Anda di halaman 1dari 2

Nama: Avrinda Aqilatul Hazna

Kelas: 9G
No Absen: 05

Hujan Sore
Hujan mengguyur jalan pulang sore itu, tidak ada langit oranye yang menemaniku
pulang, hanya ada awan mendung yang menggantung. Pulang sendiri bukanlah
masalah yang besar, walaupun agak sedikit tegang karena suasana jalanan yang sepi.
Aku menyusuri jalan dengan payung merah yang aku genggam erat erat. Aku Tomie,
seorang pelajar yang menduduki bangku SMP. Aku menoleh saat mendengar suara
kucing, pandanganku teralih pada seekor kucing hitam yang sedang berjalan di
sebelahku. Yah, setidaknya aku tidak berjalan pulang sendirian saat hujan begini.
Kita berpisah saat sampai di depan rumahku, aku harap kucing itu tidak sakit
terkena hujan.
Aku genggam gagang pintu rumahku dan menancapkan kuci dan memutarnya.
Tidak ada orang yang menyambut kedatanganku sore itu. Gelap, itu adalah kata
pertama yang muncul dalam benakku ketika tiba diambang pintu. Ku tutup kembali
pintu itu setelah aku masuk dan ku nyalakan lampu. Selangkah demi langkah ku
jalani menuju kamarku untuk menaruh barang bawaan yang aku bawa, segera ku
rebahkan tubuhku diatas kasur dan ku buka ponselku.
“Kita lagi pergi kerumah nenek hari ini, ada uang dilemari sama makanan juga, jangan
kemana mana, dirumah saja.” Itu adalah pesan singkat dari ayah yang muncul
diponselku. Kita sudah membicarakan ini kemarin malam, ayah bilang aku tidak bisa
ikut karena harus sekolah. Aku tidak perduli dengan itu, aku tidak tertarik untuk
bertemu nenek karena bagi nenek aku bukanlah cucu yang ia tunggu, melainkan
kakakku.
Ku tutup ponselku dan berjalan kearah lemari dapur. Tidak, aku tidak bermaksud
untuk mengambil piring dan makan, melainkan aku mengambil sebungkus kopi
hitam dan gelas. Aku menyeduh kopiku dengan air panas dari dispenser dan
membawanya ke ruang tamu dengan menikmati pemandangan hujan di luar jendela.
Lama lama, aku merasakan kesepian. Namun, semakin aku menepis rasa kesepian
itu, semakin aku merasakannya. Aku merenung, banyak hal yang tiba tiba
menyerang pikiranku.
Bukannya aku tidak suka untuk datang kesekolah, hanya saja ayah selalu berkata
padaku untuk mendapat peringkat disekolah, “Untuk kebaikanmu” katanya. Aku
merenung, ayah memiliki 4 anak, tapi mengapa hanya aku yang selalu ditekan untuk
mendapatkan nilai yang bagus? Kenapa kakak dan adik adikku tidak? Itu hanyalah
suara hati belaka, aku tidak dapat mengutarakannya kepada ayah. Aku tahu ayah
sangat menyayangi ku, begitu pula denganku, aku sangat menyayangi ayah. Tapi
kenapa ayah tidak pernah bertanya tentang apa yang aku sukai dan tidak? Ayah
bahkan tidak tahu apa makanan kesukaanku, tidak ada yang bisa aku lakukan
kecuali menerima semua itu. Mereka bilang, ini adalah fase yang umum dirasakan
oleh para remaja. Maka dari itu, tidak ingin menyalakan ayah, aku tahu mungkin
karena aku yang bersalah, aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri sehingga
prestasi ku turun.
Tak terasa aiir mulai muncul dari mataku. Hal-hal yang sudah ku lewati dan
seharusnya ku lupakan mulai mengambil alih pikiranku. “Andai waktu itu aku tidak
melakukannya..” kira kira seperti itu kata kata yang terus berputar dipikiranku. Sudah
biasa, batinku. Pahit, kopi itu terasa pahit seperti yang aku mau. Tak terasa hari
mulai gelap, ku tutup tirai dan ku bawa gelas yang berisi ampas kopi tersebut ke arah
wastafel dan mencucinya. Segera aku membersihkan diri dan memutuskan untuk
tidur setelah mengunci pintu.

Anda mungkin juga menyukai