Anda di halaman 1dari 17

Perlunya Pengembangan Kode Etik

dalam Dunia Profesi


Eksperimen Dokter Nazi
1. Eksperimen obat luka Sulfanilamide
 Ketika perang, banyak tentara Jerman yang terinfeksi penyakit Gas Gangren
atau semacam penyakit yang menghambat suplai darah kebagian tubuh.
Parahnya, gangren bisa membuat bagian tubuh yang terkena mengalami
nekrosis atau kematian jaringan.

 Tak mau kehilangan banyak tentara, dokter Nazi yang berada di kamp
Ravensbruck melakukan uji coba obat luka Sulfanilamide untuk mengatasi
infeksi luka selama perang.Yang membuat miris adalah para dokter tersebut
dengan sengaja menularkan beberapa bakteri berbahaya seperti
streptococcus, tetanus, hingga gangren sendiri.

 Para dokter tersebut melukai para manusia yang menjadi kelinci percobaan
kemudian mengoleskan bakteri-bakteri itu ke luka yang telah dibuat tadi.
Sebelum akhirnya menghentikan suplai darah ke bagian tubuh yang dilukai
dengan cara mengikat bagian tubuh tersebut dengan tali dan
mengaplikasikan obat Sulfanilamide.Tak diragukan lagi, banyak dari objek uji
coba yang meninggal dengan mengenaskan akibat eksperimen ini.
2. Eksperimen Ketinggian
 Nazi pada masa jayanya memang dikenal banyak menggunakan pesawat terbang untuk
melakukan invasi ke berbagai negara. Oleh karenanya, dibutuhkan sistem keamanan
yang tinggi untuk para pilot yang diterjunkan ke medan perang.

 Salah satu dokter Nazi bernama Sigmund Rascher mencoba meneliti dampak
ketinggian terhadap para pilot dengan menggunakan tahanan perang di penjara
Dachau sebagai objek penelitian, sekitar tahun 1942.

 Dibantu oleh peneliti lain, Rascher menempatkan para tahanan di sebuah ruang
khusus yang sengaja diatur memiliki tekanan udara rendah seperti di ketinggian 20
kilometer di atas permukaan tanah.?

 Dengan keadaan lingkungan seperti itu, tentu saja para tahanan lama kelamaan akan
mati lemas. Bahkan setelah ketika para tahanan hampir meninggal, Rascher
membedah isi kepala mereka untuk mengetahui dampak ketinggian ektrim pada otak
dan pembuluh darah manusia.Eksperimen kejam ini meminta korban hingga 80
orang dari total 200 tahanan. Pada akhirnya, sekitar 120 objek penelitian sisanya
dibunuh secara sadis.
3. Eksperimen transplantasi tubuh
 Untuk mempelajari cara transplantasi bagian tubuh dari satu orang ke
orang lain, para dokter Nazi melakukan eksperimen transplantasi kaki,
tangan, dan bagian tubuh lain milik para tahanan di kamp
Ravensbruck.

 Tanpa didasari dengan pengetahuan yang cukup, para dokter itu


dengan sengaja mengamputasi bagian tubuh tahanan untuk
ditransplantasikan ke tahanan lain. Transplantasi serupa juga dilakukan
pada jaringan tulang dan otot untuk mempelajari regenerasinya ketika
beralih tubuh.

 Eksperimen sia-sia tersebut dianggap telah menyebabkan kesakitan luar


biasa hingga kecacatan permanen pada manusia yang menjadi objek
penelitian. Hal itu belum termasuk korban meninggal yang
diperkirakan tidak sedikit jumlahnya.
4. Eksperimen senjata beracun
 Kekejaman para dokter Nazi berlanjut, bahkan untuk menentukan cara
eksekusi para tahanan yang didakwa bersalah sekalipun.Para peneliti di
kamp tahanan Buchenwald melakukan uji coba memakai beragam
metode eksekusi menggunakan senjata beracun.

 Mereka dengan sengaja menyuntikkan zat racun seperti sianida dan zat
asam karbol kepada tawanan perang asal Rusia.Yang lebih membuat
bulu kuduk merinding, berbagai macam jenis racun lain juga diberikan
lewat racun yang diteteskan pada makanan, hingga menembak
langsung tahanan menggunakan peluru yang telah dilumuri racun.

 Bahkan objek penelitian yang diketahui berhasil selamat pun masih


akan tetap dibunuh agar para dokter itu bisa melakukan otopsi untuk
melihat dampak dari racun ke jaringan tubuh.
5. Eksperimen sterilisasi massal
 Jika Indonesia memiliki sistem KB ( Keluarga Berencana ) untuk
mengontrol pertumbuhan penduduk, tidak demikian dengan cara yang
diterapkan oleh Nazi.Karena ingin melakukan proses sterilisasi masal
dalam tempo yang cepat dan efisien, para dokter di kamp Auschwits,
Ravensbruck, dan daerah lain mengaplikasikan metode radikal sebagai
ganti sistem kontrasepsi, baik kepada pria maupun wanita di sana.

 Banyak pria yang pada akhirnya harus dikebiri agar para dokter bisa
memantau perubahan sikap serta dampak dari metode sterilisasi ini.
Demikian halnya dengan para wanita, sebuah alat tertentu sengaja
dimasukkan ke dalam rahim secara paksa agar tidak terjadi
pembuahan.?Kedua metode sterilisasi radikal tersebut diketahui
menyebabkan pendarahan hingga kematian dalam jumlah yang tak
sedikit. Bahkan ribuan dari korban sterilisasi mengalami gangguan
mental yang parah.
Proses Terbentuknya Kode Etik
Profesi
Penelitian Nazi Nuremberg Code (1947)

American psychological World Medical Association atau


Associations atau APA (1953 WMA (Deklarasi Jenewa, 1948
dst) dan Deklarasi Helsinki, 1964)

Menjadi Himpunan Psikologi


Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia (HIMPSI) Menyusun
Indonesia atau ISPSI (11 Juli Kembali kode etik psikologi
1959) Indonesia pada kongres HIMPSI
ke 8, 22 Oktober 2000
IUPsyS
IAAP
Kode Etik
Psikologi
IACCP
Internasional

Universal Declaration of Ethical


Principles for Psychologist (sejak
tahun 2004)

Anda mungkin juga menyukai