Anda di halaman 1dari 17

e l o m p o k 2

Nilai dan Norma


Kode Etik
Psikologi
Kelompok
Adelio Farhan Davino
Aninda Chaeruny Putri
2
Firdha Aleyda Hidayatullah
Mulawarman
Novia Wulan Sari
Qori Mutiara Nurani
Rakhilza Putri Junaedi
Nilai Pada Umumnya
Nilai merupakan sesuatu yang menyenangkan, disukai dan diinginkan.
Nilai baru pada akhir abad ke 19 yang mendapat keududukan mantap dalam
uraian-uraian filsafat akademis.
Tiga ciri nilai
1.Niali berkaitan dengan subyek
2.Nilaitampir dalam suatu kontek praktis
3.Nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat
yangdimiliki oleh obyek
1. Hakikat Nilai Moral

Nilai moral tidak terpisah dari kategori


nilai-nilai lainnya, karena setiap nilai pasti
memiliki bobot moralnya masing-masing.
Ciri- Ciri Nilai Moral dibandingkan dengan nilai Non
Moral

A.Berkaitan dengan tanggung jawab kita

Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang


paling jelas menandai nilai moral adalah nilai ini
berkaitan dengan manusia yang mempunyai
tanggung jawab. Dalam konteks ini manusia itu
sendiri yang menjadi sumber dalam nilai moralnya.
Manusia sendiri yang menentukan tanggung
jawabnya masing-masing lewat kehendak
perbuatan yang akan ia lakukan, baik atau buruk.
B. Berkaitan
dengan Hati
Nurani

Nilai selalu mengandung imbauan yang


berasal dari hati nurani. Salah satu
ciri khas dari nilai moral adalah hanya
nilai ini yang dapat menimbulkan
"suara" hati kita bila kita menentang
nilai-nilai moral dan juga
mengapresiasi kita jika kita
bertingkah laku sejalan dengan nilai
moral.
C. Mewajibkan
Nilai-nilai moral mewajibkan kita secara absolut ddan dengan tidak bisa ditawar tawar. Disini nilai-nilai
moral dapat dibedakan dengan nilai-nilai lainnya jika merujuk pada Kant yang membagi nilai menjadi
imperatif hipotesis dan imperatif kategoris.

Pada imperatif kategoris, nilai-nilai tersebut mewajibkan kita melakukan sesuatu tanpa syarat,
sedangkan pada imperatif hipotesis, kita melakukannya dengan syarat. Maksudnya adalah, jika kita
tidak memberi syarat pada suatu perbuatan, maka kita tidak perlu melalukannya. Nilai-nilai moral
sebaliknya, harus dilakukan tanpa syarat apapun dan tidak bisa ditawar pelaksanaannya. Kewajiban
untuk melakukan nilai-nilai moral merupakan kewajiban absolut, yakni berasal dari kenyataan bahwa
nilai-nilai ini berlaku bagi manusia yang kodratnya sebagai manusia yang memiliki rasio dan harus
mempunyai acuan dalam hidupnya.
D. Bersifat Moral

Nilai moral bersifat formal artinya nilai moral


tersebut tidak dapat terlepas dengan nilai yang
lainnya. Meskipun sebelumnya telah dijelaskan
bahwa nilai moral seakan-akan berada pada
tingkat tertinggi pada hierarki nilai, namun pada

prakteknya, nilai moral tidak dapat serta-merta


dilaksanakan secara terpisah dengan nilai-nilai
lainnya.
Nilai Moral
1.Relativisme Moral Tidak Tahan Uji
Norma-norma moral tidak pernah mengawang-awang di udara, tetapi tercantum dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian
suatu kebudayaan. Sepanjang sejarah, perjumpaan dengan kebudayaan lain sudah sering mengakibatkan shock, karena orang
mengalami bahwa disitu berlaku nilai dan norma moral yang berbeda-beda. Contoh terkenal adalah periode dalam sejarah
filsafat Yunani kuno yang disebut "Sofistik".
Negara asing pernah bertanya apakah nilai dan norma moral dalam suatu kebudayaan didasarkan pada physis(kodrat) atau
pada nomas(kebiasaan). Kalau kodrat menjadi dasarnya, tentu nilai dan norma moral tidak bisa di ubah. Sedangkan kalau adat
kebiasaan menjadi dasarnya,nilai dan norma moral akan berubah sejauh kebiasaan berubah. Sokrates dan Plato dengan tegas
menentang pandangan para sofis ini.Mereka sangat menekankan bahwa ada nilai dan norma moral yang tetap dan tak
terubahkan.
Di kemudian hari pengalaman yang sejenis dilaporkan lagi.Ketika orang-orang Inggris pertama mendarat di daerah Hudson Bay
di Amerika Utara mereka terkejut ketika menemukan bahwa Indian-Indian disana mempunyai kebiasaan membunuh orangtua
mereka yang sudah tua.
Moralitas di anggap sama dengan adat kebiasaan,Sehingga satu etika tidak lebih baik daripada etika lain.Tidak mengherankan
bila terutama para ahli antropologi budaya merasa tertarik kepada relativisme moral ini.Sebagai contoh dapat disebut disini
dia antropolog Amerika yang besar,Ruth Benedict (1887-1948) dan M.Herskovits (1895-1963).Yang pertama menjadi terkenal
dengan buku Patterns Of Culture (1934) dan yang kedua dengan Man and His Works (1948).Bagi mereka ungkapan "suatu
perbuatan lazim dilakukan dalam suatu kebudayaan" sama artinya dengan "suatu perbuatan adalah baik secara moral".
Nilai Moral
1.Relativisme Moral Tidak Tahan Uji
Norma-norma moral tidak pernah mengawang-awang di udara, tetapi tercantum dalam suatu sistem etis yang menjadi bagian
suatu kebudayaan. Sepanjang sejarah, perjumpaan dengan kebudayaan lain sudah sering mengakibatkan shock, karena orang
mengalami bahwa disitu berlaku nilai dan norma moral yang berbeda-beda. Contoh terkenal adalah periode dalam sejarah
filsafat Yunani kuno yang disebut "Sofistik".
Negara asing pernah bertanya apakah nilai dan norma moral dalam suatu kebudayaan didasarkan pada physis(kodrat) atau
pada nomas(kebiasaan). Kalau kodrat menjadi dasarnya, tentu nilai dan norma moral tidak bisa di ubah. Sedangkan kalau adat
kebiasaan menjadi dasarnya,nilai dan norma moral akan berubah sejauh kebiasaan berubah. Sokrates dan Plato dengan tegas
menentang pandangan para sofis ini.Mereka sangat menekankan bahwa ada nilai dan norma moral yang tetap dan tak
terubahkan.
Di kemudian hari pengalaman yang sejenis dilaporkan lagi.Ketika orang-orang Inggris pertama mendarat di daerah Hudson Bay
di Amerika Utara mereka terkejut ketika menemukan bahwa Indian-Indian disana mempunyai kebiasaan membunuh orangtua
mereka yang sudah tua.
Moralitas di anggap sama dengan adat kebiasaan,Sehingga satu etika tidak lebih baik daripada etika lain.Tidak mengherankan
bila terutama para ahli antropologi budaya merasa tertarik kepada relativisme moral ini.Sebagai contoh dapat disebut disini
dia antropolog Amerika yang besar,Ruth Benedict (1887-1948) dan M.Herskovits (1895-1963).Yang pertama menjadi terkenal
dengan buku Patterns Of Culture (1934) dan yang kedua dengan Man and His Works (1948).Bagi mereka ungkapan "suatu
perbuatan lazim dilakukan dalam suatu kebudayaan" sama artinya dengan "suatu perbuatan adalah baik secara moral".
Relativisme moral tidak tahan uji,kalau diperiksa secara kritis.Kritik ini bisa dijalankan dengan memperlihatkan konsekuensi-konsekuensi
yang mustahil, seandainya relativisme moral itu benar.
1. Seandainya relativisme moral benar,maka tidak bisa terjadi bahwa dalam satu kebudayaan muti etis lebih tinggi atau rendah daripada
dalam kebudayaan lain.
Misalnya,Kita tidak bisa menerima,kalau ada negara seperti Afrika Selatan dulu (sebelum pemilihan umum multi-ras pertama pada tahun
1994) yang mendasarkan politiknya atau prinsip rasitis (apartheid).Politik yang secara sistematis mendiskriminasikan kelompok tertentu
dalam masyarakat apa saja, seperti kelompok kulit hitam di Afrika Selatan,kita nilai tidak etis dan karena itu kita mengajukan protes.
Contoh lain adalah perbudakan,Budak "menurut kodratnya adalah alat yang digunakan oleh tuan nya" dan dalam hal ini "mereka tidak
berbeda banyak dari binatang jinak".Dalam Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia dikatakan :"Tak seorang pun boleh diperbudak atau
diperabdi; perbudakan dan perdagangan budak harus dilarang dalam segala bentuknya (pasal 4).

2.Seandainya relativisme moral benar,maka kita hanya perlu memperhatikan kaidah-kaidah moral suatu masyarakat untuk mengukur baik
tidaknya perilaku manusia dalam masyarakat itu.
Sebuah contoh,Menurut para ahli sejarah dan etnologi,dulu di berbagai tempat tersebut di seluruh Nusantara dipraktekkan adat
"Mengayau".Masih bisa disebut banyak contoh yang sejenis: Menguburkan janda hidup-hidup bersama suami yang telah meninggal,
menanamkan kepala manusia bila membangun jembatan atau bangunan penting lainnya, mempraktikkan upacara korban manusia,dan
sebagainya.
3.Seandainya relativisme moral benar, maka tidak mungkin terjadi kemajuan di bidang moral.

Semua konsekuensi dari relativisme moral tadi tidak bisa diterima.Dan menurut logika,Kalau suatu pandangan membawa konsekuensi-
konsekuensi yang tidak bisa di benarkan,itu berarti bahwa pandangan itu sendiri tidak benar.Mungkin kritik lebih tajam lagi adalah bahwa
relativisme moral meruntuhkan dirinya sendiri .Dalam bukunya Patterns Of Culture,setelah berbicara tentang relativitas sistem-sistem
budaya, Ruth Benedict menyimpulkan bahwa kita harus bersikap toleran terhadap perbedaan-perbedaan budaya yang ada.
2.Kesimpulan tentang
relativisme moral

Bagi filsuf Yunani ini,norma moral seolah-olah tertulis dalam


"dunia ide" sebagai suatu kaidah tetap dan tak terubahkan
Karena itu relativisme moral ada benarnya juga,tidak selalu ada
dimana-mana norma moral yang di pakai sama.Tapi yang penting
ialah bahwa perubahan norma tidak menempuh arah apa saja.
Bagi orang Eskimo,membunuh orangtua dalam keadaan
sedemikian itu adalah suatu keharusan moral (norma moral
konkret).Tapi perbuatan mereka adalah Mercy killing .
Yang penting bagi kita ialah bahwa dalam perubahan norma
seperti itu arau perkembangan tidak bisa di balik.Karena itu
sudah jelas bahwa dalam norma moral itu ada sesuatu yang
absolut, sesuatu yang tidak bisa di tawar-tawar.
Norma Moral Berisifat Obyektif
Dan Universal
Norma moral bersifat obyektif dan universal
Pada dasarnya norma itu absolut,dalam kebsolutan norma
moral secara Implisit sudah tercantum obyektivitas dan
universaitas
A. Obyektif Norma Moral

Norma moral mengarahkan diri pada subjek, maka


unsur subjektif tetap ada. Norma itu bermakna
karena ada subjek moral (manusia). Tetapi bukan
berarti subjek dapat sesuka hati memilih apa
yang baik atau buruk baginya. Bukan manusia
sendiri yang menentukan norma moral baginya
(tidak tergantung selera kita). Norma moral yang
objektif mengandaikan adanya kebebasan
manusia dalam perbuatannya.
B. Universalitas Norma Moral

Jika norma moral bersifat


absolut maka norma itu juga
harus universal dan itu harus
berlaku dimna mna.
Menguji Norma Moral

PERTAMA KEDUA KETIGA


Tes terpenting yang dimiliki untuk menguji
Ada beberapa tes untuk menguji Generalisasi norma juga menjadi
kebenaran norma moral adalah generalisasi
kebenaran norma moral, diantaranya norma. Norma moral adalah benar jika bisa dasar dalam etika yang dikenal
yaitu konsistensi dan generalisasi digeneralisasi dan tidak benar jika tidak dengan the golden rule (kaidah emas)
norma. Suatu norma moral harus bisa digeneralisasi. Immanuel Kant adalah yang dirumuskan sebagai : "Hendaklah
konsisten agar bisa berfungsi etikawan yang pertama kali menekankan memperlakukan orang lain
pentingnya generalisasi norma moral. Kant
sebagai norma. Konsistensi adalah sebagaimana Anda sendiri ingi
melihat generalisasi norma ini sebagai
suatu untutan dari logika. Norma itu konsekuensi dari inti etika itu sendiri. diperlakukan". dan apabila
sendiri bersifat konsisten, maka Definisi generalisasi norma menurut Kant dirumuskan secara negarif maka
norma harus konsisten juga dengan yaitu : "Prinsip yang saya pakai untuk kaidah emas tersebut berbunyi :
norma-norma lain. tingkah laku saya selalu harus saya hendaki "Jangan perbuat terhadap orang lain
bahwa orang lain pun memakai prinsip yang

apa yang anda sendiri tidak inginkan
sama".

dierpbuat terhadap diri anda".

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai