Anda di halaman 1dari 2

“SANG IDOLA”

Karya: R Lina Dewi Putri /XI-BD3/28

Hampir setiap pagi aku akan menatap dengan teliti setiap kendaraan yang berlalu
lalang di hadapanku, terlihat seperti mencari sesuatu dan ya inilah yang aku lakukan saat ini.
Berdiri disuatu tempat tepat ditepi jalan yang sepertinya dulu adalah sebuah toko tapi aku
sendiri tidak tahu toko ini dulunya menjual apa. Itu tidak penting bagiku yang terpenting aku
bisa melindungi diriku dari sayatan panas matahari, meskipun masih papi tapi sungguh ini
cukup menyilaukan mata dan tak hanya untuk berlindung dari matahari, tapi juga dari
percikan air dari langit yang seharusnya dibulan ini sudah turun setiap hari tapi entahlah
semua ini adalah kuasa Tuhan kita hanyalah manusia tak bisa berbuat apa selain bersyukur
atas segala nikmat-Nya.
Aku menemukan apa yang aku cari, ya dia datang. Aku sedikit berjalan mendekat lalu
setelah dia berhenti aku segera membuka pintu dan secara otomatis pintunya akan tertutup.
Sungguh ini adalah salah satu bentuk act of service, tapi yang ini berbeda bukan untuk
pasangan melainkan untuk pelanggan. Pelayanan yang aku suka darinya dan inilah yang
membedakannya dari yang lain. Seperti biasa mataku menelusuri setiap pemandangan jalanan
yang tersaji sangat jelas dari jendela. Sesekali dia akan berhenti tepat dihadapan orang-orang
yang sudah menunggunya untuk mengantar mereka juga ketempat yang dituju. Tempat yang
aku tuju nyaris dekat, ketika hendak membuka mulut untuk mengatakan tempatku turun,
seorang anak remaja menghentikan aksiku. “TS pak! ”katanya. “Iya” jawab pak supir dengan
ramah. Mobil minibus itu berhenti tepat didepan halte perbatasan antara sekolah TS (Taman
Siswa) dengan sekolahku SMKN 1 Turen yang orang-orang kenal dengan SMEA. Aku segera
turun, tapi sebelum itu aku serahkan uang yang ku genggam sejumlah tiga ribu rupiah kepada
bapak supir. Setelah itu aku segera menuju tempat yang sudah menjadi tempat biasaku untuk
menunggu teman yang datangnya paling pagi kedua, karena yang pertama pasti kalian tahu
itu siapa hehe. Tapi tidak selalu aku yang datang paling pagi kadang teman yang aku tunggu
datang lebih dulu kemudian menungguku juga ditempat ini. “ayo langsung ke kelas!” iya itu
adalah teman yang aku tunggu namanya Silva. “ayo!” kataku.
Kringg... bel yang ditunggu-tunggu akhirnya berbunyi. Bu Silvi yang mengajar di jam
terakhir mempersilahkan para siswa untuk mengemasi tas dan kemudian berdoa bersama
karena sudah waktunya pulang. Seperti biasa aku dan temanku sebangku yang namanya
Vania selalu berjalan bersama menuju gerbang sekolah, lalu kami akan berpisah tepat didepan
gerbang karena dia dijemput sedangkan aku tidak. Aku harus menyebrang jalan dulu dan
langsung menuju kendaraan yang sudah menungguku disana, ya setiap pulang aku selalu naik
bis, jarang dan hampir tidak pernah aku pulang dengan Idola, tidak seperti pada saat
berangkat yang nyaris selalu.
Keesokan paginya aku kembali ketempat dimana aku selalu menunggu angkutan
umum berwarna putih yang terdapat stiker bertuliskan Idola dan tak lupa stiker karakter
kucing dan tikus yang menjadi ciri khasnya. Tidak seperti biasa, aku menunggu cukup lama,
tak ada satu pun mobil minibus idola yang melintas. Aku mencoba berpikir tenang mungkin
mereka sedang dipesan untuk ke suatu tempat yang harus melibatkan banyak penumpang
yang biasanya satu keluarga. Tapi rasa cemasku kembali datang saat aku tidak menemukan
satu pun kendaraan umum lainnya yang melintas. Terlihat tidak sedikit remaja berseragam
abu-abu putih yang berlalu lalang untuk menuju tempat belajarnya, banyak diantaranya juga
yang seragamnya sama sepertiku membuatku semakin takut, meskipun aku tahu ini belum
jam 6 yang pastinya tidak akan terlambat bahkan aku tidak pernah mengalami yang namanya
terlambat selama sekolah disana. Bukannya aku terlalu rajin tapi kebiasaan ini berawal
karena selama Sekolah Menengah Pertama aku nyaris setiap hari terlambat, dan ini
membuatku sedikit merasa jera untuk tidak mengulangi lagi karena setiap terlambat aku akan
mendapatkan poin pelanggaran, dan itu hampir setiap hari.
Setelah menunggu sekitar setengah jam lebih akhirnya ada bis berwarna biru, segera
aku lambaikan tanganku. Bis pun berhenti tepat dihadapanku aku segera naik dan benar saja
kursinya sudah hampir penuh, mungkin sebagian dari mereka biasanya berangkat dengan
Idola sama sepertiku, banyak diantara mereka juga yang mengenakan seragam abu-abu putih
sepertiku membuatku sedikit lega. Aku segera duduk dikursi dekat pintu yang masih kosong
dan menggeser badanku ke kiri, seperti biasa mataku akan mengamati objek satu persatu dari
jendela.
Terkadang kita harus belajar dari kebiasaan kita yang buruk untuk berubah menjadi
lebih baik. Mengidolakan seseorang yang memang pantas untuk ditiru. Tapi tidak semua
Idola adalah seseorang yang bisa ditiru karena Minibus Idola adalah Idola bagi orang berkarir
dan para siswa. Yang mengantar orang berkarir untuk bekerja dan para siswa menimba ilmu
agar memiliki masa depan yang cerah.

Anda mungkin juga menyukai