Anda di halaman 1dari 11

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN PENDIDIKAN DAN

PEMBELAJARAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan peserta didik

Disusun Oleh:

1. Aulia Arifa (K2318014)


2. Ernawati (K2318024)
3. M. Kelvin W (K2318048)

PENDIDIKAN FISIKA 2018


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
A. Perkembagan Kognitif

Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara


umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan :
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan
(aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).
Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.
Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih
menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara
kemampuan merespons terhadap stimulus yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari
aspek tenaga pendidik misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki
kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru harus memiliki kemampuan
intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan mengenai cara
mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya
Piaget merupakan salah seorang yang merumuskan teori yang dapat
menjelaskan fase-fase perkembangan kognitif. Teori ini dibangun berdasrkan
sudut pandang yang disebut sudut pandang aliran structural (structuralism)
dan aliran konstructive (constructivism)
Aliran structural yang mewarnai teori Piaget dapat dilihat pandanganya
tentang intelegensi yang berkembang melalui serangkaian tahap
perkembangan yang ditandai oleh perkembangan kualitas struktur kognitif.
Aliran konstruktif terlihat dari pandangan Piaget yang menyatakan bahwa,
anak membangun kemampuan kognitif melalui interaksi dengan dunia di
sekitarnya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)
kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman,
yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi
sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial, dan 4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem
mengatur dalam diri organisme agar dia selalu mempu mempertahankan
keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

1. Kematangan

Kematangan sistem syaraf menjadi penting karena memungkinkan anak


memperoleh manfaat secara maksimum dari pengalaman fisik. Kematangan
membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu
akan membatasi secara luas prestasi secara kognitif. Perkembangan
berlangsung dengan kecepatan yang berlainan tergantung pada sifat kontak
dengan lingkungan dan kegiatan belajar sendiri.

2. Pengalaman

Interaksi antara individu dan dunia luar merupakan sumber pengetahuan


baru, tetapi kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan
pengetahuan kecuali jika intelegensi individu dapat memanfaatkan
pengalaman tersebut.

3. Interaksi Sosial

Lingkungan sosial termasuk peran bahasa dan pendidikan, pengalaman


fisik dapat memacu atau menghambat perkembangan struktur kognitif

4. Ekuilibrasi

Proses pengaturan diri dan pengoreksi dirin, mengatur interaksi spesifik


dari individu dengan lingkungan maupun pengalaman fisik, pengalaman sosial
dan perkembangan jasmani yang menyebabkan perkembangan kognitif
berjalan secara terpadu dan tersusun baik.
Semua oerganisme dilahirkan dengan suatu kecenderungan untuk
beradaptasi (menyesuaikan diri) dengan lingkunganya. Cara individu
beradaptasi berbeda bagi setiap individu. Adaptasi terjadi dalam atau melalui
suatu proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
1. Asimilasi
Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema
yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung
memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk
ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Sebagai contoh anak-anak telah
mengenali ciri-ciri yang terdapat pada burung seperti bersayap dan dapat
terbang. Pemahaman baru ini akan dapat diterima dan akan masuk ke dalam
skemabaru anak-anak. Pada saat anak-anak melihat seekor burung merpati
yang masih memenuhi ciri-ciri tersebut, pemahaman ini akan ditambahkan ke
skema burung.
2. Akomodasi
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan
atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai
dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi
pemunculan skema yang baru. Sebagai contoh anak-anak yang memahami
skema burung tadi menjumpai ayam yang bersayap. Dalam skemanya
menyerupai kelompok keluarga burung tetapi tidak terbang. Dengan
pengalaman baru ini anak-anak perlu mengakomodaikan pemahaman yang
ada kedalam skema yang baru bahwa semua burung pada umumnya dapat
terbang tetapi ada pengecualian fakta karena ada burung yang tidak dapat
terbang.
Dalam perkembangan kognitif diperlukan keseimbangan antara asimilasi
dan akomodasi. Proses ini disebut dengan ekuilibrium, yaitu pengaruh diri
secara mekanisme yang diperlukan untuk mengatur keseimbangan proses
asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi adalah proses bergerak dari keadan
disekuilibrium ke ekuilibrium. Ekuilibrasi membuat seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema)..Apabila
terjadi keseimbangan maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan
baru dengan asimilasi dan akomodasi. Bagi Piaget proses akomodasi tersebut
dapat disamakan dengan belajar. Konsep ini menjelaskan tentang perlunya
pendidik memilih dan menyesuaikan materi pembelajaran yang berbijak dari
ide dasar yang diketahui oleh anak, untuk kemudian dikembangkan dengan
stimulasi lebih luas, misalnya dalam bentuk pertanyaan sehingga kemampuan
anak meningkat dalam menghadapi pengalaman yang lebih kompleks
(Asmawati, 2008:1.23)

A. GARIS BESAR TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF

Secara garis besar, Piaget mengelompokkan tahaptahap perkembangan


kognitif seorang anak menjadi empat tahap: tahap sensorimotor, tahap
praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal. Tahap
sensorimotor lebih ditandai dengan pemikiran anak berdasarkan tindakan
inderawinya. Tahap praoperasi diwarnai dengan mulai digunakannya simbol-
simbol untuk menghadirkan suatu benda atau pemikiran, khususnya
penggunaan bahasa. Tahap operasi konkret ditandai dengan penggunaan
aturan logis yang jelas. Tahap rasi formal dicirikan dengan pemikiran abstrak,
hipotetis, deduktif, serta induktif. Tahap-tahap di atas saling berkaitan, dan
urutan tahap-tahap tidak dapat ditukar atau dibalik, karena tahap sesudahnya
mengandaikan terbentuknya tahap sebelumnya. Tetapi, tahun terbentuknya
tahap tersebut dapat berubah-ubah menurut situasi sescorang. Seseorang dapat
mulai tahap operasi formal pada yang sama pada umur 15 tahun. Perbedaan
antartahap sangat besar karena ada perbedaan kualitas pemikiran yang lain.
Jadi, ada kesinambungan dari tahap ke tahap, walaupun ada juga perbedaan
yang sangat mencolok.
1. Periode Sensorimotor (Usia 0–2 Tahun)
Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada awal bayi lahir
sampai sekitar berumur 2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh
Piaget (Piaget & Inhelder, 1969, Piage 1981). Pada tahap ini, inteligensi anak
lebih didasarkan pada tindakan indrawi anak terhadap lingkungannya, seperti
melihat, meraba, menjamah, mendengar, membau, dan lain-lain Pada tahap
ini, anak belum dapat berbicara dengan bahasa. Anak belum mempunyai
bahasa simbol untuk mengungkapkan adanya suatu benda yang tidak berada di
dekatnya. Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda
berkembang dari periode "belum mempunyai gagasan" menjadi "sudah
mempunyai gagasan. Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan
konsep anak tentang ruang dan waktu yang juga belum terkoordinasi dengan
baik. Struktur ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong belum
dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis. Konsep anak tentang
kausalitas (sebab akibat) pada tahap ini juga berkembang dari "belum
mempunyai konsep mes jadi "sudah mempunyai konsep. Konsep kausalitas ini
jug berkembang sejalan dengan perkembangan konsep ruang waktu anak.
Semakin anak memahami konsep ruang dan wakn secara lengkap,
pemahamannya mengenai konsep kausalitas berkembang secara benar Dari
beberapa perkembangan konsep anak mengen benda, ruang, waktu, dan
kausalitas di atas, tampak jelas bahwa pengertian dan pengetahuan anak
mengenai dunia semesta ini adalah suatu proses yang berkembang dan bukan
sesuatu yang sudah jadi sejak awal. Karena merupakan proses yang ber
kembang, peran pendidikan menjadi penting dalam rangka membantu anak
untuk semakin mengerti dan memahami alam semesta. Meskipun sederhana,
tahap perkembangan awal sensorimotor ini sangat penting. Tahap ini akan
menjadi dasar perkembangan persepsi dan inteligensi anak pada tahap-tahap
berikutnya.
Piaget membagi periode sensorimotor dengan 6 tahapan subfase, berikut
penjelasanya:
Sensorimotor (0-2 tahun)
No Periode Implikasi
1 Reflexes Tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks,
(umur 0-1 bulan) spontan tidak sengaja, dan tidak terbedakan

Contoh:
refleks menangis, mengisap, menggerakkan tangan
dan kepala, mengisap benda didekatnya, dan lain-
lain.
2 Primary Circular Reaction Kebiasaan dibuat dengan dengan mencoba-coba dan
(umur 1-4 bulan) mengulang-ulang suatu tindakan

Contoh:
seorang bayi mengembangkan kebiasaan mengisap
jari. Awalnya ia tidak dapat mengangkat tangannya
ke mulut, lalu pelan-pelan mencoba dan akhirnya
bisa. Setelah itu menjadi lebih cepat melkukan
kembali. Maka itu, terjadilah suatu kebiasaan
mengisap ibu jari
3 Secondary Circular Reaction Pada periode ini, seorang bayi mulai menjamah dan
(umur 4-8 bulan) memanipulasi objek apapun yang ada di sekitarnya

Contoh:
Sensorimotor (0-2 tahun)
No Periode Implikasi
seorang bayi diletakkan diatas ranjang dan diberi
mainan yang akan berbunyi jika talinya dipegang.
Suatu saat ia main-main dan menarik tali itu. Ia
mendengar bunyi yang bagus dan ia senang. Maka,
ia akan menarik tali itu agar muncul bunyi yang
sama
4 Coordinatory of Secondary Seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan
Reaction hasil tindakannya.
(umur 8-12 bulan)
Contoh:
seorang bayi diberi mainan tetapi letaknya jauh. Di
dekatnya terdapat tongkat kecil dan dia akan
menggunakannya untuk menggapai mainan tersebut
5 Tertiary Circular Reaction Masa anak mulai mengembangkan cara-cara baru
(umur 12-18 bulan) untuk mencapai tujuan dengan eksperimen

Contoh:
anak diberi makanan yang diletakkan di meja. Ia
akan mencoba menjatuhkan makanan itu dan
memakannya.
6 Symbolic Thought Seorang anak sudah mulai menemukan cara-cara
(umur 18-24 bulan) baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan
eksternal tetapi juga dengan koordinasi internal
dalam gambarannya

Contoh:
Lauren mencoba membuka pintu kebun. Ia tidak
berhasil karena pintu disangga oleh sebuah kursi
diseberangnya. Ia pergi di sisi lain dan
memindahkan kursi yang menghambat tersebut,
padahal ia tidak melihat. Dari kejadian tersebut,
tampak jelas bahwa lauren dapat mengerti apabila
penyebab pintu itu adalah sesuatu yang berada
dibelakang pintu tersebut, meskipun ia tidak
melihat.

2. Periode Praoperasional (Usia 2–7 Tahun)


Fase ini merupakan masa permulaan bagi anak untuk membangaun
kemampuanya dalam menyusun pikiranya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak
pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase
praoprasional dapat dibagi menjadi 3 subfase, yaitu subfase berpikir secara
simbolis, subfase berfikir secara egoisentris dan subfase berpikir secara
intuitif.

a. Subfase Fungsi Simbolis (Usia 2-4 tahun)


Anak mulai memahami bahwa pemahamnya tentang benda-benda di
sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan
tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan
simbolis ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan
atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainya. pada
masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggambarkan suatu objek
yang secara fisik tidak hadir. Misalnya anak dapat menggambar manusia
secara sederhana. Biasanya pada subfase ini anak menggambar manusia lidi,
jadi menggambar hanya menggunakan simbol-simbol saja.

b. Subfase Berpikir Secara Egoisentris (Usia 2-4 tahun)

Anak berpikir secara egoisentris ditandai oleh ketidakmampuan anak


untuk memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Benar atau tidak
benar, bagi anak pada fase ini, ditentukan oleh cara pandangnya sendiri yang
disebut dengan istilah egoisentris.

c. Subfase Berpikir Secara Intuitif (usia 4-7 tahun)

Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena. Tahap ini adalah
tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Pada tahap ini pemikiran
anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran
logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia
mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra
operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan
panjang, kekekalan materi, luas, dll. ciri-ciri anak pada tahap ini juga belum
memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan
atau masih belum maksimal terhadap konsentrasi (contration), animism (Nafisah:
2014)
Concentration:
Anak tidak dapat memberi alasan perpindahan kereta, anak hanya fokus
keadaan kereta yang statis bukan perpindahan. Dengan kata lain anak belum
memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa yang ada di balik
suatu kejadian.
3. Tahap Operasi berfikir Kongkret
Tahap ini berada pada rentang usia 7-11 tahun.tahap ini dicirikan dengan
perkembangan system pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan yang logis.
Anak sudah mengembangkan operasi logis. Proses-proses penting selama tahapan
ini adalah:
a. Pengurutan
Yaitu kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk, atau
ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat
mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
b. Klasifikasi
Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian
benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan
bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam
rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme
(anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
c. Decentering
Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan
untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap
gelas lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding gelas kecil yang tinggi.
d. Reversibility
Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah,
kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat
menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah
sebelumnya.
e. Konservasi
Memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah
tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda
tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi gelas yang seukuran dan isinya sama
banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya
berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi gelas lain.
f. Penghilangan sifat Egosentrisme
Kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan
saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Lala
menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Baim
memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Lala kembali ke ruangan.
Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Lala akan tetap
menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu
sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Baim.
4. Tahap Operasi berfikir Formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif
dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia 11 tahun dan terus
berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan
untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia.
Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti
logis, dan nilai. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat
terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa
secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan
perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan
sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.
Pada tahap ini, remaja telah memiliki kemampuan untuk berpikir
sistematis, yaitu bisa memikirkan semua kemungkinan untuk memecahkan suatu
persoalan. Contoh: ketika suatu saat mobil yang ditumpanginya mogok, maka jika
penumpangnya adalah seorang anak yang masih dalam tahap operasi berpikir
kongkret, ia akan berkesimpulan bahwa bensinnya habis. Ia hanya
menghubungkan sebab akibat dari satu rangkaian saja. Sebaliknya pada remaja
yang berada pada tahap berfikir formal, ia akan memikirkan beberapa
kemungkinan yang menyebabkan mobil itu mogok. Bisa jadi karena businya mati,
atau karena platinanya, dll.
Seorang remaja pada tahap ini sudah mempunyai ekuilibrum yang tinggi,
sehingga ia dapat bepikir fleksibel dan efektif, serta mampu berhadapan dengan
persoalan yang kompleks. Remaja dapat berfikir fleksibel karena dapat melihat
semua unsur dan kemungkinan yang ada. Dan remaja dapat berfikir efektif karena
dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA
Mukhlis, Hirmaningsih. 2010. Teori Psikologi Perkembangan. Pekanbaru.
Penerbit: Psikologi Press

Suparno, Paul.2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta:


Kasius

http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-
piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan-346946.html 01 Maret 2013
9:04:06

http://www.psikologizone.com/favicon.ico/Teori Kognitif Psikologi


Perkembangan Jean Piaget/01 Maret 2013 9:05:32

Anda mungkin juga menyukai