Anda di halaman 1dari 9

#1

Jawaban sebuah doa


Oleh : fadhiil Nafi Ridhwan

Cuaca yang begitu indah dan sangat bersahabat pada siang hari ini dan aku memutuskan mau
pergi jalan-jalan bersama teman-teman, Sambil membawa buku harianku, dan aku memandang
foto mereka pada bawah pohon yang indah, aku sangatmerindukan teman-teman dan tidak
sadar air mata mulai mengalir.

Dulu aku dikenal dengan sosok yang pendiam, disekolah, atau ditempat yang lainnya, dan
orang-orang mengenal ku anak perempuan yang tidak mau bergaul.

Bukan hanya sulit bergaul,bahkan berbicara saja


aku sangat sulit untuk melakukan itu.
Nita adalah Namaku… aku memiliki nama yang ucap semua teman-temanku,,, tetapi kok nggak
sama seperti orang nyayaaa? hehehehe,,, Aris dan teman-temannya telah melakukan
kesalahan lagi hari ini,,,dan aku hanya dapat mengelus dada,,,,karena semua itu tidak
menyakitkan untukku.

““Kemarin aku kena lemparan bola yang terlihat kotor dan penuh dengan tanah hingga bajuku
sangat kotor,,, Hari kemarinnya juga sebuah tas merah kesayanganku banyak sekali coretan
yang terkena spidol biru,,

““Dan kemarin-kemarinnya jugaaku dimarahi karena dan ditertawakan mereka yang bilang aku
tidak
boleh tertawa sehingga aku dibilang orang yang Konyolbukan?““

““Begitulah cerita kehidupan kupada masa putih biru,,,, Aku anak yang rajin dan selalu datang
paling pagi,,, dan pulang yang paling awal karena aku takut sering jadi olokan teman-teman
karena terlalu lama berada disekolah.““

““Aku tidak mau jajan dikantin, karena aku takut meninggalkan kelas bahkan barang-barangku
sering hilang dan tidak utuh lagi maka aku menjadi anak yang kuperyang sering tertekan dan
tidak punya teman,,, hingga tidak terhitung lagi aku menangis dirumah pada saat sepulang
sekolah, Emosiku tidakstabil aku mudah sekali dan suka menyalahkan orang lain.

“YaAlloh..berikan aku satu sahabat yang baik dan setia padaku,,, ucap dalam sujudku.
sehingga lupa bagaimana rasanya mempunyai impian dalam hidup,,, karena Setiap hari aku
hanya bisa menganis karena jarang bertemu dangan orang yang baik,,,

Saat itu pun aku merasa sangat putus asa. Hingga aku memutuskan untuk pindah kesekolahan
lain dan yang jauh,,,Tetapi Allah punya rencana lain untukku.
Aku tidak diterima dan gagal seleksi tahap akhir karena nilai kimia yang kurang 0,5 poin aku
gagal
untuk menjauhi teman-temanku yang jahat dan suka menggangguku. Aku sangat sedih dan
menangis semalaman.

Singkatcerita,,,,
Akhirnya aku akan memberanikan untuk mulai bergabung dengan semua teman-temanku dan
ikut ekstrakurikuler pencak silat pada saat aku mulai memasuki putih-abuini. sehingga Allah
menjawab semua do’aku,,, aku mendapatkan teman yang baik setelah aku mengikuti kegiatan
eksrakulikuleraku mendapatkan teman yang baik sekali samaaku,,

Semakin lama pada saat ekskul ini sungguh rasa yang berbeda karena dengan aku mengikuti
Ekskulternyata mempunyi kehangatan sebuah keluarga dan teman yang baik.

Berlahan-lahan aku mencoba berubah dengan Sifat dan tinggkah laku aku selama ini untuk
menunjukkan bahwa diri aku ini seorang yang kuat, percayaan diri tumbuh dengan dewasa.

Singkat cerita teman-temanku juga telah berubah kepadaku mereka menjadi orang orang yang
sangat baik sama aku dan tidak pernah mengganggu aku lagi bahkan mereka suka sekali
membantuaku, terimakasih YaAlloh kau telah mengabulkan permintaanaku…

#2
Memories
Oleh : Esti Kholifatul Kartika
Namaku Leanna, seorang anak remaja yang baru lulus SMP. Usiaku lima belas tahun. Aku
anak tunggal, perempuan. Untuk remaja seumuranku, tidak ada yang spesial tentangku. Aku
berambut hitam, panjang, dan lurus. Aku suka membaca dan mempunyai satu ekor kucing di
rumah. Aku bukan anak yang pintar, apalagi populer. Nilaiku rata-rata, tidak ada yang terlalu
cemerlang. Sore ini, Aku hanya duduk termenung di teras rumah. Memandangi matahari yang
akan tenggelam. Tangan kiri ku terangkat, mataku mengamati sesuatu yang melingkar di sana,
gelang. Aku masih mengingat dengan jelas orang yang memberikan gelang ini padaku, Emma,
sahabatku. Melihat gelang ini membuatku teringat kepada nya.

Pagi itu, saat aku masih duduk di bangku kelas 8. Gerimis turun sepanjang perjalanan menuju
sekolah. Papa mengemudikan mobil dengan cepat, menerobos jutaan tetes air. Aku menatap
jalanan basah dari balik jendela. Aku selalu suka hujan. Menatap butiran air jatuh, itu selalu
menyenangkan. ”Kamu nanti pulang sore?” Papa bertanya, tangannya menekan klakson, ada
angkutan umum mengetem sembarangan, menghambat lalu lintas pagi yang mulai macet di
depan. ”Tidak ada les Pa, Lea langsung pulang dari sekolah,” aku menjawab tanpa menoleh,
tetap menatap langit gelap. ”Oh. Sepertinya Papa tidak bisa menjemput. Kamu bisa pulang
sendiri kan?” Aku mengangguk. Tanganku menyentuh jendela mobil, dingin. Aku menatap halte
yang baru saja kami lewati. Ada lima-enam anak sekolah sepertiku sedang menunggu angkutan
umum dan beberapa pekerja kantoran. Lampu kendaraan menyala, kedip-kedip. Beberapa
pedagang asongan berdiri dan seorang pengamen membiarkan gitarnya tersampir di pundak.
Pemandangan yang biasa sebenarnya, tapi hujan gerimis membuat suasana terlihat berbeda.
Gerimis menderas, para siswa yang satu sekolah denganku berhamburan turun dari angkutan
umum, mobil, motor, atau jalan kaki. Mereka bergegas masuk menuju bangunan yang kering.
”Kamu bawa saja payungnya, Lea,” Papa menoleh, menunjuk ke belakang. ”Tenang saja, di
kantor nanti Papa bisa minta tolong satpam membawakan payung ke parkiran. Atau menyuruh
siapalah untuk memarkirkan mobil,” Papa seakan mengerti apa yang kupikirkan. Tanpa banyak
bicara, aku meraih payung di belakang kursi, mencium tangan Papa, membuka pintu mobil,
beranjak turun, lalu mengembangkan payung. ”Dadah, Papa!” ”Dadah, Lea!” Aku menutup pintu
mobil. Dua detik kemudian, mobil Papa kembali masuk ke jalanan. Aku masih berdiri di depan
sekolah, sedikit mendongak melihat awan hitam di atas sana. ”Pagi, Lea,” Ressa, teman satu
meja sekaligus sahabatku, berseru. Kepalaku yang mendongak menoleh. ”Kenapa kamu masih
di sini, Lea?” Ressa tertawa riang. Dia baru menapakkan kaki di depan sekolah, dengan payung
transparan yang mengembang sempurna. ”Eh, tidak apa-apa. Pagi juga, Res,” Aku menjawab
sambil tersenyum. ”Cepat, Lea, sebentar lagi bel,” Ressa sudah berlari-lari kecil melintasi
gerbang sekolah. Aku menyusul langkah Ressa, menyejajarinya. ”Kamu sudah mengerjakan
PR dari Pak Rudi?” Ressa menoleh, wajahnya seperti sedang membayangkan sebuah bencana
jika aku menjawab tidak. Aku tertawa. ”Sudah dong.” ”Oh, syukurlah,” Ressa menghela napas
lega. ”Aku baru tadi subuh menyelesaikannya. Semalam aku lupa kalau ada PR, malah asyik
nonton drama Korea. Pak Rudi bisa mengamuk kalau ada yang tidak mengerjakan PR-nya lagi.
Iya kalau cuma dimarahi, kalau disuruh berdiri di dekat papan tulis selama pelajaran?Itu
memalukan, bukan?” Aku tidak berkomentar, menguncupkan payung. Kami sudah tiba di
bangunan sekolah, melangkah ke lorong, menuju anak tangga. Kelas delapan terletak di lantai
dua bangunan sekolah. Bel berdering persis saat kami hendak naik tangga, membuyarkan
dengung suara keramaian anak-anak bercampur suara gerimis. Guru-guru sudah keluar dari
ruang guru, menuju kelas masing-masing. Tidak ada yang ingin terlambat saat pelajaran
dimulai. Sialnya, saat bergegas menaiki anak tangga, Ressa bertabrakan dengan teman lain
yang juga bergegas. ”Heh, lihat-lihat dong!” Ressa berseru ketus. ”Eh, maaf. Aku sedang buru-
buru, permisi,” Setelah mengatakan itu dia beranjak menaiki tangga. Ressa berdecak pelan,
menepuk lengannya yang terhantam dinding. beranjak ikut naik tangga. Keributan di anak
tangga mencair. Saat akan ikut naik, tanpa sengaja aku melihat sebuah gelang dilantai. Karena
kupikir ini milik anak yang menabrak Ressa, jadi aku mengambilnya dan segera beranjak
menaiki tangga.

Suara sepatu Pak Rudi terdengar bahkan sebelum dia tiba di pintu kelas. Dalam satu bulan,
semua murid baru sekolah ini bahkan bisa tahu dialah guru paling galak di sekolah. Wajahnya
jarang tersenyum, suaranya tegas, dan hukumannya selalu membuat murid merasa malu. Aku
sebenarnya tidak punya masalah dengan guru galak, tapi itu tetap bukan kabar baik bagiku,
karena Pak Rudi mengajar matematika, pelajaran yang tidak terlalu kukuasai. ”Pagi, anak-
anak,” Pak Rudi memecah suara hujan. Kami menjawab salam. ”Keluarkan buku paket kalian,
kita lanjutkan materi kemarin,” Kalimat standar pembuka pelajaran Pak Rudi. Dengan begitu
pembelajaran dimulai seperti biasanya.
Aku dan Ressa sedang berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang. Saat sedang
berjalan, aku melihat siswa yang tadi pagi menabrak Ressa, dia terlihat sedang berusaha
mengipasi pakaiannya yang basah kuyup. Sekolah sudah sepi, karena ini sudah lewat setengah
jam dari jam pulang. Aku langsung menghampirinya, ”Kamu tidak apa-apa?” Dia menoleh, ”Oh,
iya terimakasih aku baik-baik saja,” Ressa berkata, ”Aduh, pakaianmu basah. Sebenarnya apa
yang kamu lakukan? Ah itu nanti saja, kamu membawa baju ganti?” Yang ditanyai hanya
menggeleng. ”Kamu membawanya kan, Lea? Bisa kamu pinjamkan?” Tanpa menjawab, aku
langsung mengambil dan memberikan kaos, celana serta handuk kecil yang kubawa. ”Mungkin
akan sedikit kebesaran, tapi ini lebih baik daripada kamu masuk angin,” Aku menyodorkan
pakaianku. ”Apa tidak masalah?” Dia bertanya dengan ragu. ”Tentu,” Setelah itu kami pergi
menemaninya ke toilet untuk ganti pakaian. Aku dan Ressa menunggu diluar toilet. Sebenarnya
aku dan Ressa berencana pergi bermain bersama setelah pulang sekolah. Aku bahkan sudah
meminta izin serta uang saku pada Mama, dan beliau mengizinkan, tapi sepertinya rencana
ituharus ditunda. Setelah menunggu beberapa menit, siswa tadi keluar dari toilet. ”Terimakasih
ya-” ”Ressa, namaku Ressa dan dia Lea. Kami dari kelas 8D,” Ressa memotong perkataannya.
”Oh, namaku Emma. Kelas 8B,” Emma memperkenalkan diri. ”Aku akan mengembalikan
pakaianmu secepatnya, Lea,” Emma berkata padaku. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Kami bertiga berjalan keluar sekolah, duduk di halte yang sudah sepi. Ressa yang sudah tidak
dapat menahan rasa penasarannya pun bertanya. ”Sebenarnya kenapa kamu bisa basah kuyup
begitu, Emma?” ”Aku sebenarnya, sebenarnya teman sekelasku agak tidak suka padaku. Jadi
mereka kesal dan menyiram ku dengan air, atau terkadang mengolok-olok diriku,” Emma
menjawab dengan lirih, lalu mendongak melihat wajah kami. ”Ta-tapi tidak apa-apa kok.
Lagipula memang aku yang salah. Seharusnya aku memberikan sedikit waktu luang untuk
teman-teman, tapi aku selalu memanggil guru atau meminta tugas saat jam kosong,” Emma
melanjutkan perkataannya. ”Hah?! Bagaimana bisa begitu! Lagipula kelas kita juga selalu ada
perwakilan untuk memanggil guru atau meminta tugas saat jam kosong. Yang lain juga tidak
masalah kok! Kenapa mereka seenaknya saja! Dan kamu sama sekali tidak salah Emma,”
Ressa mengeluarkan kalimat protesnya. ”Iya Emma, kamu tidak salah,” Aku membenarkan
kalimat terakhir Ressa. Emma hanya diam. ”Oh iya, kamu mau ikut kita berjalan-jalan, Emma?”
Ressa menggajak Emma untuk ikut bermain. ”Sepertinya kapan-kapan saja ya. Aku harus
pulang, aku pasti akan mengembalikan pakaianmu secepatnya. Dadah Lea, Ressa!” Setelah
mengatakan hal itu dia langsung masuk ke dalam bus dan berlalu dari hadapan kami. ”Kita
bagaimana?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku. ”Bagaimana kalau kita ke rumahku
saja? Sekalian mengerjakan tugas,” Ressa mengusulkan. ”Ya sudah, Ayo,” Aku menyetujui
usulannya. Ressa berjalan memimpin.

Hari Sabtu pagi, aku, Ressa, dan Emma sedang berada di sebuah kafe di dekat sekolah.
Kami menikmati makanan yang kami pesan dengan sesekali bercanda ria. Semenjak Emma
mengembalikan pakaian yang dia pinjam dariku, kami bertiga semakin dekat dan sering
bermain bersama. Kami juga saling berbagi cerita, seperti kakak kelas yang disukai Ressa,
teman-teman kelas yang masih mengganggu Emma, ataupun salah satu teman kelas yang
senang menjahili ku. Terkadang kami juga mendapat masalah, seperti olok-olokan dari teman
sekelas Emma. Mereka senang menertawakan aku dan Ressa yang katanya mau-mau saja
berteman dengan anak caper (cari perhatian). Pertemanan kami menimbulkan gosip. Mereka
selalu mengolok-olok Emma, tetapi Emma tetap tegar, selalu tersenyum. Sebenarnya Emma
memang anak yang baik. Hanya saja teman-teman tidak mengenalnya dengan baik seperti aku
dan Ressa. Hari itu, aku tiba-tiba teringat sesuatu, aku bertanya sambil menyodorkan sesuatu
kepada Emma, ”Emma, aku menemukan gelang ini saat kamu menabrak Ressa waktu itu. Apa
ini milikmu?” ”Oh, ya ampun. Aku sampai lupa kalau punya gelang itu. Itu memang milikku, tapi
kamu boleh menyimpannya, Lea. Itu hadiah dariku,” Emma menjawab sambil terkekeh geli.
Kami melanjutkan candaan yang sempat terpotong. Hingga matahari bersinar terik-tepat jam 12
siang-kami pulang ke rumah masing-masing.

Tak terasa tahun ajaran sudah hampir selesai. Kami semua sibuk dengan persiapan
Penilaian Akhir Tahun. Teman sekelas Emma kini sudah jarang mengganggu kami bertiga.
Sambil duduk santai di meja kantin, aku iseng bertanya pada Ressa dan Emma, ”Kira-kira saat
kita kelas 9, kita bertiga akan sekelas tidak ya?” “Ayah dan Ibu akan pulang kampung.
Sepertinya kita akan berpisah, Ressa, Lea,” Kulihat matanya berkaca-kaca. “Emma, walaupun
kita berpisah, tapi kita akan berteman selamanya,” Ressa berbicara mewakilkan ku. ”Benar,”
Aku mengangguk mengiyakan. Dengan begitu, Emma pindah setelah PAT selesai. Aku dan
Ressa tak pernah bertemu dengannya bahkan sampai saat ini, setelah kelulusan SMP. Sampai
sekarang aku masih terus menyimpan gelang pemberiannya. Aku hanya berharap dapat
menemuinya lagi suatu hari nanti.

#3
Kenangan Pertama
Oleh : Alfira Aulia Rosanti
Pada hari di bulan Juni, memperoleh sebuah brosur wisata nama wisata yang begitu seklip
namun cantik. Membuatku terbang untuk ke sana dan menyuruh ku datang pada pukul 00.00
WIB di mana wisata itu buka. Ku bersemangat untuk mendatanginya, dengan banyak persiapan
dan bekal dan kuputuskan untuk datang ke sana bersama dua sahabatku.

Dengan senyum yang lebar aku melangkahkan kaki masuk ke tempat wisata itu begitu takjub
nya aku dan sahabatku saat melihat air terjun yang mengalir deras dengan kolam yang begitu
jernih. Pemandangan alam yang begitu menakjubkan, suasana yang begitu asri segarnya angin
mengembuskan ku membuat ingin berendam.

Tanpa basa-basi aku langsung mengganti bajuku menaruh semua barang yang kubawa dan
langsung menyeburkan diri ke kolam yang begitu jernih.

Jujur ini pengalaman pertama ku datang ke ke tempat yang begitu sejuk awalnya kupikir
bahwa tempat ini sama seperti air terjun lainnya.

Melihat waktu menunjukkan pukul 10.00 membuatku ingin lebih menikmati suasana di sini
karena jam 12. 00 waktu untuk pulang. Berfoto melompat dari atas tebing bermain bersama
sahabat menyelam dan akhirnya waktu untuk pulang tiba. Rasanya ingin lebih lama tapi mau
bagaimana lagi, aku bergegas merapikan diri dan pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah aku langsung mengistirahatkan badan. Lelah, capek, 8, menjadi satu
tetapi aku sangat senang titik pengalaman pertamaku tempat wisata air terjun bersama sahabat
sangat menyenangkan titik namun sayangnya waktu yang dihabiskan tidak banyak aku berjanji
untuk mendatanginya lagi lain waktu bersama keluarga.

#3
Masa Putih Biru
Oleh : Adriyan Bintang Mulya Rizqy

Masa-masa putih biru adalah masa dimana kita memnempuh pendididkan ketingkat sekolah
ayang lebih tinggi setelah lulus dari sekolah dasar. Masa dimana kita bisa mengenal teman-
teman baru, baik laki-laki dan maupun perempuan.

Tetapi pada saat aku memulai masa smpku, semuanya terasa berbeda dari tahun
sebelumnya, karena pada saat itu terjadi pandemi Virus Corona yang akhirnya aku memulai
masa smpku dari rumah. Dan juga semua kegiatan belajar pun melalui internet atau daring.

Semua terasa membosankan tapi ini merupakan cara terbaik yang bisa dilakukan untuk
belajar saat aku smp. Tetapi aku juga bisa mendapatkan teman-teman baru, dan kami
berkomunikasi melalui sebuah aplikasi komunikasi online.

Tidak terasa waktu terus berjalan dan akhirnya aku pun naik kelas 8, tapi virus corona pun
belum berakhir juga. Sangat membosankan harus terus-menerus belajar dari rumah, semoga
saja semua kesulitan ini dapat berlalu dan aku pun bisa belajar dan bermain bersama teman-
temanku di sekolah nanti.

#4
Biarlah Waktu Yang Menjawab
Oleh : Velofe Nindia Rizki

Masa SMP adalah masa yang indah, putih biru merupakan lambang segala masa bersama
selama 3 tahun. Di masa ini sungguh banyak cerita dan kisah yang menarik orang bilang masa
SMP adalah masa-masa yang paling indah dibanding sama sekolah lainnya, karena di sini
mulai tumbuh benih-benih cinta dan emosi yang tidak stabil. Di sinilah cerita dimulai.

Namaku ifa, Aku bersekolah di salah satu SMP yang merupakan sekolah unggulan di kota
Jogja. Sekarang aku duduk di kelas 2 SMP. Di kelas ada sebuah geng laki-laki dengan julukan
3 serangkai yang menjadi penguasa kelas dan membuat teman-temanku harus menuruti
perkataan mereka. Geng ini memiliki ketua yang pintar, ganteng, tetapi sifatnya cuek ia
bernama Nafi. Anggota yang kedua ini adalah anak keturunan Arab, ganteng, tetapi sifatnya
yang sombong dan galak membuat ia tidak disukai oleh teman perempuan. Iya bernama Akmal.
Dan anggota yang kedua ini orangnya gendut, kelihatan galak, namun ia memiliki selera humor
yang rendah, namanya Wahyu.

"Kintul beliin aku jajan di kantin nih mang nya." Hujan navi sambil melempar uang.
"iyaaa", jawab Riko pasrah.

Namanya Riko, "Kintul" adalah julukannya. Dia adalah anak kaya raya keturunan Arab yang
masih ada hubungannya saudara dengan Akmal. Dia diganggu geng tiga serangkai karena
gendut dan kurang pintar.

Tak terasa 1 tahun berlalu, kini Aku duduk di kelas 3 SMP. Di tahun ini banyak yang berubah
misalnya sifat tiga serangkai yang lebih ramah dan asik. Mereka sudah jarang mengangkut
teman-teman.

Hari Jumat adalah jadwal piket ku, tugasku adalah mengambil makan siang dari dapur sekolah.

#5
Masa SMP Ku Di Rumah
Oleh : Decha Naswa Kirani

Masa SMA adalah masa-masak paling kompleks. Di SMP tu mulai dari cinta-cintaan, bandel-
bandelnya, dihukum guru, sampai belajar sungguh-sungguh sebelum UAN. Yah! SMP tu di
mana kita masih labil-labilnya. Dibilang anak-anak nggak mau, dibilang dewasa juga belum.
Udah labil, unyu, galau, eksis! Asyiek!!

Tapi tidak tahun sekarang. Tahun di mana adanya covid 19 menyebar dan ya kalian tahu
bahwa sekarang pacaran cover meningkat di dampak virus covit yang baru-baru ini. Jadi lebih
baik kalian bantuin protokol kesehatan teman! Jika kalian ingin selamat maka patuhi aturan
pemerintah dan jangan pergi jauh-jauh dari kampung halaman.Agar kita semua tidak mendapat
kerugian, baik untuk kamu mau pun kita semua!

Oh ya! Aku pernah mendapat cerita pengalaman dari kakak perempuanku, dimana masa putih
biru sangat mengharukan maupun mengasyikkan apalagi di masa kelas 8 (kata kakakku
hehehe)

(Aku dan kakakku bercerita) "Sedang di kamar"


aku "kak enak nggak pas masa-masa kelas 8?
Kakak "ya begitu, ada yang mengenakan ada yang tidak, tapi lebih seru di masa kelas 8! Di
mana kalian bisa menemukan jati diri kalian dan guru kakak pernah bilang gini ("Sekarang
kalian besar di mana kalian bisa sadar akan hal-hal yang menurutmu baik atau tidak dan kalian
bisa cari jati diri kalian sendiri") Sampai-sampai ai ni guru kakak sering marah gara-gara kita
masa itu masih bandel bandel nya, Tapi marahnya guru sudah terbiasa si bagi kita. Bagi
mereka sering ke ruang bk wkwkwk
Aku "enak dong masa masa gitu, jadi pengen hehehe"
Kakak "Apalagi dimasa itu gaada genk-genk-an, kita masih solid. Dimana cewe sama cowo
pada cinta-cintaan, cinta monyet wkwk"
Ibu "echaa"
Aku "iya bu...! Bentar ka, udah dulu ceritanya."

#6
Masa Putih Biru
Oleh : Diaz Sekar Panggulun

Masa putih biru adalah masa dimana kita menempuh pendidikan ketingkat sekolah yang lebih
tinggi setelah lulus dari sekolah dasar. Masa putih biru juga bisa disebut masa dimana remajaku
dimulai.

Saat ini saya akan menceritakan tentang masa putih biru saya, masa masa smp dan
kenangan ini dimulai dari tahun 2020, saat itu saya baru saja lulus dari SD, pada saat itu saya
sekolah di SD NEGERI 2 SOKARAJA KULON yang letaknya tidak jauh dari rumah saya. Saya
merasa senang karena saya sudah duduk di smp ini karena saya akan mendapatkan teman
baru.
Dikelas 7, saya mendapatkan teman baru. Pada awal-awal masih baik-baik karena masih
canggung (mungkin hehe), lama kelamaan muncul lah teman-teman yang seru-seru yang bisa
di ajak bercanda atau membahas tentang pelajaran dan sebagainya ya walaupun online tetapi
ya tidak apa-apa itupun saya juga sudah senang. Pada saat kelas 7 saya mendapat kelas 7 D
yang diwali kelasi oleh Ibu Nur dan ya bu nur itu asik.

Jujur saya sedih ketika mendengar sekolah dilaksanakan secara daring namun mungkin ini
yang terbaik untuk memutuskan rantai covid 19 ini yang sampai sekarang pun juga belum
selesai, tetapi walaupun dilaksanakan secara online alhamdulillah saya tetap bisa mengikuti
nya dengan baik ya walaupun kadang ada yang mungkin saya tidak paham namun saya akan
mencoba mencari di internet.

Tidak terasa baru kemarin saya kelas 7 dan sekarang sudah naik kelas 8. Dan inilah yang di
tunggu-tunggu sejak lama yaitu Study Tour tetapi pandemi ini pun belum selesai juga, saya
merasa sedih karena tidak bisa melaksanakan study tour bersama teman-teman dan bapak/ibu
guru. Walaupun tidak ada kegiatan rekreasi dan sebagainya tapi saya akan mencoba untuk
biasa saja karena jika kita tetap memaksakan semuanya itu tidak bisa, tetapi saya juga tidak
tahu kedepan nya bagaimana apakah tetap dilaksanakan study tour atau tidak. Tetapi saya
selalu berdoa semoga pandemi ini cepat selesai dan jangan lupa tetap mematuhi protokol
kesehatan karena adanya kesadaran kitalah yang menjadikan pandemi ini akan cepat selesai.

Oke sekian dulu dari saya mohon maaf bila banyak kesalahan dan terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai