Anda di halaman 1dari 10

Nama Mata Kuliah : Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Teknologi

Jurusan / Prodi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar


Semester : VII
Pertemuan ke - : 5
Pokok Bahasan : Hakekat Nilai dan Moral Serta Sosialisasinya dalam Kehidupan
Manusia
Dosen Pengampu : Herayani, S.Pd. M.Pd.

A. Nilai
1. Pengertian Nilai
Pengertian Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi
nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Ada beberapa pengertian
nilai menurut para ahli:
a. Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah
konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap
buruk.
b. Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu
berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal. Sesuatu itu
dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan seterusnya. Dari pengertian-pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang
lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Nilai bersumber pada budi pekerti yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan
salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Nilai sosial merupakan landasan bagi
masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan
penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku
2. Macam-macam Nilai
Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tinggi, maksudnya yaitu adanya
tingkatan-tingkatan nilai. Menurutnya nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
a. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang,
menderita atau tidak enak,
b. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan
umum,
c. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
d. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, nilai menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga, yaitu : a). Nilai material yaitu segala
sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia, b). Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan, c). Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu
yang bersifat rohani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1) nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
2) nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
3) nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
4) nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.
Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai berperan sebagai
pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati
dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Wujud
nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada norma sosial
3. Ciri-ciri Nilai
Ciri-ciri nilai antara lain sebagai berikut:
a. Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
b. Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri
melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan
sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
c. Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya.
d. Nilai sosial bersifat relative,
e. Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
f. Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
g. Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
h. Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
i. Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
4. Fungsi Nilai
Nilai Sosial dapat berfungsi:
a. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita
atau harapan,
b. Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan, sarana
untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
c. Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya
5. Kerangka Nilai
Antara masyarakat yang satu dengan yang lain dimungkinkan memiliki nilai yang sama atau pun
berbeda. Cobalah ingat pepatah lama dalam Bahasa Indonesia: “Lain ladang lain belalang, lain lubuk
lain ikannya”, atau pepatah dalam bahasa Jawa: “desa mawa cara, negara mawa tata”. Pepatah-
pepatah ini menunjukkan kepada kita tentang adanya perbedaan nilai di antara masyarakat atau
kelompok yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui sistem nilai yang dianut oleh sekelompok orang
atau suatu masyarakat tidaklah mudah, karena nilai merupakan konsep asbtrak yang hidup di alam
pikiran para warga masyarakat atau kelompok. Namun lima kerangka nilai dari Cluckhohn yang di
Indonesia banyak dipublikasikan oleh antropolog Koentjaraningrat berikut ini dapat dijadikan acuan
untuk mengenali nilai macam apa yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat.
Lima kerangka nilai yang dimaksud adalah:
a. Tanggapan mengenai hakekat hidup (MH), variasinya: ada individu, kelompok atau masyarakat
yang memiliki pandangan bahwa “hidup itu baik” atau “hidup itu buruk”,
b. Tanggapan mengenai hakikat karya (MK), variasinya: ada orang yang menganggap karya itu
sebagai status, tetapi ada juga yang menganggap karya itu sebagai fungsi,
c. Tanggapan mengenai hakikat waktu (MW), variasinya: ada kelompok yang berorientasi ke masa
lalu, sekarang atau masa depan,
d. Tanggapan mengenai hakikat alam (MA), Variasinya: masyarakat Industri memiliki pandangan
bahwa manusia itu berada diatas alam, sedangkan masyarakat agraris memiliki pandangan bahwa
manusia merupakan bagian dari alam. Dengan pandangannya terhadap alam tersebut, masyarakat
industri memiliki pandangan bahwa manusia harus menguasai alam untuk kepentingan hidupnya,
sedangkan masyarakat agraris berupaya untuk selalu menyerasikan kehidupannya dengan alam,
e. Tanggapan mengenai hakikat manusia (MM), variasi: masyarakat tradisional atau feodal
memandang orang lain secara vertikal, sehingga dalam masyarakat tradisional terdapat perbedaan
harga diri (prestige) yang tajam antara para pemimpin (bangsawan) dengan rakyat jelata.
Sedangkan masyarakat industrial memandang manusia yang satu dengan yang lain secara
horizontal (sejajar).

B. Moral
1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam
masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan dalam pikiran,
perasaan, dan tindakan dibadinngkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap
prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan
pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu,
moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau
kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.
Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas
mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah system nilai tentang
bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam
aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan
semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Jika
sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat
berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa
kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
2. Krisis Moralitas
Masyarakat bereaksi cukup keras terhadap beberapa skandal moral. semakin masyarakat
bereaksi dan menunjukkan ketidak senangan, skandal-skandal moral sepertinya terus dilakukan tanpa
adanya rasa bersalah. Kenyataan semacam ini menimbulkan pertanyaan seputar tingkat akseptabilitas
terhadap nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku selama ini. Kenyataan ini sekaligus menepis
anggapan bahwa tindakan atau perilaku tidak bermoral dilakukan karena faktor ketidaktahuan (ignorance)
pelaku moral (moral agent) akan benar salahnya sebuah tindakan.
Dari kaca mata filsafat moral, beberapa skandal moral yang terjadi di negara kita dapat dibaca
sebagai krisis atau pendangkalan (triviality) moralitas individu. Kita bisa saja sepakat dengan John Rawls
yang mengatakan bahwa masing-masing kita adalah “pribadi moral” (moral person) yang memiliki
kepekaan dan kesadaran tertentu terhadap nilai-nilai moral (dalam Peter Singer, 1979: 16-17).
Faktor sebagai pribadi moral (moral person) inilah yang membuat kita berani mengkritik atau
mengecam tindakan-tindakan tidak bermoral yang terjadi dalam masyarakat. Alasannya, setiap pribadi
moral yang rasional seharusnya berperilaku berdasarkan pengertian yang tepat mengenai yang baik dan
buruk secara moral. Dalam artian kita sebenarnya juga sepakat dengan pemikiran Aristoteles mengenai
pentingnya pengertian yang tepat dalam menggerakkan dan mengarahkan setiap perilaku moral kita (Franz
Magnis-Suseno, 1997: 37). Masalahnya adalah pengertian yang tepat mengenai yang baik dan buruk
secara moral tidak menjadi jaminan seseorang akan bertindak baik secara bermoral.
Mengandaikan bahwa setiap individu adalah pribadi moral (moral person) yang rasional adalah
penting dan perlu, antara lain supaya tuntutan justifikasi tindakan moral dapat diajukan. Pengertian yang
tepat tentang yang baik dan buruk secara moral pun sama pentingnya, karena itu tidak mudah untuk
dihilangkan begitu saja. Yang kurang dihayati oleh manusia dewasa ini dan sekaligus menjadi krisis
moralitas dalam dunia modern adalah semakin melemahnya karakter individu untuk berkembang dan
bertumbuh secara lebih mendalam (in depth) dan mengakar. Kita seringkali lupa bahwa untuk dapat
bertindak benar secara moral, seseorang dituntut tidak hanya mengetahui manakah tindakan-tindakan
yang benar atau salah secara moral, tetapi juga “membiarkan dirinya diarahkan dan dibimbing oleh
kebenaran-kebenaran moral tersebut” (Charles Taylor, 1989: 28). Dalam hal itu membutuhkan tekad
(commitment) dan kehendak (will) untuk terus mengevaluasi diri dan menjadi otentik dengan terus
mengkritik kekurangan dan memperteguh kemampuan diri, dan bertekad untuk selalu memperbaiki diri
Dalam bahasa yang lebih teknis-filosofis, ini adalah sebuah proses yang mengarah ke dalam diri
sendiri, menekuni dan mengenal diri sendiri, dan dengan sadar terus membentuk diri sebagai seorang
pribadi moral (moral person). Modernitas memang mengajarkan orang untuk menjadi dangkal, munafik, gila
hormat, haus kuasa, dan mengejar keuntungan ekonomi dan politik setinggi mungkin tanpa harus
mempedulikan nilai dan norma moral yang ada. Karena itu, kalau kemudian kita harus memaknakan
skandal-kandal moral yang sedang terjadi dalam masyarakat dewasa ini, yang harus ditegaskan adalah
tindakan-tindakan tidak bermoral terjadi ketika orang menghindari proses menjadi diri sendiri dengan sejuta
komitmen untuk membiarkan diri dikuasai dan diarahkan oleh nilai-nilai moral ideal. perilaku-perilaku tidak
bermoral terjadi etika dunia menyediakan segala fasilitas dan sarana yang dapat menghalangi proses
pembentukan karakter moral pribadi, entah itu dalam bentuk kekayaan, kemajuan teknologi, kenikmatan
gaya hidup, dan sebagainya.
Skandal-skandal moral akan terus terjadi di republik ini kalau seluruh proses pendidikan serta
sosialisasi nilai dan norma gagal membentuk katakter pribadi yang kuat secara moral, yang memiliki
komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dasar yang dianutnya dan tidak kompromistis terhadap
keadaan yang dihadapi. Pendidikan karakter dengan menginduksikan nilai-nilai moral dasar yang telah
menjadi golden rule seperti menepati janji, konsekuen, jujur, dan adil dalam sebuah pengalaman belajar
akan sangat membantu pembentukan karakter moral pribadi. Sementara itu, sanksi-sanksi sosial terhadap
pelanggaran nilai dan norma yang tidak sebatas pada penegakan hukum positif, tetapi juga penolakan
masyarakat terhadap eksistensi para pelaku tindakan tidak bermoral dapat menjadi sebuah pengalaman
belajar yang penting dalam pembentukan pribadi moral (moral person).
Dengan begitu kita berharap bahwa pembentukan karakter moral pribadi perlahan-lahan
mengarah kepada pembentukan karakter moral bangsa. Kita berharap bahwa individu-individu yang hidup
baik secara moral karena memiliki karakter moral individu akan mempengaruhi karakter moral masyarakat
secara keseluruhan. Moral merupakan sesuatu yang bersifat abstrak, maka nilai-nilai moral kebaikan harus
diajarkan pada generasi muda saat ini.
3. Sosialisasi Nilai-nilai Moral
Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan
menghayati norma-norma serta nilai-nilai masyarakat tempat ia menjadi anggota, sehingga terjadi
pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya. Jadi, proses
sosialisasi membuat seseorang menjadi tahu dan memahami bagaimana harus bersikap dan bertingkah
laku di lingkungan masyarakatnya. Kontradiksi dan disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang
sekolah (kadang nilai ini tidak pernah ditanamkan!) dan keadaan dalam masyarakat muncul karena
beberapa alasan.
a. Penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal umumnya masih berupa seperangkat teori
mentah, terlepas dari realitas hidup masyarakat. Kurang digali akar terjadinya diskoneksitas antara
penanaman nilai moral dan praksis hidup moral dalam masyarak
b. Sebagai lembaga formal yang menyiapkan peserta didik untuk bertindak dan mentransformasi diri
sesuai nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum memiliki jaringan kerja sama yang erat dengan keluarga
asal peserta didik, lembaga pemerintah, non pemerintah, dan seluruh masyarakat.
c. Adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan
moral dalam hidup sosial sehari-hari. Masih tumbuh subur kelompok sosial yang menghalalkan dan
merestui segala cara dan jalan mencapai sasaran yang digariskan.
Setelah tampil sebagai sistem pendidikan terbaik se-Inggris tahun 2002, Burnmouth kembali
menggarisbawahi pentingnya jaringan kerja sama antar unsur dunia pendidikan formal, nonformal, dan
informal. Program dalam dunia pendidikan formal akan "berhasil" jika didukung unsur-unsur sosial dalam
masyarakat. Tanpa kerja sama dan dukungan antaranasir sosial terkait, sosialisasi nilai-nilai moral sering
mendapat kendala. Lembaga apa pun di masyarakat, entah milik pemerintah atau nonpemerintah, perlu
mendukung perwujudan nilai-nilai moral yang disemai melalui dunia pendidikan formal. Perilaku yang
korup, tak bertanggung jawab, dan manipulatif dengan sendirinya mengkhianati kaidah moral yang ingin
diperkenalkan dunia pendidikan formal. Nilai-nilai moral yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di
masyarakat kita dewasa ini umumnya mencakup:
1. Kebebasan dan otoritas: kebebasan memiliki makna majemuk dalam proses pendidikan formal,
nonformal, dan informal. Selama hayat dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan mutlak.
Manusia perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain tanpa melupakan prinsip hidup
dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan
terkontrol. Kebebasan tanpa tanggung jawab mengundang pemegang roda pemerintahan dalam
republik ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan terselubung mereka. Kekuasaan
yang seharusnya diterapkan adalah kekuasaan nutritif yang menyejahterakan hidup rakyat banyak;
2. Kedisiplinan merupakan salah satu masalah akbar dalam proses membangun negara ini. Kedisiplinan
rendah! Sampah bertebaran, para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka dengan
menggunakan "jam karet", aturan lalu lintas tak pernah sungguh-sungguh ditaati, tidak sedikit polantas
hanya duduk-duduk di bawah pondok di sudut dan mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan
mengatur lalu lintas memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan, seperti korupsi;
kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah sehingga kerusuhan sosial sering terulang
di beberapa tempat.
3. Nurani yang benar, baik, jujur, dan tak sesat berperan penting dalam proses sosialisasi nilai moral
dalam negara kita. Hati nurani perlu mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak sesat, buta, dan
bahkan mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita, para pendidik, peserta didik, dan seluruh
anasir masyarakat seharusnya memiliki hati nurani yang terbina baik dan bukan hati nurani "liar" dan
sesat. Keadaan sosial negara kita kini adalah cermin hati nurani anak-anak bangsa. Penggelapan dan
permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, "pembobolan" uang di bank menunjukkan nurani
manusia yang kian korup (bdk. John S Brubacher, Modern Philosophies of Education, New York: Mc
Graw-Hill Book Company, 1978).
Ternyata bukan tanpa halangan untuk menjalankan pendidikan nilai-nilai moral di tengah kurikulum
pendidikan formal yang terasa "mencekik". Bagaimanakah seorang pendidik bisa menanamkan nilai
moral dalam sebuah kurikulum. Ada beberapa kemungkinan:
a) Terbuka peluang bagi pendidik untuk menggali dan menanamkan nilai-nilai moral di bidang
pelajaran yang dipegang selama ini.
b) Pendidik bisa menyisipkan ajaran tentang nilai moral melalui mitos-mitos rakyat.
c) Kejelian/kreativitas pendidik menggali identitas nilai moral.
Penanaman nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan formal sama sekali tak bersifat otonom, tetapi
selalu terkait dunia lain di luar lingkaran dunia pendidikan formal. Lingkungan keluarga, pengusaha,
RT, lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, penagih pajak, imigrasi, polisi, tentara, jaksa, pengadilan
(negeri, tinggi), Mahkamah Agung, kabinet, dan presiden seharusnya memiliki dan menghidupi
perilaku yang benar-benar mendukung proses penanaman, penerapan, dan sosialisasi nilai-nilai
moral yang digalakkan para pendidik. Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang
dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, Karena bukan sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter
menanamkam kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham
(domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang
baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Pendidikan nilai moral seperti yang mereka
lakukan kepada siswa adalah merupakan nilai sendiri, karena itu dalam pendidikan karakter pada
anak pengenalan dini pada nilai baik dan buruk sangat diperlukan
C. Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.
Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh
karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama. Norma sosial adalah kebiasaan
umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga
disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam
menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu
kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun
agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang
diharapkan. Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi
siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan
tidak boleh meneruskan ulangan. Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada
awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk
secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang
pantas atau wajar.
1. Tingkatan Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:
a) Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam masyarakat tetapi tidak
secara terus menerus. Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara
seperti hewan.
b) Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang
dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh:
Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan,
memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
c) Tata kelakuan (Mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok
manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat
terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu
perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan
perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan,
pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
d) Adat istiadat (Custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal
dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Koentjaraningrat menyebut adat
istiadat sebagai kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan
menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar
hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.
2. Macam-macam Norma Sosial
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan
antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut :
a. Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak
dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama
tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran
norma ini dinamakan dosa. Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong,
tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
b. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan
akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang
dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik
(dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi). Contoh: melecehkan wanita atau laki-laki didepan orang.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan
bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada
tingkat pelanggaran. Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima
sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat
d. Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang
dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut
menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai
pengucilan secara batin. Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat,
bersalaman ketika bertemu.
e. Kode etik
Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya
termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat,
maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat
bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya
hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat
lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.
D. Hubungan antara nilai dengan norma
Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan
mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat. Di
dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak
hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.
Di wilayah perdesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan telivisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan
terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan.
Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang acapkali memperlihatkan artis-
artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat
menjadi semakin longgar. Berbagai kalangan semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya
berpakaian normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut panjang
kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai
simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks
zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi
berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai