Anda di halaman 1dari 61

Banyak warga Indonesia yang “melirik” Hongkong setelah liburan ke Singapura, Johor Bahru dan

Kuala Lumpur. Awalnya, buat saya Hongkong terkesan mahal, misalnya saja untuk harga tiket
pesawat. Jika dibandingkan dengan harga tiket pesawat ke Singapura, tiket ke Hongkong bisa
dua hingga tiga kali lipat. Karena itu saya tidak merencanakan untuk liburan ke Hongkong hingga
suatu hari saya mendapatkan trip gratis dari kantor. Terbukalah mata saya bahwa Hongkong
tidak semahal yang saya kira, dan kemudian cukup pede untuk mengatur kepergian ke Hongkong
secara independent.

Buat kami Hongkong is a place for everyone, untuk mommies tentunya Hongkong tempat belanja
yang mengasyikan, anak-anak akan dimanjakan di Hongkong Disneyland dan Ocean Park, serta
para pria akan betah berlama-lama hunting gadget. Bagi kebanyakan orang, Hongkong juga
tempat untuk wisata kuliner, walau hal ini tidak berlaku bagi kami. Dari empat kali kunjungan
ke Hongkong, sulit buat kami menemukan makanan halal di Hongkong.

Ebook ini merupakan pengalaman kami selama berlibur double date ke Hongkong & Macau bersama
sahabat kami @hemawanwans dan @diniros, liburan kami bersama kiddos, serta weekend getaway saya
berdua dengan Rene. Banyak pembaca www.tesyasblog.com dan www.tesyaskinderen.com yang
mengirim email menanyakan cara merencanakan liburan ke Hongkong. Mulai dari memilih hotel,
membuat itinerary hingga tempat wisata yang kami kunjungi selama di Hongkong. Kami berharap ebook
ini bisa menjadi inspirasi untuk Anda yang sedang atau akan merencanakan liburan ke Hongkong.

Sebelumnya saya hanya mimpi mengajak kiddos berlibur mengunjungi Hongkong Disneyland.
Alhamdulillah another bucket list checked. Hingga sekarang saya masih ingat mata kiddos yang
berbinar bertemu Toys Story’s character yang sangat mereka sukai di Hongkong Disneyland.

Travel begins with a dream


Jakarta , Mei 2014
Kala itu, Mei 2010, kami memilih maskapai Jetstar yang merupakan satu-satunya low
cost carrier rute Jakarta — Hongkong. Tidak mau membuang satu hari cuti hanya
untuk perjalanan, kami memilih pergi dari Jakarta jam 9 malam, kemudian menunggu di
Changi selama 6 jam untuk flight Jetstar kami ke Hongkong pada jam 07.00 esok
paginya.

Seolah lupa dengan perjalanan panjang Jakarta — Hongkong yang mengharuskan kami
transit di Bandara Changi Singapura, kami super excited menginjakkan kaki di Hongkong
International Airport.
Februari 2013, perjalanan dengan kiddos, kami naik Garuda Indonesia karena mendapatkan tiket
promo seharga USD 280 nett. Kami memang mencari direct fligt karena tidak mau direpotkan
dengan urusan transit dengan kedua kiddos. Senang betul rasanya saat kami mendapatkan tiket
promo Garuda Indonesia ke Hongkong!

Januari 2014, kali ketiga ke Hongkong, saya terbang menggunakan Tiger Mandala dengan harga
tiket Rp 1.750.000 per orang. So far, itulah tiket termurah yang berhasil saya dapatkan untuk direct
flight Jakarta ke Hongkong pp. Sayangnya saat ini Tiger Air Mandala merubah penerbangan
langsung menjadi transit di Singapura terlebih dulu.

Setibanya di Hongkong International Airport, kami melakukan immigration clearance. Pada


kunjungan terakhir, petugas tidak lagi memberikan cap di passport kami, melainkan memberikan
secarik kertas kecil yang merupakan pengganti stempel di passport. Anda yang gemar mengoleksi
stamp pada passport anda, siap-siap ya untuk kecewa.
Setelah membeli Octopus Card yang gerainya terletak di tengah-tengah arrival hall, kami bergegas
berjalan menuju bus terminal yang berada di Hongkong International Airport. Octopus Card untuk
dewasa HKD 150, yang terdiri dari refundable deposit HKD 50 serta isi kartu HKD 100. Deposit bisa
kita dapatkan kembali ketika kita mengembalikan Octopus Card di MTR station, dengan dipotong fee
sebesar HKD 9.

Selain taksi, pilihan transportasi dari Hongkong International Airport ke Kowloon maupun Hongkong
adalah Airport Express Train ataupun Airport Bus. Keduanya sama-sama nyaman, tinggal budget
liburan anda yang harus menyesuaikan moda transportasi mana yang anda pilih.

* Jalan menuju Halte Bus di dalam HKIA


Airport Bus Tujuan Kowloon
Karena menginap di area Kowloon, kami pun menunggu bus A21 yang akan mengantarkan kami ke
Nathan Road daerah Tsim Tsa Tsui (atau disingkat TST). Lokasi terminal bus terhubung langsung
dengan airport dan mudah untuk ditemukan, ikuti saja petunjuk “Bus”. Setelah keluar dari terminal
kedatangan, anda perlu berjalan ke arah kanan (jika lurus anda akan menemukan Airport Express
Train).

Kondisi airport bus sangat baik, di belakang supir terdapat tempat menyimpan luggage, dan juga
terdapat running text yang menginformasikan penumpang bus stop berikutnya yang akan dituju.
Ketika naik bus, kami tapping kartu ke mesin Octopus Card, dan saldo kami terpotong HKD 33.

Setelah sekitar 1 jam duduk nyaman di bus, kami membaca “Kowloon Park” tertera pada running text
di bus, kami menekan tombol “bus stopping” agar supir bus tahu bahwa ada penumpang yang akan
turun di bus stop berikutnya. Kami pun tiba di bus stop ke 13 bernama Kowloon Park.

* Antrian di Bus Stop A11 di HongKong International Airport

Airport Bus Tujuan Causewaybay, Fortress Hill (Hongkong Island)


Untuk Anda yang tinggal di Hongkong Island, Anda bisa naik Airport Bus A11 atau E11 dengan tujuan
North Point Ferry Pierre. Kedua bus ini melewati area Central, Admirality, Wanchai, Causewaybay dan
Fortress Hill. Bus A11 akan mengantarkan Anda lebih cepat karena tidak mampir ke Tung Chung Bus
Station. Konsekuensinya, ongkosnya lebih mahal yaitu HKD 40. Sementara bus E11 dengan rute harus
melalui Tung Chung terlebih dulu, ongkos yang harus dibayar cukup murah yaitu HKD 21.

Saya dan Rene mencoba bus A11 untuk menuju hostel kami, Causewaybay Inn, yang terletak di
belakang Times Square. Pesawat Tiger Air Mandala pada bulan Januari 2014 masih tiba di Hongkong
International Airport pada pagi hari. Hal ini membuat kami berkesempatan menikmati pemandangan
Tsing Ma serta Stonecutters bridge di pagi hari ketika sinar mentari baru muncul. It was a magnificent
view!
* Tsing Ma Bridge dari arah HKIA pada pagi hari

* Stonecutters Bridge yang dilalui setelah Tsing Ma Bridge


* Airport Express, didalamnya terdapat tempat menyimpan luggage ukuran besar

Airport Express Train


Sewaktu liburan bersama kiddos, kami mencoba naik Airport Express Train setelah mendapatkan
info dari Deasy, teman kami yang tinggal di Hongkong, mengenai “Kids go Free Promo”. Hanya
dengan membayar 2 tiket dewasa seharga HKD 180, kami berempat dapat mencoba kereta cepat
yang menghubungkan airport dengan Kowloon Station dan Hongkong Station.
Kiddos yang telah melewati perjalanan terpanjangnya di pesawat yaitu sekitar 5 jam dari Jakarta
ke Hongkong, berlarian di arrival hall. Setelah energi mereka tersalurkan, kami pun berjalan ke
stasiun kereta. Kiddos yang jarang naik kereta di Indonesia, sangat excited ketika kereta datang.
Mereka masuk ke dalam dengan senyum mengembang dan segera mencari tempat favoritnya
yaitu di dekat jendela kereta.
Sepanjang perjalanan mereka berceloteh mengagumi pemandangan laut, gunung serta gedung
tinggi yang menjulang yang mereka lihat dari jendela kereta. “Hongkong itu bagus ya Bun?”
begitu komentar kiddos#1 yang saya balas dengan anggukan. Kursi yang nyaman tidak diduduki
kiddos, mereka tidak bisa diam berjalan kesana kemari dan tidak terasa 25 menit di dalam
kereta, kami sudah harus keluar dan tiba di Hongkong Station.
Karena hobby yang gratisan, kami lalu mencari free shuttle bus yang disediakan khusus untuk
penumpang Airport Express Train. Dengan PD kami katakan kepada petugas bahwa kami tinggal
di Novotel Century, hotel yang dilalui free shuttle bus dan berlokasi paling dekat dengan JJ
Hotel. Sebetulnya kendaraan yang disediakan bukan bus, namun berupa van dengan kapasitas 16
penumpang. Kami duduk paling belakang, berharap bisa duduk nyaman.
Namun ternyata pak supir mengendarai mobilnya dengan sangat ekspres. Saya lalu mendekap
kiddos#2 dan meminta kakaknya berpegangan erat. Wah, kalah deh supir angkot di Indonesia!
Kami melalui hotel-hotel dengan nama besar di area Central dan Admirality sebelum akhirnya
turun di Novotel Century. Dari sana kami berjalan kaki ke JJ Hotel, kiddos#2 saya dorong di
stroller, sementara Rene menyeret koper berjalan bersama kiddos#1 di depan saya. 10 menit
kemudian kami tiba di depan JJ Hotel.
* Counter tempat membeli tiket dan Octopus Card di HKIA * Antrian penumpang Airport Express di HKIA

* Airport Express station di HKIA

* Suasana di Hongkong Station * Halte free shuttle bus di Hongkong Station


The Peak merupakan tempat wisata pertama yang saya masukan ke dalam itinerary,
alasannya: saya terkesan dengan tempat ini pada kunjungan pertama. Namun berbeda dari
saat tour dimana saya menggunakan bus untuk turun dari The Peak kembali ke Hongkong,
perjalanan dari dan menuju The Peak ketika kami menjadi indenpendet traveler lebih seru
karena kami memadukan ferry, bus dan Peak tram.
Dari hostel kami, bernama Hop Inn, di daerah Tsim Tsa Tsui kami berjalan ke arah Star Ferry
Terminal sekitar 30 menit. Jangan salah ya, terdapat dua ferry terminal di Tsim Tsa Tsui. Terminal
ferry yang menghubungkan Kowloon dengan Hongkong Island bernama Staf Ferry Terminal.
Sedangkan China Ferry Terminal, adalah terminal ferry dengan tujuan Macau.

Sebetulnya waktu tempuh dari hostel ke Star Ferry Terminal tidak lama, 10 menit berjalan kaki
harusnya kami sudah sampai. Tapi berhubung kami banyak mampir di deretan toko yang menggoda
iman sekaligus foto-foto, jadilah kami baru tiba 30 menit kemudian:D

Kami bergegas masuk ke Ferry yang akan


membawa kami ke Hongkong Island. Tidak perlu
repot menyediakan uang kecil, kami gunakan
Octopus Card untuk membayar tiket. Kami tetap
memilih duduk di upper deck walau harga
tiketnya lebih mahal daripada lower deck.
Octopus Card kami dipotong HKD 2,20 untuk
ongkos naik ferry satu kali jalan. (Harga ferry
pada Januari 2014 telah mengalami penyesuaian
menjadi HKD 2,5.)
Ferry pun melaju meninggalkan Kowloon, kami menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi di
kedua pulau itu. Setelah kurang tidur selama di pesawat, angin sepoi-sepoi dari jendela ferry sempat
membuat kami terkantuk-kantuk. Tapi rasa senang bercampur hati yang berdebar karena super
excited, mengalahkan rasa kantuk kami. Menurut saya, siapapun yang pergi ke Hongkong wajib
mencoba naik ferry untuk menyeberang dari Kowloon ke Hongkong, atau sebaliknya. Pengalaman ini
rasanya hongkong banget deh!

Setibanya di Central Ferry Pier yang merupakan


terminal ferry yang ada di Hongkong Island, kami
sempat bingung mencari bus stop. Kami melihat
satu rombongan yang berpakaian seperti turis
berjalan ke arah tempat parkir bus, kami pun ikut
mengikuti mereka. Untungnya mereka memang
bertujuan sama dengan kami menuju bus stop
bus 15 C yang akan membawa kami ke lower
station The Peak dimana kami bisa melanjutkan
perjalanan dengan The Peak Tram.

Kami membayar ongkos bus dengan Octopus Card seharga HKD 4,20 dan bus pun berjalan
meninggalkan Central Ferry Terminal. Bus melewati sederetan mall di daerah Central. Logo dari brand
mahal terpampang di tembok mall menyilaukan mata, namun bus 15C seakan mengerti isi dompet
kami, ia tidak berhenti dan melaju terus menuju The Peak lower station.
Seluruh penumpang bus turun di The Peak lower
station, saya kemudian membeli tiket Peak tram untuk
kami berempat. Sore itu kami dihantui mendung,
sehingga kami putuskan hanya membeli tiket tram
tanpa naik ke Sky Terrace, sebuah arena terbuka yang
merupakan titik paling tinggi di The Peak. Kami membeli
return tiket untuk Peak Tram seharga HKD 40 per
orang. Tiket combo dengan Sky Terrace dijual dengan
harga HKD 75.

Oya, tidak satupun dari kami yang membeli tiket


terusan tram dan Madame Tussaud dengan harga HKD
265. Menurut saya, harga tiket masuk ke museum berisi
patung liling para tokoh politik dunia dan celebrities ini
mahal, dan enggak worth it. Saya pun dulu masuk ke
dalam karena ikut tour (yang artinya saya enggak bayar
sendiri:p). Saya merasa kalau Madame Tussaud
Hongkong itu sangat kecil dibandingkan Madame
Tussaud di Amsterdam yang pernah saya kunjungi
sebelumnya.

Ketika antri berdesakan naik tram, kami sudah bertekad


akan duduk di sisi kanan tram, agar kami bisa melihat
pemandangan ke arah Kowloon, sementara di sisi kiri
adalah tebing. Tapi rupanya tidak hanya kami yang tau
trik ini, tapi seluruh penumpang yang akan naik tram:D
Jadi semua berebutan mencari tempat di kanan. Saya
relakan kursi diduduki oleh Rene dan Hermawan yang
hobby foto, sementara saya dan Dini duduk di sisi
sebelah kiri.

Tram merangkak naik makin lama makin curam,


penumpang berpegangan erat ke bangku mereka,
kecuali satu orang pria berkebangsaan India yang tetap
berdiri dari awal hingga tiba di The Peak sambil
mengabadikan pemandangan dengan handycam dengan
santainya. Keren banget deh Bapak itu!

Setibanya di The Peak angin dingin menusuk kulit, kami


menghangatkan tubuh dengan melakukan window
shopping di The Peak yang merupakan sebuah mall. Di
dalamnya terdapat gerai Crocs yang besar, juga Swatch.
Pengunjung bisa memilih untuk masuk ke dalam mall
ataupun makan di restoran dan café di luar The Peak.
Kami terus naik ke lantai teratas hingga tiba di pintu menuju Sky Terrace. Dengan alasan “kapan lagi
ke Hongkong”, kami putuskan membeli tiket Sky Terrace. Penasaran juga ingin tau seperti apa di atas
sana. Pada saat membeli tiket, petugasnya memperlihatkan CCTV di Sky Terrace “It is foggy up there”
katanya mengingatkan. Kami tidak bergeming dan tetap meneruskan niat kami untuk mencapai Sky
Terrace.

CCTV memang tidak bohong, yes it was foggy and very windy. Kami bertahan cukup lama di atas,
berharap awan memberikan kesempatan kepada matahari untuk bersinar. Namun setelah sekitar 30
menit di atas dan mulai beku kedingingan, kami putuskan untuk turun. Mungkin dua kali ke The Peak
terhadang mendung adalah satu pertanda bahwa suatu saat saya harus berkunjung lagi di saat hari
yang cerah. Amiiin.
Foto Dengan Hongkong Superstar
Another cloudy morning, kunjungan pada bulan Mei ke Hongkong memang penuh risiko cuaca hujan.
Dari Hop Inn, kami memutuskan untuk makan roti sambil menikmati kopi hangat di Starbucks yang
terletak tidak jauh dari hostel. Hujan rintik-rintik mengiringi langkah kami, senang rasanya melihat
masih ada kursi kosong di Starbucks. Menunggu hujan reda, kami ngobrol di dalam sambil melihat
orang lalu lalang.

Kami teruskan berjalan kaki dari Starbucks ke Avenue of Stars. Kami berjalan melewati hotel Peninsula
dan menyempatkan foto di salah satu hotel paling mahal di Hongkong, sambil menghayal kapan ya
bisa nginep disini… ehm! Mobil mewah terlihat di lobby hotel menjemput para tamu. Setelah kembali
ke alam sadar, kami menyeberang melalui underpass yang menghubungkan hotel Peninsula dengan
Avenue of Star.

Avenue of Stars dibuat dengan tujuan menghargai orang-orang yang berkontribusi untuk industri film
di Hongkong. Tidak heran di dalamnya terdapat patung serta bintang berisi jejak kaki para celebrities
Hongkong. Patung Jet Lee menyambut kami di Avenue of Stars, langsung kami siap-siap untuk foto-
foto. Area ini memang asyik untuk bernarsis ria baik dengan patung maupun bintang yang memiliki
ukiran nama artis Hongkong. Yah, mengingat saya belum ke Beverly Hills, bolehlah Avenue of Stars ini
menjadi hiburan:D

Karena area ini selalu dipenuhi turis, maka banyak orang mencoba mengais rezeki disini. Tidak hanya
print foto, mereka menawarkan juga foto kita untuk di print di atas kaos ataupun piring. Yang uniknya
para tukang foto keliling ini membawa perlengkapan lengkap. Dan karena pagi itu hujan, mereka
menutup peralatannya dengan terpal.

Jika kita berjalan terus dari tempat beradanya patung Jet Lee menuju Star Ferry Pierre, maka kita
akan menemukan sebuah jam tua dengan ukuran hampir sama seperti Jam Gadang di Bukittinggi. Di
tempat inilah pada malam hari jam 8, diadakan laser show. Sayangnya malam itu, kami terlambat
datang ke area laser show.
Symphony of Light Laser Show
Karena tidak ada pengalaman sebelumnya, kami masukan jadwal melihat Symphony of Light di
Avenue of Stars setelah mengunjungi The Peak. Dengan public ferry kami menyeberangi sungai, dan
tiba di Kowloon Island sekitar jam 8 kurang. Kami lantas berlari kecil menuju tempat orang-orang
berkerumun untuk menyaksikan Symphony of Light. Tidak ada tempat tersisa, kami harus berdiri di
antara kerumunan masa. Untungnya, tidak lama menunggu lasershow pun dimulai. Saya sarankan
untuk berada di Avenue of Stars satu jam sebelum pertunjukan untuk mendapatkan tempat duduk
yang strategis.

Lampu-lampu raksasa ditempatkan di atas gedung pencakar langit di Hongkong Island, sementara
kami melihat pancaran lampu dari arah yg berlawanan yaitu Kowloon Island. Pancaran sinar laser
diiringi dengan musik yang hingar bingar, membuat saya mulai membayangkan kapan Jakarta
menyediakan laser show di tepi sungai untuk warganya serta untuk turis yang datang ke Jakarta?

Symphony of Light akan dibatalkan jika cuaca tidak mendukung, misalnya saja ketika ada typhoon di
Hongkong. Jika waktu anda terbatas di Hongkong, berdoalah agar cuaca bersahabat sehingga anda
berkesempatan menyaksikan Symphony of Light.

Wisata Belanja di Sekitar Avenue of Stars


Selesai menyaksikan Avenue of Stars, anda bisa melanjutkan shopping di sebuah mall besar
bernama Harbour City yang terletak tidak jauh dari Star Ferry Pierre. Kami mengunjungi Harbour
City demi mencari mainan untuk kiddos di Toys R Us. Dan karena saat kami datang bertepatan
dengan perayaan Chinese New Year yang terpaut 14 hari dari Valentine‟s day, jalan menuju Harbour
City dipenuhi lampion warna pink! Ahhh.. so romantic :)

Selain itu, tepat di seberang Avenue of Stars terdapat 1881 Heritage yaitu sebuah pusat
perbelanjaan dengan design Victoria. Di dalamnya terdapat branded items, area ini kurang cocok
untuk kami berbelanja, cukup foto-foto saja. Saat kami berkunjung, terdapat bunga mawar raksasa
berwarna ungu sebagai hiasan menyambut Chinese New Year, membuat tempat ini lebih special dari
biasanya.

Cara lain menikmati Symphony of Light show adalah dari The Peak Sky Terrace, ataupun
Golden Bauhenia Square, yang keduanya terletak di Hongkong Island.

Mau yang lebih keren? Symphony of Light dapat juga dinikmati sambil naik cruise di sepanjang
sungai Hongkong. Salah satu tour provider yang menyediakan layanan ini adalah Star Ferry
(www.starferry.com.hk) dengan harga yang ditawarkan HKD 170 untuk dewasa dengan dua
jadwal keberangkatan yaitu 19.15 dan 19.55. Layanan yang lebih mahal ditawarkan oleh Viator
(www.viator.com), cruise termasuk unlimited drink dari bar yang berada di kapal ditawarkan
dengan harga USD 50 per orang.
Saya sudah blacklist Hongkong sebagai tempat untuk wisata kuliner: pada kunjungan pertama
dengan menggunakan tour, saya bekal abon dan kentang goreng kering, sehingga setiap singgah di
rumah makan saya hanya memesan nasi putih saja. Pada kunjungan kedua, tidak kalah sedih, pilihan
makanan kami sangat terbatas. Saat pergi dengan kiddos, saya berusaha mencari tempat makan
halal di Hongkong. Setelah browsing, saya mengetahui terdapat sebuah kantin yang menyediakan
halal dimsum di daerah Wanchai.

Mata saya terbelalak melihat “Wanchai”, karena JJ Hotel yang kami pesan juga berada di daerah yang
sama. Alangkah senangnya ketika mengetahui lokasi halal canteen tersebut hanya berjarak 10 menit
dari JJ Hotel. Asyik sekali membayangkan akhirnya bisa makan dimsum di Hongkong!
Saya tidak berencana mengunjungi kantin tersebut pada saat jam makan, dari review yang saya baca,
pelayanannya sangat lama ketika kantin penuh. Terlebih dulu kami mengganjal perut dengan cup
noodle yang kami bawa dari Jakarta, karena kantin baru buka jam 10 pagi. Kami menjadi tamu
pertama halal canteen, yang terletak di lantai 5 gedung Masjid Ammar and Osman Ramju Sadick
Islamic Centre. Dimsum hanya tersedia dari jam 10 pagi hingga jam 3 sore, sedangkan makanan
berat baru bisa dipesan mulai jam 11.30 am.

Pelayan menghampiri kami, kemudian memberikan secarik kertas berisi kotak-kotak dengan tulisan
China. Ketika memesan di tempat display dimsum, kami harus menyerahkan kertas tersebut kepada
pelayan, dan ia akan mencatat apa saja yang sudah kami ambil. Agak sulit berkomunikasi karena
hanya satu pelayan yang bisa berbahasa Inggris. Untungnya ada gambar dimsum yang ditempel di
dinding, sehingga kami tinggal menunjuk mana yang kami mau, walalupun kami tidak tau apa
namanya.

Dimsum kukus dan goreng tersedia di meja kami, kiddos rupanya masih kenyang dengan cup noodle
nya, akhirnya mereka hanya menunggu kami makan. Oya, supaya lebih mantap, kami juga memesan
chinese tea untuk menemani pesta dimsum pagi itu.
Kami hanya membayar HKD 71 untuk 6 porsi dimsum yang kami pesan. Sebagian kami bawa ke
dalam tempat makan kosong yang sudah kami siapkan. Harga yang kami bayar lumayan murah untuk
ukuran eating out di Hongkong. Malamnya kami kembali ke kantin ini untuk membungkus nasi
goreng. Saat traveling dengan kiddos, kami harus memastikan asupan gizi mereka cukup, sehingga
tidak sakit ketika di perjalanan. Dan memilih hotel di lokasi yang dekat dengan halal food di Hongkong
untuk kami was very crucial.

Bagi anda yang muslim, restoran ini sangat saya rekomendasikan untuk melakukan wisata kuliner di
Hongkong. Walaupun rasa makanan beratnya cukup standard, bagi saya dimsum nya juara loh!

Lokasi Islamic Center ini tepat berada di belakang hotel The Charterhouse. Dari MTR Wanchai
maupun Causewaybay, anda masih harus berjalan cukup jauh. Jika anda tidak mau berjalan, saya
sarankan untuk naik taksi dari stasiun MTR Wanchai ke hotel The Charterhouse (rasanya supir taksi
akan lebih familiar dengan nama hotel daripada Islamic Center ya). Dari sana anda tinggal berjalan
melalui area parkir hotel, dan anda akan menemukan Islamic Center ini, tidak jauh dari tempat parkir
hotel. Atau jika tidak ingin repot, berikan alamat lengkap Islamic Center kepada supir taksi: Oi Kwan
Road nomor 40, Wanchai.
Kalau ada yang tanya saya “which one do you choose, Ocean Park or HK Disney?” Dengan jujur
saya akan menjawab Ocean Park, karena tiket yang lebih murah dan mainan yang komplit. Saya
juga suka dengan pemandangan pegunungan yang dapat dinikmati di Ocean Park. Walaupun
tidak bisa dipungkiri, demi nostalgia masa kecil, rasanya Hongkong Disney sayang untuk
dilewatkan ya?
Kami mengunjungi Ocean Park ketika berlibur ke Hongkong dengan kiddos. Kami naik bus nomor 90
dari hotel kami di daerah Wanchai, dan turun di halte bus yang berjarak tempuh sekitar 15 menit dari
Ocean Park. Agak jauh ya, tapi karena pagi itu kami too early, jadi kami berjalan santai menuju main
entrance Ocean Park. Oya, saya melihat ada pembangunan MTR di depan Ocean Park. “Wah keren
nih nanti akan ada MTR direct ke Ocean Park!” ucap saya kepada Rene. Semoga Rene menangkap
“kode”, bahwa suatu saat saya minta balik lagi :D

Saat tiba di Ocean Park, kami langsung mengabadikan moment kunjungan perdana dengan foto
bersama patung Octopus yang menjadi salah satu icon Ocean Park. Belum terlihat antrian untuk
pemeriksaan tas pengunjung, maupun antrian pembelian tiket karena kami tiba jam 9 pagi
(sementara Ocean Park baru buka pukul 9.30).

Mengenai pemeriksaan tas, rombongan di depan kami diminta untuk mengeluarkan makanan dari
tasnya, mungkin karena jumlah roti yang mereka bawa terlalu banyak. Sementara saya yang hanya
membawa biscuit untuk kiddos, lewat pemeriksaan dengan aman. Beragam toko souvenirs
menyambut pengunjung yang baru masuk melalui main entrance. Kami masuk sebentar, membeli
sebuah snowball untuk koleksi. Kemudian kami berjalan ke arah dancing fountain, kiddos takjub
dengan air mancur yang menari mengikuti alunan musik.

Kami mengikuti lautan manusia yang antri untuk naik cable car.
Karena kami berkunjung di saat negara China sedang liburan
Chinese New Year, kami harus pasrah dan sabar mengikuti
antrian. Phew...enggak kebayang kalau datang agak siang, berapa
lama kami harus menunggu. Antrian yang panjang itu untungnya
bergerak cepat, kami hanya antri kurang lebih 20 menit,
mengambil foto keluarga oleh petugas, kemudian masuk ke dalam
cable car.
Perjalanan naik colorful cable car di Ocean Park sangat mengesankan, karena pengunjung dapat
menikmati pemandangan gunung, laut, juga berbagai wahana di Ocean Park dari dalam cable car.
Salah satunya lintasan roller coaster yang melingkar seperti ular! Baru liat dari jauh aja rasanya kaki
udah gemeter! Ahh makasih deh:p

Sesampainya di cable car station The Summit, kami membeli foto keluarga yang dijadikan snowball
seharga HKD 280. Tidak berpikir panjang saya langsung membayar, mengingat ini akan menjadi
koleksi yang hits di antara snowball yang saya kumpulkan dari seluruh dunia. Namun, sesaat
kemudian saya baru sadar, “mahal juga ya ini snowball!”. Tapi Rene mengingatkan, “Udahlah,
mending nyesel beli atau nyesel ga beli?” hehe… Saya selalu geli teringat kejadian itu jika melihat
snowball Ocean Park di dalam lemari koleksi saya.
Di area The Summit kami mencoba wahana Ocean Park Tower, Pacific Pier untuk melihat anjing laut,
Ocean Theatre menikmati pertunjukan dolphin, dan juga naik Ferris Wheel. Waktu kami habis
terbuang ketika menunggu dimulainya pertunjukan di Ocean Theatre. Show dimulai jam 12 siang,
namun kursi sudah dipenuhi pengunjung ketika kami masuk ke arena pertunjukan jam 11. Kiddos
kesal menunggu lama, hingga akhirnya kiddos#2 tertidur sebelum show mulai dan baru bangun
ketika show sudah selesai! Sementara kiddos#1 marah karena ingin segera keluar dari tribun
penonton. Gagal deh melihat pertunjukan lumba-lumba ini, mungkin nanti cukup ke Ancol saja :p
Di The Summit ini banyak terdapat wahana untuk menguji keberanian anda, selain roller coaster yang
terlihat dari cable car, ada juga The Flash, Eagle dan masih banyak lagi yang anda bisa coba. Oya
saya harus menjelaskan bahwa Ocean Park terbagi dua bagian, yaitu The Summit dan The
Waterfront. Keduanya dihubungkan dengan kereta ataupun cable car. Kami tentunya ingin mencoba
kedua moda transportasi ini. Setelah pagi hari kami naik cable car, sore hari ketika kembali ke The
Summit, kami menggunakan Ocean Express Train. Kereta ini interiornya dibuat seolah penumpang
berada di dalam kapal selam. Kiddos yang sebelumnya membeli mainan kapal selam di souvenir shop,
heboh tentunya. “Wah, kita ada di dalam submarine!” teriak mereka.

Keluar dari Ocean Express Train, kami langsung menuju area Whiskers Harbour yang khusus dibuat
untuk anak-anak. Ada baiknya kunjungan ke kids area ini disusun di akhir hari. Saya membayangkan
jika kami berkunjung pagi hari, mungkin kiddos tidak mau kemana-mana lagi :p Kiddos langsung
menyerbu area playgorund yang cukup besar. Saat mereka bermain, kami bisa istirahat di area yang
teduh. Alhamdulillah hari itu cerah, dengan suhu sekitar 20 derajat. Memang betul apa yang kami
baca di internet, best time mengunjungi Hongkong itu sekitar bulan Februari. Kami baru
meninggalkan Whiskers Harbour setelah kiddos menikmati birdshow di sana. Jangan lupa untuk
mengunjungi area panda di The Summit, beberapa panda ditempatkan di dalam area kaca. Lucu
banget deh mereka ini :D

Hari sudah sore ketika kami beranjak mendekati gerbang utama kembali. Kami memutuskan wahana
terakhir yang kami lihat adalah The Grand Aquarium. Kami harus antri kurang lebih 30 menit sebelum
akhirnya masuk. Menurut kami sih tempat ini sangat keren, tapi menurut kiddos#1, "Aku bosan, lebih
bagus Sea World!" Ternyata dia masih ingat kunjungannya ke Sea World Ancol. Ok baiklah, next time
kita ke Sea World aja ya Nak.

Satu hari penuh kami berada di Ocean Park. Masih banyak wahana yang belum dicoba, namun kami
sudah sangat puas bermain di sana. Kami pulang menggunakan bus 629 yang sudah tersedia di pintu
keluar Ocean Park. Pengunjung mengantri tertib, dan bus-bus kosong bergantian mengangkut
penumpang. Profesional banget deh pengaturannya. Bus 629 membawa kami ke Admirality MTR
station, dari sana kami lanjut naik bus ke JJ Hotel.

Anda dapat membeli tiket masuk Ocean Park di MTR Travel Shop yang terletak di Admirality MTR Station
Exit B. Harganya jauh lebih murah dibandingkan membeli di Ocean Park ataupun membeli secara online.
Terus terang, awal mula saya ingin membawa kiddos ke Hongkong adalah ketika membaca bahwa
Toy Story Land sudah dibuka pada bulan November 2011. Saya pun mulai kasak kusuk mencari tiket
promo, dan akhirnya membeli pada bulan Februari 2012, untuk kepergian satu tahun setelahnya :p
Kami tiba di Hongkong Disneyland sekitar jam 12 siang, dari semua area yang ada, kami hanya
sempat bermain di Toy Story Land dan Tomorrow Land. Kami juga sempat melintasi Fantasy Land dan
singgah sebentar untuk bermain Cinderella Carousel. Sesungguhnya saya ingin mengajak kiddos naik
gajah lucu favorit saya waktu kecil; Dumbo the Flying Elephant. Namun antrian yang panjang,
membuat kiddos malas. Tokoh Disney saya yang lain, Winnie The Pooh memiliki wahana The Many
Adventures of Winnie The Pooh. Sekali lagi saya harus kecewa karena tidak sempat ke sana. Kiddos
berlarian menuju Main Street untuk melihat parade, ketika saya mengajak mereka melihat Winnie The
Pooh.

Waktu kami banyak dihabiskan di Toy Story Land, sekitar 3 jam kami disana untuk mengantri dua
wahana, yaitu Slinky Dog Zigzag Spin dan Toy Soldiers Parachute Drop. Ada satu mainan lain yaitu RC
Racer, sebuah roller coster yang bergerak naik turun seperti wahana Kora-Kora di Dunia Fantasi.
Kiddos (dan saya) belum mau mencoba RC Racer, jadilah kami mengabiskan waktu di toko souvenirs
dan mainan bernama Andy‟s Toy Box. Semua karakter Toy Story tersedia lengkap disini!

Setelah masing-masing membeli mainan, kami berjalan dan tidak sengaja melihat Jessey sedang ada
di booth foto. Petugas pun memperbolehkan kami ikut masuk antrian. Jadilah saya dan kiddos foto
bersama Jessey, kiddos#1 yang baru saja membeli Jessey dengan bangga berpose dengan Jessey asli
dan boneka Jessey di tangannya.
Kalau dulu kita ingin ke Disneyland
untuk bertemu Mickey Mouse dan
keluarganya, sekarang tujuan kiddos ke
Disneyland adalah bertemu karakter Toy
Story Land, khususnya Buzz. “To Infinity
and Beyond!” adalah kalimat favorit
kiddos dari Buzz, dan mereka teriak
kegirangan melihat wujud asli Buzz
pada saat Hongkong Disney Parade.
Bahkan, saking sukanya melihat Buzz
pada saat parade berlangsung. Kiddos
minta melihat parade dua kali, yaitu jam
1 siang dan jam 4 sore.

Apa wahana favorit kiddos di Hongkong Disneyland? Enggak jauh-jauh dari Toy Story memang, kiddos
sangat suka bermain di Astro Blaster, sebuah permainan menembak dengan cahaya laser antara Buzz
dengan Zorg musuhnya. Jadi kiddos yang naik kereta berjalan berperan sebagai Buzz dan menembaki
musuh yang dilalui sepanjang lintasan. Kiddos#1 bahkan minta main Astro Blaster dua kali,
untungnya kali kedua kami tidak perlu antri sama sekali

Malam hari kami tutup kunjungan dengan melihat fireworks Disney. Biasanya fireworks berlangsung
jam 7 malam, namun karena kami berada di sana Sabtu malam, fireworks baru mulai jam 9 malam.
Sesaat sebelum mulai, semua lampu dimatikan, perlahan muncul kembang api yang makin lama
makin besar. Indah sekali dengan latar belakang istana Disneyland. Walaupun belum bisa
mengalahkan Sydney Fireworks pada saat malam pergantian tahun, namun pertunjukan kembang api
di Hongkong Disneyland ini sangat berkesan.
Awalnya kami tidak memasukan budget untuk naik cable car di Lantau Island ke dalam itinerary kami.
Tiket Ocean Park dan Hongkong Disneyland saja sudah sangat mahal untuk kami. Namun ternyata
kamar kami di Novotel Citygate menghadap cable car station. Sejak kami membuka jendela di pagi
hari, pemandangan cable car yang bergerak dari Tung Chung menuju Ngong Ping sangat menggoda.

Setelah sarapan pagi di hotel, pertahanan kami luluh lantah. Kami memutuskan untuk overbudget
demi naik cable car :D
Jam 9 pagi kami tiba di cable car station, kami hanya perlu berjalan sekitar 5 menit dari Novotel. And
yes we did beat the crowd. Tidak ada antrian sama sekali ketika kami membeli tiket cable car. Padahal
waktu kami kembali ke cable car station sekitar jam 11 siang, antrian sudah mengular panjang. For
the sake of the experience, kami membeli tiket campuran antara standard cabin dan crystal cabin
seharga HKD 210 dan HKD 135 untuk dewasa dan anak.

Kami memiliki pengalaman tidak enak dalam hal pembelian tiket ini. Kami katakan bahwa kami ingin
pergi dengan standard cabin dan pulang menggunakan crystal cabin. Ternyata petugas memberikan
hal yang berbeda: pergi dengan crystal cabin dan pulang dengan standard cabin. Mungkin salah kami
juga tidak re-check tiket tersebut. Sehingga ketika pergi, kami antri di lajur standard cabin, petugas
pun tidak memeriksa kembali tiket kami. Ketika pulang dari Ngong Ping ke Lantau Island, dengan
percaya diri kami mengenakan gelang yang diberikan saat kami membeli tiket. Petugas berpesan
bahwa gelang harus dipergunakan saat kami akan naik crystal cabin. Kami hanya satu-satunya
penumpang yang kembali jam 11 siang. Tanpa mengantri sama sekali, kami langsung berada di
tempat menunggu cable car. Kali ini petugas memeriksa tiket kami dan meminta kami masuk ke
dalam standar cabin. Tentunya kami protes, kami katakan seharusnya kami naik crystal cabin. Barulah
kami tau bahwa tiket kami tidak sesuai yang kami pesan! Untungnya petugas memberikan kami
kesempatan naik crystal cabin, “Ok, I trust you” katanya kepada saya, dan mempersilahkan kami naik
crystal cabin.
Walaupun hingga sekarang, favorit saya adalah tetap Langkawi Cable Car. Namun cuaca mendung
dan berkabut pagi itu membuat perjalanan cable car was a thrilling experience. Dari atas cable car
kami bisa melihat orang-orang yang melakukan hiking. Wah keren banget dan membuat kami
terinspirasi untuk mencobanya jika kiddos sudah besar nanti. Pengalaman naik crystal cabin memang
sangat berbeda dari standard cabin. Saya serem melihat ke bawah, sementara kiddos bermain
miniatur MTR yang dibeli di Ngong Ping dan mereka asyik duduk di atas lantai cable car dengan
pemandangan hutan di bawah sana!

Tiket cable car terasa mahal namun anda tetap ingin berfoto di depan Big Buddha? Anda bisa
mengambil alternatif transportasi bus ke Ngong Ping Village. Naiklah bus 23 dari terminal bus
Tung Chung. Letak terminal bus ini hanya 5 menit dari Tung Chung MTR Station.
Kami hanya sempat foto-foto dan makan ice cream di Ngong Ping Village, tidak sempat menaiki anak
tangga ke Big Buddha. Sebetulnya bukan tidak sempat, membayangkan harus naik dengan kiddos
langsung mematahkan semangat kami. Bagaimana jika di tengah jalan mereka minta digendong? :p

Banyak terdapat cafe dan restaurant di Ngong Ping Village, Starbucks pun membuka gerainya di sana.
Daerah ini very touristy, pastikan anda mengatur jadwal kedatangan ke Ngong Ping Village agar tidak
bersamaan dengan tour group. Datanglah di pagi hari seperti kami, anda bisa menikmati Ngong Ping
Village yang sepi, juga tidak perlu antri untuk membeli tiket dan naik cable car.
Kalau bukan karena rekomendasi Deasy, mungkin kami tidak akan pernah sampai ke Cheung
Chau Island. Rene meminta saya untuk browsing mengenai pulau yang dapat ditempuh
selama satu jam dengan ferry dari Hongkong. Saya pun langsung jatuh cinta melihat keunikan
Cheung Chau island yang saya lihat melalui paman google. Langsung saya masukan Cheung
Chau ke dalam itinerary kami.
Kami tiba siang hari di Central Ferry Pier, pelabuhan Ferry yang akan membawa kami ke Cheung
Chau. Kami terus berjalan ke Pierre nomor 5, dengan tulisan besar “Cheung Chau Island”. Sebuah
ordinary ferry akan berangkat dalam waktu 15 menit, segera kami membeli tiket. Saya melihat ada
jenis deluxe ticket, saya pun memilih deluxe dengan harga HKD 19,7 untuk dewasa dan HKD 9,9
untuk anak. Pertimbangan saya memilih deluxe, karena kami masuk ferry di saat-saat terakhir, dan
khawatir tidak kebagian kursi di kelas biasa.

Petugas mempersilahkan kami untuk naik ke lantai dua, tempat kelas deluxe. Ketika kami tiba di atas,
kiddos#2 nampak kecewa dan bertanya “Kita mau makan ya?” .

Kami memang berada di area yang seperti dining


hall dengan meja bundar dan kursi:p Tapi segera
setelah ferry bergerak maju dan kiddos bisa
menikmati pemandangan dari deck, mereka
pun happy kembali.

Sepanjang perjalanan kami dapat menikmati


pemandangan gedung-gedung pencakar langit di
Hongkong, perjalanan 1 jam terasa sangat
cepat.

Tiba di Cheung Chau island, kiddos tidak


sabar ingin bermain di pantai. Kami langsung
berjalan ke arah Tung Wan beach, melewati
"pusat kota" Cheung Chau. Kami melihat
suasana Cheung Chau benar-benar berbeda
dengan Hongkong. Disini seakan waktu
berhenti, orang-orang berjalan santai, tidak
seperti di Hongkong yang semuanya terlihat
terburu-buru.

Anda bisa memilih ordinary ferry


maupun fast ferry untuk mengunjungi
Cheung Chau Island. Waktu tempuh
keduanya terpaut sekitar 20 menit.
Menurut saya, fast ferry memiliki
tempat duduk yang jauh lebih nyaman
daripada ordinary ferry. Tiket fast ferry
dewasa HKD 24,60 dan untuk anak
HKD 12,30 pada hari Senin sd.Sabtu.
Sedangkan pada hari Minggu dan libur
harga tiketnya adalah HKD 35,30 untuk
dewasa dan HKD 17,70 untuk anak.
Kami tiba di pantai setelah 15 menit berjalan kaki. Dengan pakaian lengkap, kiddos segera main pasir
juga ombak. Karena perubahan dari rencana awal yang seharusnya hari itu kami ke Ocean Park, kami
tidak membawa baju renang, sehingga akhirnya kami pasrah saja mereka main dengan baju yang
mereka kenakan. Pantainya tidak seindah pantai di Bali, namun sangat bersih dan ombaknya pun
tidak besar.

Kiddos sangat menikmati pantai ini dan


juga sempat bermain bersama
keluarga dari Hongkong yang yang
berlibur di Cheung Chau. Puas bermain
di pantai, kami mengganti baju kiddos
dan mereka lanjut main di playground.
Terdapat playground yang cukup
besar, mereka bermain bubble dengan
teman barunya di sana.

Kami hanya sejenak di Cheung Chau Island, namun kami sangat menyukai pulau mungil ini.
Sepanjang jalan dari Tung Wan Beach kembali ke terminal ferry, kami menemukan toko-toko unik
yang menjual baju, souvenirs dan food street. Karena penasaran dengan satu warung yang dipenuhi
wisatawan, saya ikut mengantri membeli kentang goreng dan frozen fruit. Dua hal yang wajib dicoba
jika anda berkunjung ke Cheung Chau island.
Apa yang wajib dikunjungi di Hongkong selain Disneyland? Saya akan menjawab street market.
Masalahnya, ada banyak banget street market di Hongkong, lalu pilih yang mana jika waktu anda
terbatas? Seperti kebanyakan wisatawan dari Indonesia, saya pun memilih Ladies Market dan
Temple Street sebagai pasar yang wajib dikunjungi di Hongkong. Lantas itinerary berkembang
dan kami pun mengunjungi sebuah fashion street market bernama Cheung Sha Wan atas
rekomendasi Deasy, teman kami yang menetap di Hongkong.
Pada liburan terakhir dengan Rene, saya menambah satu lagi list street market yang pernah kami
kunjungi di Hongkong dengan mampir di Tai Yuen Street Market di Wanchai untuk hunting mainan
anak. Dan masih Stanley Market di bucketlist saya, yang sudah dua kali gagal dikunjungi. Pada
kunjungan berikutnya ke Hongkong, saya pasti memasukan kembali Stanley Market ke dalam
itinerary. Mudah-mudah kali itu saya berhasil mengunjungi Stanley Market yang dapat ditempuh
dengan public transport dari Causewaybay.

Tai Yuen Street Market

Mainan, kami selalu menyempatkan hunting mainan jika traveling as a couple. Bisa dibilang sebagai
“penebus rasa bersalah” karena tidak mengajak kiddos jalan-jalan, ataupun “pelipur rindu” kami
kepada kiddos when they are not around. Saya membaca buku panduan shopping “I Love HK” yang
ditulis oleh @TravelAwan dan langsung memberi tanda pada halaman yang bercerita mengenai pasar
yang berisi khusus mainan anak ini.

Diantar oleh Deasy dan Andy, kami tiba di Tai Yuen Street Market setelah berjalan dari Islamic Center
di Wanchai. Andy yang pecinta fotografi ini sering blusukan ke pasar malam “Saya suka Hongkong di
waktu malam” ujarnya. Kami takjub betapa hafalnya Andy dengan jalan-jalan kecil di Hongkong, dan
dengan fasih menjadi guide kami tanpa memegang peta.

Deretan toko mainan menyambut kami, ada juga yang berjualan di pinggir jalan. Toko-toko disini
menjual mainan yang menjadi favorit kiddos seperti Lego, Thomas & Friends dan lainnya. Sayangnya,
saya belum sempat mengunjungi toko mainan di Hongkong sebelum tiba di Tai Yuen Street Market.
Sehingga saya ragu, karena tidak punya pembanding harga. Saya pun hanya lihat-lihat saja siang itu,
tapi merasa sangat bahagia menemukan pasar berisi mainan di Hongkong. Lain kali saya akan hunting
dulu di mall, kemudian membandingkan harganya di Tai Yuen Street Market. Emak-emak banget ya?
Temple Street Night Market

Katanya Temple Street Market ini lebih banyak menyajikan barang-barang untuk pria, sebagai
tandingan Ladies Market yang lebih banyak menyediakan barang untuk wanita. Saya enggak
sepenuhnya sepakat, menurut saya barang-barang di kedua temple ini nyaris sama. Kelebihannya,
Temple Street banyak menjual DVD bajakan dan memiliki area makan seafood yang terkenal.
Sayangnya karena tidak yakin halal, saya tidak pernah mencoba makan di sana.

Saya hanya belanja gantungan kunci, tempelan kulkas berbentuk bear dengan tulisan I Love HK, serta
luggage tag. Selain itu saya tidak membeli souvenirs lainnya, walaupun semua nampak lucu dan
memelas minta dibeli :p

Keuntungan lain dari mengunjungi Temple Street adalah lokasinya yang berdekatan dengan puding
susu yang terkenal di Mongkok yaitu Yee Shun Milk Company di Nathan Road. Saya menikmati
semangkok puding panas seharga HKD 27, kemudian baru berjalan ke Temple Street Night Market
setelah badan terasa hangat. Maklum, udara Hongkong di malam hari pada pertengah bulan Januari
memang lumayan dingin. Tersedia puding susu panas ataupun dingin. Saya mencoba rasa original
yang panas, bisa dibilang rasanya “susu banget” tapi saya sih suka. Tekstur pudingnya sangat lembut,
dan rasanya pas tidak terlalu manis. Rene memesan yang dingin, namun menurut pendapat saya
tetap lebih enak yang panas.
Ladies Market

Mendengar cerita orang yang selalu berhasil belanja di Ladies


Market, saya malah bingung memilih barang ketika berada di pasar
yang terletak di jantung Kowloon ini. “Mau beli apa ya di Ladies
Market?” tanya saya kepada diri sendiri. Ditambah lagi malam
ketika saya berkunjung ke Ladies Market, banyak sekali orang ada
di sana. Pasar yang crowded membuat siapapun tidak nyaman
bukan?

Barang yang saya lihat dijual di sana kebanyakan tas, baju dan
souvenirs. Masing-masing barang sudah diberi label, namun kita
bisa menawar hingga setengah harga.

Walaupun begitu, perlu diingat bahwa ada juga pedagang yang


marah ketika barangnya ditawar. Tidak perlu risau dan dimasukan
hati, teruslah berjalan dan singgah di stall yang lain.

Akhirnya saya hanya membeli tas merk Harrods (KW) kecil untuk tempat membawa bekal makanan ke
kantor. Tas yang saya beli hanya HKD 10 itu awet saya pakai hingga hari ini (sudah empat tahun loh
umurnya!).

Saya prefer belanja di mall daripada di Ladies Market. Itu adalah kesimpulan saya setelah
mengunjungi Ladies Market. Bukannya saya sok gaya, tapi kantor saya di Jakarta bersebelahan
dengan sebuah pusat grosir dan rumah saya dekat dengan Kampung China. Saya sering melihat
barang-barang yang saya lihat di Ladies Market ini. Jadi saya pikir, ya beli di Jakarta aja. Hehehe..
Jika anda berniat ke Ladies Market, harus benar-benar jeli memilih barang unik yang tidak ada di
Indonesia.

Cheung Sha Wan Fashion Steet


Jika tujuan anda ke Hongkong adalah untuk belanja baju murah, maka anda perlu meluangkan waktu
untuk berbelanja di Cheung Sha Wan. Thanks to Deasy yang sudah memperkenalkan tempat ini
kepada kami. Mmm, sudah berapa kali ya saya sebut Deasy di dalam ebook ini. Well, I couldn‟t thank
her enough!
Hampir semua toko menjual baju di Cheung
Sha Wan. Memang ini adalah pusat
wholesale baju-baju di Hongkong. Begitu
masuk ke salah satu toko, kami bahagia
mendapati baju-baju dijual dengan harga
mulai dari Rp 50 ribu. Namun perlu diingat
tidak semua toko melayani pembelian retail,
sebagian dari mereka hanya bisa menjual
secara wholesale. Anda harus pandai memilih
toko yang bersedia menjual secara retail.
Selamat hunting baju murah ya!
Sejak kunjungan dengan Kiddos ke Hongkong dan mampir ke Toys R Us di Causewaybay, saya
terkena sihir Causewaybay dan selalu ingin mampir setiap kali ke Hongkong. Sebelumnya, saya hanya
tahu daerah perbelanjaan ya di sekitar TST dan Mongkok.

Daerah Causewaybay merupakan tempat pertemuan para TKI, khususnya di hari Minggu. Mereka
akan berkumpul di daerah Victoria Park. Saya tidak pergi pada hari Minggu, namun malam itu kami
banyak sekali bertemu dengan saudara-saudara kita para TKI.
Kami berangkat dari hotel menggunakan tram, kiddos duduk, dan saya berdiri
di depan mereka. Di belakang saya berdiri seorang TKI berjilbab, saya pun
melemparkan senyum ke arahnya. Kerja dimana?” sapanya kepada saya. “Oh
enggak Mba, saya lagi liburan sama anak-anak saya. Saya kerja di Jakarta”
jawab saya mencoba sedatar mungkin. “Oh ini anak-anaknya?” lanjutnya
dengan nada terkejut. Saya mulai terusik, maksudnya apa sih? Jadi Mba di
sebelah saya ini, enggak percaya bahwa kiddos adalah anak saya? Tanpa
menghiraukan muka saya yang mulai jutek, ia melanjutkan “Anak-anaknya
bersih-bersih ya..”.
Saya hanya senyum aja, speechless harus jawab apalagi. Pertama ia menyangka saya TKI, kedua ia
tidak percaya kiddos anak saya, dan ketiga anak saya bersih, lalu saya??! Grrrr… Dari kejauhan saya
lihat Rene mulai senyum-senyum. Halah!Untungnya Causewaybay tidak jauh dari tempat kami
menginap. Saya pun pamit kepada Mba di sebelah saya itu, dan mengajak kiddos keluar. Di luar tram
saya menjadi bulan-bulanan Rene:D “Baju kamu kurang gaya sih, jadi disangka kerja disini” begitu
komentar Rene. Dan saya jawab enggak mau kalah, “Lah, kamu juga pake kaos ama jeans doank:D”

Kami langsung berjalan menuju Windsor House yang ternyata terletak di seberang Ikea. Sayang
sekali, saya tidak sempat mampir ke Ikea karena kiddos tau bahwa rencana kami malam itu memang
hendak ke Toys R Us.

Begitu melihat lambang Toys R Us yang sudah dikenal kiddos sejak liburan kami ke Singapura,
mereka minta kami cepat masuk ke dalam Windsor House. Mereka girang melihat sebuah patung
jerapah milik Toys R Us ketika kami sudah dekat dengan toko mainan favorit kiddos (dan saya) itu.

Mall favorit saya lainnya di Causewaybay tentu saja Sogo. Walaupun di Indonesia juga ada Sogo,
namun barang-barang yang dijual di Sogo Hongkong menurut saya berbeda. Atau karena suasanya
aja yang beda mungkin ya? Berjalan menyeberangi jalan super sibuk di Causewaybay dari arah Sogo
ke seberang, kita akan menemukan Hysan Palace yang di dalamnya terdapat Apple Store. Bagi anda
yang mencari barang dengan harga terjangkau, mampirlah ke sebuah street market bernama Jardnie
Crescent, dimana anda bisa menemukan baju, tas dan souvenir Hongkong di dalamnya. Pasar ini
nampak unik berada di antara deretan toko dan shopping mall.

Jangan lupa untuk singgah di Times Square yang merupakan icon


pusat belanja di Causewaybay. Kami hanya foto di depannya dan
tidak masuk ke dalam Times Square. Kami asyik makan kue
berbentuk telur (egg balls) yang kami dapatkan di sudut Percival
Street. Jika anda penggemar merk Uniqlo, outlet-nya yang cukup
besar ada di seberang Times Square loh. Wow… happy shopping!
Entah ada apa dengan daerah Central ini, baru pada kunjungan ke empat di Hongkong, saya dan
Rene akhirnya punya waktu untuk menjelajah daerah Central. Padahal sejak kunjungan kedua, saya
sudah penasaran ingin mencoba Mid Level Escalator. Katanya dengan eskalator ini kita dapat
mencapai salah satu daerah yang happening di Hongkong yaitu South of Hollywood (SOHO) Road.
Penasaran ke Western Market
Semuanya berawal dari keinginan saya naik tram dari Causewaybay ke Western Market.
Sesungguhnya, ini adalah rencana yang tertunda sewaktu kami ke Hongkong dengan kiddos. Saya
sudah sempat memasukan Western Market ke dalam itinerary, namun karena kecapean pulang dari
Ocean Park, kami pun memilih tidur di hotel. Saya ingin foto bangunan kolonial berwarna merah yang
banyak saya temukan di internet, lengkap dengan gambar ding-ding tram yang lalu lalang di depan
Western Market.

Kami naik tram dari Tonochy Road, ingat ya untuk masuk tram, penumpang naik dari belakang dan
membayar pada saat keluar tram dari pintu depan. Dengan harga “jauh dekat” HKD 2,30, tram selalu
dipenuhi penumpang. Kami masuk berhimpitan dengan penumpang lain dan berdiri di tram. Setiap
kali ada yang turun, kami bergerak maju dan akhirnya saya bisa duduk di bagian paling depan, dekat
dengan pintu keluar. Saya jadi bisa melihat jelas nama stasiun tram yang kami lalui serta toko-toko
yang kami lalui.

Setelah Admirality MRT Station, mata saya menangkap gedung besar bertuliskan Marks and Spencer.
Oh tidak, harga Marks and Spencer jauh lebih murah di Hongkong dibandingkan dengan di Jakarta.
Bisa sekitar 50% lebih murah! Saya pun mengingat stasiun tram terdekat untuk menuju Marks and
Spencer adalah Pedder Street, dan saya berjanji akan mengunjungi Marks and Spencer setelah foto-
foto di Western Market. Saya teringat sepatu jalan yang saya pensiunkan setelah dibawa berlibur ke
New Zealand. At least ada alasan membeli sepatu baru :D

Kami turun di ujung jalan ketika melihat bangunan megah dari batu bata merah berdiri di depan kami.
Akhirnya Western Market ada di depan saya secara langsung. Jantung berdebar setiap kali memasuki
tempat baru, apalagi yang sudah lama saya incar. Ternyata tidak salah saya “memaksa” Rene
mengantarkan saya ke sini. Begitu membuka pintu masuk, atmosfir yang kami rasakan sungguh
berbeda. Perpaduan kolonial Inggris dan Asia begitu kental terasa. Sungguh, pasar ini fotogenic! Dan
sangat lain rasanya dibandingkan mengunjungi other Hongkong Street Markets. Seperti berada di
Eropa, namun yang ditemukan di dalam adalah barang-barang dari Asia.
Ada apa sih di dalam Western Market? Kami hanya mengunjungi
lantai satu, mungkin karena saya sudah tidak sabar hunting
sepatu di Marks and Spencer:D Terdapat café untuk ngopi cantik
yang sayangnya masih tutup. Kemudian sisanya adalah toko
souvenirs. Saya hanya melihat-lihat saja, dan terus berjalan ke
pintu belakang. Dari bawah saya lihat toko-toko kain tersebar di
lantai 2.

Ternyata begitu keluar di pintu satunya, kami langsung


menemukan Macau Ferry Terminal, yang dari namanya memang
merupakan pelabuhan untuk naik Ferry dari Hongkong Island ke
Macau. Jika anda berniat menuju Macau lewat ferry terminal di
Hongkong Island, mampirlah dulu ke Western Market. Kedua
tempat ini terhubung dengan sebuah jembatan penyeberangan.
Atau untuk merasakan the original Hongkong experience,
cobalah naik tram tujuan “Western Market”. Dengan mudah,
anda bisa mencapai pasar yang memukau ini.

Mid Level Escalator dan Lunch Kebab di Soho


Siang itu tujuan saya dan Rene adalah mencapai daerah Soho untuk makan siang setelah berbelanja
di Marks and Spencer. Kami berjalan mengikuti lorong-lorong unik, hingga tiba di salah satu entrance
sebuah eskalator. Mid Level Escalator ini menjadi salah satu hal “yang harus dicoba di Hongkong”
karena kami ingin mengunjungi area Soho.

Panjang eskalator Mid Level mencapai 800 meter, namun di beberapa tempat terdapat exit, jadi kalau
sudah bosan di tangga dan ingin exlpore daerah sekitar, hal tersebut bisa dilakukan. Eskalator ini
menghubungkan Queen Street dengan Hollywood Road, dan terus berlanjut ke Shelley Street. Waktu
tempuh adalah 20 menit untuk melewati 20 eskalator, dan tiga inclined moving walkaways. Eskalator
ini dibuat dengan tujuan menjadi alat transportasi area Mid Level dan Central. Beroperasi mulai tahun
1993, dan sekarang daily traffic pengguna escalator ini mencapai 55.000 orang.

*Eskalator bergerak turun dari jam 06.00-10.00, dan bergerak naik jam 10.30 hingga tengah malam.
Kami tiba di Soho dan langsung melihat sebuah
restoran Kebab dengan satu keluarga dari middle
east yang sedang makan di sana. Tanpa melihat
restoran yang lain, kami langsung mendekat dan
memesan kebab. Kami pikir daripada nanti susah
lagi cari yang halal. Kami memesan kebab dengan
nasi di dalamnya termasuk minum seharga HKD
50. Karena porsinya besar, kami hanya memesan
satu dan duduk di depan restoran kebab dengan
pemandangan unik di depan kami, lorong-lorong
di daerah Soho.

Setelah menyelesaikan kebab ukuran jumbo, kami lanjut naik eskalator tanpa tujuan. Kami ingin tau
sampai mana eskalator ini akan membawa kami. Siang itu eskalator cukup ramai karena kami
mengunjungi pada hari Sabtu. Ada seorang pria yang membawa enam anjingnya berjalan-jalan, dan
tentunya langsung menjadi objek foto para turis. Semua café dan restoran tampak dipenuhi
pengunjung yang tengah menikmati Soho. Lain kali jika ada kesempatan kembali ke Hongkong, saya
akan selalu mengunjungi area ini. Banyak sekali restoran Italia yang menggiurkan, namun saya dan
Rene sudah sangat full dengan kebab yang baru kami makan. Sepertinya asyik jika bisa berhenti
sejenak dan menikmati satu pan Pizza Margherita pada kunjungan berikutnya.

Saya sangat menikmati menyusuri lorong-lorong di Soho dan melihat restoran dengan design unik di
sana. Memori saya melayang mengingat pengalaman ketika menyusuri jalan-jalan kecil yang naik
turun di Florence Italia, kesan yang sama saya dapatkan di Soho. Mungkin saya lebay ya, atau ini
kode untuk segera kembali ke Italia? Hmm...saya memang ingin sekali kembali ke Italia, kali ini
bersama Rene. Karena Italia terlalu jauh, jika berkesempatan ke Hongkong, cobalah berkunjung ke
Soho. Saya yakin anda akan melihat Hongkong dengan kesan yang sangat berbeda.

*Salah satu jalan di daerah SOHO yang dipenuhi dengan berbagai macam restoran
* Salah satu sudut lorong di SOHO dimana mata kami langsung tertuju pada restoran kebab
Shop ‘Till You Drop at Central
Branded items tersedia di Central, you name it and you will find it! Selain Marks and Spencer seperti
cerita di atas, saya sempat bolak-balik ke toko tas favorit saya, Coach. Kedua toko ini terletak di jalan
yang sama yaitu Queen‟s Road. Saya masuk ke dalam outelt Coach, mencari tas dengan discount
50%, kemudian saya jalan-jalan dulu ke Soho sambil menimbang-nimbang, “beli enggak ya tas nya?”
Yah begitulah, dan kelanjutan cerita ini biarlah jadi konsumsi pribadi :D

Tidak hanya barang-barang yang mahal, terdapat juga pasar-pasar unik di daerah Central ini. Yang
pertama kami lalui adalah pasar yang menjual kancing dan peralatan menjahit. Yang unik, pasar ini
berada di sebuah jalan yang menanjak, jadi kami pun melihat sambil ngos-ngosan.

Jika anda mencari souvenirs Hongkong, tidak perlu jauh-jauh ke Ladies Market, di Central anda juga
dapat menemukan street market yaitu Li Yueen Street West dan Li Yueen Street East yang keduanya
bisa diakses dari Queen‟s Road. Baju, tas dan oleh-oleh murah dapat anda temukan di kedua pasar
ini.

Saya belum mengunjungi semua pasar di sekitar Central. Padahal masih ada wet market yang ingin
saya kunjungi. Bayangkan… sebuah pasar di tengah hiruk pikuk toko yang menjual barang mewah!
Pasti akan terasa “sangat Hongkong”. Pasar antik yang biasa disebut “Cat Market” juga perlu
dikunjungi oleh anda kolektor barang antik. Pastikan anda membawa peta, dan berjalanlah melewati
lorong-lorong di Central. Setiap lorong akan menghadirkan kejutan untuk anda.

* Di daerah Central Anda akan menemukan branded store dan juga street market yang sangat menggoda
Beruntung sekali kami punya teman Deasy Herlangga yang menetap di Hongkong. Deasy selalu
menjadi tempat kami bertanya dan ia merekomendasikan tempat-tempat yang dikunjungi local
people. Saat saya dan Rene weekend getaway ke Hongkong, Deasy dan Andi suaminya berjanji akan
menemani kami. Mereka pun menghampiri kami ketika sarapan dimsum di kantin Islamic Center
Wanchai.

“Jadi kita mau kemana sekarang?” tanya Andi yang sudah sangat hafal Hongkong. Saya katakan ingin
melihat pasar mainan atau Tai Yuen Street Market terlebih dulu sebelum melihat yang lainnya.
“Setelah itu mau ke Tsing Ma Bridge atau Shek O Beach?” lanjut Andi ingin memastikan rencana kami
hari itu. Setelah diskusi sebentar, Andy menyarankan kami pergi ke Tsing Ma bridge, karena untuk
menuju kesana minim transportasi umum. Sedangkan menuju Shek O Beach ataupun pantai Repulse
Bay, kami bisa menggunakan minibus. “Lagian kalau pantai sih jauh lebih indah pantai di Indonesia”
lanjut Andi. Saya mengangguk setuju, pantai Indonesia memang sulit tertandingi.
Bayangan akan jembatan yang megah penghubung Lantau Island dengan Hongkong Island itu
langsung terbayang. Dan tentunya saya excited akan melihat jembatan Tsing Ma dari dekat. Satu hal
lagi, hobby Andi adalah fotografi, saya yakin ia akan mengantarkan kami ke tempat foto terbaik di
sekitar Tsing Ma bridge.

Setelah mengunjungi Tai Yuen Street Market, kami melanjutkan perjalanan dengan MTR dari Wanchai
menuju MTR Kwai Fong. Turun disana, kami naik minibus 88M yang sudah menunggu di pintu keluar
MTR. Di pinggir jalan yang sepi dan area yang tandus, kami pun turun dari minibus. Saya yakin Andi
tidak akan menculik kami, tapi kok kami turun di jalan seperti ini ya? Terdapat sebuah tempat
pengisian bahan bakar khusus untuk truck, selain itu ada beberapa gudang di kiri dan kanan jalan.
Matahari pagi bersinar terik, untungnya Hongkong berudara dingin pada pertengahan Januari.

Kami mengikuti langkah Andi yang mengarah ke pagar kawat! “Hah, ini kami mau dibawa kemana?”
saya bertanya dalam hati. Pagar kawat itu sudah dijebol sebesar ukuran manusia. Jadi artinya, ada
yang sudah melanggar hukum sebelum kami. Syukurlah kami bukan yang pertama:p Kami melewati
lubang di pagar kawat dan terus berjalan hingga pemandangan yang tidak biasa ada di depan kami.
Laut, jembatan dan pelabuhan tempat bongkar muat container! Wah, pemandangan yang tadi pagi
saya kagumi dari dalam bus karena container beraneka warna yang tersusun rapi nampak seperti
lego, kini ada di hadapan saya! Keren banget, enggak pernah saya berada sedekat ini dengan
pelabuhan di Hongkong.

Hal lain yang sangat memikat adalah banyaknya batu dengan bentuk seperti bintang yang dicetak
dengan bentuk dan ukuran yang sama persis. Wah, benar-benar beruntung bisa melihat sisi lain dari
Hongkong berkat photo trip bersama Andi. Pagi itu ada seorang Bapak yang tengah mancing di sana,
ia sama sekali tidak menghiraukan kedatangan kami yang asyik foto-foto. Menurut Andi, selain
fotografer yang mengabadikan area ini untuk foto-foto, tempat ini memang kerap didatangi para
pemancing. Entah kenapa pagi itu hanya ada satu orang.
Puas foto-foto di sana, Andi kembali mengajak kami melanjutkan photo trip pagi ini. “Yuk sekarang
kita ke tempat di bawah Tsing Ma Bridge. Kita bisa lihat rel kereta api yang dibangun dibawah
jembatan” ajak Andi. Kami kembali melewati pagar berlubang untuk dapat keluar dari area foto, dan
berjalan hingga kami kembali di jalan raya tempat kami turun dari minibus. Kebetulan sekali ada
minibus yang lewat, kami bisa langsung naik. Karena area ini sepi, tidak ada tempat khusus untuk
menaikan atau menurunkan penumpang. Jadi serasa naik angkot di Bandung :p

Kali ini kami turun di sebuah tempat yang dari luar terlihat seperti gudang namun lebih ramai dari
tempat kami diturunkan sebelumnya. Mungkin gudang ini juga berfungsi sebagai kantor karena saya
melihat banyak mobil diparkir, juga ada beberapa orang yang tengah menunggu minibus. Saya
sempat khawatir apakah Andi punya ID Card untuk masuk ke area ini?

Kami mulai mengikuti langkah Andy yang ternyata tidak mengarah ke gerbang gudang tersebut.
“Oh..mungkin kami akan masuk dari pintu belakang” pikir saya, karena Andi memang mengarah ke
area belakang gudang tersebut. Ternyata kejutan belum berakhir, Andy masuk ke sebuah lorong
sangat kecil di seberang tempat parkir area gudang. Dia hanya tersenyum ketika saya komentar
dengan nada terkejut, “Gila, kok tau jalan ini sih!”

Di ujung jalan kecil saya terkesima dengan pemandangan di depan saya, sekaligus kaget mendengar
deru kereta api dari arah jembatan. Tsing Ma bridge yang tadi pagi saya lewati, berdiri megah di
depan saya. Dan betul kata Andi, terowongan kereta api yang dilewati MTR dan Airport Express Train
itu menempel di bawah jembatan! Pantas saja ketika naik Airport Express Train dari airport menuju
Hongkong Island ketika trip dengan kiddos, kami sama sekali tidak melihat Tsing Ma Bridge dari
dalam kereta.

Di sekitar tempat saya mengambil foto dipenuhi rumput dan ilalang, tempat ini sudah pasti hanya bisa
dikunjungi oleh segelintir orang yang tau saja, dan bukan merupakan viewpoint resmi untuk melihat
Tsing Ma Bridge. Kalau bukan karena Andi dan Deasy, tidak mungkin saya akan pernah sampai di
tempat ini.
Kami kembali naik minibus ke MTR Kwai Fong dan karena sudah waktunya makan siang, kami cari
makanan take away di sekitar MTR. Saya menemukan counter Sushi Take Out, dan walaupun tidak
ada lambang halal, saya memilih makan sushi siang itu. Ngiler juga dengan berbagai gorengan yang
dimakan Deasy, tapi saya tidak tau apa isinya:p

Masih ada satu tempat dari photo trip bersama Andi dan Deasy yang kami kunjungi siang itu. Kami
naik MTR, turun di Olympic Station dan berjalan ke arah Yau Ma Tei Typhoon Shelter. Kami
menyeberangi jalan tidak di atas zebra cross karena memang tidak ada. Rasa waswas datang
menyergap, bagaimana jika ada polisi ketika kami menyeberang? Bagaimana jika kami tertabrak?
Bukankah saya dan Rene pada trip itu tidak membeli travel insurance? Tapi melihat raut wajah Andi
yang tetap cool, saya mencoba biasa saja menyeberangi jalan yang ramai itu. Alhamdulillah,
walaupun menunggu lama, kami selamat sampai di seberang.

Sore itu kami akan mencoba naik traditional Chinese Junk yang ditinggali oleh pemiliknya. Wah pasti
unik melihat tempat tinggal mereka. Saya langsung meng-„iya‟-kan ajakan Andi untuk melanjutkan
photo trip kami ke Yau Ma Tei Typhoon Center. Wuih, namanya serem ya, typhoon center. Tapi ketika
kami tiba di sana, ternyata tempatnya sangat enak untuk menghabiskan sore. Di sekitar tempat itu
terdapat beberapa bangku dengan pemandangan ke laut yang dipenuhi traditional Chinese junk.

Andi dan Deasy mencoba mengajak bicara salah satu pemilik boat yang sayangnya tidak bisa
berbicara Bahasa Inggris. Deasy yang sedikit bisa berbahasa Cantonese, tetap sulit berkomunikasi
dengan bapak tua pemilik boat, yang jika saya tebak, usianya mungkin sudah hampir 70 tahun. Kami
menyampaikan niat kami hanya ingin menyeberang ke daerah Kowloon, hanya one way trip. Akhirnya
bahasa uang memang universal ya. Ia mengatakan biayanya untuk kami berempat HKD 150. Kami
langsung setuju, walaupun setelahnya Deassy menyesal kenapa tidak menawar terlebih dulu. “Udah
lah, anggap aja kita beramal Deas” hibur saya. Kami pun masuk ke rumah perahu tempat pasangan
kakek dan nenek ini tinggal.

Di dalam boat terdapat tempat tidur sederhana, beberapa helai selimut, bantal, peralatan memasak,
dan berkaleng-kaleng softdrink. Hebat ya, mereka enggak kena diabetes dengan softdrink sebanyak
itu. Saya ingin bertanya bagaimana mereka ke toilet, dimana anak-anak mereka tinggal, dan
bagaimana mereka menghidupi dirinya? Namun mengingat sulitnya menyampaikan maksud kami
untuk one way trip saja, membuat saya mengurungkan niat dan menahan rasa penasaran. Saya
hanya asyik melihat-lihat apa yang ada di dalam perahu, dan membayangkan bagaimana mereka
tinggal di dalamnya. Saya pun berdoa di dalam hati agar diberi umur panjang, dan bisa terus
menikmati hidup sebagai pasangan kakek nenek bersama Rene.
Perjalanan singkat namun penuh makna itu kami akhiri ketika tiba di Kowloon West. Akhirnya ada
juga kata yang saya mengerti dari Bapak tua itu “bye bye” katanya setelah mengantarkan kami
dengan selamat. Tangannya yang keriput memegang saya dan Deasy bergantian untuk bisa
melangkah ke tepian yang lebih tinggi dari boat bapak tua ini. Ah Bapak, seandainya saya bisa
berkomunikasi dengan Bapak, pasti banyak yang bisa saya gali. At least, saya bisa menuliskan nama
Bapak di ebook ini :D

Kehidupan sederhana yang saya rasakan sore itu, menyadarkan saya, bahagia adalah ketika kita
berdua menikmatinya dengan pasangan. Bukan dengan memiliki ini dan itu.
Andi belum puas mengajak kami melihat Hongkong. Sebagai destinasi
terakhir, kami berjalan ke West Kowloon Cultural District menikmati sore
dengan berjalan-jalan di taman yang sangat bersih, dengan pemandangan
gedung pencakar langit di Hongkong.

Area yang baru ini dekat dengan gedung tertinggi di Hongkong Sky100
yang saat tulisan ini dibuat sedang sangat happening. Kami hanya sempat
foto dari luar dan berjanji lain kali ke Hongkong, kami akan naik melihat
pemandangan dari gedung Sky100.

Thank you Andi and Deasy for such a beautiful day!

Ingin photo trip seperti kami? Atau Anda fotografer yang ingin
secara khusus hunting di Hongkong. Andi tentu dapat membantu
Anda melihat sisi lain di Hongkong. Bagi Anda yang berminat, si-
lahkan mampir ke www.andreas-images.com
JJ Hotel Wanchai
Hotel ini tidak pernah saya dengar sebelumnya, namanya saja
cukup aneh: JJ Hotel. Saya berkenalan dengan JJ Hotel melalui
review hotel di tripadvisor.com. Saya mencoba melihat hotel
mana saja dengan review yang cukup baik, dari situlah saya
mengetahui ada hotel bernama JJ.

Kemudian saya melihat harga per kamarnya melalui website


booking.com. Harganya masuk budget kami yang kala itu kami
patok HKD 1.150 (atau setara Rp 1.500.000 per malam dengan
kurs 1 HKD = Rp 1.300 pada Februari 2013). Harga Premier
Room di JJ Hotel saat itu adalah HKD 1,078 per malam sudah
termasuk pajak. Harga ini room only, JJ Hotel tidak menyediakan
makan pagi. Saya memang sengaja memilih kamar premier demi
mendapatkan room size yang lebih besar untuk kami berempat.
Saya pun melakukan reservasi di JJ Hotel melalui situs hotel
engine favorit saya, booking.com.
Lokasi JJ Hotel sangat menyenangkan, di depan hotel terdapat bus stop dengan bus tujuan Ocean
Park (Bus nomor 75). Jalan 10 menit dari hotel, kita sudah bisa mencapai Islamic Center yang
memiliki kantin halal. JJ Hotel juga terletak dekat dengan stasiun tram Tonochy Road. Kami bisa
mengajak kiddos mencoba naik tram kuno di Hongkong dari Wanchai ke Causewaybay. Stasiun MTR
terdekat adalah Wanchai, namun kami tidak pernah menggunakan MTR untuk bepergian dari ataupun
menuju hotel. Kami lebih memilih tram dan bus karena halte bus dan tram yang berjarak dekat dari
hotel.

Ukuran kamar Premier Room yang kami pesan really surprised us! Untuk standard Hongkong,
kamarnya bisa dibilang sangat besar. Kiddos memiliki ruang yang cukup untuk bergerak dan bermain
di dalam kamar. Hal lainnya adalah bathtub, saya tidak memperhatikan pada saat booking bahwa
tersedia bathtub di kamar mandi. Keberadaan bathtub ini sangat menghibur kiddos yang selalu
berharap ada kolam renang di temat kami menginap.

Novotel Citygate
Berhubung enggak kesampaian menginap di Disney Hotel karena
alasan budget, kami tetap mencari hotel yang dekat dengan
Disneyland dan juga bandara, agar sesuai dengan itinerary kami untuk
mengunjungi Disneyland dan kembali ke Jakarta keesokan harinya.

Novotel Citygate kami pilih, karena rate nya saat itu cukup bersahabat
di kantong, walaupun kami harus sedikit overbudget. Saat itu tarif
menginap satu malam termasuk makan pagi adalah HKD 1.282, kami
mendapatkan discount 25% dalam rangka liburan Chinese New Year.
Pemesanan kami lakukan langsung di website accorhotels.
Berbeda dengan JJ Hotel yang sederhana, kami menemukan aura
modern di Novotel. Pemandangan airport dan cable car station dari
kamar menjadi bonus untuk kami. Sayangnya saat itu kolam renang
sedang dalam perbaikan sehingga tidak bisa dipergunakan. Tapi
memang kami tidak berencana untuk berenang pada saat musim
dingin di Hongkong, kecuali jika hotel menyediakan indoor pool.

Yang menjadi highlight dari satu malam di Novotel Citygate adalah


lokasinya yang dekat dengan Disneyland. Kami merasa sangat
beruntung telah memutuskan tinggal di Novotel, ketika kami
berdesakan turun dari Disney MTR di stasiun Sunny Bay.

Saat itu, kami bisa berjalan dengan nyaman dan melanjutkan perjalanan naik MTR ke arah Tung
Chung MTR Station. Sementara 95% penumpang yang tadi bersama kami dari Disneyland,
melanjutkan perjalanan ke Hongkong ataupun Kowloon. Semua orang akan pulang serentak dari
Disneyland setelah fireworks usai, karena itu MTR akan penuh sesak. Kami dapat duduk nyaman di
kereta yang kosong menuju Tung Chung MTR station.

Anda berencana mengunjungi Disneyland dengan anak? Jika Disneyland hotel terlalu mahal untuk
budget liburan anda, kami sarankan menginap di Novotel Citygate. Selain keuntungan ketika pulang
dari Disneyland seperti cerita di atas, anda juga bisa menikmati berbelanja di Citygate Factory Outlet
yang terhubung langsung dengan Novotel Citygate. Jangan lupa untuk mempergunakan fasilitas free
shuttle minibus dari Novotel Citygate ke bandara. Walaupun dekat hanya sekitar 10 menit, lumayan
bisa menghemat budget taksi anda. Layanan free shuttle ini juga tersedia dari bandara ke hotel.

How Bad is Bad? : Pengalaman Menginap di Chungking Mansion


Sudah seringkali saya membaca himbauan untuk stay away from
Chungking Mansion, sebuah gedung yang terletak di Tsim Tsa Tsui,
dengan lantai bawah berisi area pertokoan, sementara lantai atasnya
dipenuhi oleh puluhan hostel. Dari review yang saya baca, untuk naik
ke hostel yang ada di Chungking Mansion, tamu harus menunggu lift
sekitar 15-30 menit. Belum lagi banyak yang bercerita mengenai calo
dari Timur Tengah yang menawarkan hostel kepada siapapun yang
masuk ke Chungking Mansion. Saya kemudian penasaran, how bad is
bad?
Untuk acara weekend getaway saya dan Rene ke Hongkong pada pertengahan Januari 2014, saya
berencana menginap satu malam di daerah Causewaybay dan satu malam di Tsim Tsa Tsui. Sangat
sulit mencari hostel murah di area premium seperti Tsim Tsa Tsui. Setelah browsing cukup lama
melalui booking.com, saya memilih menginap di Apple Hostel (lantai 10, Chungking Mansion) karena
mendapatkan kamar yang murah. Standard room dengan shared bathroom untuk kami berdua hanya
HKD 300! Murah banget kan... Belum lagi positive review yang saya baca di tripadvisor mengenai
Apple Hostel, saya pun yakin memesan satu malam di sana.
Walaupun dari review yang saya baca, hampir semua complaint mengenai waktu menunggu untuk
naik dan turun lift, bahkan banyak dari mereka yang memilih naik ataupun turun tangga dari lantai
10. Glek! Sebelum berangkat, saya sampaikan kondisi Apple Hostel kepada Rene, dan saya
menambahkan “Enggak apa-apa ya, soalnya kita udah harus jalan ke airport jam 3 pagi” Yup, kala itu
pesawat Tiger Air Mandala yang akan membawa kami kembali ke Jakarta adalah jam 6 pagi waktu
Hongkong. Hal tersebut semakin menguatkan hati saya untuk menginap di Apple Hostel, karena selain
murah, lokasinya tepat di seberang bus stop NR21 (night bus) yang akan membawa kami ke airport.

Kami tiba di area Chungking Mansion sekitar jam 7 malam. Benar saja, begitu memasuki Chungking
Mansion, suasana bronx mulai terasa. Pemuda berperawakan hitam mendekati kami untuk
menawarkan penginapan. Saya dekap tangan Rene erat, kesan pertama langsung membuat down.
Kami langsung menuju area lift, terdapat dua gedung di Chungking Mansion yaitu gedung A dan B.
Pastikan mengantri di gedung yang tepat.

Pada area lift terdapat seorang bapak tua berseragam yang


mengatur dan menjaga agar antrian tetap lancar. Ada sekitar 10
orang yang mengantri di depan kami. Dengan backpack di
punggung, kami sama sekali tidak berencana naik tangga ke
lantai 10! Setelah sekitar 20 menit menunggu, giliran kami
untuk naik lift pun tiba. Lift super sempit itu hanya bisa memuat
hingga 6 orang tanpa luggage. Belum lagi ada yang membawa
barang untuk naik ke hostel, misalnya dus kotak minuman, atau
beberapa karung entah berisi apa. Pokoknya enggak banget
deh! By the way, lift terbagi dua: lantai ganjil dan genap. Makin
aneh aja kan?

Kami berhasil tiba di Apple Hostel, kondisi hostel super sempit


namun bersih. Setelah check in, kami pun masuk ke dalam
kamar kami yang seadanya dengan diantarkan seorang miss
yang sepertinya orang Filipina. Mungkin ia menangkap muka
kami yang shock dengan mungilnya kamar, ia berujar “You
know Hongkong, space is limited and expensive”. Terdapat
dua kamar mandi yang lumayan bersih di depan kamar kami.
Selama kami di sana, tidak ada masalah mengantri kamar
mandi.

Hostel ini kami kategorikan “aman” apalagi dengan hanya membayar HKD 300. Hanya saja antrian
naik lift yang kami alami membuat saya bertekad: saya enggak mau lagi menginap di Chungking
Mansion! :D

Kami sempat keluar hostel untuk makan puding susu di Yee Shun Milk Company sekitar jam 8 malam.
Waktu kembali ke hostel jam 10 malam, antrian lift dua kali lipat dari antrian sebelumnya. Dengan
frustasi kami menunggu sekitar 30 menit. Yah..mau gimana lagi kan? Saya juga melihat keluarga
membawa anak kecil ikut mengantri. Gile saya pikir, saya sih enggak mau nginep bersama kiddos di
Chungking Mansion.
Causewaybay Inn
Sudah lama saya mengintip website Causewaybay Inn, namun baru pada awal Januari 2014
berkesempatan menginap di sana. Lagi-lagi saya mengetahui dari tripadvisor.com, saat itu
Causewaybay Inn menyandang predikat ranking dua kategori “Speciality Lodging”. Ketika saya
mengintip websitenya, saya lihat kamar yang bersih dan nampak baru. Dengan harga per malam HKD
410 per malam, langsung saya melakukan reservasi melalui website Causewaybay Inn.

Budget hotel ini sangat efektif. Selama kami disana, kami tidak bertemu dengan petugas hotel sama
sekali. Sebelum berangkat, kami harus sudah melunasi kamar yang kami sewa via account paypal,
setelah sebelumnya membayar 50% uang muka pada saat reservasi. Setelah itu, kami mendapatkan
email yang berisi 3 kode sandi, yaitu password untuk membuka pintu gedung, pasword untuk masuk
ke dalam lobby, dan password untuk masuk ke dalam kamar. Sehingga kami bisa melakukan self
check-in dan juga self check-out.
Kami tiba jam 9 pagi dan langsung menyimpan ransel kami di lobby
area. Karena tidak ada yang akan menjaga ransel kami tersebut, kami
hanya meninggalkan baju di dalamnya. Jam 2 siang kami sudah bisa
masuk ke dalam kamar, dengan menekan password yang telah
diberikan. Walaupun kecil, kami sangat puas dengan kamar di
Causewaybay Inn. Kamar mandinya tertata apik, dengan area toilet dan
shower yang terpisah. Hanya tersedia 3 kamar di Causewaybay Inn,
sehingga terasa private. Karena jumlah kamar yang terbatas tersebut,
pastikan anda booking jauh-jauh hari ya.

Lokasinya sungguh strategis, hanya 1 menit dari Times Square, sebuah mall besar di Causewaybay.
Berjalan keluar dari gedung apartment ke arah kanan, kami menemukan outlet Uniqlo. MTR station
terdekat berada di bawah Times Square. Di depan hostel terdapat halte tram. Ahh, semua gampang
ditemukan disini. Saya bertekad jika suatu saat kembali ke Hongkong bersama kiddos, kami akan
book dua kamar di Causewaybay Inn :)

Hop Inn – Hankow Road


Hop Inn saya pilih karena lokasi yang brilliant tepat di jantung Tsim Tsa
Sui, 5 menit berjalan kaki ke Star Ferry Pier, juga 5 menit berjalan kaki
menuju China Ferry Terminal. Saat itu kamar yang kami pilih adalah
double room seharga HKD 470 per malam. Yang unik, setiap kamar di
Hop Inn diberi aneka gambar sesuai tema nya. Kamar kami bertema
Landscape of Traveler‟s Palm dengan gambar pohon palem di belakang
ranjang. Hal lain yang tidak biasa adalah, kamar mandi transparan yang
ada di setiap kamar. Jangan khawatir, kamar mandi ini dapat ditutup
dengan tirai ketika digunakan.

Ukuran kamar (terutama ranjang) sangat pas-pas an. Jika anda tidak terbiasa dengan ukuran kamar
di Hongkong, mungkin anda akan shock. Tentunya kami tidak boleh complaint dengan harga yang
kami bayar dan lokasi premium, it was really worth it.
Dari ebook menjadi published book..
Terimakasih sudah membaca ebook kami yang ketiga ini tentang Hongkong. We made this ebook
with wholeheartedly, and hope you enjoyed it. Keseriusan kami membuat ebook, akhirnya
membawa kami ke dunia penerbitan buku yang sesungguhnya.

Teman saya, Olenka Priyadarsani mengajak saya menulis buku Family Backpacking
Singapura dan Malaysia, dan akhirnya buku @tesyasblog diterbitkan bulan April
2014 oleh Elexmedia. Buku tersebut berisi panduan liburan hemat bersama
keluarga ke Singapura, Johor Bahru, Kuala Lumpur dan Genting.
Yuk, Anda bisa pesan buku ini melalui email ke tesyas.blog@gmail.com

Hongkong adalah “rumah” untuk kami. Kiddos pun dalam berbagai kesempatan
meminta ingin kembali mengunjungi Hongkong. Rupanya mereka ingin kembali
bermain di Hongkong Disneyland. Saya juga tidak pernah merasa puas mengunjungi Hongkong.
Magnetnya begitu besar membuat saya ingin berkunjung setiap tahun kesana.
Our other project adalah membuat buku panduan Family Backpacking ke Hongkong, saya yakin
banyak keluarga Indonesia yang mempunyai mimpi untuk berlibur ke Hongkong. Dan kami ingin
membantu mewujudkan mimpi keluarga Indonesia melalui ebook Hongkong ini serta buku panduan
kami jika sudah diterbitkan.
Kami akan terus berbagi cerita tentang traveling melalui tesyasblog.com, tesyaskinderen.com,
ebook serta published book kami. Support kami ya melalui Like FB page Tesyasblog serta follow
twitter @tesyasblog dan tentunya jangan lupa membeli published book kami :)

Anda mungkin juga menyukai