


a. Obyektivitas norma moral
Cirri subyektif itu telah kita pelajari dengan membandingkan nilai dan
fakta. Perbedaannya adalah bahwa fakta pada dirinya tanpa kehadiran saksi mata
memang mungkin, sedangkan nilai selalu merupakan nilai bagi seseorang. Karena
nilai moral menyatakan suatu norma moral, maka dalam normapun ada unsure
subjektif. Norma moral mengarahkan diri kepada subyek. Tanpa adanya subyek
moral, norma moral tidak mempunyai makna apapun. Sama seperti petunjuk jalan
tidak mempunyai makna tanpa adanya pemakaian jalan. Dalam arti itu norma
moral selalu mempunyai suatu konotasi subyektif.
b. Universalitas norma moral
Kalau norma moral bersifat absolute, maka tidak boleh norma itu harus juga
universal, artinya haruf berlaku selalu dan di man-mana. Mustahillah norma moral
berlaku disatu tempat tetapi tidak berlaku ditempat yang lain. Hal itu mungkin
dapat terjadi dalm norma hukum, tapi tidak norma moral. Suatu aliran universal
yang menolak adannya norma universal adalah “etika situasi”.
Dalam bentuk ekstremnya etika situasi ini tidak bisa dipertahankan. Tapi
tidak bisa disangkal juga bahwa disini pun terkandung unsure kebenaran. Hal ini
akan kita selidiki dengan beberapa pertimbangan kristis:
i. Tanpa ragu-ragu akan kita setujui bahwa perbuatan-perbuatan moral
tentu tidak tergantung dari situasi.
ii. Jika kita menolak etika ektrim maka kita harus menolak juga lawannya
yaitu legalisme moral. Dengan legalitas moral dimaksudkan
kecendrungan untuk menegakan norma moral secara buta, tanpa
memperhatikan sedikitpun situasi yang berbeda-beda.
iii. Walaupun dalam penilaian etis situasi selalu harus turut
dipertimbangkan, namun kebanyakan masalah dibidang etika tidak
disebabkan karena terjadinya konflik antara norma dan situasi, dalam arti
bahwa situasi merongrong atau memperlemah norma.

3. Menguji norma moral


Suatu norma moral harus konsisten, sebab kalu tidak pasti tidak berfungsi
sebagai norma. Konsistensi adalah suatu tuntunan dari logika. Agar sungguh-
sungguk konsisten, mestinya suatu norma menyatakan juga apa yang harus
dilakukan jika berkonflik dengan normamoral yang lain. Tapi pada akhir
uraian ini perlu dicatat bahwa kebenaran suatu norma belum terjamin, jika
terbukti ada konsistensi. Konsistensi memang perlu, tapi konsistensi saja tidak
cukup untuk memastikan kebenaran suatu norma moral.
Tes yang palin penting yang kita miliki untuk menguji benar tidaknya
norma moral adalah generalisasi norma. Norma moral adalah benar jika bisa
digeneralisasikanan tidak benar jika tidak bisa digeneralisasi.
Mengeneralisasikan norma berarti memperhatikan bahwa norma itu berlaku
untuk semua orang.

4. Norma dasar terpenting: martabat manusia


Dalam mengusahakan refleksi tentang martabat manusia ini sekali lagi
kita mengikutin pandangan filsuf jerman, immanuel kant. Menurut kant, kita
harus menghormati martabat manusia, karena manusia adalah satu-satunya
makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya. Benda jasmani kita gunakan
untuk tujuan-tujuan kita. Binatang juga kita pakai sejauh bermanfaat bagi kita.
Tapi manusia adalah tujuan sendiri yang tidak boleh ditaklukan pada tujuan
ini. Mengapa? Karena manusia adalah makhluk bebas dan otonom yang
sanggup mengambil keputusannya sendiri. Manusia adalah pusat kemandirian.
Ini kita maksudkan, kalau kita katakana bahwa manusia adalah “persona”.
Dialah satu-satunya makhluk yang memiliki hasrat instrinsik dan karena itu
harus dihormati sebagai tujuan pada dirinya.
Martabat manusia selalu harus dihormati. Tidak pernah manusia boleh
diperalat. Tidak pernah ia boleh dimanipulasi demi tercapainya tujuan yang
terletak diluar manusia itu.
Khan telah memberikan alasan tepat mengapa martabat manusia harus
dihormati. Tentu ada juga yang mengkritik pandangannya, tapi kritik seperti
itu sampai kini belum disertai alternative yang lebih meyakinkan. Manusia
pantas dihomati karena dia suatu tujuan pada dirinya. Otonomi manusia tidak
pernah boleh diganggu gugat. Ini sekaligus menunjukan persamaan derajat
manusia. Martabat manusia mengandung pengertian bahwa manusia harus
dihormati sebagai manusia.

Anda mungkin juga menyukai