Kring kring kring.... iya halo Assalamualaikum, mbak sofi?. Seorang gadis cantik
berwajah arab mengangkat telephone itu, yang tak lain adalah aku. “Iya adek, aku selasa
ikut test TOEIC di Surabaya. Kalo kamu jadi yang mau beli buku nanti bareng saja. Kita
berangkat hari senin, menginap dulu satu hari di kos Bangkalan dan hari Selasanya kita
cus berangkat subuh. Gimana? Jadi gak?.” Ucap mbak sofi mengutarakan maksudnya itu.
Aku memang pernah mengajak mbak sofi untuk beli novel atau semacam buku gitu lah
ke sana. Namun akhir akhir ini dia sibuk dan dia bisanya sekarang. Oh iya aku lupa belum
menjelaskan siapa itu mbak Sofi. Nama lengkapnya sih Shofia Asri, jurusan Sastra
Inggris. Awal ketemu plus kenal ketika pelajaran di mata kuliah pilihan EFB (English For
Bussiness) semester III dan berlansung sampai saat ini. “oh gitu, okey mbak aku ikut. Jadi
aku tunggu kamu selesaikan test TOEIC dulu setelah itu kita perki ke toko buku?”
ungkapnya padaku. “Waalaiium Salam. Aku tutup telephone itu dengan membalas salam
darinya.
Hari senin pun tiba. Di waktu subuh pagi pagi sekali, sang fajar kemerah merahan
belum menyelesaikan pekerjannya. Seraya di riuhkan oleh suara kok ayam jantan yang
sedari mulai jam 03 pagi telah bangun seraya membangunkan orang orang dari malam
tidurnya untuk beribadah kepadaNya, tiba tiba bunyi riuh di subuh itu semakin
menggelegar mengalahkan lantunan ayat ayat suci yang senantiasa setiap paginya para
Kring... kring... kring... bunyi suara riuhan itu berasal dari handphone ku yang
sedari tadi berbunyi. Aku segera mengangkatnya ternyata paggilan itu berasal dari mbak
sofi, dia menghubungiku kembali di pagi hari keberangkatan itu. “iya mbak ada apa?”
tanyaku dengan jelas serta di penuhi rasa penasaran, “Gini dek, kamu mau berangkat jam
berapa ke terminal Pamekasan?” tanya nya pada ku. “oh itu, sepertinya jam 08.00 mbak.
Soalnya di sini jam 07 masih tidak ada taksi menuju Pameksan” jawabku dengan jelas.
pas dengan menggunakan kecepatan yang maksimal. “owh, gitu dek. Okay jam 08.00 ya.
Nanti kalau sudah sampai di Pameksan hubungi mbak ya, jangan lupa biar mbak langsung
ke terminal. Kita ketemuan di terminal kan? Tanyanya lagi. “Iya mbakku sayang... hehehe
Unch” balasku sambil meledeknya. “Iya sudah dulu ya, aku beres beres dulu persiapan
berangkat jam 08.00. aku tutup telponnya ya. Assalamualaikum” tegas ku padanya.
Tepat jam, 05.30 aku mulai merapikan dan melipat 1 pasang bajuku yang sudah
aku persiapkan kemarin sore bersama adek bungsuku yang nomer dua. Aku tak banyak
membawa barang bawaan, hanya simple hari yang akan aku lalui. Setelah dipikir-pikir
membawa baju dua pasang termasuk yang di pakai sudah cukup dan memadai untuk
digunakan dalam perjalanan dalam kurung waktu tiga hari. Setelah aku mempacking
semua kebutuhan yang aku membawa, ternyata tas yang aku bawaitu penuh dan berat
sekali. Sehingga aku memutuskan untuk mengecek ulang barang bawaanku sekali lagi,
ya dan pada akhirnya masih penuh dan berat seperit semula tidak ada perubahan. semua
barang-barang yang memenuhi tas berwarna cokelat ke abu abuan itu tetap penuh dan
tidak ada yang perlu untuk di keluakan lagi. Akhirnya, dengan berat hati aku harus
memperhatikna ke sibukan yang aku lakukan. Mulai dari mandi, packing, dan make up.
“Keburu ya luk?” tanya mam kepada diriku. “Iya ma, Lulu harus cepat cepat karena jam
08.00, Lulu harus sudah berada di dalam taksi menuju Pamekasan.!” Jelasku kepada
Mama secara detail. “Sarapan dulu yah, Lulu kan gak puasa.” Rayunya lagi di penuhi rasa
khawatir. “hmmm... gak usah Mama, Lulu sudah kenyang, Lulu sudah sarapan roti tadi
pagi dan Lulu nanti mau beli roti pas di jalan.” Jelasku kepada Mama. “Hati-hati ya...”
ucap Mama dengan nada khawatir seraya ku mengecup kening Mama sebagai tanda
bahwa aku baik baik saja. Kecupan kening itu sudah terbiasa aku berikan padanya.
“Assalamualaikum” aku berpamitan keluar dari pintu gerbang rumah yang di sana
tangan dan kecupan kiss bye sudah terbiasa aku lakukan ketika sepeda motor yang
Bandungan merupakan nama desa yang terbiasa dijadikan sebagai tempat untuk
menunggu taksi mikrolet disana. Pada saat itu, tidak begitu banyak penumpang yang antri
menunggunya, hanya satu ibu yang menemaniku menunggu taksi itu. Anehnya, di pagi
yang cerah itu tidak ada satupun taksi yang bersedia untuk menumpang dan membawa
kami berdua ke tempat tujuan, tidak seperti hari hari biasanya para supir serta kernet
Entah ada apa dengan pagi ini, aku tidak mengerti. Pastinya aku hanya bisa pasrah
dan berserah diri kepada-Nya. Mungkin ini semua sudah yang terbaik kepadaku. Sekitar
2 menit lebih aku sudah berdiri di tepi persimpangan jalan itu, menunggu taksi yang tak
kunjung datang dan hal itu membuat kakiku sedikit lelah dan penat seakan mengajakku
Aku mencari tempat duduk di sekitar sana dan ternyata di sebelah timur terdapat
balkon kecil dan cukup untuk tempat duduk dua orang. Aku dudk di balkon itu untuk
menghilangkan rasa penat dan pandanganku tetap terpaku mengawasi jalan rasa pedesaan
itu. Angin sejuk itu menembus kerudung pink rabbani yang aku pakai untuk menutupi
Aku mencoba untuk menepisnya, namun entahlah anginnya sangat kencang pagi
itu sehingga aku pun tak kuasa untuk menepisnya. “Adek mau kemana?’ tanya ibu itu
menyadarkanku dari kegelisahan akan angin itu. “saya mau ke Pamekasan ibu. Ibu sendiri
mau kemana?. Jawabku serta melontarkan pertanyaan yang sama kepadanya. “Ibu mau
ke Rumah Sakit nak. Oh iya itu tadi suamimu ya?. Pertanyaan yang mengkagetkan diriku
dan membuatku bergumam di dalam hati, “Ha? Aku? Suamiku?. Apa wajahku wajah
anak yang sudah cukup untuk menikah? Bukankah wajahku masih unyu? Oh my GOD,
kok bisa ya???. “Ehemmm,.. hehehe bukan ibu, dia kakak kandungku. Saya belum
menikah kok.” Jawabku dengan jelas dan mendetail. Ibu itu hanya merespone dengan di
apa yang aku pikirkan waktu itu yang pasti pertanyaan ibu tadi itu sedikit menggangu
pikiranku. “Dek, hayo taksinya sudah datang.” Ajak ibunya dengan wajah tersenyum
tanpa rasa bersalah sedikitpun. Mungki ini hal sepele namun aku mikirnya terlalu serius.
Sambil menunggu ibu itu menaiki taksi itu, aku melihat isi penumpangnya penuh
atau tidak, ternyata tempat duduk bagian belakang belum terisi dan bisa di kami tempati
berdua, lumayanlah luas tidak begitu sempit. Di tengah tengah perjalanan itu, aku sempat
berpikir akan keberanian diriku, taksi sendirian tanpa di temani satupun kawan dan itu
membuatku bangga tapi aku langsung menepis pikiran itu karena aku di kagetkan dari
dorongan keras ibu ibu yang aru menaiki taksi itu dan memintaku untuk menggeser
sedikit dan dia mulai menggatikan tempat dudukku yang nyaman itu.
Awalnya aku jengkel banget waktu itu, namun aku tiba tiba ingat pada ayat
alquran yang berbunyi “ ”فصبر الجميلyang artinya “Orang sabar itu cantik”, aku mencoba
untuk membenarkannya di dalam hati seraya bergumam “Oh iya ya, kan aku ingin cantik,
jadi aku harus sabar dong. Sabar... Sabar...” ucapku sambil mengelus ngelus dada di sertai
“Alahmdulilllah ya Allah, akhirnya aku bisa jalan jalan ke Surabaya bersama mbak Sofi.
Terima kasih wahai dzat yang maha Rahim telah mengabulkan keinginanku. Semoga
semua ini tidak terlepas dari berkah dan perlindunganMu. Amin” ucapku seraya
pamekasan ya bang?, saya turun di Golden Sweet saja dekat terminal lama.” Ungkapku
kepada abang kernet itu. Tak lama kemudian abang kernet itu memberi aba aba untuk
berhenti kepada akang supir itu. “Kiri, kiri, kiri, kiri stop.” Sambil membuka separuh
pintu mobil taksi itu dengan kaki yang bergelantungan diatasnya tanpa rasa takut ia segera
turun dari pintu yang sedari tadi terbuka. “Nemg, sudah sampai.” Tegasnya kepadaku.
“Berapa bang?.” Tanyaku seraya meraba dan mengambil dompet kecil di tas pinky
kesayanganku itu. “5.000 cukup neng.” Jawabnya. Aku memberikan ongkos taksinya
dengan segera, karena sang supir sudah keburu untuk meningalkan tempat
pemberhentianku itu. “Baik kang, terima kasih banyak atuh.” Jelasku padanya. Tanpa
menjawab ucapan terima kasihku itu, si Abang kernet langsung menaiki taksi itu
bergelantungan lagi ke pintunya dan melakukan hal seperti semula sebelum aku turun
Setelah turun dari taksi, tepat pukul 09.00 pagi saya sampai di Pamekasan dan
segera menyebrangi jalan menuju mall di seberang jalan. Sambil meletakkan handphone
di telinga yang sedang mnghubungi mbak Sofi memberitahukan kalo saya sudah sampai.
Namun entah kenapa pagi itu matahari begitu menyengat sekali sehingga ku harus
berteduh di bawah pohon dekat dengan bapak bapak tukang ojek Bentor (Becak Motor)
yang mana mereka semua pada menawarkan diri untuk mengantar saya ketempat tujuan.
“Neng, neng berkerudung pink, mau kemana atuh? Hayo bapak antarkan ke tempat tujuan,
panas sekali sekarang neng, gak baik buat kulit neng nanti. Hayo naik ke bentor bapak?.”
Aduh ampun banget deh waktu itu, “iya Pak, terima kasih. Maaf deh, saya gak mau naik
bentor, saya disini lagi tungguin kawan saya mau pergi ke Surabaya.” Jelasku kepada
bapak bentor yang menawarkan tadi. “owalah, ok dah neng, maaf sudah mengganggu.”
terminal Pamekasan lumayan jauh dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
ditempuh. Sehingga aku memutuskan untuk memasuki terminal itu sambil jalan kaki
Ketika aku mulai memasuki gerbang terminal itu, terdapat 3 penjaga polisi
keamanan yang sedari tadi duduk santai sambil mengawasi para konduktur bus yang silih
berganti mondar mandir keluar masuk terminal. Aku mulai memberanikan diri berjalan
sendirian di depan para polisi keamanan di depan kantor dengan memasang wajah
percaya diri bagaikan seseorang yang sudah berpengalaman dan sering keluar masuk
terminal Pamenkasan.
Akupun semakin mempercepat langkahku ketika aku telah melewati separuh dari
terminal itu. Eh ternyata, di tengah pojok terminal terdapat warung kecil yang sedang
pikiranku mengenai warung yang buka di bulan Ramadhan. “Kenapa di perbolehkan oleh
petugas keamanan yang menjaga disana.” “Ah sudahlahlah, mungkin mereka melayani
buat ana- anak kecil atau penumpang yang baru selesai dari perjalanan jauh jadi kan
mereka gak puasa.” Tegasku lagi. Aku mulai mengalihkan perhatianku dari warung itu
menuju tempat tunggu terminal. Aku menuju ke sana, sepi sekali. Mungkin karena bulan
puasa yang mudik atau yang melakukan perjalanan hanya minoritas saja.
Entahlah, apapun itu, aku sekarang hanya memikirkan bagaimana perjalanan nanti,
dan aku mau beli apa saja di sana. sedari duduk santai aku mengambil headset dan
mendengarkan lagu dengan santai di sana sambil memperhatika sepeda motor yang baru
tetapi dia tak kunjung datang. Aku mencoba menghubunginya kembali akan tetapi dia
tidak mengangkatnya. Jam sudah menunjukkan ke pukul 10.00 dan matahari semakin
memancarkan sinar ganasnya yang sangat panas sekali. Banyak orang lalu lalang
berlarian menuju tempat tunggu berjejer dengan cat berwarna biru tua yang sedang aku
duduki sendirian di tempat duduk panjang itu. Sesaat kmeudian, aku merasa ada
Aku tidak mengerti kenapa dan mengapa dia mengawasiku, lebih tepatnya aku
merasakannya. Karena aku penasaran siapa gerangan itu, aku coba menoleh
kebelakangku, ternyata terdapat sosok lelaki muda berpakaian ala preman pasar dengan
rambut di cat tiga warna; biru, kuning langsat dan merah dengan model rambut ala
mocong ke atas dan celana jeans bolong bolong yang dilengkapi dengan aksesoris rantai
Tubuhku mulai merinding melihatnya dan perasaan was was mulai mengahantui
diriku ini. Aku mulai memasuki satu persatu handphone kecil dan android yang sedari
tadi aku pegang untuk mendengarkan musik dan handphone kecil satunya menunggu
telephone dari mbak Sofi yang tak kunjung sampai di terminal. Setela aku memasuki
semua handphonku satu persatu beserta headsetnya, aku pun menutup seleret tasku
dengan berhati-hati sekali dan aku pegang tasku erat sekali. Beberapa saat kemudian, aku
mulai menoleh kebelakang lagi untuk memastikan lelaki aneh itu sudak tidak
mengawasiku lagi dan aku berharap dia sudah menghilang jauh dari terminal itu. Ternyata
dia sudah tidak ada. Sesaat kemudian ada sosok seseorang dari belakang menuju tempat
langsung membelalak kaget tak karuan. Jantungku berdegup kencang sekali seakan mau
copot dan aku pun tak bisa menggerakkan kakiku menoleh kebelakangpun aku tak bisa.
Dan kubiarkan itu semua berlalu. Namun aku tetap tak berani menengok ke belakang,
yang pasti dia perempuan. Gumanku dalam hati. Tiba tiba aku kembali teringat akan
“Ha.. Mbak Sofi??? Akupun langsung menoleh kebelakang dan ternyata itu dia.
“Allahu Akbar, kenapa kau mengakgetkanku. Memangnya tidak ada cara lain yah untuk
menyapa selain dengan cara seperti ini?” ujarku dengan nada sebal dan marah. “hehhe,
sorry...yup. aku niatnya mau memberi surprise saja , biar ada kaget kagetnya gitu.
“Iyakah? Perasaan enggak deh. Kamu aja mungkin yang lebay qiqiqi..”
“iya tau, yang sudah sekian lama tidak bertemu dan menyimpan rindu dalam,
makanya seperti ini nih reaksinya. Lebay!!!.” Ujarnya lagi sambil tersenyum sinis.
“Okelah hayo kita kesana.” Sambil menunjukkan jarinya ke arah sebelah barat
tempat barisan bus bus yang sedang menunggu para penumpang datang.
“ Dek, kita ikut bus ini saja ya,.” Sambil menunjuk ke bus mini berwarna biru
“Ok mbak. Wah kebetulan tuh kursi depan kosong. Kita di depan aja ya..” jawabku
“Boleh...”
relatif cukup lama dan melelahkan. Sehingga ketika kita sudah sampai di daerah kamal
tepatnya di pertigaan kampus kami UTM (universitas Trunojoyo Madura) kami
merasakan lelah dan penat yang begitu mengkoyak koyak tubuh kami.
Wajah lusuh dan kusam terpancar dari wajah kami disertai dengan cuaca yang
sangat panas sang matahari membuat kami serasa begitu tidak memiliki energi lagi untuk
berjalan menunggu jemputan dari kawan kami. Sambil menahan beban tas berat di
pundakku aku mencoba berjalan tertatih tatih sedikit demi sedikit sambil mengumpulkan
separuh energi dalam tubuh yang telah terkuras dalam perjalanan mencoba aku
perjalanan tersebut. Tiba tiba ada seseorang yang memannggil kami dengan teriakan
“Neng, bentor neng?” teriak lelaki tua separuh baya itu kepada kami sambil
menunjukkna bentornya.
“Oh, tidak usah pak, kami di jemput teman” jawabku sedari duduk di emperan
samping jalan di bawah pohon kersen yang rindang mencoba bersembunyi dari sinar
matahari.
Bapak itu tidak bersuara lagi ketika kai telah menjelaskan bahwa kami sedang
emperan jalan tersebut di bawah sebuah gazebo kecil yang tak lain adalah pangkalan
bentor yang telah disediakan di sana. Sesekali saya mendengar percakapan di antara
mereka.
“Ya iyalah sepi, sekarang kan mahasiswa pada pulang semua cang. Jadi wajarlah.”
Jelasnya bentor oleh salah satu bapak bentor yang juga nongkrong di sana.
“Jika samapai sore tidak ada penumpang, aku pulang.” Respon bapabentor satunya.
Tidak lama kemudian, suara tawa terbahak bahak mulai memenuhi pangkalan
bentor itu. Kami yang sedari tadi hanya diam sambil melihat ke arah timur menunggu
teman kami yang akan menjemput, juga ikut tertawa, terbawa suasana yang ada di sana.
Entah apa yang membuat mereka tertawa disana akupun tak tau. Lebih jelasnya aku juga
“Halo, Assalamualaikum nur kamu ada di mana?” ucap mbak Sofi lewat
telephone gengamnya sambil memegang dedaunan yang jatuh dan mengukir ukirnya ke
“Oke nur, kita tunggu di bawah pohon kersen ya. GPL (GAK Pakai Lama) ya nyah 1..”
ledeknya dengan nada sinis mengalir di telephone genggam itu sebelum dia menutup
telephonenya. Aku cukup mengerti rasa lelah dan letih yang sedang menggeluti jiwa dan
Satu menit berlalu, dan akhirnya yang kita tunggu tunggu mulai dari tadiakhirnya
akhirnya datang juga. Bunyian klakson sepeda motor itu seakan menyirih wajah kami
yang awalnya kusut murung ketih, menjadi berbinar binar seakan bercahaya. Itulah
mototrnya mendekati tempat kami beristirahat sedari tadi. Akan tetapi, tiba-tiba ada hal
aneh yang terjadi. Ternyata yang menjemput kami itu buaknlah seseorang yang sedari
kami teelphone akan tetapi orang lain wanita lain. Keterkejutan itu bukan hanya
dirasakan oleh ku akan tetapi juga dirasakan oleh mbak sofi. Dengan rasa penasaran yang
mengelabuhi pikiran kami, pada akhirnya mbak Sofi pun yang melontarkan sebuah
1
Nyah adalah tante dan terkadang itu juga bisa di gunakan untuk menmanggil teman dekat kita dengan
panggilan tersebut. Dengann kata lain itu adalah panggilan kesayang terhadap seorang teman.
“Adek, kenapa kamu yang jemput kami kesini? Maksud kami, si Nur mana?
Bukankah dia yang akan menjemput kami ke sini?” Tanya mbak sofi dengan ekspresi
“Oh iya mbak. Mbak Nur yang menyuruhku untuk menjemput kalian disini. Kuci
sepeda motor mbak Nur hilang. Akhirnya dia menyuruhku untuk menjemput kalian
“Owalah, kokk bisa ya.. ok dah. Hayo kita berangkat. Nanti kita makin gosong
Kita mulai menaiki sepeda itu. Aku duduk di bagian tengah dan mbak Sofi di
belakangku. Akhirnya kami sampai dengan selamat di tempat tujuan pertama yaitu
menginap semalam di kos teman. Sesampainya disana, aku langsung istirahat siang
sebentar bersama mbak Sofi dan berencana untuk pergi ke kampus dengan menggunakan
sepeda ontel bersama sama untuk memburu wifi disana. Itulah kebiasaan yang kami
Sore itu udara sangatlah bersahabat sekali dengan kami. Tidak ada sesuatu yang
lebih menyenangkan dari apa yang kita lakukan dalam kebersamaan kita kecuali tertawa
riang sambil menaiki sepeda ontel bersama sama. Aku dan mbak Sofi memiliki sedikit
kesamaan. Kami berdua suka hunting picture2 dan juga pergi ke beberapa tempat yang
memiliki panorama indah dan yang alami. Tak jarang bagi kita untuk menghabiskan
waktu seperti itu, apalagi bermain kebut kebutan di jalan raya kamous sambil tertawa dan
“kring.. kring... kring...” itulah bunyi yang sangat kita populerkan sampai saat ini.
Canda tawa terlepas di saat kita bermain bersama. Malam akhirnya pun tiba dan fajarpun
2
Hobi berfoto dan mengabadikan di setiap moment yang kami lakukan.
tak terasa telah muncul tanpa aba-aba. Pagi itu cahaya sangat mengusik kesibukanku. Aku
yang sedari tadi malam sibuk menyusun berkas-berkas abstrak lomba jurnal dari Institute
Bahasa. Namun aku tak kuat menahan kembab hitam di mata, kantung mataku seakan
Yah begitulah sebabnya aku telat mengirimkannya tadi malam dan hari deadline
pengumpulan. Selain itu, paketanku juga tidak penuh dan tak bisa untuk mengirimkannya
di kosan puteri tempat penginapanku. Di waktu subuh, ketika sang fajar belum
menghilangkan sinarnya, aku dan mbak sofi keluar bersama menggendarai sepeda ontel
melaju bersama sampai di depan Audit dekat ATM bersama. Aku sembari duduk
menikmati jaringan wifi di pelataran gedung itu sambil menyaksikan lengsernya sang
fajar di sela-sela awan malam itu menjadi cahaya terang gemilang dan sang matahari siap
Asyik sekali pagi itu. Tiga puluh menit berlalu, kicauan burung di setiap dahan
pohon itu seakan sedang menyaksikan kesibukan kita di sana. hembusan udara pagi sejuk
itu mulai menyeruak penuh lubang hidungku dan membuat perutku berbunyi
“kryekkk..kryekk..” bunyi itu sedikit mengusik perjalananku menuju kosan itu tapi
“Dek, kamu mandi duluan ya. Saya masih mau memotong rambut teh Lia di kosan
sebelah.” Ucap mbak sofi sambil menaruh sepeda berwarna pink yang kami pinjam di
pelataran kosnya.
“Oke, tapi Lulu masih mau sarapan dulu mbak, mbak Nur menyuruhku untuk
Setelah sampai di depan kost, seperti biasa aku melepas sandalku dan langsung
menuju ruang dapur untuk mengambil sisa kudapan lezat tadi malam sembari memasak
sebuah mie instant pemberian mbak Sofi yang tidak sempat untuk dimakan ketika sahur
tadi pagi.
Aroma lezat mie instant itu sangatlah menggiurkan. Tak berpikir lama, aku
langsung menyantapnya dengan lahap. Lumayan mengisi perut yang sedari tadi
lezat serta mienya tersa lembut sekali di mulut. Mie dan nasi jagung itu pun sudah habis,
akupun merasa haus sekali. Sehingga ak beranjak dari tempat dudukku tadi mengambil
sebuah mug kecil berwarna pink yang aku tersimpan rapi ditempat perabotan dapur dan
membawanya menuju sebuah galon. Aku sodorkan sebuah mug kecil pink itu ke bibir
galon dan mulai memutarnya perlahan. Setengah air mulai mengisi ke sela-sela ruang
kosong mug itu dan memenuhinya. Akupun segera berhenti memutanya dan mencari
tempat untuk duduk serta mulai meneguk air di dalam mug itu perlahan. Alhamdulillah
Akupun langsung pergi ke kamar mengambil sebuah handuk kecil berwarna pink
dan membawanya ke kamar mandi. Udara di pagi itu sangatlah dingin sekali. Sesekali
aku menggigil ketika aku tumpahkan sebuah gayung kecil berwarna hijau lumut yang
berisi air penuh itu ke bagian kakiku terlebih dahulu. Menyiram kaki terlebih dahulu
ketika akan mandi menrupakan salah satu sunnah Rosulullah SAW yang memang
dianjurkan untukk dipraktekan ketika kita mandi. Ahli kesehatan juga menjelaskan
manfaat yang di hasilkan oleh metode tersebut adalah menghilangkan efek shock di tubuh
yang di hasilkan dari dinginnya air yang mulai mebalut dan menyentuh tubuh kita secara
tiba-tiba. Sungguh segar sekali mandi di waktu subuh itu. Laksana membangunan sang
semangat dan kekuatan yang bersembunyi dalam tubuh serta merilekskan otak yang
sedari semalam digunakan untuk melakukan beberapa aktifitas yang melelahkan dan tidur.
“Dek luk?” suara keras mbak Sofi mulai memenuhi isi kost itu.
“Iya mbak? Aku di kamar mandi. Ucapku sambil menggosok gigiku yang masih
“Ok. Cepetan ya dek. Sudah jam enam kurang tiga puluh lima menit” ucapnya
“Iya, iya. Aku hampir selesai kok. Tinggal mengambil wudhu sebentar” balasku
dengan mengambil sebuah handuk pink yang sedari tadi aku menggnatungnya di
Beberapa menit kemudian, akupun keluar dari kamar mandi itu dan mulai
menyusul mabak sofi ke kamar. Aku lihat bak sofi sedang menggosok sebuah baju batik
berwarna oranye tua dengan di hiasi buanga bunga berwarna putih dan hitam yang indah
serta memnuhi kain oranye tersebut. Seperti ciri khas batik Indonesia.
“Mbak Sofi! Hayo mandi sana. Aku sudah selesai. Ucapku sambil mencolek
“Owalah, kamu sudah selesai mandinya. Ini kalau kamu mau menyetrika
berwarna biru di atasnya yang di lengkapi dengan besi panas serta sebuah colokan kecil
yang menyatu dengannya. Dengan dilengkapi sebuah parfum pelicin pakaina kisprey
musliah jubah levis terdapat motif corak bunga berwarna dongker dan putih
mengkombinasikan warna cocok di dalamya dan aku bentankan diatas kain selimut yang
memang telah di siapkan sedari tadi untuk alas baju setrika. Kerudung rabbani pink tak
lupa juga aku menggosoknya denga semprotan parfum kisprey yang semerbak anggun
Sesaat kemudian akupun mulai menempelkan kain itu ketubuhku. Setelah itu
waktunya berhias. Aku mengambil pelembab pagi wardah dari tas berwarna cokelat dan
abu-abu yang di berikan pamank ketika aku masih SMA. Aku memencetnya dan
menempelkanya membentuk sebuah bintik bintik kecil yang memenuhi wajahku dan
mulai mengusapnya dengan lembut. Setelah fondation wardah itu sudah selesai, aku
mulai mengambil bedak padat yang dua minggu yang lalu aku membelinya bersama
ibuku di mall Golden sweet kota Pamekasan-Madura. Di tambahkan dengan hiasan hitam
sedikit di bawah mata akupun siap berangkat dengan disertai peutup khas kepala balutan
“Mbak sofi... I’m ready to go”3 teriakku dengan menuruni anak tangga kost puteri
itu.
“Okay, come on go”4 bala mbak sofi dengan teriakn yang lebih lemut yang keluar
sopan.
3
Mbak Sofi, saya sudah siap berangkat
4
Baiklah, hayo berangkat
“sepertinya sudah dek. Bentar saya cek lagi!” membuka retsliting tas gendongnya
“Oh iya dek, mbak minta nomer kamu ya.buat pesan grab car nanti” pintanya
dengan tenang.
“Ya sudah. Hayo berangkat Bismillah!!” sembari mengangkat tas hijaunya yang
Kamipun berpamitan kepada tiga orang ukhti yang masih berada di kossan itu
termasuk mbaknur.
“Eh dek Luk! Kamu jangan nakal nakal ya di Surabaya” perintah dia sembari di
ikuti dengan wajah melotot yang kemudian disusul dengan ketawa genit di wajahnya.
Tak lama kemudian, suara klakson sepeda motor dan teriakan itu menyelessaikan
“Hayo berangkat. Ntar di tinngal sang kapal nahkoda loh di pelabuhan tercinta”
menutup pagar besi berwarna putih yang sudah mulai berkarat berwarna hitam
kecokelatan.
“Eh dek Luk! Jangan lupa oleh olehnya ya. Kalau kamu tidak membawa oleh-
oleh ketika balik, kamu tidak boleh tidur di kostan ini!” sambatnya dengan wajah sinis
melet-melet kepadanya.
Mbak Nur memang sangat akrab denganku. Kami kenal dekat dari organisasi
keislamanku. “Al Azzam” di kampus. Dia yang memiliki sebutan nanma Nur Hasanah
itu memliki karakteristik, asyik, baik, religious dan juga jutek. Dia juga orangnya baik
suka membantu tapi gak suka dibantu. Yah itulah sifatnya dia. Sifat yang membuat kami
menyanyanginya.
Mbak Dila mulai menancapkan gasnya dengan sangat cepat. Semburan angin
dingin dan tiupan udara sejuk menjadi selimut di dalam perjalan kami menuju pelabuhan
Kamal, yang biasa di sebut sebagai “Bahari Kamal”. Di setiap perjalan menuju Pelabuhan,
aku perhatikan jalanan tidak begitu ramai. Pagi itu sebagian orang masih menepis
tidurnya atau menyiapak sarapan lezat buat keluarganya. Akupun tidak meliha tanak anak
sekolah memenuhi jalanan kamal itu. Sesaat kemudian, aku melihat ke arah mbak Sofi
Kami tidak bisa merapikan kerudung kami di atas sepeda motor yang sedang
melaju itu. Karena mskipun kami telah mencoba memperbaiki, kerudung kamipun rusak
kembali. Hal itu disebabkan oleh hembusan angin kencang di setiap perjalanan.
Sesaat kemudian kami tiba di pelabuhan kamal. Ini merupakan hari kedua kalinya
aku menginjakkan kaki di pelabuhan ini. Walaupun aku penduduk asli Madura, namun
aku jarang menggunakan jasa kapal pelayar untuk menyebrangi lautan. Begitu senangnya
diriku saat itu. Mbak dila segera membawa kami menuju loket pembelian tiket yang
seharga 5000 tiap lembarnya. Setelah administrasi selesai dia langsung membawa kami
berdua menuju ke sebuah pohon rindang dekat lokasi kapal itu mulai berlabu.
Jam enam lewat empat puluh lima menit, kami tiba di sana. Banyak sekali orang-
orang yang berminat menggunakan jasanya di pagi itu. Udara pagi semakin indah ketika
kami mulai menapakkan kaiki di tanahnya. Desiran ombak biru nan kelabu menghantui
“Wah, ternyata kapalnya masih belum datang mbak sof” ucap bak Dila sambil
“Iya dek dil, masih belum ada. Ya suda kita tunggu disini dulu ya” balas mbak
sofi sambil mengajak kami duduk menunggu di sebuah got dibawah pohon rindang itu
dekat laut.
Fabiayyi Ala irobikuma tukadziban...suasana pagi itu sungguh berbeda dari hari
sebelumnya. Aku pun tersenyum menyaksikan sang matahari baru muncul dari orbit
persembunyiannya. Cahaya itu terpancar terang tertuju ke sudut arahku duduk. Terlukis
sinar emas di bagian depan kerudung pink yang sedari tadi aku memakainya. Aku pun
terusik akan kesialuan cahaya itu. Sedikit aku mulai mengernyitkan dahiku dan
Sesaat kemudian, lamunan indah itu buyar oleh sentuhan colekan jari telunjuk di
tangan kananku.
“Dek Luk! Kapalnya sudah datang. Mbak balik duluan ya.” Sapanya kepadaku.
“Oh iya mbak. Sudah datang? Ok. Hati hati ya. Terima kasih mbak” balasku dan
sedikit menggodanya dengan gelitikan nakal dari jemariku yang masih aku genggam di
dalamnya.
“Hehe.. iya dek sama-sama” sambil ketawa kecil dia merasa geli dengan sentuhan
“Iya, dek jazakillah” ucap mbak sofi seraya melontarkan sebuah doa kepadanya
“Amin” balas mbak dela di atas sepeda motornya yang sudah siap melaju keluar
Setelah menyaksikan kepergian mbak Dila, kami pun langsung beranjak dari
tempat duduk pergi menuju lokasi kapal itu. Tak sedikit penumpang yang hanya
membawa tas gendong seperti kami. Ternyata sebagian dari mereka baru mudik menuju
kampung halamannya. Dan tak sedikit pula ibu ibu yang pergi dengan urusan bisnisnya.
Kami pun segera memasukinya. Sebelum memasukinya seperti biasa sudah ada
bapak yang berpakaian dinas polisi berwarna putih yang mencheck tiket kami dan
merobek separuh kertasnya serta memberikan separu robeka itu kepada kami. Itu
merupakan tanda kalaukami sudah boleh masuk dan menaiki kapal itu.
Aku dan mbak sofi langsung naik menuju lantai 3. Sungguh indah bernuansa alam.
Di pagi cerah itu penumpang kebanyakna menggunakan kendaraan bermotor dan sedikit
yang menempati ruang tunggu penumpang yang bertempat di atas koridor tempat parkir
kendaraan. Aku dan mbak sofi mulai melakukan aksi kami. Mencari tempat duduk yang
merupakan tempat bertumpunya cahaya atahari di sana. Beberapa menit kemudian kami
menemukannya. Sunggu tak sulit untuk mencari wahana tempat yang cocok untuk acara
Di sudut tempat duduk yang berisi tiga rangkai tempat duduk berwarna putih itu.
kami mulai menyusun sebuah startegi pemotretan. Akupun mulai mengikuti alurnya.
Duduk tersenyum menatap sang mentari pagi sambil memegang sebuah nove kecil
berwarna hijau dengan judul “Flipped” ku gengam di tangan. Sesekali ckrek! Ckreck!
Ckreck! Ckreck! Menghiasi nuansa indah pagi itu. sedikit membuka rahasia sang
fotografer, keindahan gambar yang di tangkap tak semudah dari layang kaca tangan
merangkap.
Mbak sofi harus duduk di bawah kursi tanpa beralaskan sebuah lepih tikar di
bawahnya. Itulah pengrbana untuk menghasilkan hasil yang maksimal. Begitupun kami
Serasa sangat singkat sekali perjalanan kami berlabuh di atas air. Karena dari awal
kami mulai duduk sampai waktu kami beranjak selalu ada senyum alhamdulillah
penumpang yang sedari tadi berada di koridor atas mulai melekas tuk melepas semua
kepenatan yang telah menetas di kediaman tempat duduknya. Dentingan bunyi tanda besi
kare terkena pijakan kaki sang penumpang mulai melantunkan iramanya. Selain itu,
derungan dan gumpalan asap kendaran mulai menyeruak gendang telinga dan menghiasi
pencemaran di udara.
Akupun sedikit berpikir, “Sungguh kejam manusia terhadap alam. Alam diam
berhati tenang, menyinari keindahan dan kedamain untuk semua orang. Akan tetapi
warna hitam akan keindahan safari alam. Tak kuasa sungguh aku melihat sosok
kekejaman itu terjadi. Semoga diriku tidak termasuk dalam kategori itu Amin.”
mbak sofi sedang sibuk melihat hp memesan grab car perjalanan kita nanti menuju
Universitas Widya Mandala. Oke?” pinta mbak sofi kepadaku sembari mengulurkan
jembatan sang kendaraan. Terkesima di dalam bentangan jalan besi, semua kendaraan
yang sedari tadi mendiamkan mesinnya mulai menyalakannya dan siap melanjutkan
perjalanan mereka selanjutnya. Seperti permintaan mbak Sofi kepadaku sebelumnya, aku
menjadi petunjuk jalan dia untuk keluar dari dalam kapal layar itu.akhirnya kami keluar
juga dan langsung menunggu di depan kantor pusat keamanan Bahari Kamal.
sesejuk di atas kapal itu, aku dan mbak sofi sedari tadi berdiri di depan kantor pusat sambil
memperhatikan plat nomer di setip kendaraan mobil yang berlaju. Lelah memang
perasaan yang mulai menggeluti tubuhku saat itu. Setelah setengah jam kami berdiri di
pertigaan jalan tol itu akhirnya mbak sofi bisa menyelesaikan permasalahan kami. Kami
“Menunggu grab car itu seperti menunggu jodoh deh.” Ucapku dalam hati sambil
jalan itu. akhirnya mbak sofi mengajakku untuk menyabrangi jalan tol itu dan berjalan di
tengah-tengah jalan tol kamal. Sumpah, ini baru pertama kalinya aku jalan-jalan di tengah
Satu jam dari kami menunggu sang bapak Grab, akhirnya kami mendapatkan
telephone juga dari beliau dan memberikan intruksi kepada kami. Kami segera berlari
mengikuti alur arah intruksi itu dan mencari mobil yang dengan plat nomer L2xxxx. Di
tengah perjalanan kami terdapat bapak-bapak yang selalu memperhatikan kami berdua
dan memanggil-manggil kami tepat di depan kapolsek Surabaya. Kami merasa aneh, ada
apa dengan pemuda itu. kami tidak menghiraukannya dan membiarkan sahutan itu, seraya
“Mbak Sof, itu orang dari tadi ngikutin kita terus. Sambil tunjuk-tunjuk gitu.”
Ucapku kepada mbak Sofi dengann perasaan risau tanpa menghilangkan kefokusan
mencari plat nomer yang cocok sesuai yang telah di informasikanoleh bapak grab car tiga
menit yang lalu. “Ehem, nggak tau dek. Biarin saja!” jawab ,bak sofi dengan fokus juga.
Setelah sekian lama kita mencari plat nomer itu akhirnya kita menemukan juga di
ujung jalan kapolsek itu. Sungguh melegakan sekali waktu itu. Namun permasalahan
hadir kembali setelah itu. Mobil itu kosong tidak ada supirnya. “Allahu Akbar, kemana
kali nih bapak supir pergi” seruku dalam hati dengan perasaan kesal. Hampir lima belas
detik kami menunggu di samping mobil dengan plat nomer yang sama. Mbak Sofi mulai
menghubungi sang bapak tadi. Akhirnya mobil yang kamu sandarin sedari tadi akhirnya
berbunyi juga. Pastinya pemiliknya yang membunyikan dan berarti bapak supir itu sudah
Alangkah terkejutnya kami, ternyata sosok lelaki aneh yang sedari mengikuti
kami ternyata bapak supir grab car itu namun kami tidak paham akan maksudnya.
“Saya sedari tadi panggil-panggil mbaknya ini namun mbak tetap aja lari” ungkap
saya, Siapa itu orang kok panggil-panggil kita mbak?” jelas mbak sofi dengan sedetailnya.
“Owh gitu toh mbak. Jadi mbaknya tadi tidak tahu” ucap bapaknya sambil
menanyakan hal-hal yang lumrah untuk di tanyakan. Aku pun memutuskan untuk diam.
Akibat lelah yang tak beraturan sambil menahann rasa malu yang harus aku tutupi ketika
mengingat sang bapak tadi yang memanggil-manggil kami dijalanan. Hingga akhirnya,
kami sampai di tempat tujuan. Kampus Widya Mandala merupakan lokasi mbak sofi
Kami menanyakan ruang test annya. Ternyata kami harus jalan kaki sedikit lagi
menuju lab bahasa Widya Mandala. Di tengah perjalanan kami bertemu dengan
mahasiswi dan ibunya yang juga menuju kampus tersebut. Kami mengikuti arah mereka
dari belakang. Mungkin ibunya merasa bahwa ada seseorang di belakang. Sempat
“Mbaknya ikut test-an juga?” tanya ibunya sambil berjalan beriringan mengikuti
“Iya, mari cepetan!” jawab ibunya sedari menyususl jalan anaknya yang semakin
Setelah sampai di lab bahasa, kami langsung menaiki lift menuju lantai 6 lab
bahasa sesuai intruksi dari bapak satpam di lanatai 1 di tempat masuk. Sesampainya di
sana, banyak sekali para peserta test dari berbagai kampus yang mengikuti acara test-an
tersebut. Sesaat kemudian, semua peserta diharapkan untuk segera beranjak ke lantai 8
menuju ruang test annya. Mbak Sofi meninggalkan saya bersama ibu mahasiswi itu.
Karena di baluti rasa lelah dan bosan sedari tadi hanya duduk saja, akhirnya ibu
tersebut mengajak aku mencari musholla dan berniat menunggu di sana sambil
beristirahat. Kami turun ke lantai bawah kemudian menanyakan musholla kepada bapak
satpam yang sedari tadi berada di peintu masuk lantai pertama. Akhirnya beliau
mengatakan bahwa musholla ada di lantai 4 pojok. Setelah mendapatkan petunjuk itu,
kami segera menaiki lift lagi menuju lantai 4 dan mencari musholla. Akhirnya kami
menemukannya.
“Sebentar ya bu, saya coba cari skakelnya dulu” jawabku sambil mencari arah
menjadi terang indah dan unik. Iya benar sekali. Meskipun Widya Mandala merupakan
kampus katholik di Surabaya, namun musholla pun juga tidak kalah di perhatikan juga.
Lukisan gedung dan ukiran-ukiran tulisan arab menepel indah di dinding musholla itu.
Peralatan sholat pun tidak kalah lengkapnya dengan peralatan salat di masjid. Akhirnya
kami istirahat dan membaringkan tubuh kami di permadani indah musholla itu dengan
manja.
Kami pun mulai percakapan kami, banyak sekali percakapan yang kami lalui di
sela sela perbincangan kami. Sampai akhirnya ada satu topik pembicaraan yang menarik
dan itu bisa memotivasi kalian dalam perihal luar negeri & jodoh. Hal ini merupakan
sejarah perjalanan anaknya yang kuliah di UGM dan segenap titah hidupya kuliah di luar
dan anak yang kedua laki-laki. Kalau anak saya yang perempuan tadi itu loh mbak rajinnn
sekali. Dia selalu belajar di kamarnya, tidak pernah membantu saya di dapur. Jadi kaalu
di tanya mengenai masak memasak mah dia tidak tahu sama sekali. Dia lulus kuliah
angkatan 2014 kemaren jurusan KIMIA. Suda tiga tahun dia bekerja di perusahaan apotek
Cina. Dan sekarang dia mau berhenti, dan mau fokus untuk melanjutkan kuliah S2 di
belanda. Ya.. meskipun ganjinya lumayan, 3 juta perbulan tapi dia ingin melanjtkan
kuliahnya dulu katanya. Dia sudah tiga kali mengikuti test ielts dan nilainya kurang
sedikit yang mau mencapai target yangbiayanya setiap satu test ielys itu 3 juta mbak. Dia
Sambil memperbaiki kerudungnya yang sedari tadi terlihat tidak beraturan karena
ceritanya.
“Ya namanya jodoh ya. Pasti” bertemuulah bagaimana pun caranya. Dia kan di
tanyakan sama temannya di tempat kerjanya itu mbak, kamu mau meneruskan S2
kemana? Dia bilang ke Belanda. Nah temannya punya kenalan atau temannya gitu kuliah
di Belanda, dan memberikan nomer telephonenya kepada anak saya. Awalnya anak saya
hanya mau tanya-tanya saja mengenai di sana. eh ternyata si cowok yang kuliah di
Belanda itu naksir anak saya dan sudah melamar anak saya kemaren. Orang tuanya datang
kerumah mbak (seraya berbisik kepadaku).” Jelas ibunya menceritakan secara detail
terhadapku.”
Setelah mendengar cerita tadi, aku jadi BAPER (Bawa Perasaan) di buatnya.
Dengan sedikit membayangkan jika aku seperti dia betapa bahagianya diri ini di buatnya.
“Ya Allah so sweet benar kisah cintanya” ucapku dalam hati penuh harap. Kemudian aku
merespon cerita ibu tadi. “Waduh.. enak banget itu mah bu. Jadi sudah ada yang
itu merasa ngga memiliki anak yang erprestasi dan memiliki memnantu yang pintar
sukses kuliah di luar negeri juga. ibu itu bertubuh tidak begitu tinggi dan sedikit gemuk.
Paras cantik di wajahnya tidak hilang dari silauan keriputnya. Ibu itu juga bercerita kalau
beliau juga berjualan kerudung pashmina instant seperti yang di gunakannya saat itu
Aku sangat tertarik mendengarnya. Ingin sekali aku membeli kerudung pashmina
instant seperti yang di gunakan kembaran model dengan anaknya. Tapi tak apalah
mensyukuri adanya itu lebih inda dari pada tidak sama sekali. Sesaat kemudian kami
mulai mengantuk dan terlelap sesaat. Ketika aku bangun, aku langsung melihat jam di
handphoneku ternyata sudah jam sebelas lewat lima belas menit. “sudah hampir dzuhur
Aku mulai mengirimkan satu pesan kepada mbak sofi, memberitahukan bahwa
aku ada di musholla bawah. Sesaat kemudian ibu mahasiswi tadi mengajakku untuk
menunggu di lantai 6 tadi. Sebenarnya aku malas sekali dan aku merasa lebih enak tiduran
di sana. akan tetapi aku merasa tidak nyaman dengan ibunya jika aku menolak
Sesampainya di lantai 6,
“Mbak, kok masih sepi ya?” ucapnya kepadaku dan segera mencheck tas yang
“Kurang tau bu mungkin belum selesai” jawabku dengan sedikit rasa ngantuk.
“Loh mbak, tas saya tidak ada. Kemana ya..?” ucapnya dengan wajah panik.
“Oh gini saja bu, mungkin kita tanyakan saja kepada cleaning service dan
karyawan disini saja” saya pun beranjak menuju kantor office karyawan itu.
“Mbak, lihat tas di samping kursi?” tanya sang ibu kepada salah satu karyawan
“Iya bu. Diamankan petugas tadi takut hilang. Coba check di kantor sebelah!
Saran sang karayawan tadi sambil beranjak keluar membantu mencarikan tas ibu itu.
“Ini bu. Tasnya!” ucap sang petugas kebersihann itu sedari menyodorkan tas itu
dengan sopan.
“Oh iya, terima kasih nak!” ucap sang ibu dengan wajah lega, tenag penuh senyum.
Setelah itu, kami duduk-duduk kembali sembari menunggu mbak sofi keluar dari
lift lantai 6. Aku mencoba menelponnya namun tidak diangkat dan akhirnya aku biarkan
dia datang sendiri tanpa harus aku menghubungi. Rasa penat, lesu, kesal semuanya
Entah rasa apa yang harus aku belenggu namun itulah saat ini yang aku rasa.
Detik demi detikpun berlalu, satu hal yang hanya bisa aku lakukan, yaitu menatap langit-
langit atap bertukar pikiran serta bercengkrama serasa lebih asyik dari pada menonton
terbukanya lift lantai 6 dengan tebuka wajah mbak sofi menjemputku untuk beranjak dari
tempat itu.
“Dek, dimana?” satu pesan dari mbk Sofi aku beruncula di layar hpku.
“Saya di lantai 6 mbak” balasku
“Jangan deh. Aku sendirian ini menunggu kamu. Ibu tadi udah pulang dari tadi
aku sendirian di sini. Jemput saya dulu ya di lantai 6.” Balasku lagi.
Aku tidak membalas lagi pesan chat dari mbak Sofi. Di kesendirian itu aku hanya
melamun. Mendengar sebuah ketukan lembut jarum jam. Beralaskan lembah sepi nan
sunyi. Semakin aku tunggu kedatangan mbak Sofi semakin gelisah diri ini. Hingga
akhirya aku biarkan semuanya berlalu menikmati aliran waktu. Tak kuasa aku
menahannya. Sosok seorang lelaki separuh baya yang mulai tadi duduk bersama aku
Karena sangking gugupnya aku, suara pemberitahuan lift berhenti. Seraya berkata
“Dek luk! Hayo...” mbak sofi berdiri di dalam lift itu sembari melambaikan
tangan kepadaku
“Dek kita shalat dulu. Ada musholla gak?” tanya mbak sofi.
Setelah salat kami siap siap untuk pergi ke tujuan kedua, yaitu Periplus. Kami
berdua belum pernah ke Periplus. Ketika kami mulai memeriksa ongkos grab car dari
Universitas Widya Mandala menuju Periplus sangatlah mahal. Kami mulai enggah dan
memikir dua kali untuk menggunakan jasa grab car di siang hari itu.
Siang hari itu cuacanya tidak mendukung sama sekali. Kami pun mencoba untuk
berjalan kaki. Sungguh merupakan ujian kesabaran yang kami alami saat itu. Kami
menuju Periplus samil berjalan kaki, baterai hp pun lobet dan jaringan juga lemot.
Akhirnya kami terus melanjutkan perjalan kami kira kira menempuh 2 km. Hingga kami
memutuskan untuk duduk beristirahat sebentar di trotoar jalan karena menahan rasa penat.
Sungguh cuaca panas matahari yang sangat menyegat, polusi udara begitu menyeruak
hidung sesak bibir kering dahagapun menunggu tetesan air segar dari telaga biru.
Keringat seakan mulai menenggelamkan tubuh ini. Tak pernah aku menanyakan
mengapa hal ini terjadi Tuhan?. Namun aku hanya menuai sebuah harapan tuhn kapan ini
Di separuh perjalanan kami, kami pun melihat sebuah bangunan tepat untuk
berkonsultasi kuliah ke luar negeri. Kami sedikit tertaik melihat beberapa logo universitas
itu.
“Mau coba tah?” tanya mbak Sofi kepadaku dengan wajah sedikit ragu tapi
menginginkanya.
“Hayo! Mbak masuk saja!” ajakku dengan wajah meyakinkan kepada beliau.
“Ok-lah. Hayo!” Mbak sofi mulai membuka pintu itu dan langsung berkonsultasi
tentang beasiswa yang di kejarnya. Kira-kira setengah jam berlalu dari konsultasi itu.
Lumayanlah sedikit menghilangkan rasa penat tubuhku yang sedari tadi berjalan kaki
tanpa henti menepaki tanah gersang terlentang semangat mendersang jiwa terbentang.
Semburan butiran salju dari AC di bilik kecil ruangan itu membuatku seakan menjadi
terbang ke awan-awan menari diantara butiran salju itu dan membuatku seakan ingin
menutup mata sebentar dan tertidur pulas. Namun suara mbak Sofi tiba-tiba membuat
netraku terbuka kembali dengan sedikit cahaya bercak merah dan kehitam-hitaman di
kantong mata.
Ruangan itu tidak begitu sempit dan tidak begitu lebar pula. Di ruangan itu
terdapat banyak beberapa buku brosur universitas di luar negeri termasuk universitas
yang aku incar selama ini. Tak ada satu hal pun yang tak membuat aku tak menyukai
ruangan itu. terdapat tiga komputer sesuai dengan adanya tiga konsutator yang siap
melayani orang orang yang mau mengutarakan keinginannya. Mereka semua sangat
ramah dalam menerima tamunya. Akupun begitu suka tempat itu. Akan tetapi
kelihatannya dia bukan orang Indonesia asli. Dia berwajah seperti wajah sang Cina.
“Iya!” ucapnya.
Cuaca yang tidak berubah sebelumnya, sang matahari tetap masih setia menemani
kami. Seakan membuntuti perjalanan kami. Hingga akhirnya kami beristirahat sebentar
di samping bangunan besar MC. Donald yang kelihatannya sangatlah menggoda ketika
aku mulai melihat beberapa jenis gambar makanan yang terpampang di pintu gerbang itu.
ke periplus menuju arah mana kita selanjutnya” ucapku kepada mbak Sofi meminta idzin
untuk beranjak pergi sebentar menuju bapak satpam yang sedang mengatur para tamu-
“Maaf pak, mau bertanya. Jalan menuju Periplus itu ke arah mana ya pak kalau
dari sini?” aku mulai mengutarakan permasalahan yang sedang membelenggu di otakku.
“Periplus Mall, atau periplus restoran ya?. Soalnya disini ada 2 Periplus” tanya
“Oh, ke mall pak. Iya! ke mall Periplus.” Jawabku dengan penuh keyakinan
“Iya mbak. Itu lumayan jauh. Kira-kira 1 jam kalau tidak macet. Soalnya kalau ke
Periplus mall rawan macet. Dan satu hal yang mengkagetkan aku adalah ketika bapak
satpam tadi itu menjelaskan arah yang berlawanan dan kita harus balik arah lagi.
“Owalah, jadi ini putar balik lagi ya pak?” ungkapku dengan perasaan yang
“Iya mbak. Mending mbaknya memakai jasa grab car saja” saran bapak satpam
itu.
“Oh baik pak. Terima kasih sarannya” ucapku dan beranjak pergi dari tempat itu
menuju bak sofi yang sedari tadi sibuk memainkan hpnya berusaha untuk memesan grab
“Mbak Sofi, bagaimana grab carnya ? sudah ada?” tanyaku kepadanya dengan
Setiap dentingan jarum jam menggelitik kami untuk segera pergi menuju periplus.
Itu merupakan tujuan kedua dari perjalanan kami untuk memebeli sebuah novel bahasa
inggris di sana. itulah tujuan awal kami sebenarnya. Sekali lagi inin aku katakan bahwa
menunggu grab car sama seperti menunggu jodoh. Lama sekali, menyebalkan tapi
kedatangannya di harapkan.
“Dek kamu harus teliti, melihat kendaraan yang lalu-lalang di sekitaran sini
dengan plat nomer seperti ini” dia menunjukkan sebuah plat nomer baru terhadapku.
“Ok. Ok. Akan aku teliti dengan baik setiap kendaraan hitam dengan plat nomer
seperti ini.
Yah... lagi-lagi plat nomer. Lumayan! Dalam perjalanan ini aku sedikit
mendapatkan banyak ilmu pengetahuan yang belum aku ketahui dan tidak bisa aku
dapatkan di bangku kuliahku saat ini. Yah inilah makna bermasyarakat, pengetahuan bisa
didapat dari mana saja asalkan dengan niatan yang tulus dan ikhlas.
Beberapa menit aku sudah mencoba memberikan perhatian lebih netraku untuk
selalu memfokuskan kepda sang kendaraan berwarna hitam itu. Namun di setiap mobil
berwarna hitam yang sedari adi melaju kesana kemari tidak ada yang memiliki plat nomer
yang sesuai dengan plat nomer yang di berikan mbak sofi terhadapku. Aneh sekali dan
letih sekali. Pekerjaan yang tiada hasil itu membuat diriku merasa lelah dan bosan.
Akupun tetap semangat membantu mbak Sofi yang sibuk menerima telephone dan
“Mbak Sofi, dia ada dimana sekarang katanya?” tanyaku dengan sedikit
“Katanya bilang dekat gitu dek. Mbak juga gak mengerti. Jaringan telkomsel
Beberapa menit kemudian, kami baru saja selesai membicarakan tentang dirinya,
“Saya sudah berada di restoran MC. Donald. Mbak Luluk sekarang ada dimana?”
tanya sang supir grab car itu tadi kepada mbak Sofi.
Mbak Sofi menggunakan namaku dalam mengisi identitas aplikasi grab car.
Karena nomer yang diletakkan di persyaratan grab car itu dia menyimpan nomerku.
Sehingga jangan kaget, kalau ketika dia mengajak berbicara bersama mbak sofi dia
memanggil namaku.
“Oh iya pak. Kami berada tepat di sebelah kiri restoran MC. Donald. Kami
“Ok baik mbak. Saya segera kesana” ucap bapak grab car tadi seraya menutup
telephone nya.
Sesaat kemudian mobil hitam grab car itu mulai muncul di hadapan kami. Kami
langsung menghampirinya karena aku dan mbak Sofi tidak betah tinggal di sekitar taman
yang hanya ditemani sang sinar matahari dan juga sang polusi kendaraan yang lalu lalang
di sekitar sana. Mobil grab car itu sangat keren. Sampai kami kebingungan cara membuka
sebelumnya atau tidak, aku mah belum pernah naik modil sekeren itu dulu. Hanya ketika
aku melihat model pintu mobil itu, mengingatkan kembali ke mobil espas yang pernah
ayahku beli di waktu aku masih kanak-kanak. Cara membuka daun pintu itu tinggal
menggesernya ke samping. Kesedihan mulai menggeluti diriku lagi ketika aku sudah
mulai mengingat sosok yang sangat aku banggakan itu. aku sunggu mencintainya dan dia
juga lelaki pertama yang aku cintai dan sampai sekarang hanyalah dia. “He is the only
mencoba membantu kami membuka pintu itu. dia membukanya dari dalam. Akhirnya
kami pun masuk kedalam. Mobil mesin itu. sesaat setelah aku memasuki ruang mobil itu,
udara segar dari mesin bank udara yang bisa kami sebut AC itu seakan fokus
menyegarkan tubuh kami berdua. Sungguh hanya kata Alhamdulillah yang bisa kami
“Dek luk, aku mau tidur sebentar ya!. Nanti kalau sudah sampai bangunkan aku
ya..” pintanya kepadaku. Dengan wajah sedikit lelah terlukis di wajahnya yang mulai dia
sandarkan di bahu kursi mobil itu. dia mulai memejamkan matanya dengan lapisan
5
Dia adalah lelaki satu-satunya yang aku cintai saat ini.
masker pink yang sedari tadi dia kenakan untuk menutupi hidung dan mulutnya dari
polusi udara.
“Iya mbak! Istirahatlah” jawabku kepadanya dengan ulasan senyum sedikit yang
Rasa capek letih dan juga lelah yang di rasakan mbak Sofi itu lebih terasa dari
pada peraan letih lelah, dan lesu yang juga aku rasakan. Apalagi di bulan puasa dan
dibawah terik matahari seperti halnya tadi ketika kita berjemur di samping gedung
restoran MC. Donald. Sungguh sangat tidak kuat rasanya jika aku berda di posisinya.
Sedangkan aku?. Kebetulan ketika mbak Sofi mengajakku ke Surabaya aku sedang
datang bulan sehingga aku tidak melakukan kewajiban puasa itu. Namun meskipun
demikian, tidak ada sesuap nasipun yang aku makan ketika perjalanan itu. hanya sesuap
nasi putih dan mie instant yang aku lahap di pagi harinya sedangkan di siang dan di sore
Aku juga mulai meletakkan kepalaku di bahu kursi mobil tepat di samping mbak
Sofi. Sungguh AC itu membuat aku ingin terlelap sebentar. Namun jika aku juga terlelap,
terus siapa yang akan membangunkan mbak Sofi? Ya sudahlah. Akhirnya aku
memutuskan untuk membiarkan kepalaku bersandar manja saja tanpa harus menutup
retinaku yang sedari tadi meneteskan air mata ketiaka aku sesekali menguap karena
“Mbak mau ngapain ke Pakuwon?” tanya supir itu tadi tanpa menghilangkan
konsentrasi menyetirnya.
“Kami mau beli buku pak” ujarku sembari melihat kearah bapaknya melalui kaca
spion yang terletak di bagian tengah atas dekat sang supit menyetir.
Handphone yang sedari tadi kami isi menggunakan charger kabel data milik
bapaknya mulai berjalan mengisi dan memasuki aliran kabel listrik itu. Sesekali aku
mencoba untuk mengeceknya dengan menekan tombol berbentuk persegi panjang empat
sudut itu untuk melihat berapa persen daya yang masuk dari aliran listrik charger itu.
tergambar kotak hijau dengan bentuk seperti botol air dan di tengahya terpampang sebuah
“Oh, ternyata masih 20%” seruku dalam hati. Akupun meletakkannya kembali di
Aku melihat sekeliling jalan sangatlah indah sekali. Seraya berguman dalam
yang menjulan tinggi di setiap sudut perjalan kota Surabaya seakan membuatku merasa
ini seperti di jakarta. Kemacetan jalan dan bunyi klakson mobil yang bermacetan
membuat aku berfikir bahwa Surabaya tidak kalah besarnya seperti kota Jakarta.
Iya! Kota Jakarta. Setahun yang lalu aku pernah mengginjakkan kakiku disana.
Dengan menggunakan kendaraan berasap kereta api semalaman dan menggunakan jasa
angkot bapak sang supir bajaj cukup menjadi kenangan indah yang sedari tadi tersimpan
di fikiranku dan berputar kembali video ketika aku melihat bangunan-bangunan indah
“SubhanAllah, Indah sekali..” tanpa aku sadari aku mengucapkan kalimat itu dari
bibirku.
Suara adzan asar mulai terdengar di telingaku. Tanpa sengaja aku membuka tas
cokelat kecil yang aku beli ketika aku mengikuti rekreasi dari acara kursusanku di Pare
ke Kampung Cokelat untuk melihat jam berapa sekarang. Ketika aku membuka tasku,
aku baru teringat kalau hpnya masih aku charger dan belum penuh. Sedikit kembali
mengungkit perjalananku ketika aku menatap lama tas cokelat kecil dengan dua kancing
kecil berwarna hitam itu serta di lengkapi dengan ukiran cantik bertuliskan “Kampung
cokelat”.
“Wow, keren sekali Pakuwon Mall ini” gumamku dalam hati. Pakuwon mall itu
luas sekali. Bapak supir grab car itu harus membelok-belok mobilnya karena mengikuti
alur laju jalan yang telah di buat. Sungguh jika aku datang ke tempat ini sendirian mungin
aku akan tersesat karena gedung bangunan mall pakuwon itu benar luas sekali. Para
pengunjung juga banyak sekali. Sesekali aku melihat banyak parkiran mobil-mobil
mewah terparkir rapi di depan mall itu. Oh kenapa hari ini aku sangat menyanjungnya.
“Mbak Sofi, bangun mbak sudah sampai!” aku mencoba membangunkan mbak
“oh iya dek!” ucapnya seraya mengkedip-kedipkan matanya dan mulai mengusap
Setelah aku sudah memberikan ongkos grab car kepada supirnya, aku langsung
melanghkan kakiku keluar dari mobil yang mengingatkan kembali kenangan bersama
ayahku.
Tanpa berfikir panjang kami mulai memasuki mall Pakuwon itu. Hanya sebentar
saja kami melangkahkan kaki,tiba-tiba kami dihadang oleh dua satpam muda yang telah
bersiap untuk memeriksa tas kami berdua. Dengan senang hati kami membiarkan dua
pemuda itu memeriksa barang bawaan kami. Aku biarkan dia melihat beberapa alat make-
upku serta beberapa kertas kapal tadi aku biarkan di dalamnya karena aku lupa
“Silahkan” ucap petugas itu setelah dia selesai memeriksa barang bawaan kami.
Kami segera masuk. Dan alangkah terkejutnya kami ketika kami mulai memasuki
ruangan kedua itu. setiap gedung di hiasi oleh rumput-rumput hijau yang bergelantungan.
Rumput-rumput itu terlihat sangat segar di mata. Disamping bawahnya terdapat tiga kursi
Mbak Sofi yang sedari tadi berjalan tidak semangat karena menahan rasa kantuk,
memperhatikan keindahan ruangan itu. Kami tidak mau melewatkan moment terindah itu.
Kami langsung mengambil hp yang sudah lumayan terisi. Ckrek! Ckrek! Ckrek!
Begitulah bunyi yang hadir saat itu. Entah mengapa para petugas yang sempat memeriksa
tas kami itu melihat ke arah kami sebentar dan membuat kami merasa malu dibuatnya.
“Heheh, mbak bagus banget ya tadi. Indah! Sejuk di mata!” ungkapku dengan
“Iya dek, memberikan kesegaran ke dalam mata yang ngantuk” ungkapnya lagi.
“Berapa lama kita akan disini mbak?” tanyaku kepda mbak sofi memastikannya.
“Nanti kita sebelum maghrib harus sudah pulang saja ya. Lagian kita kan cuma
Ketika kami mulai melangkahkan kaki ke bagian mall yang luas itu, ternyata kami
sudah berada di lantai tiga mall Pakuwon. Iya disana, kami kesana kemari mondar-mandir
mencari Periplus ada di sebelah mana. Karena di setiap bagian dalam sudut mall itu
terdapat banyak sekali toko-toko yang menjual beberapa aksesories glamor dan mewah-
mewah. Kami mulai mengelilinginya sambil menikmati wahana yang bagus untuk dilihat.
Setelah kami sudah memutar-mutar berulang kali, akhirnya kami memutuskan untuk
bertanya kepada salah satu petugas yang berpakaian satpam di setiap toko itu.
“Maaf pak, mau tanya Periplus disini berada di bagian mana ya?” kataku.
“Aduh dimana ya mbak. Saya juga kurang tau disini. Mungkin mbaknya bisa
bertanya ke mas yang lain.” Jawabnya kepada kami dan membuat kami sedikit tambah
bingung juga.
Kami meneruskan perjalalan kami, siapa tahu nanti kita menemukannya sendiri.
Namun usaha kami sia-sia. Kami tidak mengerti kenapa mall ini begitu luas dan sangat
pakaian hitam sepertipak satpam berdiri tepat disetiap penjuru depan toko.
“Pak, mau tanya. Kalau toko buku periplus di sebelah mana ya?” aku melontarkan
pertanyaan yang sama seperti yang telah kami utarakan kepada petugas yang pertama tadi.
“Oh, mbaknya lurus, kemudian belok kanan dan lurus lagi dan nanti mbak tanya
lagi ke petugas yang menggunakan pakaian seperti yang saya kenakan.” Jelas bapak
“Baik pak. Terima kasih banyak.” Ucapku kepada petugas yang telah
Sesaat kemudian akhirnya kami sampai di sana. Terdapat tulisan besar terpampang
berwarna putih jelas di depan toko itu “PERIPLUS” nama itu seakan membuat kami ingin
memeluknya akan tetapi itu mustahil. Sungguh kami sangat bahagia sekali telah
menemukannya. Itulah toko tujuan kami. Toko itu tidak begitu besar dan mewah seperti
toko pakaian yang berjejeran bergemilang di depan mata. Namun tumpukan buku-buku
indah serta majalah-majalah yang terlentang luas terlihat sisi ilmu pengetahuan di mataku,
membuatku sedikit berkhayal seakan-akan aku terbang diantara jejeran buku itu.
“Mbak sofi. Aku bingung ini mau menggunakan buku yang mana?” rasa
kebingungan yang aku alami sedikit aku utarakan kepada mbak Sofi.
“Hmm.. kamu mau beli buku apa?” tanya dia kepada diriku yang sedang sibuk
“Aku itu mencari buku yang ceritanya itu, berusaha keras, sukses dan tercapai
cita-citanya gitu. Jadi buku itu seakan memberikan suntikan semangat yang membara
Tawa kami berdua meledak saat itu. Kami khawatir cekikikan ketawa kami bisa
mengusik ketenangan orang-orang yang saat itu juga sedang mencari buku. Akhirnya
kami menutup mulut kami dengan telapak tangan seraya tertawa sepuasnya.
“Dek, jangan ketawa mulu, nanti kita kemaleman loh yang mau balik.” Tegas
Seketika itu tawaku mulia mereda dan segera aku merespon saran mbak Sofi
dengan sebuah kerlipan di sebelah mataku serta menyodorkan satu jari ibu jempolkan
kepadanya. Aku mulai fokus kembali terhadap tumpukan novel didepan mataku. Tak
sedikit nama penulis yang aku mengenalinya namun tak banyak juga yang aku tidak
meneganalinya sama sekali. Salah satu penulis yang aku ketahui adalah J.K Rowling.
Banyak sekali karya-karya yang di hasilkannya. Mulai dari harry potter 1 harry potter 2
Namun tiba-tiba aku lebih tertarik kepada sebuah novel yang berjudul “Let’s
come back” dan aku melihat harganya pun stabil dan lumayan cocok untuk seisi
dompetku. Akan tetapi, mabak Sofi datang menhampiriku dan membawakanku sebuah
novel dengan tebal kira-kira 300 halaman dan di sampul depannya terdapat gambar buah
“Dek kamu mencari buku yang memotivasi, semangat perjuangan gitu kan?”
impianku
“Iya mbak, buku apa itu?” aku segera menanyakan buku apa yang sedang di
sambil menyodorkan sebuah buku dengan ukuran normal berwana hitam polos itu
terhadapku.
“Iya, itu kan maknanya bukan musuh atau bukan saingan git. Itu berasal dari kata
“Rival” yang artinya Musuh.” Jelas mbak Sofi kepadaku seraya meyakinkanku.
Mbak sofi memberikan buku itu kepdaku. Dia bilang itu merupakan buku yang
memiliki sinopsis yang bagus buku itu berjudul “UNRIVALLED” karya Alyson Noël.
Di bawah judul itu terdapat tulisan yang semua hurufnya menggunakan huruf kapital.
Tulisan itu bertulis seperti ini; A BEAUTIFUL IDOLS NOVEL. Terdapat sebuah gambar
stroberi berdaun hijau dan separuh buahnya berwarna merah dan separuh bawahnya lagi
belakangnya terdapat sebuah gambar buah stroberi juga namun buah itu berwarna emas
Tommy Philips wants to be a guitar hero. But Madison brooks tool destiny and made it
She’s Hollywood’s hottest starlet, and the things she did to become the name on
everyone’s lips are merely a stain on the pavement, beneath her Louboutin heel.
That is, until Layla, and Tommyfind themselves with a VIP invite to the world
of LA nihgtlife and are lured into a competition where Maddison brooks is the target.
Just as their hopes begin to gleam like stars through the California smog, Madison
Brooks goes missing... Suddenly they’II have to decide if VIP access is worth their
lives.
‘Like a good celebrity, Unrivalled is mysterious and compelling and so gergous,
Seperti itulah gambaran indah buku itu. Secara tiba-tiba aku jatuh cinta kepada
buku itu. Tanpa berpikir lagi, akhirnya aku nekat mmebeli buku itu dengan harga
Rp.210.000. Aku mulai mengeluarkan uang sejumlah harga beli itu untuk aku ambil alih
kepemilikan kepada si penjual. Awalnya aku tidak begitu yakin kalau itu adalah uang
terakhir aku di dompet. Ternyata setelah aku coba raba kembali dompetku itu dengan
degupan jantung yang keras serta di hantui rasa was-was aku langsung menyentuhnya
disertai bacaan basmallah dan sholawat tiga kali. Dan ternyata uang aku memang sudah
habis di dompet. Itu adalah uang terakhirku yang aku berikan kepada si kasir periplus tadi.
Dan satu-satunya sisa uangku itu adalah uang kembalian dari buku yang aku beli.
Sembilan puluh ribu, iya itulah sisa uangku yang rencananya akan aku gunakan untuk
Saat itu aku hanya pasrah kepada Allah swt. Aku tidak tau apa yang akan terjadi
nanti. Yang pasti Allah sudah sangat baik kepadaku selama hari ini. Dia telah memberikan