Anda di halaman 1dari 1

Sumber Cerita: Bawang Putih dan Bawang Merah

MENDUNG

Aku dilahirkan dalam keluarga yang sederhana. Meskipun secara ekonomi, kami tidak memiliki uang yang bisa
dibilang cukup, mama menyekolahkanku di sebuah sekolah swasta yang terbilang elit, tidak jauh dari tempat tinggal
kami. Buat mama, ini adalah sebuah kebanggaan karena bisa menyekolahkan anaknya di sekolah yang ternama. Aku
sering mendengar bagaimana beliau bercerita ke teman-temannya bahwa ia bisa menyekolahkan anaknya di sekolah
yang ternama.
Berbeda dengan mama, aku justru merasakan ini sebagai sebuah siksaan. Aku seringkali merasa malu setiap
akhir bulan harus mendapatkan surat tagihan uang sekolah, meskipun mama seringkali meresponnya dengan santai.
“Gak apa-apa…, mama pasti bayar. Tinggal nunggu waktu, proyek mama pasti gol. Dan, semua tunggakan,
bahkan kalau perlu uang sekolahmu sampai lulus, akan mama lunasi.”
Aku tidak pernah tahu pekerjaan mama. Yang pasti, ia selalu berangkat dari rumah setelah aku berangkat ke
sekolah. Beberapa kali di hari libur sekolah, aku memperhatikan. Ibu selalu berangkat ke tempat kerja menggunakan
grab car atau taksi. Dandanannya pun tidak jauh berbeda dengan dandanan para orang tua teman-temanku yang
kaya raya itu.
Hari itu, sepulang sekolah, mama menyuruhku untuk segera berganti pakaian. Seingatku, itu bukanlah hari
ulang tahunku. Akan tetapi, mama memberikan sebuah dress, lengkap dengan tas dan sepatu. Aku yakin pakaian itu
pasti sangat mahal. Aku pernah melihat teman sekelasku, Bawang Putih, mengenakan baju serupa. Entah kenapa, aku
memang sering sekali mengikuti status Bawang Putih. Jadi, apapun yang ia lakukan, aku bisa tahu. Meskipun sering
membuat darahku mendidih, entah mengapa, aku seperti tidak bisa berhenti mengikuti status-statusnya. Sedikit
berempati, untuk pertama sekali aku mengirimnya pesan singkat ketika aku membaca statusnya yang menyatakan
bahwa ibunya meninggal. “Turut berduka ya,” tulisku singkat.
Sekitar jam 7 malam, sebuah mobil alphard tiba-tiba berhenti di depan rumah kami. Seorang pria yang saya
yakin adalah seorang sopir, dengan sangat santun, membuka pintu mobil dan mempersilakan kami masuk ke
dalamnya. Mobil itu mengantarkan kami ke sebuah restoran yang terbilang mewah.
Hampir saja jantungku berhenti berdegup ketika kami tiba di dalam restoran itu. Seorang pria berdiri bersama
anak gadisnya yang seumuran denganku. Anak gadis yang begitu kukenal. Ya… dia adalah Bawang Putih!
“Sayang, kamu pasti sudah kenal dengan Bawang Merah. Kalian kan satu sekolah…” Laki-laki itu menjelaskan
tentang kami kepada putrinya dengan sangat lembut, seolah-olah putrinya adalah sebentuk kristal yang harus
diperlakukan dengan sangat hati-hati. Ada sedikit rasa cemburu yang membakar jantungku menyaksikan kemesraan
ayah dan anak yang memang tidak pernah kusukai itu. Ia memiliki ayah yang sangat lembut. Hidupnya dipenuhi
dengan kelimpahan harta. Semua yang selama ini kuimpikan, ada dalam hidupnya!

…………………..

Anda mungkin juga menyukai