Anda di halaman 1dari 82

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | i

Judul : TAAT SYARIAT HINGGA AKHIR HAYAT


(10 Kisah Menggugah Pejuang Khilafah
yang Istiqamah hingga Berkalang Tanah)
Penulis : Joko Prasetyo
Desain & layout : Tim Follback Dakwah 2019

ii | Joko Prasetyo
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Dengan dibantu kru Media Umat dan para kontributor
daerah, pada tahun-tahun lampau penulis merekonstruksi
kisah-kisah menggugah para pejuang khilafah yang istiqamah hingga
berkalang tanah dalam kapasitas sebagai wartawan, sekarang
mengumpulkan dan memuat ulang dalam sebuah buku seolah
sebagai sejarawan.
Peran kontributor, meskipun tak dapat disebutkan
namanya di sini, sangat penting bagi penulis karena telah
membantu mengumpulkan bahan dan wawancara dengan
narasumber. Jazakumullah khairan katsira.
Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan para pejuang
khilafah yang tengah dihadapkan dengan tantangan dakwah
yang semakin menarik dapat memetik pelajaran berharga dari
saudara-saudaranya yang tetap istiqamah hingga kembali ke
rahmatullah.
Bagi pembaca yang merasa tercerahkan, dimohon
kerelaannya untuk membagikan kepada orang baik lainnya
sehingga mereka pun merasakan apa yang Anda rasakan.
Meski mungkin hanya setetes, semoga buku ini menjadi
bahan bakar perjuangan melawan kedzaliman mulkan jabrian
untuk menyongsong tegaknya khilafah ala minhajin nubuwwah.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | iii


Selain karunia dari Allah SWT, tentu saja terbitnya buku
ini tak terlepas dari bantuan berbagai pihak terutama penerbit
Follback Dakwah.
Saran dan kritik yang membangun juga penulis nantikan
untuk perbaikan pada penerbitan berikutnya. Insya Allah.
Jazakumullah khairan katsiraa kepada semua pihak yang
telah membantu penulis hingga terbit dan tersebarnya buku
ini. Semoga menjadi amal jariah kita bersama. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Wr Wb.
Depok, 16 Dzulhijjah 1440 H/17 Agustus 2019
Penulis,

Joko Prasetyo

iv | Joko Prasetyo
Daftar Isi
Kata Pengantar ........................................................................... iii
Daftar Isi ....................................................................................... v
1. Taat Syariat hingga Akhir Hayat
Ires Restu Indah Fauziah [1995-2019], Guru Bahasa
Indonesia Ponpes Al-Abqary, Serang, Banten ................ 1
2. Akhir Perjalanan Sang Mantan Roker
Ustadz Hari Moekti [1957-2018], Dai mantan roker ...10
3. Sosok Jujur Karantina Surabaya
Mochammad Mukzi [1980-2016], Pengendali
Organisme Pengganggu Tanaman (PPOT) di Balai
Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya ...............17
4. “Sengok Arep Negakagih Agemenah Allah”
Luqman El Hakim [1978-2012], Kurier percetakan.....23
5. Ke Negeri Kinanah Demi Totalitas Dakwah
Ustadz Asep “Wahiduddin” Darmawan [1972-2017],
Pendiri HSG al-Mufasi .....................................................30
6. Jiwanya Hanya Bisa Dibeli Surga
Ustadz Ma’shum bin Tasmun [1947-2015],
Pakar Ilmu Hadits .............................................................36

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | v


7. “Saya Sangat Mendukung Perjuangan Hizbut
Tahrir” KH Ridwan Mansyur [1945-2016],
Ketua Umum MUI Kota Banjar .....................................43
8. All Out dalam Berdakwah
Siskawati [1990-2016], Perintis dakwah khilafah di
USNI Jakarta......................................................................50
9. Hanya Islamlah yang Mampu Sejahterakan Papua
KH Ahmad Anderson Meage [1978-2016],
Ketua MUI Kab Sorong, Papua Barat ...........................57
10. Aktif Berdakwah Meski Fisik Lemah
Ummu Athiyah [1992-2016], Tim Media Muslimah
HTI Makassar ....................................................................63
Riwayat Penulis ........................................................................70

vi | Joko Prasetyo
Taat Syariat
hingga Akhir Hayat
Ires Restu Indah Fauziah [1995-2019]
Guru Bahasa Indonesia Ponpes Al-Abqary, Serang, Banten

Kata-kata terakhir jelang akhir hayatnya, sebelum Ratu Ika datang,


Ires berkata kepada ayahnya dalam bahasa Sunda, “Pak jangan
menangis, Teteh mau pulang sudah ada yang nungguin, tapi ada setan
juga yang hadir gangguin Ires buat bikin BPJS, jangan bikin BPJS
Pak, BPJS haram!”

I res Restu Indah Fauziah berpulang ke rahmatullah pada


Kamis, 18 April 2019 pukul 01.55 WIB di RSUD
Banten. Dan dikemubikan di hari yang sama di
Kecamatan Mandalawangi, Pandeglang. Sebelumnya, ia
divonis sakit gagal ginjal stadium 4. Ginjalnya mengecil dan
fungsinya menurun hingga 15%. Karenanya ia diharuskan
cuci darah dua kali sepekan seumur hidupnya.
Biaya cuci darah bukanlah biaya yang mudah untuk dia
dapatkan. Apalagi suaminya, Firman Bhakti Bahari, hanya

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 1


sebagai tenaga honorer operator di Kecamatan
Karangtanjung, Pandeglang.

Ires aktif mengisi kegiatan dakwah di masa hidupnya

Hingga tercetus rencana keluarga untuk mengurus BPJS.


Ires menolak. Meski kesadarannya mulai menurun dengan
naiknya racun tubuh hingga ke otak, keteguhannya pada
pemahaman bahwa bayar premi BPJS itu haram tidak
melemah.
Vonis gagal ginjal bertandang pada 10 April, tepat satu
bulan setelah Ires menggenapkan separuh agama. Masa-masa
yang semestinya penuh cinta dan bahagia. Justru harus ikhlas
diisi oleh kesabaran dan air mata akibat sakit parah yang
diderita.
“Selama saya berumah tangga dengan beliau walaupun
hanya sebulan kami berumah tangga, tetapi sangat begitu

2 | Joko Prasetyo
berkesan. Ires sosok istri yang shalihah sangat beruntung saya
pernah beristrikan beliau, beliau tidak pernah meninggikan
suaranya, setiap malam beliau selalu meminta maaf kepada
saya jika selama hari itu dia punya salah, padahal beliau tidak
punya salah sama sekali,” ungkap Firman Bhakti Bahari,
suami Ires, kepada Media Umat, Ahad (5/5/2019).

Dakwah Berjamaah
Ires adalah aktivis Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia
kelahiran Pandeglang, 5 November 1995. Ia merupakan putri
sulung dari lima bersaudara pasangan suami istri Endin
Haerudin dan Nyi Muhayati.
Ires sedang menjejaki jenjang kuliah S2 di kampus
Untirta. Setelah lulus S1 dengan predikat cumlaude di kampus
yang sama. Di saat bersamaan, ia juga tercatat sebagai
pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia di Ponpes Al-
Abqary pimpinan KH Yasin Muthohar.
Ia sudah mengenal perjuangan syariah dan khilafah sejak
SMA, namun sempat terhenti sejak kuliah di Unjani Bandung
karena sakit TBC yang dideritanya. Hingga kuliah di Jurusan
Psikologi Unjani pun harus ia tinggalkan karena sakit. Tak
putus harapan, kemudian memulai kuliah dari semester awal
di kampus baru saat kesehatannya membaik. Ia pun
mendapat beasiswa bidikmisi di Fakultas Hukum Untirta,
Serang.
Di kampus Untirta-lah Ires kembali berdakwah bersama
H1zb03t Tahr1r. “Dan aku sudah mengenalnya sejak awal

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 3


sebelum ia mengaji kitab. Aku sempat mengisi kajiannya
sedari awal. Dan bagiku, sejak awal ia sudah terlihat istimewa.
Kritis, cerdas, menyenangkan, berakhlak mulia itu yang
terekam jelas dalam ingatan. Aku terus membersamainya
sampai ia menjadi pelajar hingga anggota,” kenang Ratu Ika
Chaerunnisa, pembina Ires.
Menurut Ratu Ika, Ires kuliah sambil berjualan sebelum
akhirnya mengajar di Ponpes Al-Abqary. Ia berjualan donat
yang Ratu Ika produksi setiap harinya. Tak hanya donat, ia
juga menjual baso ikan, risol, cilok, dll.
Tak jarang saat berjualan membuatnya harus naik turun
tangga sampai lantai keempat. Dengan membawa bawaan
yang tentu tak ringan. Itu semua demi membiayai hidupnya.
Dakwahnya. Infak dakwah. Juga nasib pendidikan kelima
adiknya.
“Ah, aku baru ingat saat berjualan sebenarnya ia pernah
mengatakan sesekali sakit di pinggangnya. Namun celakanya,
tak ada di antara kami yang menganggap itu adalah salah satu
gejala ginjalnya bermasalah. Kami pikir, Ires hanya letih
karena harus naik turun tangga membawa beban yang tak
ringan di tangan,” ungap Ratu Ika.
Ires selalu penuh optimisme dalam hidup. Ia yakin betul
bahwa Allah sang penggenggam rezeki. Tak tampak
kesedihan di wajahnya. Sesekali ia memang kerap curhat
masalah keluarganya, namun ketegaran yang terasa dari air
mukanya.

4 | Joko Prasetyo
Ia justru semakin yakin dengan perjuangan ini. Karena
ideologi kapitalisme sekulerlah yang membuat ketidakadilan
tercipta. Membuat seorang perempuan tak sesuai fitrahnya.
Harus menjadi tulang punggung keluarga bukan tulang rusuk
yang mesti dijaga.

Berjualan Sambil Berdakwah


Ratu Ika beberapa kali menemani Ires menjajakan
dagangannya. Biasanya setiap pagi Ires duduk di depan
gedung A, tempat mahasiswa biasa duduk-duduk santai.
Saat mereka mengerubuti dagangannya dan duduk-duduk
mengitari Ires, suara lantangnya seketika menggelegar ke
sekelilingnya. Ia sering sampaikan tentang rusaknya
kapitalisme. Bobroknya hukum akibat landasan yang salah
yaitu sekulerisme. Batilnya d3m0kr4s1. Dan tak lupa
mempromosikan Islam kaffah dan khilafah dengan sangat
bangga.
Ires sangat berani menyampaikan itu di tengah teman-
teman jurusan hukum yang sangat hedonis, sekuler. Bahkan
Ires terlihat asing dengan pakaian syar'i-nya di sekeliling
teman-temannya yang sangat modis, gaul, ala mahasiswa
kekinian yang jauh dari Islam.
“Lo nanti di surga, Res. Gue di neraka,” ujar teman
kuliahnya sambil terbahak menanggapi dakwah Ires.
Ires dengan lembut menjawab, “Enggak Beb, kita sama-
sama harus kumpul di surga. Aku selalu doain kamu enggak

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 5


berhenti-berhenti supaya kelak kita semua dikumpulkan
bersama di surga.”
Pengorbanannya untuk Dakwah
Saat Hizbut Tahrir akan menyelenggarakan acara besar
Rapat dan Pawai Akbar (RPA) beberapa tahun lalu dan
membutuhkan dana yang besar, Ires semakin semangat
berjualan. Supaya bisa banyak infak untuk dakwah. “Aku
menyaksikan beberapa amplop yang ia masukan uang di
dalamnya dari hasil jualan,” ungkapnya.
Ada amplop untuk infak dakwah, amplop membayar
indekos, amplop untuk sekolah adik-adiknya, dll. “Dan luar
bisa seingatku ia berhasil mengumpulkan satu juta rupiah
lebih untuk infak RPA. Dari tetesan keringat saat menjajakan
dagangannya tentunya,” kenang Ratu Ika.
Meski harinya padat dengan berjualan dan kuliah, namun
tetap bisa optimal untuk dakwah. Ia tak pernah menolak
amanah dakwah. Diamanahi sebagai pembicara, MC, seksi
acara, media, atau apa pun itu selalu ia terima dengan penuh
suka cita.
Ia pernah katakan ke adik tingkatnya di tim dakwah
kampus, “Dik, dakwah itu emang berat, dan dakwah itu
batasnya kematian, enggak lama kok, kalau besok kita mati ya
sudah berarti sampai besok saja."
Saat memutuskan untuk lanjut S2 pun, alasannya adalah
untuk dakwah. Bukan kepentingan dunia. Ia ingin bisa lebih
besar pengaruh dakwahnya saat sudah S2. Bisa dakwah ke

6 | Joko Prasetyo
tokoh dengan mudah. Dan bisa menjadi pembicara yang
kompeten di bidangnya.
Ires juga mahasiswi berprestasi di kampus. Beberapa kali
ia mendapatkan IP 4 saat S1. Hingga gelar cumlaude sukses
melekat di gelar SH-nya. Di kelas, ia bisa dengan gamblang
menyampaikan konsep khilafah di bidang politik,
pemerintahan juga hukum. Dan dosen-dosen justru dibuat
takjub dengan segenap argumentasinya.

Dakwah ke Keluarga
Ia benar-benar memikirkan supaya semua anggota
keluarga bisa masuk surga bersama. Bisa menjadi pejuang
khilafah seluruhnya. Hingga ia rela bekerja keras membiayai
kuliah adiknya di Bogor. Di kampus yang ada pembinaan
Hizbut Tahrirnya. Ia juga menyekolahkan dua adik lainnya di
Ponpes Al-Abqary Serang agar mereka bisa lebih mudah
menjadi pejuang Islam.
Saat Ratu Ika takziah ke tempat keluarga Ires, ibundanya
Ires menceritakan nasehat-nasehat Ires untuk ibundanya Ires.
“Enggak boleh kelihatan rambutnya Ma, harus tertutup
auratnya,” ujar Nyi Muhayati mengutip nasihat Ires.
“Ires selalu bilang, rezeki itu bukan cuma harta, Ma.
Tenaga, pikiran, dll. itu juga rezeki dari Allah. Apa yang bisa
kita bantu walau enggak dengan harta, kita harus bantu.
Harus selalu bersyukur dengan rezeki yang Allah beri,”
ungkapnya lagi.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 7


Kuat Menggenggam Syariat
Dan semasa hidup, bahkan hingga detik terakhir pun ia
senantiasa menjaga keterikatannya pada syariat. Sebelum ia
diagnosa gagal ginjal, Ires mengirim pesan WhatsApp kepada
Ratu Ika. Minta didoakan. Kemungkinan ia akan operasi usus
buntu. Ia juga bertanya tentang hukum membuat BPJS dan
menggunakannya untuk operasi tersebut.
“Aku sampaikan bahwa yang kupahami BPJS yang
berbayar tetap haram. Ires pun menyampaikan kesulitan biaya
yang sudah terbayang besarnya di kepala. Dan aku berjanji
akan membantu kesulitannya bersama teman-teman dakwah
lainnya,” beber Ratu Ika.
Berselang beberapa hari, saat vonis sakit ginjal itu datang,
Ratu Ika akhirnya mencari jalan supaya bisa membantu
kesulitan keuangan Ires. “Aku banyak bertanya kepada
beberapa guru. Dan kata mereka bisa menggunakan BPJS
gratis (yang tidak bayar biaya bulanan) karena itu menjadi
kewajiban pemerintah,” ungkap Ratu Ika.
Ratu Ika kabarkan pada Ires via WA untuk membantunya
mengurus BPJS gratis, setelah mendapatkan persyaratan
untuk mengurusnya. Namun, sayangnya Ires sudah terlanjur
hilang setengah kesadaran. Tak lagi membuka pesan WA
Ratu Ika. Ia belum tahu ada BPJS gratis yang diperbolehkan.
Hingga saat Ratu Ika menjenguknya, dan katakan pada
keluarga ingin membantu membuatkan BPJS gratis untuk
orang miskin, orang tua Ires mengatakan, “Teh Ika bilang

8 | Joko Prasetyo
dulu ke Ires yaa... Soalnya dari kemarin setiap bilang mau
bikin BPJS Ires selalu berontak. Ngamuk. Enggak mau.”
Ya, saat setengah kesadarannya hilang akibat racun yang
sudah sampai ke otak pun. Ia masih bisa bereaksi terhadap
sesuatu yang ia pahami haram. Tubuhnya menggeliat
berontak.
Namun Ratu Ika tak dapat lagi menjelaskan kepada Ires
tentang bolehnya BPJS gratis, karena Ires sudah tidak dapat
diajak komunikasi lagi.
Kata-kata terakhir jelang akhir hayatnya, sebelum Ratu
Ika datang, Ires berkata kepada ayahnya dalam bahasa Sunda,
“Pak jangan menangis, Teteh mau pulang sudah ada yang
nungguin, tapi ada setan juga yang hadir gangguin Ires buat
bikin BPJS, jangan bikin BPJS Pak, BPJS haram!”
Saat mengurusi jenazahnya, KH Yasin Muthohar pun
berpesan kepada ayahnya Ires. “Pak Endin, tidak usah larut
dalam kesedihan. Bapak harus bahagia. Putri Bapak adalah
anak yang shalihah. Putri Bapak manusia yang mulia di sisi
Allah SWT. Putri Bapak insya Allah sesuai dengan namanya.
Restu, direstui oleh Allah. Matinya indah. Dia insya Allah,
fauziah, bahagia di sisi Allah SWT.”
Aamiin.[]

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 242:


PEMILU CURANG? (TERSTRUKTUR, SISTEMATIS,
MASIF, BRUTAL)
5 - 18 Ramadhan 1440 H/ 10 - 23 Mei 2019

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 9


Akhir Perjalanan
Sang Mantan Roker
Ustadz Hari Moekti [1957-2018]
Dai mantan Roker

Di puncak kariernya sebagai roker ia putar haluan menjadi seorang


Muslim yang taat. Bukan perkara gampang untuk merubah gaya
hidupnya 180 derajat.

M
ulama.
eski sudah beberapa pekan meninggal,
keteladanan Ustadz Hari Moekti tetap menjadi
perbincangan berbagai kalangan termasuk para

“Saya menangis ketika hadir di acara pemakaman Ustadz


Hari Moekti. Subhanallah liwa rayah itu. Seumur hidup saya
baru mengalami sekali ini (menghadiri pemakaman dipenuhi
dengan kibaran liwa dan rayah, red). Ada yang bertanya pada
saya, ‘Pak Kiai nanti kalau meninggal, mau dimakamkan
seperti ini?’ Saya jawab: ‘Siap!’” ujar Ketua MUI Kota Depok
KH Ahmad Nawawi dalam forum Liqa Syawal Ulama dan
Muhibin, Ahad (8/7/2018) di Pondok Pesantren Ahsanu
Amala, Beji, Depok.

10 | Joko Prasetyo
Kiai Nawawi sulit membayangkan bagaimana seorang
roker nomor satu di Indonesia saat itu bisa meninggalkan
dunia glamornya.

Jenazah Ustadz Hari Moekti

“Saya ngebayangin kalau saya Hari Moekti di tahun 1990-


an, rasanya sayang banget meninggalkan kontrak menyanyi.
Gajinya itu 90 juta per bulan. Satu dolar saat itu masih Rp
2.500, kalau sekarang satu dolar Rp 14.400 sekitar 500 juta-an
lah per bulan. Dia pun harus membayar denda Rp 2 miliar
karena memutuskan kontrak. Kalau kata iblis bagaimana?
‘Hai Hari Moekti, jangan putuskan kontrak, sayang,’”
ungkapnya.
Tapi Hari Moekti pun lebih memilih hijrah dengan
membuang itu semua. Bukan perkara gampang untuk
merubah gaya hidupnya 180 derajat.
Kepada sekitar 50 kiai, ustadz dan aktivis dakwah, Kiai
Nawawi pun menceritakan pesannya terhadap salah satu

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 11


putra Ustadz Hari Moekti pada 25 Juni 2018 sesaat usai
pemakaman almarhum di Cikereteg, Bogor.
Kang Hari, begitu sapaan akrabnya, meninggal dunia
setelah serangan jantung pada 24 Juni malam pukul 20.49 saat
sedang bersiap berceramah di Masjid ABRI Jalan Raya Gatot
Subroto Cimahi pada pagi harinya. Almarhum meninggalkan
seorang istri dan empat orang anak, dua laki-laki dan dua
perempuan.
“Saya sampaikan kepada putra beliau, ‘Ayahmu walau
sudah wafat tetap berdakwah. Bayangkan! Sudah di alam
kubur saja tetap berdakwah dengan bendera liwa dan
rayahnya. Teruskan perjuangan ayahmu Nak!’” ungkapnya.
Seperti diakui Moekti Chandra, adik Kang Hari, sebelum
berpulang almarhum berwasiat ketika meninggal ingin
ditutupi rayah dan jangan ada bendera kuning.

Awal Hijrah
Awal tolak hijrahnya Kang Hari bermula pada Ramadhan
1995. “Aku diundang dalam acara dialog interaktif ‘Buka
Puasa Bersama Artis’ di SMAK Analisis Kimia Bogor. Saat
itu dialog dengan Adi Maretnas dengan moderator
Muhammad Syamsul Arifin. Adi ini kok pinter banget,
pikirku. Masih muda tapi otaknya seperti kiai saja, karena
semua argumenku terbantahkan,” ujar Kang Hari kepada
Media Umat pada 2009 lalu.
Usai acara, Kang Hari diajak mengaji secara rutin kepada
Syamsul Arifin. Kang Hari bertanya, boleh enggak mengaji di

12 | Joko Prasetyo
tempat lain. Syamsul membolehkan yang penting Hari Moekti
punya pemahaman kepemimpinan berpikir (qiyadah fikriyah).
“Pemimpin kita itu bukan perasaan tetapi pikiran kita yang
diatur oleh syariah Islam. Jadikanlah Islam sebagai
kepemimpinan berpikir,” tandasnya menirukan ucapan
Syamsul.
Syamsul berbicara panjang lebar. “Akhirnya aku mengerti
ternyata sekitar 80 persen ajaran Islam adalah terkait politik.
Artinya sebagian besar ajaran Islam itu mengatur seluruh
kehidupan manusia, seperti pendidikan, ekonomi, budaya,
peradilan, pemerintahan dan lainnya. Sisanya, ya terkait
ibadah mahdhah dan lainnya,” ungkap Kang Hari.

Seperti Lilin
Sejak saat itu, Hari dibina seorang ustadz muda secara
rutin dengan berbagai dalil. Di antaranya Surat Al-Mulk ayat
2, “Agar Dia menguji kalian siapa di antara kalian yang amal
perbuatannya paling sempurna”. Hari sebagai artis banyak
amalnya. Membangun masjid, sunatan massal, sedekah
menyekolahkan anak-anak orang miskin tetangganya dan
menyantuni anak yatim.
“Sindiran apa yang didapat? Hari Moekti itu bagaikan lilin
yang menyala bermanfaat menerangi lingkungan tetapi
tubuhnya terbakar. Artinya, pikiranku, hartaku, tenagaku, itu
bermanfaat bagi orang lain tetapi akan mencelakakanku di
akhirat, karena tidak mendapat ridha Allah,” ungkapnya
menyampaikan teguran Syamsul.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 13


Benarkah amalnya selama ini tidak diridhai Allah? Hari
terus mencari jawaban. Ayat Al-Mulk itu ternyata menjelaskan
bahwa ahsanu amalan (perbuatan terbaik) itu harus dilandasi
dengan niat ikhlas dan cara yang benar berdasarkan tuntunan
Rasulullah SAW.
“Aku lalu berpikir, apakah waktu menyumbang niatku
ikhlas dan memperolehnya dengan benar? Dari situlah aku
belajar memahami Surat Al-Fatihah, Alhamdulillahirabbil
‘alamiin, segala puji bagi Allah yang mengatur alam semesta.
Maknanya, tidak layak dipuji, tidak layak memuji selain Allah.
Sebagai artis, aku selalu ingin dipuji, selalu ingin memuja
selain Allah. Sedangkan orang yang ihsan itu Mukmin yang
beribadah, semata-mata hanya karena Allah,” beber Hari.
Orang ikhlas itu selalu menutupi amal shalihnya
sebagaimana ia menutupi keburukannya. Seperti orang yang
kentut tanpa suara tapi baunya ke mana-mana. Pasti malu bila
ketahuan kentut. Agar tidak ketahuan, pura-pura tidak merasa
kentut. Jadi kalau orang ikhlas itu amal shalihnya bila tercium
orang lain pura-pura tidak tahu. Kalau aku, saat itu, malah
senang diberitakan di radio, televisi dan koran. Harusnya
seperti orang yang kentut tadi, ia berharap agar baunya cepat-
cepat hilang, bersyukur kalau tidak ada orang yang
mengetahui kalau ia yang kentut.
“Lantas apakah harta yang kuperoleh itu dari jalan yang
benar? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benakku,” ungkap
Hari.
Hari pun benar-benar merenungi kembali Surat Al-
Fatihah. Ihdinashirathal mustaqiim, tunjukilah kami jalan yang

14 | Joko Prasetyo
lurus. Jalan yang lurus itu sirathal ladziina an’amta ‘alaihim,
jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, yakni
Nabi-Nabi dan para pengikut setianya.
Bukti sebagai pengikut setia itu ya tentu saja yang
mengikuti Nabi Muhammad SAW. Karena, tidak beriman
seseorang di antara kalian, sehingga hawa nafsunya mengikuti
apa-apa yang kubawa, begitu sabda Nabi SAW. Apa yang
Nabi Muhammad SAW bawa? Yaitu Alquran dan Sunah.
Yang kemudian diijtihadi oleh para mujtahid dan
diperkenalkanlah kepada umat sebagai syariah Islam dengan
hukum yang lima itu, wajib, sunah, mubah, makruh dan
haram. Ghairil maghdhubi ‘alaihim, dan bukan jalannya orang-
orang yang Engkau murkai.
“Mengapa kaum Yahudi dimurkai padahal mereka adalah
orang-orang yang cerdas?” tanya Hari.
“Ya karena kecerdasannya dipakai untuk merusak umat
Islam. Jadi artis sebenarnya adalah ujung tombak Yahudi
untuk menyebarkan paham setan, di antaranya adalah seks
bebas dan sinkretisme agama,” jawab Syamsul.
“Jadi aku harus meninggalkan dunia artis ini?” tanya Hari.
“Oh terserah Kang Hari, Ente kan sudah paham tentang
qadla dan qadar bahwa hidup itu pilihan,” jawab Syamsul.
Hari Moekti pun berdoa. “Ya Allah berikan aku kekuatan
untuk mampu meninggalkan apa saja yang Engkau tidak sukai
dan gantikanlah aktivitas kehidupanku ke aktivitas yang
Engkau ridhai.”

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 15


Doa itu dipanjatkan di Padang Arafah ketika ibadah Haji
awal tahun 1996. Pulang naik haji, Hari berubah total. Tanpa
ragu ia tinggalkan dunia artis ketika kontrak sinetron dan
iklan tinggal ditandatangani saja. “Bahkan kontrak menyanyi
yang sedang berlangsung, kubatalkan. Karena aku paham,
dunia artis itu banyak keharamannya,” bebernya.
Memang, hukum nyanyinya sih mubah tetapi aktivitas
lainnya yang terkait nyanyi banyak haramnya. “Aku baru naik
panggung saja, para penonton sudah mabuk. Campur baur
laki-laki dan perempuan. Aku nyanyi, yang nonton
memujaku, jatuh syirik nantinya. Si penyanyinya itu, tidak bisa
dihilangkan dari rasa ingin dipuji, ujub namanya. Itu yang aku
rasakan. Dua belas tahun aku sebagai artis dipuja-puja setan.
Ternyata, saat itu, aku juga setan. Astaghfirullah,” renung
Kang Hari.
Satu setengah tahun sejak dialog di SMAK itu, Hari baru
ngeh bahwa ustadz muda itu adalah aktivis Hizbut Tahrir.
“Kemudian aku diminta bergabung berdakwah, berjuang
bersama untuk menyadarkan umat agar mau menegakkan
kembali institusi politik Islam yakni Khilafah Islam. Aku
jawab, kenapa tidak dari dulu saja Tadz!” pungasnya.[]

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 222:


DI AMBANG KRISIS
29 Syawal - 13 Dzulqaidah 1439 H/ 13 - 26 Juli 2018

16 | Joko Prasetyo
Sosok Jujur
Karantina Surabaya
Mochammad Mukzi [1980-2016]
Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (PPOT) di Balai
Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya

Sejak saat itu, setiap ada percobaan penyuapan terselubung itu


ditolaknya dengan tegas.

S alah satu godaan yang sering dihadapi Mochammad


Mukzi adalah adanya tawaran ‘tips’ atau ‘uang transpor’
dari klien terperiksa. Godaan tersebut kerap datang
sejak 2007, sejak dirinya menjadi seorang Pengendali
Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) di Balai Besar
Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya.
Di awal bertugas, Mukzi kaget, mengapa dirinya diberi
uang transpor oleh pihak terperiksa. Ketika hendak
menerimanya, hatinya pun langsung bergetar tak tenang,
maka ia tolak pemberian itu. Lalu dalam suatu forum kajian
bulanan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Malang, ia pun
bertanya kepada aktivis senior HTI Malang Kecamatan Pakis.
“Apa hukumya seorang pegawai menerima 'tips' atau
'uang transpor' dari clien terperiksa?” ujar Mukzi.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 17


Yang ditanya balik bertanya, “Apakah transpor
pemeriksaan itu tanggungan kantor karantina atau dari
terperiksa?”
“Sudah dapat dari kantor karantina,” kata Mukzi.
Lalu aktivis senior pun membacakan hadits HR Bukhari
nomor 6979 dan Muslim nomor 1832 yang menggambarkan
betapa marahnya Rasulullah SAW kepada petugas pemungut
zakat yang menerima hadiah dari si wajib zakat.

Mochammad Mukzi bersama ketiga putranya

“Kesimpulannya Tadz, tips dan transpor tersebut 'mboten


angsal dan termasuk ghulul (harta yang diperoleh dengan cara
haram),” tegas sang senior.
Mukzi pun manggut-manggut merasa puas.

18 | Joko Prasetyo
Sejak saat itu, setiap ada percobaan penyuapan
terselubung itu ditolaknya dengan tegas. Dan ia pun tetap
berupaya menjalankan tugasnya dengan jujur serta tetap
istiqamah hingga akhir hayatnya pada Rabu 30 Nopember
2016.
Begitu kabar meninggalnya tersiar, panpage facebook resmi
Badan Karantina Pertanian (Barantan) pada 1 Desember 2016
menuliskan bela sungkawanya.
“Perginya Sosok Jujur Karantina Surabaya, Kemarin Malam....
#KarantinaBerduka #KarantinaSurabaya
Berdedikasi, jujur, tidak neko-neko. Tak pernah mau terima tip
dari siapapun. Itulah sosok almarhum Bpk. Mukzi, seorang POPT di
BBKP Surabaya yang kemarin telah dipanggil menghadap Tuhannya.
Luar biasa. Figur harapan Barantan. Sayangnya Allah
memanggilnya sangat cepat, di usia yang belum genap 40 tahun. Masih
muda. Namun, taqdir Allah telah mendahuluinya.
Almarhum meninggal dalam kecelakaan setelah menunaikan
tugasnya, melakukan pemeriksaan di Kantor Pos dan JNE. Motornya
dihantam mobil dari depan dan samping.
Jenazah Almarhum dimakamkan di Bojonegoro setelah
dishalatkan di masjid (01/12). Di masjid ini pula almarhum biasa
memberikan bimbingan kepada masyarakat semasa hidupnya.
Almarhum meninggalkan seorang istri dan 4 orang putra yang
masih kecil. Semoga almarhum Bpk. Mukzi khusnul khatimah,
diterima segala amalnya, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan
kesabaran dan kekuatan.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 19


Selamat jalan Sahabat. Allah lebih mencintaimu. Sungguh,
Barantan kehilangan mutiara berharga hari ini....”
Selain dikenal karena kejujurannya, Mukzi juga tidak
pernah canggung dalam berdakwah.
“Dia tidak pernah malu dan ragu membawa identitasnya
sabagi pengemban dakwah, semua yang ditemui diajak diskusi
tentang Islam, syariah, dan khilafah dan diberi 'hadiah' buletin
Al-Islam dan tabloid Media Umat, termasuk kepada pejabat
pemerintah yang kebetulan bertemu di bandara, pengguna
jasa karantina tanaman, aparat TNI-Polri, kargo-perusahaan
ekspedisi, rekan kerja sekantornya,” ungkap Etik Pibriani, istri
almarhum.
Pernyataan Etik pun dibenarkan Ketua HTI Malang
Kecamatan Pakis. “Beliau merupakan aktivis yang setiap
pekan meminta 100 eksemplar Al-Islam untuk beliau sebar,”
ungkapnya.
Pernah ada yang tanya, salah satu pejabat di bandara, apa
tidak takut mengedarkan Al-Islam ke instansi pemerintahan,
bahkan di pangkalan TNI?
"Orang baik ketika bertemu kebaikan pasti tidak
menolak. Kalau menolak berarti orang itu enggak benar," ujar
Etik menirukan jawaban almarhum kepada si penanya.
Dan kepada teman-temannya yang tidak mau mengaji
dan berdakwah, ia pun berkata: “Sugih, ngganteng, tapi enggak
ngaji, gawe opo?! (kaya, tampan, tapi tidak mengaji, untuk apa?)"
Terhadap putra-putranya ia selalu mnyempatkan bercerita
tentang dakwah, kisah-kisah hikmah, dan menanamkan pada

20 | Joko Prasetyo
diri mereka bahwa merekalah calon panglima yang sedang
ditunggu-tunggu oleh umat.

Awalnya Pendiam
Pada 1998, lelaki kelahiran Bojonegoro, 14 September
1980 merantau ke Malang untuk kuliah di Jurusan Hama dan
Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Pada
tahun 2000, ia rajin mengikuti pengajian umum di kampus
yang diselenggaran aktivis HTI. Hingga ia pun menyadari
bahwa lingkungan kehidupan sehari-hari kaum Muslimin jauh
dari ajaran Islam.
“Ia pun sangat sadar bahwa perubahan masyarakat hanya
dengan dakwah berkelompok, makanya ia gabung HTI. Sejak
itu dakwah Islam bersama HTI menjadi pilihan hidupnya,
hingga memilih jodoh pun, ia utamakan yang bisa
membuatnya istiqamah dalam dakwah,” ujar Tri Wahyu
pembinanya kala itu.
Menurut Tri, awalnya Mukzi tidak banyak bicara.
“Bahkan saya harus mencari bahan pertanyaan untuk
memulai diskusi. Di luar dugaan, setelah mengenal dakwah
perubahan drastis terjadi, ia lebih grapyak (mudah bergaul)
dengan target untuk mencari pertemanan dalam dakwah. Ia
tak segan untuk mengenal terlebih dahulu dengan harapan
bisa diajak dalam barisan dakwah,” ungkapnya kepada Media
Umat.
Tri juga menyatakan almarhum terbilang jujur dan lugu
namun berani. Ketika ia mengetahui hal yang benar maka tak

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 21


segan untuk mengatakannya kepada siapa pun walaupun itu
terasa pahit. Makanya bila tak mengenal sosok Mukzi secara
dekat mungkin orang akan kaget. Karena bila ada yang
meminjam barang, biasanya ia bertanya untuk apa. Lalu
menjelaskan jika dipinjam untuk maksiat maka tak akan
pernah boleh tetapi jika untuk ketaatan maka dia akan berdoa
semoga ia pun mendapat pahala dari meminjamkannya.
“Dan hal itu dia sampaikan secara terang-terangan
dengan harapan sebagai wasilah mendakwahi saudara-
saudaranya semuslim. Bila ia tahu dalam posisi benar maka ia
tak akan berpikir panjang untuk melakukan apa yang ia bisa
lakukan untuk menunjukkan kebenaran tersebut,” pungkas
Tri.
Semoga Allah menerima seluruh amal ibadahnya,
mengampuni dosa dan kesalahannya dan memasukkannya ke
surga. Aamiin.[]

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 187:


MAJU TERUS! (TAHAN PENISTA ALQURAN!)
16 - 29 Rabiul Awal 1438 H/16 - 29 Desember 2016

22 | Joko Prasetyo
“Sengok Arep
Negakagih
Agemenah Allah”
Luqman El Hakim, [1978-2012]
Kurir percetakan

Sepekan sekali Luqman pun rela ngontel sejauh 6 Km menggunakan


sepeda untuk ngaji secara intensif kepada Ahmad. Berangkat sebelum
Maghrib dan sering pulang dini hari, jam 1 atau jam 2, melewati
jalanan sepi dan gelap serta medan yang naik-turun dan berkelok-
kelok. Karena usai ngaji, Ahmad selalu membawanya kontak dakwah
ke berbagai kiai dan ustadz di Jember.

M eski ibunya mencoba menahan, Luqman El


Hakim yang baru dua pekan kembali ke kampung
tetap bersikukuh ingin kembali ke Jakarta. “Ella,
jek abeli ka Jakarta pole Cong (Jangan ke Jakarta lagi Nak),”
bujuk Maemonah (60 tahun), Kamis (30/5/2012) di
rumahnya, Dusun Onjur RT 002 RW 17 Desa Sumber
Lesung, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Jawa
Timur.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 23


Bukan ingin membantah orang tua, namun dakwah di
ibukota bahkan syahid dalam perjuangan menegakkan syariah
dalam bingkai khilafah sangat dirindukannya maka ia pun
menjelaskan maksud kepergiannya seraya meminta restu
ibunda tercinta.
“Sengok arep negakagih
agemenah Allah, Umi ridek
mon sengkok mateh syahid?
(Saya mau menegakkan
agama Allah, Umi rela
kalau saya mati syahid?)”
tanya Luqman.
“Iyyeh ikhlas (iya
rela),” lirih ibunya.

Luqman bersama Ustadz Hari Moekti Dengan menumpang


kereta barang Luqman
kembali ke Jakarta.
Sesampainya di kota metropolitan, lelaki tersebut kembali
berdakwah. Seperti biasanya, hampir setiap malam ia kontak
dengan imam masjid di Matraman untuk mengajak mereka
turut berjuang menegakkan syariah Islam kaffah.
Siang hari di sela-sela kerjanya di usaha desain kreatif dan
percetakan Senyum Advertising, ia tetap berdakwah. Bila barang
cetakan yang diantarnya banyak, ia pun naik taksi. Di
perjalanan kalimat-kalimat ajakan kepada supir taksi untuk
bertakwa kepada Allah SWT mengalir dari lisannya.

24 | Joko Prasetyo
Ketika makan malam, tukang pecel lele pun menjadi
target berikutnya. Sampai-sampai pedagangan makanan yang
kerap disapa Pak Haji mengundangnya untuk ceramah di
tengah keluarganya. Tidak hanya itu, Luqman juga
mendakwahi preman yang sering nongkrong di Utan Kayu
akan bahaya narkoba dan menyatakan bahwa pemerintah
zalim karena memberi grasi kepada ratu narkoba Corby.
Setiap Jumat, Luqman mengantarkan buletin dakwah Al-
Islam ke salah satu masjid di Matraman. Namun pada Jumat
(6/7/2012) ia tidak sedang mendapatkan tugas mengantarkan
cetakan di tempatnya bekerja, maka waktu luang itu ia
gunakan untuk full melakukan aktivitas dakwah di Matraman.
Menurut Yan Hadi Kalamullah, binaan Luqman, ia
antarkan buletin Al-Islam ke sepuluh masjid. Shalat Jumat di
Masjid Al Manar Utan Kayu, dan kontak dakwah dengan
Imam Masjid KH Juhroni. Siang turut mendisribusikan
majalah politik dan dakwah al-wa’ie. Malam Sabtu, dengan
berbekal tabloid Media Umat, Luqman mengontak Rofik,
seorang pengusaha bangunan.
Sabtu (7/7) pagi, ia diamanahi untuk mengantarkan
poster bedah Media Umat dengan menggunakan motor ke
Pulogadung, Jakarta. Sekitar pukul 10 pagi Luqman pun
terkena musibah tertabrak bus Malino Putra, di Jalan Utan
Kayu ke arah Jalan Pemuda.
Ia pun pingsan dan dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Tepat pukul 10.30 dokter menyatakan Luqman kembali ke
Rahmatullah. Inna Lillahi wa Inna ilaihi rajiuun.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 25


Tentu saja kabar meninggalnya Luqman menjadi
kesedihan keluarga dan juga teman-temannya. Namun
keseriusannya dalam berdakwah menjadi ungkapan pertama
yang dicetuskan rekan-rekannya setelah mengucapkan kalimat
istirja’.
“Ustadz Luqman itu kalau bertemu dengan saya selalu
bahas tentang dakwah dan respon orang-orang yang
dikontaknya, tidak pernah ia mengeluh tidak punya uang atau
kesulitan lainnya,” ungkap Ketua DPP HTI Ustadz Rokhmat
S Labib.
“Beliau orang yang ringan kakinya, amanah dan tidak
pernah canggung ketika ngontak orang meskipun yang
dikontak tokoh-tokoh pengusaha yang lumayan besar.
Gayanya yang memakai jubah dan terkadang jas membuat
beliau sosok yang unik karena penuh percaya diri,” ujar Haris
Islam, rekannya.
“Setiap saya ketemu dengan beliau pasti berbicara tentang
dakwah, dan beliau selalu bertanya ‘Siapa lagi yang akan kita
kontak Ustadz?’” ujar Arif Dedy, rekannya.

Mengenal HT
Luqman El Hakim lahir di Jember, 1 September 1978
dengan nama Kusnadi. Setamat sekolah dasar ia kemudian
nyantri kepada KH Shihabuddin di Pondok Pesantren Al
Wafa Tempurejo. Selama 14 tahun ia mondok, karena
setamat nyantri ia langsung diamanahi menjadi ustadz untuk

26 | Joko Prasetyo
mengajar di sana. Oleh sang kiai, namanya diganti menjadi
Luqman El Hakim.
Menurut Ahmad, teman sepondok di pesantren, Luqman
mendapat informasi awal tentang ide-ide HT darinya ketika
mengabdi di Al Wafa. Namun mulai tertarik dengan ide-ide
HT pada 2002-2003, setelah kembali ke kampung halaman
dan dikontak lebih intensif oleh dua aktivis HTI Jember.
Sepekan sekali Luqman pun rela ngontel sejauh 6 Km
menggunakan sepeda untuk ngaji secara intensif kepada
Ahmad. Berangkat sebelum Maghrib dan sering pulang dini
hari, jam 1 atau jam 2, melewati jalanan sepi dan gelap serta
medan yang naik-turun dan berkelok-kelok.
Karena usai ngaji, Ahmad selalu membawanya kontak
dakwah ke berbagai kiai dan ustadz di Jember. Sampai-sampai
ayahnya, kala masih hidup, mengkhawatirkan keselamatan
dirinya sekaligus citranya di mata para tetangga karena pulang
dini hari.
Jika demikian ibunya senantiasa menenangkan Abah dan
menjadi pihak yang mendukung keputusan yang diambil
putranya. Sikap dukungan ibunya inilah yang membuat
Luqman ringan langkah dalam dakwah.

Hijrah ke Jakarta
Aktivitas dakwah yang seperti itu berlangsung hingga
dirinya merantau ke Jakarta, tahun 2007 saat diadakan
Konferensi Khilafah Internasional di stadion GBK. Mulai

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 27


saat itu, interaksi dakwah di tanah kelahirannya hanya pada
saat dirinya pulang kampung.
Setiap kali pulang dari Jakarta, ia pastilah keliling
kampung untuk kontak dakwah sehingga dirinya difitnah oleh
orang-orang yang dengki. Muncul omongan bahwa dia orang
stres, atau pun dianggap penyebar aliran sesat, atau dilekatkan
sama seperti orang syiah sehingga harus ditolak sebagaimana
penolakan warga tetangga kampungnya yang menolak jamaah
syiah.
“Namun beliau menyikapinya dengan sabar tetap
istiqamah mengikuti manhaj dakwah Rasulullah ini, seraya
memberikan penjelasan yang benar,” ujarnya.
Di samping itu, setiap kali pulang kampung, Luqman
membawa media-media dakwah HT yang diperoleh dari
teman-teman Jakarta maupun beli sendiri, baik berupa
tabloid, bendera, topi, kaos, stiker, gantungan kunci, dan lain-
lain.
Ia pun menabung untuk membuat sumur dan kamar
mandi di rumahnya, karena selama ini keluarganya dan juga
warga sekitar Sumber Lesung melakukan aktivitas MCK di
sungai.
“Namun, baru separuh pengerjaan uang tabungannya
habis. Maka beliau tidak malu-malu untuk meminjam uang
ke teman-teman, dan komitmen dalam pengembaliannya,”
ungkap Aji, rekannya di Jember.
Pada kesempatan lain, ia memperhatikan tentang
kewajiban wanita Muslimah mengenakan jilbab dan

28 | Joko Prasetyo
kerudung. Secara khusus ia sangat prihatin akan kondisi
keluarga serta Muslimah sekitar yang terkendala secara
ekonomi sehingga tidak bisa mengenakan jilbab dan
kerudung tapi berkomitmen menjalankan kewajiban itu.
Luqman pun mengusahakan membantu kebutuhan itu
dengan menggalang pengumpulan jilbab dan kerudung
sumbangan teman-teman Jakarta. Setelah didakwahi Luqman,
ibunya pun terbiasa mengenakan kerudung dan jilbab serta
kerap kali mengikuti kajian keislaman Muslimah. “Termasuk
masirah (unjuk rasa) padahal Umi sudah sepuh,” ujar Aji.
Ia selalu berusaha menjadikan dakwah sebagai poros
kehidupannya. Tiada hari tanpa kontak dan terus kontak
masyarakat. Kadang, ia kontak bersama temannya, meski
tidak memiliki ongkos, ia akan pinjam.
“Bagi beliau, utang bukanlah aib selama digunakan untuk
dakwah, yakni terlaksananya aktivitas yang dituntut oleh
dakwah,” pungkas Aji.[]

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 86:


MARKAS MILITER AMERIKA DI JANTUNG IBUKOTA
1 - 21 Ramadhan 1433 H/ 20 Juli - 9 Agustus 2012

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 29


Ke Negeri
Kinanah
Demi Totalitas Dakwah
Ustadz Asep “Wahiduddin” Darmawan [1972-2017]
Pendiri HSG al-Mufasi

“Beliau suami sejati yang selalu menginginkan istri dan keluarganya


mendapatkan pahala tertinggi meskipun harus melalui banyak
kesusahan, seorang suami yang berusaha melaksanakan semua
kewajibannya meskipun tampak tidak biasa.”

R uang utama masjid tak mampu lagi menampung,


sehingga ratusan jamaah yang hendak menyolatkan
jenazah Ustadz Wahiduddin meluber ke serambi,
Selasa siang, 28 Maret 2017 di Masjid Muhajirin Vila
Pamulang, Pondok Petir, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
Almarhum berpulang pada Senin 11 malam saat baru tiba
di Rumah Sakit Fatmawati. “Beliau meninggal di pelukan saya
saat mobil yang mengantarkan beliau parkir di depan IGD
Fatmawati. Beliau mengalami sesak nafas yang hebat, karena
paru-parunya terendam.. Tapi Alhamdulillah, di akhir
hayatnya selama di dalam mobil beliau selalu beristighfar dan

30 | Joko Prasetyo
mengucapkan kalimat tauhid,” ujar Ujang Furqon, salah satu
adik almarhum, kepada Media Umat.
Usai shalat jenazah yang diimami Ustadz Rokhmat S
Labib, ambulans yang ditumpangi jenazah lelaki kelahiran
Surabaya 14 September 1972 pun dikawal seratusan motor
sembari mengibarkan rayah (panji Rasulullah SAW berwarna
hitam bertuliskan dua kalimat syahadat) ke Tempat
Pemakaman Umum (TPU) Pondok Petir.

Shalat jenazah Ustadz Wahiduddin

Sesaat usai penguburan, KH Hafidz Abdurrahman pun


memberikan kesaksiannya. “Beliau mengenal dakwah, dibina
dan aktif menjadi aktivis Hizbut Tahrir sejak kuliah di IKIP
Malang, tahun 1991. Tahun itu, dakwah Hizbut Tahrir baru
dirintis di IKIP Malang. Beliau dibina oleh saya bersama
teman-teman seangkatannya,” ungkapnya memulai cerita.
Pada 1993, Kyai Hafidz jugalah yang mengajaknya untuk
bergabung dengan Hizbut Tahrir. Begitu bergabung,

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 31


semangatnya semakin membara. “Meski kuliah di Jurusan
Pendidikan Teknik Mesin, tetapi keinginan dan totalitas
dakwahnyalah yang membuatnya bermimpi ingin melanjutkan
studi di Mesir,” ungkapnya.
Ketika itu, Menteri Agama dijabat oleh Tarmizi Taher,
yang kebetulan sedang berada di Unisma, Malang. Tekad dan
keberaniannya itulah yang membuatnya sanggup menerobos
orang-orang yang tengah mengerumuni Tarmizi.
“Sambil menenteng map berisi Surat Rekomendasi,
beliau pun meminta Pak Menteri membubuhkan tanda
tangan. Senyum kebahagiaan tampak dari raut mukanya, yang
membuat angan-angannya semakin tinggi melayang, pergi ke
Mesir. Meski begitu, tidak serta merta beliau bisa langsung
berangkat ke sana,” bebernya.
Dengan segala keterbatasannya, tetapi tetap dengan
semangat membara, setelah lulus dari PTM IKIP Malang, ia
pun hijrah ke Jakarta untuk mencari jalan, mewujudkan
mimpinya. Dengan izin Allah, atas bantuan salah seorang
teman akhirnya bisa berangkat ke Mesir untuk menggapai
cita-citanya.
“Bisa dibayangkan, ke Mesir nyaris tanpa bekal, baik dana
maupun latar belakang pendidikan agama, kecuali halqah...”
tutur Hafidz sembari tersedu. Begitu juga adik-adik
almarhum, yang tampak berkali-kali terisak. Istri almarhum
yang berdiri di barisan perempuan beberapa meter di
belakang Hafidz terus menerus mengelap matanya dengan
tisu.

32 | Joko Prasetyo
Di negeri Kinanah inilah ia menemukan jodohnya, yang
juga aktivis Hizbut Tahrir, alumni IPB, Ustadzah Mahmubah
Aseri, yang lebih dulu menimba ilmu di sana. Setelah menetap
beberapa tahun hingga kuliahnya selesai pada 2000 pindah ke
Jakarta.
Komitmen, tekad dan keberaniannya sebagai pendobrak
di forum-forum membuatnya diberi amanah sebagai Ketua
Unit Reaksi Cepat (URC), yang tugasnya mendatangi forum-
forum diskusi, kajian dan seminar di Jakarta dan sekitarnya.
“Tugasnya tidak hanya mendatangi, tim ini juga diberi
tugas untuk menyebarkan buletin Al-Islam, nasyrah, Al-Waie
baik kepada peserta, tokoh maupun pembicara yang hadir di
acara-acara tersebut,” Hafidz.
Ketika itu, meski Hizbut Tahrir Indonesia telah
melakukan kampanye syariah, “Selamatkan Indonesia dengan
Syariah” tahun 2002, tetapi di kalangan tokoh pergerakan,
ormas, intelektual dan pejabat, baik sipil maupun militer, apa
dan siapa sesungguhnya Hizbut Tahrir belum begitu dikenal
dengan baik. Maka almarhum pun ‘bergerilya’ mendatangi
mereka.
Dengan tekad, keberanian dan intensitas kegiatan URC
yang luar biasa di zamannya, akhirnya nama Hizbut Tahrir
Indonesia benar-benar dikenal di kalangan tokoh-tokoh itu.
Banyak pertemuan HTI dengan tokoh-tokoh penting
diinisiasi olehnya, setelah bertemu di seminar atau forum-
forum diskusi. Terkadang mereka diundang ke Kantor DPP
HTI, terkadang delegasi HTI yang mendatangi mereka.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 33


Tahun 2007, ia menjadi salah satu panitia inti Konferensi
Khilafah Internasional (KKI) 2007. KKI yang tercatat dalam
sejarah sebagai pendobrak atmosfir opini dan politik, bukan
hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Peristiwa bersejarah yang pertama, yang berhasil
menghimpun 100 ribu orang di stadion terbesar di Asia
Tenggara, GBK, yang saat itu dianggap mimpi, dan nyaris
gagal, akhirnya dengan izin Allah terlaksana dengan sukses
luar biasa. Semua itu tak lepas dari kerja keras orang-orang
bertekad baja, dengan keberanian luar biasa. Namanya pun
tercatat sebagai bagian dari peristiwa bersejarah itu.
Impiannya untuk mengantarkan generasi umat ini
menjadi mujtahid pun diwujudkannya dengan mendirikan
HSG al-Mufasi pada 2015. Sudah lebih dari 40 remaja calon
mujtahid ia antarkan ke negeri Kinanah, agar bisa menimba
ilmu di Al-Azhar, meski ia belum bisa menyaksikan hasilnya.
Karena Allah lebih dahulu memanggilnya.[]

Ustadzah Mahbubah Aseri, istri almarhum


Prinsip Hidupnya, Ambil Pahala Tertinggi

B
eliau suami sejati yang selalu menginginkan istri dan keluarganya
mendapatkan pahala tertinggi meskipun harus melalui banyak
kesusahan, seorang suami yang berusaha melaksanakan semua
kewajibannya meskipun tampak tidak biasa. Misalnya, tentang kewajiban
suami yang berkaitan dengan segala sesuatu di luar rumah (khaarijal
bait) seperti mencari nafkah dan mencukupi segala kebutuhan rumah,
dilakukan dengan penuh kesungguhan.

34 | Joko Prasetyo
Urusan apa pun di luar rumah dia yang handle, beli kebutuhan
rumah seperti gas, beras, air galon dan kebutuhan dapur. Beliau yang
selalu ke pasar bahkan untuk membeli sayur mayur, sejak di Kairo dan
sampai meninggalkan kami untuk selamanya.
Beliau juga sangat
memperhatikan pendidikan anak,
shalat harus berjamaah, kadang-
kadang menunggu lama anak-
anaknya bersuci, yang penting
harus berjamaah shalatnya, jika
ada anak yang ngantuk pingin
cepat-cepat shalat Shubuh
duluan, maka pasti disuruh ulangi
lagi dengan berjamaah.
Prinsip hidupnya, ambil
pahala tertinggi jangan puas
dengan yang dibawahnya. Beliau
Ustadz Wahiduddin selalu mengatakan dan
memotivasi anak-anak yang
belajar di Kairo, kalian harus sampai S3, kalian pasti mampu
melakukannya, maka bersungguh-sungguhlah, semoga kalian menjadi
ulama yang mu'tabar di zamannya.[]

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 194:


JOKOWI SERUKAN SEKULARISME
10 - 23 Rajab 1438 H/ 7 - 20 April 2017

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 35


Jiwanya Hanya
Bisa Dibeli Surga
Ustadz Ma’shum bin Tasmun [1947-2015]
Pakar Ilmu Hadits

“I dealisme kita tidak bisa dibeli. Bahkan oleh bos


tempat kita bekerja. Atau oleh penguasa lalim yang
zalim. Sebab, ia akan dipersembahkan dan
dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Sang Khalik. Jiwa
Muslim hanya bisa dibeli surga. Dan hanya bisa beristirahat di
surga nanti. Itulah sebenar-benar mujahid.”
Demikian jawaban Ustadz Maksum yang teringat jelas di
benak Puspita Rini, salah satu putrinya, ketika ditanya
mengapa lebih memilih berjuang bersama Hizbut Tahrir.
Ma’shum bin Tasmun atau yang akrab disapa Ustadz
Maksum dihadapankan pada dua pilihan sulit. Tetap di
lembaga yang telah mendidik dan membesarkannya sejak
kecil atau di Hizbut Tahrir yang baru ditemuinya kurang dari
empat tahun.
Pasalnya, setelah tamat Sekolah Rakyat Negeri, lelaki
kelahiran Rowoyoso, Pekalongan 3 April 1947 dididik di
pesantren yang dinaungi lembaga tersebut. Lalu mendapat

36 | Joko Prasetyo
beasiswa kuliah Tafsir Hadits di Fakultas Syariah Universitas
Ibnu Saud Riyadh, Saudi Arabia.
Setelah mendapat gelar Lc, tepatnya pada 1980, kini
giliran dirinya berbakti, mengajar di pesantren tempatnya
menimba ilmu dulu. Mengajar ushul fiqh, ilmu akhlak, ilmu
tafsir, faraidh, dan lainnya. Ilmunya pun semakin tersebar luas
karena diamanahi sebagai staf redaksi dan mengisi rubrik
Hadits di majalah yang diterbitkan lembaga yang sama.
Tentu saja, semakin mengukuhkan dirinya sebagai ustadz
yang ahli hadits apalagi majalah tersebut bukan hanya beredar
di dalam negeri tetapi juga sampai ke Malaysia dan Singapura.
Mengisi pengajian ke berbagai masjid yang terafiliasi dengan
lembaganya, menjadi rujukan umat. Ditambah lagi rumah
dinas dan segala fasilitas. Ah kurang apa? Semua sudah
sempurna.
Namun kedatangan Abdun Muthi, satu-satunya aktivis
Hizbut Tahrir yang ada di Bangil saat itu, telah menghentak
relung kebenaran hatinya. Pada suatu petang di tahun 1992,
pintu rumah dinasnya yang asri pun dibuka dan menyambut
Abdun Muthi dengan hangat.
“Di sinilah saya dapat merasakan betapa Ustadz Maksum
adalah pribadi yang ikhlas dan bersahaja, beliau begitu
menghargai apa saja ide yang saya sampaikan. Beliau saya lihat
begitu sabar diam mendengar uraian ide-ide Hizbut Tahrir
yang saya sampaikan. Menghormati siapa pun yang
menyampaikan kebenaran,” kenang Abdun Muthi.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 37


Menurut Abdun Muthi’ hal itu
kontras sekali dengan tokoh-tokoh
lainnya di lembaga yang sama.
“Berbeda dengan yang lain yang
selalu meremehkan kedatangan
saya sampai ada dari salah satu
ustadz dari lembaga yang sama
membanting teleponnya ketika
saya hubungi dan ada yang
mengusir,” ujar Abdun Muthi
membandingkan.
Ustadz Maksum dengan
tenang diam mendengarkan, tidak
Ustadz Ma’shum pernah memotong pembicaraan.
Hanya senyum atau berbicara
sepatah atau dua kata saja.
Di pertemuan yang kesekian kalinya, Abdun Muthi pun
membacakan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan
Abdullah bin Umar: “Aku mendengar Rasulullah berkata:
Barangsiapa melepaskan tangannya dari baiat niscaya Allah
akan menemuinya di hari kiamat tanpa punya alasan dan
barangsiapa mati dan tak ada baiat di pundaknya maka mati
bagai mati jahiliyah” (HR Muslim).
Setelah dijelaskan bahwa baiat yang dimaksud adalah
mengangkat kepala negara Islam (khalifah) yang menerapkan
syaraiat Islam secara kaffah (khilafah), Ustadz Maksum pun
langsung bertanya: “Di mana pimpinan Hizbut Tahrir di

38 | Joko Prasetyo
Indonesia? Tolong saya diantarkan untuk bertemu langsung
dengan beliau.”
Setelah diantar menemui pimpinan Hizbut Tahrir kala itu
di Bogor, Jawa Barat, Ustadz Maksum sepekan sekali
mengikuti kajian rutin ke Malang. Karena kebiasaan barunya
itu, dan juga kerap menyuarakan wajibnya menegakkan
khilafah, maka muncullah reaksi beragam dari para pengurus
lembaga tempatnya bernaung. Ada yang biasa saja tetapi
kebanyakan yang tidak suka.
Teguran untuk berhenti mengaji kepada Hizbut Tahrir
tidak diindahkannya. Ancaman dipecat dari pekerjaan dan
dicabut semua fasilas juga sudah disampaikan, namun Ustadz
Maksum tetap bertahan.
Bahkan sampai disidang beberapa kali di hadapan dewan
guru lembaga. Opsinya satu: keluar dari Hizbut Tahrir dan
tetap di lembaga tempat bernaungnya selama ini. Tetapi hati
yang telah tersinari tak bisa dibohongi, meski Hizbut Tahrir
saat itu di Indonesia belum menjadi HTI. Dan di Bangil saat
itu yang menjadi anggota selain dirinya, ya hanya Abdun
Muthi.
Sampailah pada sidang terakhir pada suatu hari di tahun
1996. Di sidang penentuan ini, opsi menjadi dua: tetap di
lembaga dan meninggalkan HT atau kalau tetap tak mau
keluar HT harus meninggalkan lembaga. Dengan kesiapan
menghadapi segala resikonya, Ustadz Maksum memilih tetap
di Hizbut Tahrir. Mendengar jawabannya tersebut, pimpinan
lembaga pingsan seketika.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 39


Benar saja, sejak kejadian itu, Ustadz Maksum tidak diberi
jadwal mengajar lagi dan dipersilakan mengosongkan rumah
dinasnya. Terpaksalah dirinya boyong keluarga ke rumah
mertua, tetapi ia tetap berlapang dada.
Setahun setelah itu, Ustadz Maksum didaulat menjadi
pengasuh pondok pesantren yang didirikan Abdun Muthi dan
rekannya di Rembang Pasuruan yang dananya didadapat di
lembaga berbeda.
Namun hanya berjalan dua tahun. “Karena pondok
tersebut dibubarkan oleh pengurus lembaga berbeda tadi
disebabkan ternyata saya yang dipasrahi mengelola diketahui
sebagai anggota Hizbut Tahrir dan mengajak beberapa aktivis
HT mengajar di sana. Lembaga berbeda tadi takut dananya
yang full dari Saudi dihentikan jika tetap ada saya dan Ustadz
Maksum di pondok tersebut,” kenang Abdun Muthi.
Tetapi Ustadz Maksum tidak berkecil hati, sepekan sekali
tetap ikut kajian ke Malang. Dari rumah mertuanya di Bangil
berjalan kaki menuju angkutan umum, kemudian berganti
bus, turun Arjosari ganti angkot lagi yang biasanya senantiasa
berjubel.
Turun di pertigaan Kedawung dilanjut dengan naik becak
atau kadang malah berjalan kaki lebih dari 3 km menuju Jalan
Kalpataru, tepatnya gang mungil yang hanya bisa dilewati satu
sepeda. Dengan agak tertatih- tatih karena perjalanan yang
melelahkan ia kuatkan langkah kakinya agar bisa berjalan
lebih cepat lagi menuju sebuah gubuk kontrakan pembinanya
di Hizbut Tahrir, Syahroni namanya.

40 | Joko Prasetyo
Sempitnya rumah ukuran 3,5 x 12 meter, dan kumuhnya
lingkungan sepertinya sama sekali tidak ia hirau dan rasakan.
Ustadz mulia yang saat itu berusia 50 tahun kedatangannya
disambut seorang muda 20 tahunan dengan penuh suka cita
bercampur aduk dengan keharuan.
“Betapa kontras antara yang rawuh dengan yang
dikunjungi. Sang muda sama sekali bukan apa-apa apalagi
siapa-siapa hanya kebetulan lebih dulu mengaji di Hizbut
Tahrir sedangkan yang satunya lagi pakar ilmu hadits dari
perguruan tinggi ternama di Timur Tengah. Pengetahuan
agama sang muda apalagi! Bukanlah tamatan dari mana-mana.
Dia hanya kerap ikut-ikutan nyantri kalong di sela libur
semester atau ikut sanlat sehari dua hari di masjid kampus,”
ujar Syahroni.
Setelah keduanya berangkulan sebagai aktualisasi rasa
kasih sayang, keduanya masuk ke ruang tamu yang hanya
beralaskan karpet sederhana. Tidak lama berlalu setelah
minum air seadanya, tepat pukul 20.00 acara serius mereka
berdua dimulai.
Acara serius itu mereka sebut halqah li inhadlil ummah
(halqah untuk membangkitkan umat), karena menurut si
muda untuk membangkitkan umat memang harus dimulai
dengan halqah. Apa nyambung ya? Tapi begitulah, yang jelas
Ustadz Maksum itu percaya bahkan meyakininya. Padahal
yang ngaji pada si muda saat itu hanya satu dua dan dari
rumah ke rumah. Dan jika pun ada yang bersungguh-sungguh
untuk bergabung dalam barisan "sumpah setia" halqah li

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 41


inhadlil umah mungkin di Jawa Timur saat itu belum genap
sejumlah jari tangan dan kaki.
Lantas mengapa kok Ustadz Mulia demikian keukeuh
hendak ikut barisan yang ukurannya serba minimize ini.
Saking mininya halqahnya tiada ditemani siapa pun juga, alias
sendirian dengan Syahroni. Di sanalah justru jiwa besarnya
terungkap. Setidaknya keikhlasan itu begitu terpancar pada
dirinya. Sebelum ada tokoh umat menyambut seruan ini, ia
menyambut duluan.
“Zuhud dan ikhlas sifat yang paling menonjol yang saya
tangkap dari beliau,” ujar Syamsuddin, rekannya.
Betapa kagetnya, Syamsuddin ketika malam itu, Jumat 15
Mei 2015, menerima telepon keluarga Ustadz Maksum,
bahwa ulama zhuhud tersebut telah berpulang ke rahmatullah
pukul 03.00 WIB. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiuuun.
Allahummagfirlahu, warhamhu, wa’afihi, wafu’anhu...
Salah satu karyanya adalah bagan kharithatus sanad atau
haikalur ruwwat yang memudahkan para santrinya memahami
ilmu hadits. Dilanjutkan dengan definisi-definisi seputar ilmu
hadits sekitar 40 halaman folio “Semuanya beliau ketik sendiri
dengan mesin ketik Arab manual,” ujar Syamsuddin. []

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 152:


RAPAT DAN PAWAI AKBAR 1436 H BERSAMA
UMAT TEGAKKAN KHILAFAH
18 Sya’ban - 1 Ramadhan 1436 H/ 5 - 18 Juni 2015

42 | Joko Prasetyo
“Saya Sangat
Mendukung
Perjuangan
Hizbut Tahrir”
KH Ridwan Mansyur [1945-2016]
Ketua Umum MUI Kota Banjar

“Yang terkandung dalam perjuangan Hizbut Tahrir itu saya sangat


respek. Sangat bagus itu, bahkan saya sangat mendukung kepada
perjuangan Hizbut Tahrir.”

K H Ridwan Mansyur merupakan salah satu putra


terbaik sekaligus tokoh agama yang juga Ketua
Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota
Banjar, Jawa Barat. Maka ketika dirinya berpulang, duka pun
menyelimuti kota yang berbatasan dengan Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah tersebut. Ulama yang jadi panutan
tersebut pada Jumat (9/9/2016) sore sekitar pukul 16.45 WIB
menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Banjar
Patroman.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 43


Disebutkan Dede Ramlan (42), putra keempat almarhum,
sebelum wafat ayahnya sempat dibawa ke rumah sakit
lanataran mengalami pusing dan sesak nafas. Namun akibat
penyakit sesak nafasnya semakin bertambah parah, pun
akhirnya meninggal dunia. “Maaf jika bapak mempunyai
kesalahan,” kata Dede berlinang air mata.

KH Ridwan Mansyur (nomor dua dari kanan) hadir dalam kegiatan Liqo Syawal HTI 1435H

Kabar duka itu, membuat para teman dan sahabat sangat


kehilangan sosoknya. H Asep Saeful Rohman,
misalnya, mengaku terkejut. “Almarhum tadi pagi masih
mengisi acara di Kemenag Banjar, namun pada sore harinya
saya mendengar kabar bahwa bapak sudah tiada,” kata
kerabat almarhum.

44 | Joko Prasetyo
Hal senada juga disampaikan aktivis Hizbut Tahrir
Indonesia (HTI) Ibnu Aziz Fathoni. “Tentu saja seperti tidak
percaya karena sehari sebelumnya, saya bertemu beliau dan
ngobrol hampir dua jam,” ungkapnya kepada Media Umat.
Bakda shalat magrib, Ibnu Aziz langsung bertakziyah
hingga pukul satu malam. “Sayang, saya tidak bisa turut
mengantar pemakamannya karena bentrok dengan tugas luar
kota,” sesalnya.
Esoknya, Sabtu (10/09/2016), jenazah di dikebumikan di
pemakaman keluarga di Dusun Cibeureum, RT 6, RW 2,
Desa Balokang, Kecamatan Banjar.
Di acara pemakaman almarhum, warga Banjar dari
berbagai kalangan hadir, mulai dari tokoh agama, tokoh
pemuda, pimpinan OPD, Walikota Banjar, Kapolres Banjar,
mantan Walikota Banjar dan para pejabat utama Polres
Banjar dan juga Ketua HTI Banjar Zaenal Arifin.
Menurut Zaenal, almarhum merupakan sosok yang
berani mengatakan sesuatu sesuai kenyataan baik secara
langsung maupun dengan kiasan, ketegasannya itu juga
didampingi wawasan yang luas dengan kemampuan
berbahasa Arab dan Inggris yang baik secara lisan maupun
tulisan.
Ketulusan dan kesederhanaannya membuat sosoknya
disegani. Bahkan dengan keberaniannya, almarhum pernah
memakai jaket kalimat tauhid ke mana-mana, tidak takut
dilabeli apa pun, bahkan dia sering membela para pengemban

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 45


dakwah di hadapan para tokoh yang kontra atas dakwah
syariah dan khilafah.
“Terima kasih atas dukungan untuk dakwah dan
perjuangan, semoga Allah menjadikan beliau bersama di
antara para syuhada yang memperjuangkan agama Islam...
Aamiin,” ungkap Zaenal tatkala memberikan kesaksian atas
almarhum dalam mendukung upaya penegakkan syariah Islam
secara kaffah dalam naungan khilafah.

Istiqamah Berdakwah
Ulama yang lahir pada 18 April 1945 tersebut menempuh
pendidikan keislaman di Pondok Pesantren Cidewa (sekarang
Darussalam) Ciamis, Jawa Barat. Dilanjutkan ke Pondok
Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur. Ridwan muda
termasuk aktivis Nahdlatul Ulama (NU) di tempat
kelahirannya di Pamarican Ciamis. Pernah mengabdi di
lingkungan Departemen Agama sebelum akhirnya
mengembara ke Saudi Arabia selama empat tahun.
Putra ke-6 dari keluarga besar Haji Bahruddin
Karangcengek Pamarican ini dikenal sebagai ulama yang low
profile, bijaksana dan bisa diterima oleh semua kalangan.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap persoalan Islam dan
umatnya, ia banyak memberikan kajian-kajian keislaman di
berbagai tempat termasuk berkiprah di MUI kecamatan
Banjar hingga diberikan amanah Ketua Umum MUI kota
Banjar masa hikmat 2013 -2018.

46 | Joko Prasetyo
Ia sangat memahami betul kondisi umat yang mundur
yang selalu dirundung masalah, dalam berbagai kesempatan
termasuk dalam forum diskusi, almarhum kerap mengatakan:
"Upami nganggo Syariat Islam mah, umat tangtu salamet, pami
henteu, pasti ancur. " ---Kalau menggunakan syariah Islam,
umat tentu selamat, kalau tidak, pasti hancur. Kalimat yang
sama juga diucapkan istri almarhum, Hj Ai Sukaesih ketika
ditanya pesan apa yang kerap disampaikan Kyai Ridwan.
Ai juga menyatakan suaminya sangat mendukung HTI
dan selalu mendorong dirinya untuk mengikuti kajian-kajian
HTI. "Upami aya uleman ti Hizbut Tahrir, satuntung abdi nuju
sehat, abdi mah sok ngiringan wae," tambah sang istri kepada
Media Umat menirukan ucapan almarhum. --- Bila ada
undangan dari Hizbut Tahrir, selama saya masih sehat, saya
selalu hadir.
Kyai Ridwan pertama kali kenal HTI pada tahun 2006,
saat dirinya didatangi Ibnu Aziz. “Kiai menyambut kami
dengan ramah, kami perbincangkan problematika keumatan
serta solusi kembali kepada syariah dan khilafah, maka
sambutan beliau luar biasa baiknya,” kenang Ibnu Aziz.
Kesamaan pandangan tentang kewajiban perjuangan
penerapan syariat dan pentingnya khilafah Islam untuk
mempersatukan umat, menjadikan almarhum mendukung
agenda dan kegiatan HTI. “Termasuk beliau sendiri
mengikuti beberapa even besar baik yang berskala nasional
atau pun lokal,” ungkap Ibnu Aziz.
Pernyataan tegasnya tentang pentingnya perjuangan
syariah dan khilafah diemban oleh setiap Muslim, pernah

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 47


menjadi polemik hangat di Kota Banjar. Polemik itu muncul
tatkala almarhum memberikan kesaksian terkait acara
Muktamar Tokoh Umat (MTU) Kota Banjar yang dihadiri
800 tokoh dari berbagai kalangan Se-Priangan Timur, yang
meliputi Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, pada ahad
(01/05/2016) di Gedung Graha Banjar Idaman, Kota Banjar
Jawa Barat.
“Dirinya difitnah mengkafir-kafirkan sesama Muslim bila
tidak mendukung HTI oleh salah satu organ ormas tertentu
di Banjar,” ungkap Ibnu Aziz.
Opini mengembang agar almarhum mencabut
pernyataannya. Ia pun tak gentar, karena tidak merasa
mengatakan seperti yang dituduhkan. Untung saja, pernyataan
almarhum tersebut divideokan. Seperti yang dapat disaksikan
di https://youtu.be/NtKWgYTm1ZM, saat itu almarhum
berkata:
Yang terkandung dalam perjuangan Hizbut Tahrir itu saya
sangat respek. Sangat bagus itu, bahkan saya sangat mendukung
kepada perjuangan Hizbut Tahrir. Walau pun bagaimana. Saya
seringkali dikatakan di hadapan rekan-rekan atau di hadapan umum,
bagi umat Islam yang tidak mendukung perjuangan syariat Islam
supaya tegak di muka bumi Indonesia ini, dipertanyakan
keislamannya, bahkan sering saya sampaikan perlu syahadat lagi.
Sebab ini merupakan kewajiban, kalau tidak didukung oleh kita
sebagai umat Islam, siapa yang akan mendukung pada syariat Islam di
muka bumi Indonesia?
Dengan tenang ia meminta dijelaskan letak kesalahan
pernyataannya kepada orang-orang yang mempermasalahkan.

48 | Joko Prasetyo
“Di mana letak kesalahannya? Tidak ada kalimat yang
mengkafirkan seseorang yang tidak mendukung HTI,”
ungkap Ibnu Aziz menirukan almarhum. Polemik pun
berhenti.
Ibnu Aziz pun menceritakan pertemuan terakhirnya
dengan almarhum. Salah satu pernyataan yang almarhum
sampaikan adalah “tugas ini (perjuangan syariah khilafah)
harus disuarakan oleh semua elemen Islam, karena ini adalah
kewajiban." Termasuk isyarat ucapan perpisahannya,
"sepertinya usia saya tidak lama lagi ..." dengan bahasa Sunda.
Hingga Ibnu Aziz sempat mendokumentasikan sosok Kyai
Ridwan dengan kamera ponselnya.[]

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat Edisi 181:


BAHAYA CINAISASI DI BALIK REKLAMASI
21 Dzulhijjah - 5 Muharram 1437 H/ 23 September - 6 Oktober 2016

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 49


All Out dalam
Berdakwah
Siskawati [1990-2016]
Perintis dakwah khilafah di USNI Jakarta

Hujan tidak menjadi penghalang bagi dirinya untuk tetap melakukan


aktivitas. Termasuk di hari terakhir hayatnya. Ia tetap pulang usai
mengisi pengajian untuk segera mengurus ayahnya, meskipun hujan
menerjang.

M eski sudah delapan Jumat Siskawati telah


menghadap Ilahi Rabbi, tapi kenangan
bersamanya tak mau pergi, selalu menggelayut di
hati Rumi, kakaknya Siskawati.
“Setiap hari Jumat terdengar alunan ayat Al-Qur’an di
masjid-masjid di setiap itu pula air mata ini mengalir, kisah ini
membekas di hati dan pikiranku, yang aku tahu kerinduan ini
tak akan berujung, aku ingin menatapmu berbicara denganmu
memelukmu dan aku tahu (yang bisa kulakukan, red) ini
hanya sebatas doa,” ungkapnya Jumat (19/08/2016) di akun
facebooknya, Rummyhasta Rummyhasta.

50 | Joko Prasetyo
Ya, hari Jumat
menjadi hari yang
menyedihkan baginya.
Jumat, 17 Juni 2016
Rummyhasta melihat
Siska untuk yang
terakhir kali. Dari
Jakarta, Rumi langsung
pulang kampung ke
Sukoharjo begitu
mendengar kabar adik
tercintanya dinyatakan
hilang hanyut terbawa
arus sungai Bengawan
Solo sejak Kamis sore --
--belakangan jenazahnya Siskawati
ditemukan beberapa
jam kemudian sudah terbujur kaku tetapi tetap terbalut
pakain syar’inya.
“Jumaat itu hatiku hancur lidahku kelu aku menatapmu
kamu diam terbujur kaku,” kenang Rumi.
Aninditya, sahabat Siskawati, pun merasakan hal serupa.
“Beberapa hari terakhir.. saya takut membuka laman Fb.
Semua timeline membicarakan sahabat saya Sisca Chika (nama
akun facebook Siskawati, red), setiap membaca postingan-
postingan itu saya selalu tak kuasa menahan air mata dan
mengungkit kenangan-kenangan perjuangan dalam dakwah
maupun mencari maisah dan curhatan-curhatannya. Dan pada

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 51


akhirnya... kehidupan pun terus berjalan, Dia tetap
terkenang...,” ungkap Aninditya di akun facebooknya.

Berpulang
Usai mengisi pegajian di Desa Ngadipuro, Siska pulang
melalui jalan pintas melalui jembatan sesek bambu di Desa
Lengking, Kecamatan Bulu, Kamis (16/6) petang. Warga
Desa Lengking ini terpeleset saat mengerem di tengah
jembatan tersebut sekitar pukul 16.30 WIB.
Tim SAR bersama, BPBD, Polisi dan relawan lainnya
melakukan upaya pencarian di sepanjang aliran sungai di
sekitar lokasi kejadian. Namun arus yang cukup deras dan
volume air cukup tinggi menjadikan proses pencarian
mengalami hambatan. Sehingga butuh waktu berjam-jam
mencari sebelum akhirnya jenazah Siska ditemukan.
Pentakziyah mensholatkan almarhumah Siska putri ke 11
dari 12 bersaudara keluarga Bapak Derajat. Sekitar 500 orang
hadir, baik dari warga kampung Lengking maupun para
aktivis Muslimah HTI bahkan beberapa Babinsa juga turut
hadir.
Prosesi pemakaman cukup singkat, tepat pukul 10
jenazah Siskawati dikebumikan di Desa Jomblang 300 meter
dari rumahnya. Hampir seluruh keluarga yang berada di
Jakarta pulang untuk melepas kepergian Siska untuk terakhir
kalinya.

52 | Joko Prasetyo
Mengenal Hizbut Tahrir
Awal mengenal Muslimah HTI pada 2011 tatkala dirinya
masuk kuliah di Universitas Satya Negara Indonesia (USNI)
Jakarta. Menurut Layli Triana, pembina dan sahabatnya di tim
dakwah kampus, Siska bergabung dengan Muslimah HTI
karena merasa sedih dengan kondisi umat Islam saat ini dan
sangat ingin merubahnya.
“Sebelum mengenal HTI, almarhumah seperti halnya
Muslimah kebanyakan dan belum berjilbab. Setelah mengenal
HTI, ia berubah drastis baik dalam penampilan maupun
sikap. Muncul kegundahan ketika melihat maksiat di mana-
mana. Almarhumah selalu mengaitkan segala aktivitasnya
dengan hukum syara’ dan tidak ingin sampai melanggarnya,”
beber Layli.
Siska juga orang pertama yang menjadi pejuang syariah
khilafah di kampusnya. “Sejak itulah dakwah di kampus
USNI semakin terasa dan banyak mahasiswi yang mulai
mengkaji Islam karena ajakan amarhumah,” ungkap Layli.
Selain di kampus, Siska juga sangat gigih mendakwahi
keluarga. Meskipun awalnya banyak pertentangan dan
mendebat perubahannya terutama dalam hal pakaian, namun
almarhumah tetap berpegang teguh dan menjalankannya.
Seiring waktu pada akhirnya keluarga menjadi terbiasa
dan bahkan almarhumah bisa memberi pengaruh besar dalam
keluarga, almarhumah menjadi rujukan nasihat dalam
keluarga. Alhamdulillah satu per satu kakak-kakaknya
mengikuti jejaknya dan bahkan jilbab yang semula adalah

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 53


pakaian asing, kini menjadi pakaian sehari-hari di keluarga
termasuk yang mulai ikut mengkaji Islam dan bergabung
dalam barisan dakwah.
“Adikku Sisca Chika aku mencintaimu, banyak hal yang
ingin kuceritakan padamu, kamu adalah permata di keluarga
ini, aku bersyukur memilikimu aku bersyukur karena menjadi
adikku, aku bersyukur kamu mengajariku tentang Islam
sebenarnya. Adikku kini siapa lagi yang akan mengajariku?
Sungguh aku merindumu,” curhat Rumi di akun facebook-nya.
Siska juga sangat aktif dalam mengadakan acara besar dan
berbagai kegiatan Islam di kampus. Salah satunya saat
menjadi panitia di acara Rapat Pawai Akbar tahun 2015 lalu,
almarhumah tetap bersedia menjadi pj bus meskipun kondisi
kakinya pada saat itu sedang sakit karena almarhumah pernah
mengalami kecelakaan dan cedera pada lutut sebelah kirinya.
Sempat akan digantikan dengan yang lain karena tugas pj bus
yang mengharuskan almarhumah berjalan jauh, namun
almarhumah tidak mau digantikan karena merasa mampu
untuk menjalankan amanah itu.
Siska senantiasa all out dalam menjalankan amanah
dakwah, terutama dakwah kampus. Sebulan sebelum
almarhumah meninggal, almarhumah sangat sibuk dalam
menyiapkan acara super training di kampus dan bahkan
merangkap tugas karena kurangnya SDM panitia, meskipun
menghadapi beberapa kendala dari kampus yaitu masalah
tempat yang tidak mendapat izin dari kampus, tapi
almarhumah tidak menyerah dan terus berusaha mencari
solusi agar acara tetap bisa terlaksana.

54 | Joko Prasetyo
“Padahal saat itu almarhumah juga seharusnya pulang ke
Sukoharjo untuk menjenguk bapaknya yang sakit. Karena
tahu bapaknya sakit saya persilahkan almarhumah pulang
kampung dulu dan menyerahkan acara kampus ke SDM yang
lain,” kenang Laily.
Namun Siska memilih mengundurkan pulang
kampungnya dan menyelesaikan amanah di kampus.
“Almarhumah bilang, ingin tenang ketika pulang kampung
dan ingin merawat bapaknya selama bulan puasa sampai
lebaran,” kata Laily kepada Media Umat Ahad (21/08/2016).
Siska pun pamit untuk pulang kampung ke Sukoharjo
sejak awal Ramadhan lalu, karena sesuai janjinya, ingin
merawat bapaknya yang sakit selama Ramadhan.
“Pengorbanannya begitu besar untuk dakwah. Lokasi
sejauh apa pun, cuaca hujan atau panas, bahkan selelah
apapun, almarhumah tidak pernah mengeluhkannya.
Contohnya setiap kali akan menghadiri rapat, almarhumah
rela menjemput salah satu anggota yang lokasi rumahnya
tidak dilalui transportasi umum dan anggota tersebut harus
membawa dua anak. Padahal, hal itu membuat almarhumah
harus memutar lebih jauh dari lokasi rapat. Tapi tidak tampak
dari almarhumah suatu keberatan sedikitpun dalam hal itu,”
bebernya.
Di kampung, selain mengurus orang tuanya, Siskawati
pun tetap aktif berdakwah. Hujan tidak menjadi penghalang
bagi dirinya untuk tetap melakukan aktivitas. Termasuk di
hari terakhir hayatnya. Ia tetap pulang usai mengisi pengajian
untuk segera mengurus ayahnya, meskipun hujan menerjang.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 55


Rekannya di Sukoharjo Muri Indrawati mengatakan
bahwa Siska adalah aktivis Muslimah HTI yang sedang
menjalankan amanah dakwah. Dirinya tampak merasa
kehilangan dengan sosok Siska saat menceritakan kronologi
kejadian.
“Mbak Siska ini sebelum kejadian sedang mengisi kajian
di desa Ngadipiro bada asar... Kondisi yang sedang hujan
membuat jembatan bambu licin, motor beliau terpeleset, dan
beliaunya jatuh ke sungai,” ucap Muri.
Muri mengharapkan keluarga yang ditinggalkan diberi
kesabaran dan mengikhlaskannya.
“Kami sedang berduka kehilangan salah satu aktivis kami
yang sungguh luar biasa perjuangan untuk Islam dan dakwah.
Kami doakan semoga husnul khatimah dan syahid di jalan
Allah, dan keluarga mau mengikhlaskan diberi kekuatan dan
menjadi pahala kesabaran bagi keluarganya,” pungkas Muri.[]

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 179:


JARING NARKOBA JERAT APARAT
23 Dzulqaidah - 7 Dzulhijjah 1437 H/ 26 Agustus - 8 September 2016

56 | Joko Prasetyo
Hanya Islamlah
yang Mampu
Sejahterakan Papua
KH Ahmad Anderson Meage [1978-2016]
Ketua MUI Kab Sorong, Papua Barat

“HTI selalu peduli terhadap permasalahan umat dan kami siap


mendukung HTI dalam berjuang untuk penegakkan syariah Islam
secara kaffah khususnya di bumi Papua ini.”

K H Ahmad Anderson Meage merupakan tokoh


Muslim yang dikenal taat agama dan mengayomi
masyarakat. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat tersebut gigih
mengurusi permasalahan umat Muslim khususnya di Papua
Barat. Kini masyarakat Kota Sorong telah ditinggalkan oleh
salah satu putra daerah terbaiknya itu, tepat pada hari Ahad,
31 Januari 2016 pukul 16.00 WIT, Ketua Forum Kerukunan
Umat Beragam (FKUB) menghembuskan nafas terakhirnya.
Tak ayal lagi, begitu mendengar Kepala Sekolah MTsN
Model Mariyai (SP 2) tersebut meninggal, ratusan umat
Muslim beramai-ramai ziarah kekediamannya di jalan Budi

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 57


Utomo, Kelurahan Makbusun, Kecamatan Mayamuk,
Kabupaten Sorong untuk mengurus jenazah dan
mengantarkan ke tempat peristirahatan terakhirnya.

KH Ahmad Anderson Meage

Ribuan tamu datang silih berganti, mulai dari para pelajar,


santri pondok pesantren, dan ratusan masyarakat dari
Wamena. Mereka datang untuk berbelasungkawa dan
memberikan penghormatan terakhir berpulangnya sang tokoh
yang vokal dalam menyuarakan kerukunan dan persatuan itu.
Tampak hadir pula Wakil Bupati Sorong Suka Harjono,
Sekda Kabupaten Sorong H Solossa, Kepala BPKAD
Kabupaten Sorong Johny Kamuru, Kepala Kantor Kemenag
Kabupaten Sorong, jajaran Kemenag Kota Sorong, tokoh
agama Muslim maupun non Muslim, tokoh masyarakat, dan
tokoh adat setempat.

58 | Joko Prasetyo
Wajar saja warga Sorong berduka cita, sebab
kepergiannya terkesan tiba-tiba alias mendadak. Sehari
sebelum wafatnya, Pondok Pesantren Nurul Yaqin
(Makbusun) tersebut masih sibuk mengisi kajian di majelis-
majelis ta’lim dan bersilaturrahim dengan sanak famili.
Bahkan pada saat menjelang wafat, ia masih berdiri di atas
mimbar mengisi sebuah kajian. Namun karena merasa kurang
enak badan, ia pun menghentikan kajian tersebut sesaat
kemudian pingsan sehingga harus dibawah ke rumah sakit.
Namun diperjalanan menuju RS. Selebe Solu Kota Sorong, ia
telah berpulang menghadap Allah SWT.
Bupati Sorong Stepanus Malak menilai figur Anderson
Meage menyatakan merasa kehilangan. “Memang kita merasa
kehilangan dengan telah meninggalnya Almarhum H. Meage,
baik dalam bidang keagamaan maupun bidang lain secara
menyeluruh. Jadi kita melihat bagaimana figur pemimpin itu
bukan saja dilihat dari sisi keagamaan semata, tapi bagaimana
figur itu bisa mengayomi masyarakat di sekitar lingkungan
atau wilayah Kabupaten Sorong pada umumnya,” jelas Malak
usai mengikuti rapat bersama Ketua BPK RI Perwakilan
Papua Barat, di Sorong, Senin (1/2) kepada awak media.

Masuk Islam
Anderson Meage, itu adalah nama kecilnya. Ia berasal dari
keluarga bangsawan, ayahnya bernama Meage adalah seorang
kepala suku, dengan kepercayaan animisme dan kental
dengan adat istiadat. Anderson Meage lahir di Wamena pada
5 Desember 1978 dan beristrikan Hj. Ambar Yuli Astuti ---

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 59


orang Kebumen, Jawa Tengah--- dan kini telah memiliki 3
orang putra dan seorang putri. Masuk Islam pada saat duduk
di bangku kelas 3 Sekolah Dasar (SD).
Ada kisah menarik tentang keputusannya untuk masuk
Islam. Berawal dari hobinya membaca buku-buku tentang
agama Islam di perpustakaan sekolah, maka ia pun meyakini
dengan kebenaran akidah Islam.
Merasa sudah tidak sepaham lagi lalu ia memutuskan
untuk menghindari ayahnya, dan melarikan diri ke Jawa
bersama dengan seorang gurunya yang kemudian
membuatnya menjadi muallaf. Sehingga namannya berubah
menjadi Ahmad Anderson Meage.
Lebih dari itu, kecintaanya pada dunia Islam membuatnya
ingin sekali menjadi mubalig. selanjutnya ia berusaha
meningkatkan wawasan Islamnya dengan belajar di sebuah
pondok pesantren di Kebumen selama beberapa tahun dan
pindah lagi di sebuah pondok pesantren di Wonosobo, Jawa
Tengah.
Setelah merasa cukup, kemudian ia mencoba terjun di
masyarakat, mencari pekerjaan dan menikah dengan seorang
wanita shalihah. Namun itu semua tidak berjalan mulus,
banyak liku-likunya. Beberapa kali ia ditolak untuk bekerja
tetapi ia tidak pernah putus asa, sampai bekerja menjadi
tukang bersih-bersih di sebuah kapal pun pernah ia jalani.
Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menikah dan
membawa istrinya kembali ke Papua. Di Papua, ia benar-
benar memulai karirnya dari nol. Siapa sangka, karena

60 | Joko Prasetyo
keistiqamahannya dalam berjuang ia pun menjadi tokoh di
Sorong.
Ia sering tampil di tengah-tengah masyarakat khususnya
masyarakat Papua dalam upaya penyelesaian permasalahan -
permasalahan umat bersama dengan ormas – ormas Islam
sebagai mitra aparat keamanan. Permasalahan seperti kasus
pembakaran masjid dan pembubaran jamaah sholat Id di
Tolikara, kasus penolakan pembangunan Masjid Andai
Manokwari oleh umat Kristen dan penolakan pembangun
masjid dan mushola di beberapa daerah pedalaman Papua ---
yang diprakarsai oleh misionaris Kristen--- sempat digelutinya
sebelum akhirnya ia wafat.
Di lingkungan tempat tinggalnya, ia dikenal sebagai
seorang yang memiliki sifat sosial dan gemar bersilaturrahim.
“Pak Meage adalah aset umat Islam di Papua, dan sulit untuk
mencari penggantinya’’ kenang salah seorang sahabat dekat
beliau. “Beliau juga senang merangkul berbagai elemen
masyarakat dan ormas – ormas yang ada’’ lanjutnya ketika
dikunjungi Media Umat.
Lebih dari itu, Anderson Meage sangat memuliakan guru.
Karena setiap berkunjung ke Jawa dalam hal pekerjaan, selalu
berusaha menyempatkan waktunya untuk berkunjung
menemui orang-orang yang dikenal semasa hidup di Jawa,
terutama guru-gurunya yang telah mengajar sewaktu belajar di
tingkat SMP sampai SMA.
Selain itu, ia memiliki hobi bekerja, ia tidak ingin
waktunya terbuang sia-sia. “Saya teringat waktu masih SD,
setiap saya pulang sekolah, sering saya dapati beliau sedang

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 61


mengepel, menyapu rumah, setelah itu menyuruh saya
membeli es campur dan kami minum bersama-sama.. dan
yang pasti beliau selalu mengingatkan saya untuk jangan
pernat telat sholat,” kenang Roisah Elbaety warga Kebumen
yang rumahnya ditumpangi Anderson Meage saat sekolah di
Jawa, dalam blog pribadinya Shining in the sky.
Anderson Meage pun mengapresiasi Hizbut Tahrir dan
sangat mendukung perjuangan penerapan syariah Islam
secara kaffah. “HTI selalu peduli terhadap permasalahan
umat dan kami siap mendukung HTI dalam berjuang untuk
penegakkan syariah Islam secara kaffah khususnya di bumi
Papua ini. Karena hanya Islam-lah yang mampu
mensejahterakan masyarakat Papua,” tegasnya dalam diskusi
publik yang diselenggarakan HTI Papua Barat pada 2015 lalu.
Semoga semangatnya dalam berdakwah dan
memperjuangkan Islam khususnya di Papua dapat menjadi
pelopor lahirnya putra-putri asli Papua pejuang syariah dan
khilafah. Aamiin.[] Faturrahman Rasyid/Joy

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 169:


SEPARATIS PAPUA MAKIN NYATA KENAPA
DIBIARKAN SAJA?
24 Jumadil Awal - 8 Jumadil Akhir 1437 H/ 4 - 17 Maret 2016

62 | Joko Prasetyo
Aktif Berdakwah
Meski Fisik Lemah
Ummu Athiyah [1992-2016]
Tim Media Muslimah HTI Makassar

T iada lagi senyum ramah Ummu Athiyah dalam liputan


video kegiatan bersejarah perjuangan para Muslimah
di jantung Sulawesi Selatan untuk menegakkan
syariah. Tiada lagi tulisan tajamnya yang mengambil sudut
pemberitaan penting yang merekam perang pemikiran para
Muslimah pejuang khilafah di kota yang dulu bernama
Ujungpandang. Tidak ada lagi suaranya yang lantang dalam
siaran radio meyuarakan kebenaran. Karena ujung tombak
tim media Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Makassar tersebut sejak 26 Januari telah tiada.
Kabar meninggalnya sangat mengejutkan teman-teman
almarhumah di Makassar. Pasalnya tepat sebulan sebelum
berpulang ke rahmatullah, ia baru saja melaksanakan
pernikahan, tepatnya pada tanggal 25 Desember 2015 lalu di
kampung halamannya di Desa Salassa'e, Kecamatan
Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
Menurut A Tentri Rawe, sahabat sekaligus menjadi sosok
kakak bagi almarhumah selama merantau di Makassar,

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 63


menyatakan hanya lima hari setelah menikah Ummu sehat,
tapi belum dirawat di klinik. Sakitnya masih bisa bangun, agak
baikan sehari, kemudian sakit lagi. Hingga tanggal 9 Januari
betul-betul sudah tidak kuat dia jadi baru diopname di klinik
As-Syifa Bulukumba.

Aktivitas Ummu Athiyah (kanan) sebagai penyiar radio

Sekitar sepekan diopname, dikembalikan ke rumahnya.


Baru dua hari di rumah kondisinya semakin lemah dan
mungkin memang sudah koma. Lalu dilarikan ke RS St. Dg.
Raja Bulukumba. Dua hari di sana kemudian pada tanggal 20
Januari dirujuk ke RS Plamonia Makassar masih dalam
kondisi koma. Hingga akhirnya enam hari kemudian kembali
menghadap Allah SWT.

64 | Joko Prasetyo
Faktor lain yang membuat teman-temannya terkejut,
memang selama ini Ummu selalu berupaya untuk
menghadirkan kondisinya yang paling baik di hadapan orang
lain. Tidak banyak yang mengetahui bagaimana sebenarnya
kondisi fisiknya kecuali sahabat-sahabat yang sering
bersamanya.
“Cenderung tertutup. Tidak semua hal akan dia cerita
bahkan dengan orang dekatnya. Sekuat-kuatnya manusia pasti
pernah ngeluh ya... tapi seperti yang saya katakan tadi dia
akan menyimpan sendiri setiap masalahnya. Kalau dia ngeluh
berarti sudah level parah kalau ukuran saya. Masalah jika
merasakan sakit, iya dia katakanji tapi ya kayak bertanya-tanya
gituji. Misalnya kenapa dadanya sakit, kepalanya pusing, kayak
sesak. Atau kalau dia letih dia ungkapkanji. Cuma memang
kalau lagi sakit dia diam berbaring di kamar saja. Nanti kalau
saya tegur kenapa masih tidur, dia baru bilang kalau sakit,”
beber Rawe.

Rela Berkorban
Di waktu yang lain, diceritakan oleh Muji, rekan
almarhumah, Ummu Athiyah rela meminjam uang dengan
jumlah yang tidak sedikit untuk memobilisasi peserta sebuah
even Islami yang berangkat dari kampung ke Makassar.
Sebagian dari uang tersebut dilunasi dari hasil pengumpulan
dana di kampung, tapi qadarullah setelah even tersebut,
Ummu Athiyah kembali ke Makassar dan sulit menagih.

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 65


“Biarmi kak, sayapi yang kembalikan semua sisanya,” ujar
Muji meniru ucapan almarhumah. Padahal sisanya masih
setengah dari total utang tersebut. Dan saat itu Muji bertanya:
“Dari manaki nanti dapat uang?” Karena setahu Muji di
Makassar almarhumah hanya penyiar radio dan jualan
kosmetik online yang untungnya tidak seberapa.
Seperti itulah teman-teman mengenal kegigihan Ummu
dalam hal apa pun. Bahkan saat di Kampung, Ummu Athiyah
yang telah memiliki pekerjaan, merasa sangat tidak nyaman
sebab tidak mampu maksimal dalam dakwah. Kondisi di
kampung halamannya yang jauh dari nuansa perjuangan
akhirnya membuat almarhumah kembali ke Makassar dengan
harapan mampu mengerahkan potensi-potensinya untuk
dakwah di kampus.
Semoga Allah SWT menilainya sebagai amalan yang besar
walaupun kembalinya Ummu ke Makassar hanya dalam waktu
yang sangat singkat.

Sabar Menjalani Hidup


Ummu Athiyah tergolong sabar dalam menjalani hidup
yang sulit. “Karena dia kuliah di sini hanya berbekal beasiswa
saja. Jadi kebutuhannya dari A-Z dibiayai sendiri di Makassar
karena memang termasuk orang yang tidak mau
memberatkan. Di usia TK ayahnya sudah meninggal.
Akhirnya dia, ibunya, dan kakak laki-lakinya kembali ke
kampung menumpang di rumah nenek. Usia SMP ibunya

66 | Joko Prasetyo
menikah lagi sehingga Ummu diurus oleh tantenya,” beber
Rawe.
Sejak sekolah termasuk anak yang berprestasi tetapi
memang lemah secara fisik, sakit-sakitan. Hingga tamat SMA
dan dia berhasil melanjutkan kuliahnya di Jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan (PPB) Fakultas Ilmu Pendidikan
(FIP) Universitas Negeri Makassar (UNM) jalur beasiswa
Bidikmisi.
“Apa yang dia dapat dari beasiswa tentu tidak mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Selain itu biaya kuliah yang banyak
embel-embelnya ditambah lagi beasiswa yang sering telat
cairnya. Namun tidak pernah saya dengar dia minta uang ke
kampung untuk menutupi kebutuhan hidup selama di
Makassar. Jadinya dia hanya berutang kepada orang-orang
itupun tidak sembarang orang. Kalaupun minta ke kampung
itu pun dia juga utang di keluarganya yang dekat,” ungkap
Rawe.

Aktif Berdakwah
Wanita kelahiran Sentani, 21 Juli 1992 ini telah menjadi
aktivis Muslimah HTI Makassar mengenal Hizbut Tahrir
sejak semester pertama di bangku kuliah pada 2010. Saat itu,
Tati teman sekelasnya kuliah, mengontak Ummu untuk turut
berdakwah menyadarkan umat akan kewajiban menegakkan
syariah dan khilafah. Ummu yang sudah mengikuti
pergerakan Wahdah Islamiyah (WI) pun setuju dan dengan

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 67


penuh semangat rutin mengikuti kajian serta berdakwah
bersama Muslimah HTI.
Namun pada suatu hari Ummu akhirnya curhat kepada
Tati tentang kegalauannya harus memutuskan tempat
pembinaan. “Di WI dia disuruh untuk memilih apakah tetap
di WI atau di HTI padahal dia mau dua-duanya karena
menurutnya di mana pun itu, mau WI, HTI, IMM yang
penting belajar Islam tidak masalah,” ungkap Tati.
Memang di WI, Ummu merasa sangat nyaman tetapi
dakwahnya dia nilai hanya individual sedangkan di HTI,
Ummu merasakan lebih dari itu. “Di HTI akalnya terpuaskan
dan merasa orang-orangnya terbuka dan membebaskan mau
ngaji di mana pun asalkan tetap mendakwahkan Islam dan
dakwahnya juga bukan untuk diri sendiri saja dan selalu ada
dalil di setiap jawaban pertanyaannya,” ujar Tati menirukan
jawaban Ummu.
Di situlah dia berpikir dan memutuskan kalau apa yang
dia dapat di WI dia juga dapatkan di HTI. Tetapi apa yang dia
dapatkan di HTI belum dia dapat di WI. Makanya dia
memilih untuk tetap mengaji di HTI.
Ummu pun aktif berdakwah di kampus. Bahkan setamat
kuliah tetap mengurus dakwah di kampus. Hingga saat
terakhir, almarhumah diamanahi menjadi pembina lembaga
dakwah kampus (LDK) Fosdik UNM Tidung Makassar
setelah sebelumnya dipercaya menjadi kordinator keakhwatan
di LDK tersebut.

68 | Joko Prasetyo
Saat masih kuliah, almarhumah pernah menjadi bagian
dari tim kontak aktivis Muslimah HTI, kemudian yang paling
terakhir adalah keanggotaannya di Tim Media MHTI
Makassar sebagai reporter video dan reporter berita tulis.
Selain itu, di balik kelembutannya, almarhumah kerap
berorasi dalam berbagai kesempatan demonstrasi.
Di hari Ummu Athiyah meninggal, sekitar lima puluh
teman-teman seperjuangan Ummu Athiyah dari Makassar
melayat ke kampung karena sudah tidak sempat lagi melihat
jenazahnya di rumah sakit. Perjalanan ke sana menempuh
waktu lima jam. Saat datang ke sana, tampak ibundanya
almarhumah yang walaupun tampak begitu terpukul tapi
masih menunjukkan ketegaran dan berkata “Na tinggalkan
miki Ummu, Nak (Ummu sudah meninggalkan kita Nak).”
“Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia,
muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya,
mandikanlah dia dengan air, salju dan embun. Sucikanlah dia
dari segala kesalahan sebagaimana pakaian disucikan dari
najis. Gantikan untuknya rumah yang lebih baik dari
rumahnya, gantikan untuknya keluarga yang lebih baik dari
keluarganya. Masukkanlah ke dalam surga dan lindungilah dia
dari azab kubur dan azab neraka.” Aamiin.[] Risma/Joy

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 168:


AWAS! LGBT JADI GERAKAN MEMBAHAYAKAN
10 - 23 Jumadil Awal 1437 H/ 19 Februari - 3 Maret 2016

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 69


Riwayat Penulis
Penulis bernama lengkap Joko
Prasetyo dan kerap dipanggil Joy
adalah wartawan Tabloid Media
Umat (Nop 2008-skr), wartawan
mediaumat.com/mediaumat.news
(Des 2008-skr), redaksi pelaksana
Newsletter Badan Wakaf Al-Qur’an
(Jun 2010-skr) dan redaksi pelaksana
Newsletter/Tabloid Kabar
Insantama (Sep 2014-skr).
Bungsu dari lima bersaudara putra-putri pasangan suami
istri Peltu (Purn TNI-AD) Rd Soendoro (alm) dan Hj
Warsiani (alm) tersebut lahir di Bandung, 15 November 1979.
Saat ini tinggal di Depok dengan satu istri dan dua anak.
Meraih gelar sarjana sosial (S.Sos.) dari Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Jurusan Ilmu
Komunikasi Bidang Jurnalistik (2006). Mengikuti Pelatihan
Integrated Editing di IKAPI DKI Jakarta (2010), Pelatihan
Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Menengah (PJMTM) di IAIN
Bandung (1999) dan Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat
Dasar (PJMTD) di Universitas Parahyangan Bandung (1998).
Penulis juga menjadi editor yang mengedit 231 buku
terbitan Penerbit Pustaka MediaGuru (Jun 2016-Feb 2019),

70 | Joko Prasetyo
dosen Jurnalistik di STAI PTDI Jakarta (2010-2015),
wartawan majalah Pamong Rider’s (Agu 2010-2015),
wartawan majalah Moslempreneur (Agu-Sep 2012), wartawan
majalah Percik (Sep-Des 2012), staf sirkulasi Indomedia
Group (Jul 2007-Nov 2008), wartawan tabloid Intelijen (Okt
2006-Jun 2007).
Pernah pula mengelola Dilla’s Digital Photo (2004-2006) di
Sumedang, menjadi koresponden media daerah Surat Kabar
Priangan Biro Sumedang (Mei-Jun 2006), job training pada
media daerah Harian Umum Galamedia di Bandung (Nov-
Des 2002), pengasuh desk artikel di Surat Kabar Kampus
(Suaka) IAIN Bandung (1998).[]

Taat Syariat hingga Akhir Hayat | 71


72 | Joko Prasetyo

Anda mungkin juga menyukai