com
Ya betul, kami hanya bisa mimpi dan menghayal kapan ya bisa ke Melbourne?
Kota yang walaupun belum pernah kami kunjungi, namun dekat di hati. Mungkin
karena banyaknya teman yang sekolah ataupun tinggal di sana. Dari yang kami
dengar Melbourne itu kota yang nyaman, baik untuk tinggal maupun jalan-jalan.
Karena itu Melbourne sudah lama ada di bucketlist kami.
Bulan Juni 2012, kami beranikan diri mulai membuat mimpi kami ke Melbourne
menjadi kenyataan, dimulai dengan mencari tiket, penginapan, mengajukan visa
(ini yang paling menegangkan tentunya!), sampai akhirnya kami tiba di kota
Melbourne yang ternyata memang sangat menyenangkan. Oya karena
pengalaman pertama ke Australia, kami pun extend liburan kami bukan hanya ke
Melbourne, namun juga mengunjungi Sydney dan Tasmania.
Semoga ebook ini menjadi awal untuk anda mewujudkan mimpi melihat Australia.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Kami tiba jam 9.30 pagi di Melbourne Tullamarine Airport, dan langsung mencari bis
umum yang sudah kami research ketika membuat itinerary. Karena harus mengejar
jadwal bis jam 10.30, kami terpaksa meninggalkan teman kami Adrianus, yang satu
pesawat dari Jakarta. Adrianus terakhir bersama kami di tempat pengambilan bagasi dan
sudah mengatakan bahwa dia akan naik Skybus bersama penjemputnya.
Kami berjalan ke arah budget terminal. Rasa excited, karena akhirnya kami menginjakan
kaki ke Melbourne, bercampur bingung karena mencari arah menuju halte bis umum.
Tidak jauh dari pintu keluar terminal airport, terdapat terminal untuk Skybus, bis merah
yang 24 jam tersedia mengantarkan penumpang dari bandara ke Southern Cross
Terminal. Ticket Skybus ini untuk dewasa satu kali jalan AUD 17, atau return AUD 28.
Kami akan beberapa kali ke airport karena memiliki connecting flights dari Melbourne ke
Tasmania dan juga ke Sydney. Karena itu, jika waktunya memungkinkan kami harus
berhemat dan memilih naik bis umum disambung dengan kereta ke Flinders Station,
walaupun waktu tempuhnya lebih lama.
Kami menemukan budget terminal, namun
masih juga tidak melihat bus stop yang
kami tuju. Memang ketika kami research,
disebutkan di google bahwa sama sekali
tidak ada petunjuk menuju bus stop umum
dari airport, seakan-akan semua
penumpang diarahkan menuju Skybus.
Namun kami belum patah arang, saya
mendekati seorang Ibu yang berdiri di bus
stop khusus untuk para pekerja di airport.
Saya pun bertanya pada ibu tsb, dimana
letak bus stop 901 menuju Broadmeadows
Train Station. Ibu dengan seragam salah
satu perusahaan yang ada di airport ini,
dengan ramah menjawab, It should be
www.tesyasblog.com
Kami mencari Smartbus nomor 901, namun kami tidak melihat nomor pada bagian
belakang bis yang standby tersebut. Kami pun bertanya kepada supir apakah bis akan
melewati Boardmeadows Station? Supir bis adalah seorang wanita muda yang nampak
gaya dengan kacamata hitamnya. Ia menjawab bahwa bis ini akan melewati
Boardmeadows Station. Kami pun membayar tunai AUD 6.50 per orang untuk ticket bis
dan ticket kereta, dan duduk manis sambil mengatur nafas. Kami baru sadar sudah
berjalan lumayan jauh dari terminal kedatangan. Tapi kami sangat bersyukur bisa tiba
tepat waktu, karena setelah kami naik, bis pun melaju meninggalkan airport. Oh ya,
karena belum menguasai medan Melbourne, sebelum duduk kami berpesan kepada ibu
supir Please tell us to alight when we reach the train station. Ia pun mengangguk
setuju.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Ketika kami keluar kereta, kami disuguhi pemandangan sebuah stasiun antik yang sangat
fotogenic. Setelah foto-foto di area platform, kami pun turun ke basement dan disana
kami sempat berkhayal mungkin seperti ini stasiun kereta api di New York..hehe..
Dindingnya berlapis porselen, pencahayaan di lorong sangat minim, terlihat semprotan
pilox di dinding, membuat kami merasa memasuki bronx area. Kami berjalan cepat ke
arah exit, memberikan kartu kereta kami kepada petugas penjaga, dan disambut oleh
keramaian kota Melbourne. Yeay, welcome to Melbourne!
Travel Tips: Total waktu tempuh dari Airport ke Flinders Station dengan perpaduan bis dan kereta ini
kurang lebih satu jam, lebih lama daripada waktu tempuh dengan menggunakan Skybus. Namun untuk
anda yang penginapannya terletak dekat dengan Flinders Station, moda transportasi ini bisa anda pilih
untuk berhemat.
Update: untuk naik bis dan tram di Melbourne mulai 28 Des 2012, penumpang wajib menggunakan
Myki card, dan tidak diperkenankan lagi membayar di atas bis atau tram. Anda bisa membeli Myki card
online dan Myki dapat dikirimkan ke alamat anda.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Akhirnya saya ikuti saja Rene, yang berjalan dengan membaca peta. Tidak jarang saya
bertanya Kamu udah pernah kesini ya sebelumnya? ketika ia terlihat menguasai
tempat yang baru kami datangi berdua :p. Berjalan menyusuri Flinders Lane hingga
akhirnya tiba di Elizabeth Street, kami menemukan stasiun tram. Nampak beberapa
tram yang masih menunggu penumpang. Kami masuk ke tram paling depan dengan
bingung, dan bertanya kepada sang tram driver, seorang bapak yang sudah senior
umurnya dengan perawakan besar. Kami bertanya Sir, does this tram pass the Queen
Elizabeth Market? Sepertinya kami salah bertanya, karena ia menjawab dengan lantang
dan membuat semua yang ada di tram melihat ke arah kami, All trams go to Elizabeth
Market from here, all trams! Ah, baiklah kami duduk saja dan mencoba mengerti
mungkin sang Bapak lagi lelah, atau memang pertanyaan kami yang bodoh?
Belum hilang kebingungan kami, berlanjut dengan ketidaktahuan bagaimana membeli
tiket tram! Ahh saat seperti ini, saya selalu merasa bersalah (karena saya yang
bertugas membuat itinerary). I always thought that I did enough research, keder juga
nih pertama kali sampai di Melbourne hehe. Kami pun bertanya kepada salah satu
penumpang Where should we buy the tram tickets? Dan jawaban yang kami terima
adalah You can ride the tram without tickets, its ok. Saat bersamaan tram mulai
melaju, kami pasrah duduk di sana tanpa tiket. Kemudian kami melihat penumpang
lain melakukan tapping kartu mereka di tram! Saat itu kami sadar, ini bukan tram
yang gratis.
Ternyata jalur tram hanya lurus, dan beberapa stop kami tiba di Queen Victoria
Market. Oh, bisa jadi sang driver agak kesal dengan pertanyaan kami tadi! Kami turun
bersama seorang ibu tua yang akan berbelanja di Queen Victoria Market. Rene
membantu ibu tersebut menurunkan trolley belanjaannya. Dengan suara lembut ibu
itu memberitahu kami You should purchase the ticket if youd like to ride the tram.
But if you dont have ticket its ok as long as there isnt any inspector Setelah
berpisah dengan Ibu itu, kami pun tertawa dan mulai mengerti perbedaan bentuk
antara tram berbayar dan tram gratis. Di kejauhan terlihat tram warna coklat yang
padat penumpang, nah itulah free tourist tram pikir kami. Dimana-mana juga yang
gratis pasti dicari orang kan? Nasib baik siang itu tidak ada petugas pemeriksa tiket di
tram. Phew...
www.tesyasblog.com
Masuk ke Queen Victoria Market, hall pertama yang kami lalui adalah tempat menjual aneka
daging dan seafood. Seafood-nya nampak sangat menggiurkan, namun karena tidak berencana
masak di hostel, kami hanya foto-foto sebentar di area ini. Kemudian kami masuk lebih dalam
ke hall yang menjual roti, keju dan bumbu-bumbu siap saji seperti pesto. Ahh kalau tidak
ingat kurs dolar, mungkin saya sudah kalap di hall bumbu ini. Akhirnya saya memuaskan diri
membeli pesto dan roti untuk bekal di perjalanan hari itu.
www.tesyasblog.com
Kami menikmati doughnuts di dekat penjual bunga, rasa doughnuts nya seperti kue
bantal, namun ada rasa kayu manis sedikit. Sambil duduk dan melihat orang lalu
lalang, saya berpikir kok bisa ya pasar dibuat sebersih dan sekeren ini, membuat
pengunjung betah berlama-lama di sana.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Kami beranjak ke bagian penjual baju, mainan, dan souvenir. Disini kami bertemu
dengan banyak orang Indonesia yang bekerja menjaga stall souvenirs. Pintar juga ya
para pemilik stall itu, mungkin mereka mengamati kalau turis pembeli souvenir
terbesar dari Indonesia, sehingga penjaganya dipilih orang Indonesia agar nyaman
berbelanja dan bisa lebih banyak lagi menghabiskan dolar :)
Kami berkenalan dengan seorang penjaga stall souvenir asli dari Surabaya. Ia bercerita
sudah hampir dua tahun di sana, menemani istrinya yang sedang kuliah S3. Di sini
banyak banget mba orang Indonesia, tuh yang itu dari Semarang, yang itu dari
Surabaya juga seraya menunjuk stall lain yang dijaga orang Indonesia. Kami membeli
souvenir standard, gantungan kunci dan tempelan kulkas. Setelah itu kami
meninggalkan Queen Victoria Market, menyusuri Therry Street yang dipenuhi cafe dan
kembali ke arah Elizabeth Street.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Rene memesan secangkir kopi Suiza, yang katanya berasal dari El Salvador, dan
memiliki citarasa cherry. Satu cangkir imut itu dihargai AUD 8 (glek, mahalnya!).
Namun melihat proses pembuatannya, kami tidak lagi merasa kopi ini mahal.
Sang barista sangat telaten membuat kopi cangkir demi cangkir: mengambil kopi dari
laci yang tertata apik, memasukan kopi ke dalam coffee maker, mendidihkan air,
semuanya ia kerjakan sendiri. Very inspiring melihat bagaimana seseorang bekerja
sesuai passion nya. Ia terlihat sangat menikmati apa yang ia kerjakan, dan tersenyum
ramah ketika melihat saya mengamati dirinya tanpa henti.
Selain Rene yang menikmati kopi yang menurut Rene sangat lezat siang itu, saya pun
menikmati proses pembuatan kopi sambil belajar, mengerjakan sesuatu yang sesuai
dengan passion kita adalah sebuah anugerah, dan output yang dihasilkan atas apa yang
kita kerjakan sesuai passion, akan terlihat berbeda hasilnya.
Kami meninggalkan Market Lane Coffee dengan perasaan sangat fresh siang itu. Rene
senang karena menikmati kopi yang nikmat, dan saya mendapatkan charge positif atas
apa yang saya amati terhadap sang barista. Saya pun berjanji akan lebih menekuni
passion saya menulis tentang traveling, agar apa yang saya tulis dapat lebih
bermanfaat untuk orang lain.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Bikeshare stations tersebar di Melbourne dan umumnya terletak di tourist spots. Kalau
Anda bingung mencari letak stations, Anda bisa mengunduh aplikasi yang tersedia di
web mereka. Bila gadget tidak online selama liburan di Melbourne, jangan khawatir,
setiap tourist map mencantumkan icon Melbourne Bikeshare stations.
Untuk meminjam sepeda, kita harus memasukan kartu kredit ke dalam mesin dan akan
dikenakan charge AUD 2,7. Peminjaman 30 menit pertama gratis, sehingga kita bisa
menggunakan sepeda dan berhenti di station berikutnya dalam 30 menit. Peminjaman
satu jam pertama dikenakan fee AUD 2, cukup murah memang, tapi kalau bisa gratis
kenapa tidak? Biayanya lumayan tricky, untuk peminjaman 2 jam dikenakan AUD 17,
dan setiap setengah jam tambahan (setelah 2 jam) dikenakan AUD 10!
Di reception Greenhouse Backpacker Hostel, saya sempat melihat helmet warna biru
bertuliskan Melbourne Bikeshare dan menanyakan apakah kami bisa meminjamnya
dengan gratis. Staff hostel menjawab Absolutely as long as we keep your passport
Jadi sore itu kami meminjam helmet, dan menuju Federation Square yang hanya 5
menit dari hostel. Sejurus kemudian kami sudah berada di sepeda masing-masing.
Ayo pasang stopwatch, jangan sampai kelewat 30 menit pinta saya ke Rene. Yah gini
deh kalau modal gratisan.
Kami mulai menyusuri Yara River, terlihat beberapa keluarga sedang piknik di pinggir
sungai. IRI! Itu yang saya rasakan, mengingat kita tidak punya sungai sebersih ini di
Jakarta. Saya juga melihat bangku, meja serta tempat untuk barbeque yang
disediakan. Asyik betul ya.
www.tesyasblog.com
Kami tiba di depan Etihad Stadium, menyimpan kembali sepeda kami di Melbourne
Bikeshare station yang terdapat di sekitar Harbour Esplanade Docklands, dan yeay
kami tiba tepat pada saat sunset, sekitar jam 8.30 malam.
Suasana malam itu di Docklands sangat kontras dengan ramainya pusat kota
Melbourne. Jalanan terlihat lengang, dan hanya ada sedikit orang di cafe-cafe yang
terletak di Esplanade. Sewaktu kami disana, kami juga melihat sebuah tram gratis
yang melintas. Jika anda ingin menikmati sunset di Docklands tanpa naik sepeda,
anda bisa memilih tram gratis ini. Namun setelah mencoba berkeliling sepeda di
Melbourne, saya menyarankan anda agar mencoba menikmati kota dengan sepeda.
Melbourne terasa lebih indah dari balik sepeda. Kalau tidak percaya, silahkan dicoba.
Setelah menikmati sunset, kami pun mengakhiri hari dengan kembali naik sepeda ke
kota Melbourne. Kali ini jalanan cukup menantang karena ada bagian yang berbukit
(oh andai saya saat itu naik electronic bike:p). Saya sempat menyerah dan turun dari
sepeda karena jantung saya berdegup kencang! Haha.. yes, I need more exercise.
Kami tiba di Melbourne Bikeshare station di Collins Street tidak jauh dari Southern
Cross Terminal. Terimakasih Melbourne Bikeshare, we had a great moment exploring
Melbourne by bike.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Saat itu, Boxing Day merupakan hari special di dalam itinerary kami. Saya dengar dari
teman baik kami, Martin, semua toko discount habis-habisan di hari itu. Ngiler dotcom
tentunya! Rela tidak mengunjungi Cradle Mountain, salah satu national park yang
sangat indah di Tasmania, saya menjadwalkan pada 26 Desember harus kembali ke
Melbourne. Dan ini menjadi salah satu penyesalan terbesar dari perjalanan kami ke
Tasmania. Tapi ya sudahlah, semoga next time kami bisa kembali kesana dengan
kiddos. Amin.
Kami tiba di Melbourne dari Launceston pagi hari dan kembali menggunakan campuran
bis umum dan kereta api menuju Flinders Station. Setelah check in di hostel, kami
makan siang di sekitar hostel dan berjalan menuju Bourke Street. Jalanan yang
dipenuhi dengan shopping malls, yang sudah kami survey sebelumnya pada 23 Desember
(niat betul yah:p). Ketika kami kembali 3 hari kemudian, lautan manusia memenuhi
Bourke Street. Saat Boxing Day ini mungkin jumlahnya double bahkan triple dan hanya
mengalah ketika tram melintasi pertokoan.
www.tesyasblog.com
Cukup lama kami memilih mainan, karena ketika kami tiba di area mainan sekitar jam 1
siang, banyak mainan sudah habis diborong pengunjung! Tidak heran, karena hari itu
Myer buka dari jam 7 pagi. Kami juga sempat melakukan early shopping di Myer
Launceston sebelum kami meninggalkan Tasmania. Namun di Myer Launceston pun kami
tidak menemukan mainan yang sesuai untuk kiddos. Akhirnya kami membeli mainan
Fireman Sam yang tidak bisa kami temukan di Jakarta. Terakhir kali, kami harus titip ke
tante Rani dari UK untuk membeli rumah Fireman Sam :p
Saya sempat mengunjungi area tas, dompet
dan sepatu wanita. Barang-barang yang
dijual di sana, saya lihat tidak terlalu murah
bahkan setelah harganya discount (at least
untuk saya). Ahh jadi mana nih discount
besar-besaran di boxing day? Kecewa besar
nih judulnya.
Setelah pusing melihat penuhnya Myer, kami
mengambil nafas di luar sambil melihat
orang lalu lalang. Di depan Myer, orang antri
untuk menikmati Christmas Window, dimana
etalase di depan Myer dihias dengan
ornamen natal yang cantik. Saya kembali
mengajak Rene masuk toko, kali ini ke David
Jones, sebuat Department Store yang
terletak disamping Myer. Yang kami
temukan tidak beda dengan di Myer, semua
barangnya masih mahal!
Salahkan kurs dolar Australia yang terus
menguat, sehingga barang apapun jika
dikonversi ke rupiah masih terasa mahal :p
Akhirnya kami menyerah dan berjalan
kembali ke hostel dengan melewati lane
(gang kecil) yang dipenuhi dengan
boutiques dan caf. Inilah salah satu yang
saya suka dari Melbourne, di setiap Lane
nya selalu terdapat kejutan, yaitu
pemandangan unik. Toko-toko mungil yang
kami lewati tampak sepi, rasanya hari itu
semua orang terpusat belanja di Bourke
Street.
www.tesyasblog.com
Setelah mengunjungi Pantai St.Kilda, jam 11 malam kami kembali ke Bourke Street,
dan mendapati David Jones dan Myer masih menunggu kami. Ih ge-er banget! Kedua
Dept Store ini baru tutup jam 12 malam. Kami bisa puas foto Christmas Windows tanpa
harus berebut dengan orang lain. Kami juga bisa puas keluar masuk toko, naik turun
eskalator, tanpa perlu antri seperti siang tadi.
Kami menutup hari itu dengan kecewa, karena boxing day yang kami perkirakan akan
hebat discountnya, ternyata tidak kami rasakan sama sekali. It was just an ordinary
day, dimana semua barang di mall masih tetap mahal harganya. Tapi tentunya kami
tidak penasaran lagi, dan kini kami mengerti bahwa tidak perlu memasukan boxing day
sebagai hari special di itinerary kami jika suatu saat kembali mengunjungi Australia.
Kembali gambar-gambar Cradle Mountain menghiasi ruang mimpi saya, ah seandainya
waktu itu kami memilih mengunjungi Cradle Mountain dan bukan memilih boxing day.
If I could only turn back time!
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Satu sore kami hunting sunset di St. Kilda. Pemandangan sunset yang indah,
cahaya matahari sore menerpa landscape Melbourne di kejauhan berpadu
dengan yacht yang parkir di dermaga St.Kilda.
Setelah matahari terbenam, kami mengikuti pengunjung lain untuk
menunggu munculnya penguin.
www.tesyasblog.com
Awalnya saya mengajak Rene untuk kembali menggunakan Melbourne Bike Share dan
bersepeda dari Federation Square ke St. Kilda demi penghematan budget. Namun ide
saya ini ditolak Rene setelah ia melihat Melbourne Bike Share station yang terletak
cukup jauh dari St. Kilda Beach. Walaupun enggan mengeluarkan uang untuk membeli
myki, kartu transportasi semacam EzLink di Singapura, akhirnya saya pun
membelinya di Seven Eleven Federation Square dengan harga AUD 12 untuk dua kartu,
dan sekitar 10 AUD untuk top up keduanya.
Federation Square merupakan area untuk nongkrong di pusat kota Melbourne.
Lokasinya di seberang Flinders Station, sangat dekat dari tempat kami menginap.
Disana terdapat Melbourne Tourist Information Center, The Ian Potter Center:
National Gallery of Victoria Australia dan juga Australian Center for The Moving Image.
Federation Square menawarkan wifi gratis, jadi tidak heran di tempat ini banyak yang
sibuk dengan gadget mereka sambil menikmati matahari di musim panas bulan
Desember.
Kami naik tram no 16 dengan tujuan Melbourne Univestiry via St.Kilda. Kali ini kami
dengan resmi membayar ongkos tram melalui tapping myki kami ke mesin yang berada
di dalam tram. Namun, kami melihat banyak orang yang tidak melakukan tapping
kartu mereka ke mesin. Mungkin mereka punya kartu langganan, pikir kami tidak mau
berburuk sangka.
Sekitar 20 menit kemudian, kami tiba di pantai St.Kilda, angin yang besar sore itu
menyambut kami yang meninggalkan jacket di hostel! Aaah..kami salah kostum sore
itu. Kami berjalan menyusuri pantai dan menyebrang melalui sebuah jembatan kayu
menuju Pier. Berharap menemukan secangkir coklat panas di sebuah restoran kecil
yang ada di Pier untuk menghangatkan badan. Namun apa daya restoran itu tutup.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Saya pernah membaca bahwa kita bisa melihat pinguin menjelang matahari terbenam
di sana. Awalnya kami tidak begitu tertarik melihat pinguin, namun karena semua
orang berjalan menuju tempat yang khusus disediakan untuk melihat penguin, kami
pun mengikuti arus. Saya duduk manis sambil menahan dingin, sementara Rene asyik
hunting sunset.
Lady guard bekerja keras mengingatkan pengunjung untuk duduk dengan tertib, tidak
menyalakan flash, tidak menginjak batu yang merupakan waterbreak dan membentuk
sebuah bay. Menurut lady guard, di bawah batu-batu itulah pinguin tinggal.
Pengunjung juga tidak diperkenankan duduk di tepian jalan terbuat dari kayu dan
menggelantungkan kaki ke bawah, karena pinguin akan takut. Sore berganti malam,
dan penantian kami beserta pengunjung yang lain belum juga membuahkan hasil.
Kami terus menunggu, dan setelah 1 jam
lamanya tiga ekor pinguin pun muncul.
Lady guard menyalakan lampu sorot warna
merah ke arah pinguin, untuk cahaya foto
para pengunjung. Belum sempat kami foto,
pinguin sudah menghilang! Kemudian
muncul dua pinguin lagi di sisi lain dermaga
tempat kami duduk, namun mereka pun
hanya muncul sejenak tanpa sempat kami
foto.
Tidak tahan menahan dingin, saya ajak
Rene untuk meninggalkan area pantai dan
mencari
coklat panas.
Beberapa
pengungjung jalan bersama kami
meninggalkan area penguin watching,
namun sebagian besar masih bertahan
menunggu surprise selanjutnya.
Kami memang tidak pergi ke Philip Island dari Melbourne untuk melihat pinguin.
Mungkin jika suatu saat kami kembali ke Melbourne bersama kiddos, kami akan ajak
mereka melihat pinguin di sana. Semoga pinguin di Philip Island tidak malu-malu
seperti yang kami tunggu kemunculannya di St.Kilda beach.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Kami berjalan melewati Luna Park yang sudah tutup malam itu, tujuan kami adalah
mencari toko kue yang terkenal di Acland Street. Boss saya yang merekomendasikan
Acland sebagai tempat yang must visit di Melbourne. Dan ternyata memang betul,
Acland Street menawarkan sisi lain dari Melbourne dan sayang untuk dilewatkan.
Terdapat deretan restaurant, cafe dan cake shop yang sangat eye catching dengan
beraneka ragam kue di etalase toko. Trotoar dipenuhi oleh orang-orang yang asyik
bercengkrama memenuhi kursi dan meja yang disediakan. Kami masuk ke Le Bon Cake
Shop, memilih lemon dan chocolate cake, secangkir kopi untuk Rene, dan minuman
coklat panas yang sudah saya cari sejak pertama tiba di St. Kilda.
Setelah menikmati sunset di St.Kilda dan cake yang lezat, kami sudah lupa dengan
harga myki card serta saldonya yang kami beli sore itu di Seven Eleven Federation
Square. Kami sama sekali tidak menyesal telah menghabiskan ongkos mahal untuk
pergi ke St. Kilda. Yang kami sesali adalah tidak sempat pergi Brighton Beach pada
kunjungan pertama kami ke Melbourne, padahal kami ingin sekali memiliki foto di
depan Brighton Bathing Boxes yang colorful itu.
Sekitar jam 11 malam kami kembali ke Melbourne menggunakan tram yang jam
operasinya diperpanjang malam itu sehubungan dengan boxing day. Stasiun tram
terdekat dari Acland Street berada di seberang Luna Pak dan juga hotel Novotel,
hanya sekitar 5 menit berjalan dari Le Bon Cake Shop. Pengalaman mengunjungi
St.Kilda untuk hunting sunset dan Acland Street sudah menambah warna tersendiri
untuk liburan kami ke Melbourne kali ini. Rasanya Acland Street selalu akan saya
masukan ke dalam itinerary kunjungan ke Melbourne, I love the ambience and of
course the cake!
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Saya pun mencari bagaimana cara paling murah menuju 12 Apostles. Setelah googling,
cara termurah yaitu dengan naik bis dan kereta dari Melbourne, namun terbatas jam
serta hari keberangkatannya. Walaupn murah, moda transportasi ini tidak kami pilih
karena tidak sesuai dengan schedule kami di Melbourne. Entah kenapa opsi self-drive
tidak terlintas saat itu, padahal setelah menjalani tour Great Ocean Road, kami
menyesal kenapa tidak self-drive saja. Pemandangan yang indah melewati berbagai
kota kecil sangat menggiurkan untuk melakukan self-drive.
Saya mencari berbagai tour menuju Great Ocean Road, tujuannya adalah untuk
mendapatkan tour dengan harga paling murah tentunya. Saya sudah request ke Rene
untuk pergi mengejar sunset di Great Ocean Road, kami berdua memang penyuka
sunset. Harga tour normal untuk Great Ocean Road Sunset tour adalah sekitar AUD 120
dengan operator Bunyip tour, sudah termasuk picnic lunch. Tour tanpa lunch bisa
didapatkan dengan harga sekitar AUD 95.
Tidak sengaja kami menemukan www.oznettravel.com sebuah website dimana kita
bisa melakukan booking tour di Australia dengan harga miring. Kami mendapatkan
Great Ocean Road Sunset Tour sudah termasuk makan siang seharga AUD 77,5. Ini
adalah harga termurah yang bisa kami dapatkan. Saya tidak mengerti siapa yang akan
menjadi tour provider ketika kami reservasi tour melalui oznettravel. Baru setelah
mendapatkan email dari Bunyip Tour, kami tahu bahwa akan pergi dengan mereka
sebagai operator. Lega juga setelah membaca review yang bagus di tripadvisor.com
dari para member tripadvisor yang pernah menggunakan jasa Bunyip Tour. Email dari
Bunyip menyatakan bahwa kami akan dijemput di hostel pada jam 10 pagi, dan kami
diminta untuk siap di luar gedung hostel.
Bis kecil bertuliskan Bunyip menjemput tempat kami di Flinder Lane, jalan sempit di
depan Greenhouse Bakcpacker. Ketika kami naik, baru ada 6 orang di dalam bis. Kami
menjemput peserta yang lain, dan berhenti sekitar 15 menit di kantor Bunyip Tour
yang terletak dekat dengan Southern Cross Terminal. Peserta dipersilahkan untuk
toilet break sambil menunggu restaurant di sebelah kantor Bunyip Tour menyiapkan
sandwich sebagai picnic lunch kami. Pada saat booking, kami sudah minta vegeterian
menu.
Meninggalkan Melbourne, kami harus melewati kemacetan yang lumayan panjang, hari
itu banyak yang meninggalkan Melbourne untuk berlibur ke luar kota. Karena macet,
kami baru tiba di pemberhentian pertama yaitu Bells Beach jam 1 siang.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Perjalanan dilanjutkan menuju tempat melihat Koala. Saya pikir kita akan masuk ke
sebuah taman nasional berbayar, ternyata bis hanya berhenti di sebuah jalan, dan
kami bisa melihat koala di alam bebas. Inilah pengalaman kami melihat koala dari
dekat untuk pertama kalinya. Ohhh..they are so cute!
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Jam 6.45 pm kami tiba di 12 Apostles. Peserta yang memilih mengendarai helikopter,
dipersilahkan untuk mengikuti Steven. Sementara saya, Rene dan beberapa peserta
yang tidak rela mengeluarkan AUD 80 untuk naik helikopter selama 10 menit,
berjalan ke 12 Apostles. Sepanjang jalan, saya sudah memaksa Rene untuk naik
helicopter, Ayolah, kapan lagi kesini? Namun Rene bersikeras untuk melihat 12
apostles dari lookout nya saja.
Matahari yang dari pagi bersinar cerah, menghilang di balik awan. Kami harus
berjalan menembus angin besar ke arah lookout. Ketika kami tiba di sana, kami sudah
lupa dingin yang menusuk kulit. Pemandangan dari 12 apostles lookout sangat indah.
Beruntung kami masih mendapatkan sisa sinar matahari sore itu. Pokoknya tempat ini
wajib dikunjungi jika anda berlibur ke Melbourne. We enjoyed every second at the 12
apostels.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Bagaimana
helikopter
mengambil
minta foto
saling keep
Yang membuat kami semua kecewa adalah sunset yang tidak pernah kami lihat di
Great Ocean Road! Sore itu bukan sunset yang kami dapatkan, melainkan hujan
gerimis yang berakhir dengan hujan besar ketika kami sudah kembali ke dalam van.
Kami meninggalkan Great Ocean Road dengan sedih, karena impian kami untuk
melihat sunset di sana buyar sudah. Tapi hal ini tidak mengurangi kesan kami atas
perjalanan seharian menuju Great Ocean Road. Kami sangat menikmati tour bersama
Steve dan rombongan hari itu.
Port Camble merupakan our last stop sebelum kembali ke Melbourne. Kami membeli
Fish and Chip lagi untuk makan malam kami, dan setelah itu kami menembus malam
kembali ke Melbourne. Semua peserta tertidur lelap, dan baru bangun ketika Steve
mengingatkan untuk siap-siap turun. Kami tiba larut malam di hostel dan segera
packing, karena esok harinya kami harus mengejar connecting flight ke Sydney.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Melbourne
Saya sempat bingung waktu mencari penginapan di Melbourne. Selain karena ini
pertama kalinya ke Melbourne, sehingga masih awam dengan daerahnya, yang kedua
karena mahalnya harga hostel di sana.
Saya sama sekali tidak melirik review hotel waktu masuk ke www.tripadvisor.com.
Saya fokus melihat review kategori Speciality Lodging yang didalamnya juga
terdapat hostel chain yang terkenal di Australia yaitu Melbourne Metro YHA dan
Melbourne Central YHA.
www.tesyasblog.com
Selain harga, yang menjadi fokus kami adalah lokasi hostel. Dengan lokasi hostel yang
terletak di pusat kota, kami bisa berjalan kaki dan menghemat budget untuk
transport. Saya sangat tertarik dengan Greenhouse Backpacker Melbourne yang ratarata review di Tripadvisor merekomendasikan hostel ini karena berada hanya 5 menit
dari The Flinders station. Lokasi hostel ini cocok sekali untuk kami, mengingat kami
akan dua kali menggunakan bis dan train dari Melbourne Airport ke Flinders Station.
Setelah membandingkan dengan Melbourne Central YHA, kami memilih Greenhouse
Backpacker yang pemesanannya cukup dilakukan via email. Sebetulnya Melbourne
Central YHA juga lokasinya recommended karena dekat dengan Southern Cross
Terminal. Jika anda akan tiba di Melbourne menggunakan Skybus dari airport,
Melbourne Central YHA bisa menjadi pilihan. Seandainya saat itu Tune Hotel sudah
beroperasi, pasti kami juga melirik harga di Tune Hotel. Namun sayangnya Tune Hotel
belum ada ketika kami liburan ke Melbourne.
Harga private double room dengan shared bathroom yang kami pilih adalah 90 AUD
per malam. Awalnya sih kami ingin menginap di dorm untuk menghemat budget, tapi
karena pernah sekali mencoba tidur terpisah di dorm (saya di female, dan rene di
male dorm) ketika kami menginap di Tree in Lodge Hostel Singapura, kami
memutuskan untuk membayar lebih namun tinggal di private room. Pengalaman tidur
terpisah itu ternyata repot dalam hal sharing toiletries, dan janjian harus bertemu
jam berapa di lobby hostel. Apalagi kami harus pergi dengan pesawat pagi hari ke
Tasmania, kalau salah satu dari kami tidak bangun, kami bisa ketinggalan pesawat.
Kami tiba jam 12 siang di Greenhouse Backpacker Melbourne, hati saya cukup tenang
ketika melihat kantor polisi di lantai pertama gedung yang sama dengan hostel kami.
Paling tidak keberadaan kantor polisi disana memberikan kesan aman hehe.. Kami
langsung naik lift ke reception area yang terletak di lantai yang sama dengan common
area. Seakan mengerti kami sudah menghabiskan waktu yang lama di perjalanan, staff
hostel memperbolehkan kami untuk early check-in. Yeaaay
www.tesyasblog.com
Kami agak sedih melihat kondisi kamar kami dengan pemandangan gedung sebelah.
Karpet di kamar terlihat agak kurang terawat, namun kami terhibur dengan ukuran
kamar yang menurut kami lumayan, apalagi jika dibandingkan dengan hostel di
Hongkong. Bagian bawah bunk bed cukup besar untuk dua orang. Pihak hostel telah
menyediakan handuk dan selimut di atas ranjang.
Kamar mandi terletak tidak jauh dari
kamar kami, dan kabar baiknya kamar
mandi dipisahkan antara male dan
female. Mungkin siang itu housekeeping
team belum menyelesaikan pekerjaan
mereka, sehingga kamar mandi terlihat
berantakan. Wah dari segi kebersihan,
hostel ini kalah jauh dengan hostel di
Singapura.
Common area menjadi pelipur lara dari kamar yang minimalis dan kamar mandi yang
sedikit berantakan. Tamu hanya mendapatkan akses wifi gratis di lokasi ini, maka
tidak heran banyak yang asyik dengan gadget mereka di sofa-sofa yang disediakan
pihak hostel. Terdapat dapur yang cukup besar sehingga tamu hostel bisa memasak
untuk menghemat budget. Semua peralatan dapur boleh dipakai selama dibersihkan
sendiri setelah dipergunakan. Namun saya sering melihat tamu hostel meletakan piring
dan peralatan masak begitu saja tanpa dibersihkan. Selain dapur yang besar, terdapat
area laundry dengan coin yang dapat dibeli di reception desk.
Tidak ketinggalan terdapat rooftop yang dapat dinikmati para tamu. Melihat common
area yang begitu lengkap, saya sudah melupakan kesan pertama saya terhadap kamar
dan kamar mandi. Saya mulai menyukai hostel tempat kami tinggal tiga malam di
Melbourne ini.
www.tesyasblog.com
Keluar dari hostel dan berjalan ke sebelah kiri, kami langsung berada di Swanston
Street, sebuah jalan yang menghubungkan Federation Square dengan pusat
perbelanjaan Coles Street. Di sepanjang Swanson Street ini banyak terdapat souvenir
shop dan restaurant. KFC dan Seven Eleven terletak tidak jauh dari hostel kami.
Jika membutuhkan supermarket, Anda bisa berjalan ke Coles Supermarket yang
berada tidak jauh dari Flinders Station. Kami tidak sengaja menemukan mie instan
merk Indomie di Coles, langsung kami beli untuk mengganjal perut di hotel :p
Satu-satunya kekurangan hostel ini adalah lokasi yang cukup jauh dari Southern Cross
Terminal. Ketika kami harus pergi ke Melbourne Avalon Airport dengan menggunakan
Skybus dari Southern Cross Terminal, kami harus berjalan sekitar 20 menit dari hostel.
Karena cukup jauh, saya sarankan agar Anda menggunakan taxi jika akan pergi ke
Southern Cross Terminal, dengan biaya sekitar 10 AUD.
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
www.tesyasblog.com
Akhirnya saya pun mencoba alternatif Jakarta-Melbourne pada 21 Desember 2012, dan pulang
Sydney-Denpasar pada 1 Januari 2013, dan harganya untuk dua orang adalah USD 1,350!
Wohoo...harga yang sangat menarik mengingat tanggal berangkat dan pulang pada periode
very high season itu.
Kemudian saya mencari alternatif tiket murah dari Denpasar ke Jakarta. Setelah diskusi dengan
Rene mengenai rencana menitipkan kiddos ke rumah orang tua di Bandung, saya pun ikut
melirik harga tiket Denpasar-Bandung pada tanggal 1 Jan tersebut, harganya Rp 1,3 juta untuk
dua orang termasuk bagasi. Hanya sekitar 1/4 dari harga tiket Garuda Indonesia DenpasarJakarta.
Dengan pilihan yang ada tersebut, alternatif termurah untuk kami adalah rute:
Garuda Indonesia : Jakarta-Melbourne direct flight
Garuda Indonesia : Sydney-Denpasar direct flight
Air Asia
: Denpasar-Bandung
Setelah berkonsultasi lagi dengan bos saya, juga dengan teman kami Rizky "Oky" Darmaputra,
mereka menyatakan untuk tahun baru harga tiket tersebut sangat murah, dan menyarankan
untuk mengeksekusi tiket tersebut. Tentunya tanpa kami tahu apakah visa kami akan di
approve atau tidak.
Akhirnya kami pun nekad membeli tiket tersebut, semua secara online.. Bismillah semoga visa
kami nanti disetujui ucap kami ketika itu :)
Persiapan Dokumen
Dokumen pendukung untuk aplikasi visa ini kami usahakan selengkap mungkin. Yang kami
lengkapi ketika itu kurang lebih seperti ini (masing-masing satu untuk saya dan rene):
Formulir pengajuan Visa Australia
Surat keterangan dari perusahaan
Slip gaji beserta bukti potong pajak
Rekening koran dan surat referensi bank
Fotocopy KTP + akte lahir
Passport asli (baru+lama) serta copy nya
Pas foto 1 lembar 4 x 6
Sementara dokumen yang kami submit untuk berdua adalah:
Fotocopy KK, Surat Nikah
Ticket pesawat dan booking hotel
Surat referensi dari teman kami di Australia yang akan menjadi tempat menginap kami
selama di Sydney
Itinerary yang kami buat sendiri lengkap dengan budgetnya
15 November 2012 : Penyerahan berkas ke AVAC
Rene kebetulan googling sehari sebelum libur tanggal 15 November, dan ternyata pada hari
libur nasional tersebut, kantor AVAC tempat pengajuan visa Australia beroperasi normal.
Yeaayy.. kami senang sekali tidak perlu ijin kantor untuk menyerahkan berkas kami ke kantor
AVAC yang terletak di Plaza Asia (d/h Plaza Abda) lantai 22, Sudirman.
Kami tiba di Plaza Asia jam 10 pagi, tentunya setelah melalui jalanan Sudirman yang lancar dan
juga parkiran yang kosong! Sesuai informasi, kami tidak boleh membawa apapun kecuali
dokumen, kami tinggalkan tas dan barang lainnya di mobil. Saya hanya membawa HP S3
tercinta dan Rene hanya membawa dompet. Setelah meninggalkan KTP di satpam basement,
kami pun naik lift ke lantai 22 dengan membawa berkas di amplop plastik, sesuai yang
disyaratkan.
Di lantai 22 terdapat tempat pengajuan visa untuk Canada, UK dan Dubai. Pagi itu semua
tempat pengajuan visa nampak sepi, mungkin banyak yang tidak tahu bahwa mereka tidak
libur. Hanya satu tempat yang nampak ramai yaitu photo booth dan tempat fotocopy. Kami
sangat menyarankan agar anda sudah membawa fotocopy lengkap atas dokumen yang memang
dibutuhkan copy nya. Daripada anda harus antri berdesakan di tempat fotocopy nan mungil di
Plaza Asia tersebut.
Tiba di AVAC Australia, Pak Satpam meminta saya mematikan hp dan baru mempersilakan
masuk ketika dia sudah yakin hp saya sudah non aktif. Kami diberi nomor antrian, dan ketika
baru saja duduk, kami langsung dipanggil menuju counter. Memang di barisan kursi itu hampir
tidak ada yang duduk. Sekali lagi mungkin karena banyak orang yang tidak tahu bahwa AVAC
memiliki hari libur yang berbeda dengan hari libur nasional Indonesia.
www.tesyasblog.com
Kami bahkan sempat meminta sepupu kami mengambilkan dokumen kami di AVAC, yang
sayangnya juga sedang outing di Bali. Tapi kami juga mendapatkan informasi ketika dia
mengajukan visa Australia dan permohonannya ditolak, notifikasi yang diterima langsung
menyatakan bahwa visa-nya ditolak. Secercah harapan muncul, mengingat SMS kepada kami
tidak berbunyi demikian. Tapi tentunya tetap saja kami penasaran.
26 November 2012: Pengambilan Visa ke AVAC
Akhirnya hari yang ditunggu tiba. Setelah ijin kepada bos dan menyelesaikan seluruh pekerjaan
hari itu, saya pun berangkat dari kantor ke Sudirman jam 1 siang. Tapi setelah apa yang saya
alami ketika mengambil visa saat itu, saya akan minta Rene untuk mengambil visa kami
berikutnya (if any):p Tegang teramat sangat!
Siang itu semua bangku hampir terisi, suasananya sangat kontras dengan hari kami
menyerahkan dokumen pada hari libur nasional Indonesia seperti yang kami ceritakan di atas.
Setelah penantian 30 menit yang panjang dan menegangkan, akhirnya nomor antrian saya
dipanggil ke counter khusus untuk collection. Petugas menyampaikan dua amplop, dan
mempersilakan saya membuka di belakang. Jika ada yang ingin ditanyakan saya dipersilahkan
maju kembali tanpa antri.
Saya duduk di bangku paling belakang (malu kan kalau sampe nangis di bangku depan!),
membuka amplop dengan tenang (oh really?) dan Alhamdulillah visa kami berdua di
approve.....:) Terimakasih ya Alloh...
Dari pengalaman mengajukan visa Australia ini, saya dapat sampaikan bahwa tips nya adalah
lengkapi dokumen, terutama sesuai yang diminta pada checklist. Sementara mengenai uang
yang harus tersedia di rekening tabungan tidak ada ketentuan tertulis, namun informasi tidak
resmi umumnya menyebutkan besaran Rp 1 juta dikali dengan jumlah hari Anda disana. Saat itu
yang kami pastikan adalah jumlah tabungan yang ditunjukkan lebih besar dari angka budget
pada itinerary kami.
Jadi Anda akan mengajukan visa Australia? Ayo mulai siapkan kelengkapan dokumen, dan mari
banyak berdoa:) Semoga sukses ya!
Untuk membantu Anda, kami coba buatkan rekap budget selama liburan di Melbourne secara
garis besar, semoga bisa memberikan gambaran berapa biaya yang harus disiapkan.
Tiket Pesawat dan Visa
Tiket pesawat sangat besar kontribusinya untuk mempersiapkan biaya liburan ke Melbourne.
Kami mendapatkan harga per orang Rp 6.500.000 untuk rute Jakarta-Melbourne dan SydneyDenpasar dengan Garuda Indonesia, ditambah connecting flight Air Asia Denpasar-Bandung Rp
700.000 per orang.
Rasanya akan sulit mendapatkan harga murah bila tidak membeli tiket jauh hari untuk liburan
tahun baru di Australia. Bulan Januari 2013, kami juga membeli tiket Air Asia JakartaMelbourne pp via Kuala Lumpur dengan harga Rp 19.300.000 nett untuk 4 orang (belum
termasuk makan, biaya kursi dan bagasi), untuk liburan akhir tahun 2013. Demi tiket murah,
kami rela membeli promo ticket setahun dimuka.
Visa Australia dibayar per orang, biaya aplikasi visa Australia yang paling update hingga
Oktober 2013 adalah AUD 130. Anda bisa cek di internet untuk harga yang terbaru.
Akomodasi
Budget menginap kami per malam untuk dua orang adalah Rp 1.000.000 per malam di hostel.
Karena itu kami cocok sekali dengan Greenhouse Backpacker Melbourne dengan harga 90 AUD
per malam (ketika kami ke Melbourne, kurs IDR terhadap AUD sekitar Rp 10.000). Anda ingin
menginap di hotel? Hotel yang representatif bisa didapatkan dengan kisaran harga Rp 1.500.000
hingga Rp 2.000.000 per malam.
Transportasi
Biaya dari Melbourne Airport ke Southern Cross Terminal dengan Skybus cukup mahal. Tiket per
orang AUD 28, atau jika bepergian dengan keluarga Anda bisa membayar AUD 65 untuk 2
dewasa dan up to 4 children. Mahal ya?
Biaya untuk keliling tram berbayar di Melbourne juga cukup mahal, saya sarankan Anda banyak
berjalan kaki, ataupun menggunakan tram gratis agar menghemat budget. Tentu Anda juga
bisa menggunakan Melbourne Bikse Share seperti yang kami coba.
Budget harian di Melbourne
Kami mematok budget harian sebesar 100 AUD per hari. Budget ini termasuk untuk jajan,
makan, dan transport harian (diluar transport Airport ke kota). Untuk menghemat budget, kami
meminimalkan atraksi berbayar dan memilih menikmati kota Melbourne yang cantik tanpa
mengeluarkan biaya. Kami hanya mengambil Great Ocean Road Sunset Tour dengan harga AUD
77,5 per orang.
Semoga gambaran budget ini bisa menjawab pertanyaan Anda mengenai berapa harus
menabung untuk liburan ke Melbourne.
www.tesyasblog.com
Tesya. Dari kecil selalu bermimpi mengunjungi tempat-tempat di dunia dan hobi menulis diary.
Ternyata dari hobi tersebut berkembang menjadi sebuah passion yaitu menulis tentang
traveling.
Rene. Mempunyai hobi fotografi, semua foto di ebook dan hampir semua foto di
tesyasblog.com adalah hasil karyanya. And as a consequence, ia selalu mempunyai alasan untuk
meng-update kameranya secara reguler ;)
Kami berdua adalah orang tua dari dua handsome kiddos dan juga pekerja kantoran di Jakarta.
Seperti orang lain, kami harus mengatur jatah cuti kami dengan rencana traveling kami (or is it
the other way around?). Kami traveling as a couple ataupun mengajak kedua kiddos melihat
Indonesia dan dunia. Blog khusus kami buatkan untuk kiddos, dengan nama Kiddos Travel
Stories dalam bahasa Indonesia. Sementara Tesyasblog kami tulis dalam Bahasa Inggris dengan
tujuan memperkenalkan Indonesia kepada dunia. Yah, mudah-mudahan ada yang nyasar ke
blog kami, dan makin banyak wisatawan mengunjungi Indonesia. Amin.
Kami berencana menulis ebook lebih banyak lagi. Setelah ebook pertama dengan judul Jelajah
Singapura dan ebook kedua Pieces of Melbourne yang tengah Anda baca ini, masih ada
sederet ebook yang ingin kami buat.
Anda suka dan ingin membaca ebook berikutnya? Ingin kami terus menulis dan sharing our
traveling stories di blog? Kalau ya, Anda dapat support kami hanya dengan klik Like Facebook Fanpage Tesyasblog, follow twitter @tesyasblog dan juga comment pada postingan di blog
kami, tesyasblog.com ataupun tesyaskinderen.blogspot.com
Ada comment atau feedback untuk ebook kami? Contact us by email: tesyas.blog@gmail.com.
Your comments are always welcome.
www.tesyasblog.com