Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inkontinensia Urin

2.1.1 Definisi

Inkontinensia urin (IU) oleh International Continence Society (ICS)

didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau

dikontrol, secara obyektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah

sosial atau higienis.1,2,3,4,5

2.1.2 Angka Kejadian

Thom et al melalui penelitiannya menyatakan bahwa prevalensi

inkontinensia urin pada wanita usia tua sekitar 35%, sedangkan pada wanita

usia muda sekitar 28%.6 Hampel dan rekan lebih jauh menyatakan variasi

angka kejadian kasus inkontinensia urin, yaitu sebesar 29% pada wanita usia

30-60 tahun, dan 16% pada wanita usia < 30 tahun.3

Penelitian oleh Dorothy Kammerer menyatakan bahwa prevalensi

inkontinensia urin (IU) sebesar 10 -25 % pada wanita usia < 65 tahun dan >

30 % pada wanita usia > 65 tahun, bahkan pada penelitian yang sama ia

mendapatkan data bahwa penyakit ini menghabiskan biaya nasional sebesar

16,3 juta dollar AS, dengan biaya personal yang mencapai 900 dollar AS per

pasien.7

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Klasifikasi

Inkontinensia urin merupakan kejadian dengan multietiologi dan dibagi

menjadi inkontinensia urin tipe stress, inkontinensia urin tipe urgensi, dan

inkontinensia urin tipe mixed.1,2,3

Tabel 1. Klasifikasi Inkontinensia Urin


Sumber : Reproducibility of a cough and jump stress test for the evaluation of urinary
incontinence. The International Urogynecological Association 2012

Inkontinensia urin tipe stress merupakan inkontinensia urin yang terjadi

saat tekanan intraabdomen menekan kandung kemih, misalnya saat batuk,

bersin, maupun tertawa.

Inkontinensia tipe urgensi merupakan inkontinensia yang didahului

oleh keinginan untuk berkemih secara mendadak dan hebat. Beberapa

Universitas Sumatera Utara


pasien mengeluhkan mereka tidak sempat ke toilet untuk berkemih.
2
Penyebabnya secara umum ialah kontraksi otot detrusor yang involuter.

Lebih jauh lagi, tipe urgensi dibagi lagi menjadi dua subtype : sensori ( akibat

iritasi local, inflamasi, atau infeksi) ataupun neurologis (hilangnya inhibisi otak

terhadap otak detrusor).8

Inkontinensia campuran merupakan inkontinensia dengan jenis yang

merupakan gabungan dari jenis stress dan jenis urgensi. 2

2.1.4 Diagnosis

Kejadian inkontinensia urin meningkat seiring dengan umur, dan

mempengaruhi kualitas hidup.3 Penilaian awal dalam penyakit ini ialah

menegakkan diagnosis dan menentukan tipe inkontinensia. Sama halnya

dengan usaha menegakkan penyakit lainnya, pemeriksaan inkontinensia urin

meliputi anamnesis lengkap mengenai riwayat medis, misalnya batuk kronis,

penggunaan diuretik pada pasien dengan penyakit jantung, gangguan

persarafan dan gangguan mobilisasi yang menyebabkan inkontinensia

fungsional. Selain itu juga meliputi pembedahan obstetri dan ginekologi,

riwayat kelainan ginekologi, khususnya mengenai kondisi hormon estrogen.

Anamnesis idealnya juga mengenai tipe, durasi, frekuensi, jumlah urin, faktor

yang merangsang, akibat sosial yang ditimbulkan, pengaruh terhadap

hygiene dan kualitas hidup.3,8

Universitas Sumatera Utara


Inkontinensia urin pada awalnya dibagi menjadi transien dan kronik.

Inkontinensia transien merupakan kejadian keluarnya urin secara spontan

yang secara spontan keluhannya akan menghilang apabila penyebabnya

ditangani. Sedangkan inkontinensia kronis tidak dapat menghilang secara

spontan, diklasifikasikan menjadi tipe stress, urgensi, gabungan dan

fungsional.8

Inkontinensia urin transien biasanya terjadi secara tiba-tiba dan telah

terjadi selama lebih dari enam minggu. Penyebab dari inkontinensia urin tipe

transien antara lain delirium, infeksi, vaginitis atropi, obat-obatan, gangguan

psikologis, peningkatan jumlah urin abnormal, gangguan bergerak/retensi

urin, dan penumpukan feses yang berlebihan. Gejala-gejala ini sering

disingkat menjadi DIAPPERS (delirium, infection, atrophic vaginitis,

pharmaceuticals, psychological disorder, excessive urine output, reduced

mobility, and stool impaction).8

Pemeriksaan fisik antara lain meliputi pemeriksaan jantung dengan

menilai apakah ada tanda-tanda overload yang mungkin berkaitan dengan -

volume overload urin, palpasi abdomen untuk menilai apakah ada massa

yang teraba ataupun distensi kandung kemih, fungsi dan mobilitas

ekstremitas, pemeriksaan saraf, terutama gangguan persarafan S2-4 dan

pemeriksaan uroginekologis. Misalnya dengan tonus sfingter ani yang

menggambarkan inervasi dinding panggul, pemeriksaan rectum untuk menilai

apakah ada tekanan fekal oleh feses.1,2,8

Universitas Sumatera Utara


Pemeriksaan vagina untuk menilai lokasi, ukuran dan nyeri vesika

urinaria, uterus, cervix dan adneksa. Mengukur kekuatan otot levator ani

dengan cara meraba bagian dalam vagina dalam kedaan pasien mengedan,

apakah teraba lipatan otot. Nyeri mungkin menunjukkan adanya infeksi

kandung kemih atau sistitis interstisial. 1

Metode kuesioner Inkontinensia Urin terbagi atas pengukuruan derajat

keparahan, pengukuran kualitas hidup pasien, kuesioner diagnostik serta

skrining. Kebanyakan kuesioner mengenai IU bisaanya hanya mencakup

satu atau beberapa aspek di atas.

Kuesioner mengenai IU antara lain The International Consultation on

Incontinence Questionnaire-Urinary Incontinence Short Form (ICIQ-UI) dan

Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID). ICIQ-UI mencakup

nilai keparahan gejala, dan informasi mengenai saat terjadinya kebocoran

urin. Sedangkan QUID menilai frekuensi gejala stress dan urgensi.3,5,13

2.2 Inkontinensia Urine tipe Stres

2.2.1 Definisi

Inkontinensia urin yang terjadi saat tekanan intraabdomen menekan

kandung kemih ini disebabkan oleh karena hipermobilitas dari uretra, dan

defisiensi sfingter intrinsik. 2,4

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Angka Kejadian

Inkontinensia urin tipe stress (SUI), disebut juga genuine stress

incontinence, merupakan jenis inkontinensia urin yang paling sering dijumpai,

dengan angka kejadian 50-70% dari seluruh kejadian inkontinensia urin.

Prevalensi inkontinensia urin (IU) tipe stress dua kali lebih sering

dibandingkan dengan pada laki-laki, dengan angka prevalensi sebesar 10-

20%.1,3 Hampel et al, 2012, menyatakan bahwa 78% kasus inkontinensia urin

merupakan tipe stress.3,6 Berbeda halnya dengan Karl, prevalensi IU tipe stress

berkisar antara 4-35%. Ia berpendapat bahwa besarnya rentang prevalensi

dipengaruhi oleh belum adanya definisi yang tersandardisasi, hal ini menyebabkan

kesulitan dalam analisa epidemiologi dari beberapa penelitian.6

2.2.3 Klasifikasi Inkontinensia Urin tipe Stres

IU tipe stress dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu:

Tipe 0 ; Pasien mengeluhkan adanya kebocoran urin, tetapi tidak dapat

dibuktikan melalui pemeriksaan

Tipe 1 ; Inkontinensia tipe stress terjadi pada pemeriksaan dengan tindakan

stress dan adanya sedikit penurunan uretra pada leher vesika urinaria

Tipe 2 ; Inkontinensia tipe stress terjadi pada pemeriksaan dengan tindakan

stress dan adanya penurunan uretra pada leher vesika urinaria mencapai 2

cm atau lebih

Universitas Sumatera Utara


Tipe 3 ; Uretra terbuka dan area leher vesika urinaria terbuka tanpa kontraksi

kandung kemih. Leher uretra menjadi fibrotik dengan gangguan neurologik

atau keduanya. Disebut juga sebagai defisiensi sfingter instrinsik.

2.2.4 Faktor Resiko

Faktor-faktor resiko inkontinensia urin tipe stres (SUI) antara lain jenis

kelamin, suku bangsa, usia, hipoestrogen, paritas, jumlah kelahiran

pervaginam, kondisi medis khusus, riwayat operasi pelvis, obat-obatan,

peningkatan tekanan abdominal yang kronis (misalnya PPOK, konstipasi

kronis, obesitas).2

Bump dan Norton mengklasifikasikan faktor resiko inkontinensia urin

menjadi faktor yang mengintervensi, predisposisi, merangsang, promosi dan

yang mendekompensasi. Lebih lanjut, menurutnya faktor yang

mengintervensi misalnya kebiasaaan, alat-alat medis, dan riwayat

pembedahan. Faktor yang mempredisposisi antara lain jenis kelamin dan

suku bangsa. Faktor yang merangsang terjadinya IU antara lain riwayat

persalinan, trauma, dan radiasi. Faktor yang mempromosi antara lain

obesitas, penyakit paru-paru, merokok, menopause dan lain-lain. Sedangkan

faktor yang mendekompensasi antara lain penuaan. Namun tidak semua

hubungan antara faktor di atas dengan prevalensi IU dapat dijelaskan.6,20,21

Universitas Sumatera Utara


Gambar 1. Faktor Resiko Inkontinensia Urin tipe Stress
Sumber : Reproducibility of a cough and jump stress test for the evaluation of urinary
incontinence. The International Urogynecological Association 2012

Fenomena penurunan tonus otot, pengaruh jangka panjang denervasi

akibat trauma melahirkan, serta gangguan hormonal dipercaya mendasari

proses penuaan sebagai salah satu faktor resiko terjadinya IU.6

Peningkatan BMI > 30 kg/m2 dipercaya berkaitan erat dengan

kejadian inkontinensia urin. Mutasi pada reseptor B3-adrenergik pada wanita

yang mengalami obesitas, akan berpengaruh pada relaksasi otot detrusor.

Hal ini berkaitan dengan kejadian stress inkontinensia urin.4,6

Penelitian oleh Hannestad dan Bump menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan resiko relative terhadap IU tipe stress pada perokok sebesar 1,8

hingga 2,92 kali lipat. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan kejadian batuk

kronik pada wanita perokok.6

Universitas Sumatera Utara


Masih terdapat kontroversi antara pendapat yang mendukung

pendapat bahwa kehamilan dan persalinan menjadi faktor resiko terjadinya

IU, namun belum dapat dijelaskan secara pasti bagaimana mekasnisme

kehamilan dan persalinan dalam mempengaruhi terjadinya IU.6

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis inkontinensia urin tipe stres dilakukan melalui sebuah

kuesioner, yang dikenal dengan Questionnaire for Urinary Incontinence

Diagnosis (QUID). Kuesioner ini merupakan kuesioner yang telah diakui

validitas dan progresifitasnya dalam menegakkan diagnosis dan tipe

inkontinensia urin.3,8

Kelebihan QUID terletak pada jumlah pertanyaan yang singkat (6

pertanyaan), konsisten, serta nilainya berubah sesuai dengan perbaikan

gejala. Perubahan nilai sesuai dengan perbaikan gejala dinilai selama 3

bulan setelah menpat terapi non-bedah. 13

QUID diakui sebagai metode diagnostik inkontinensia urin yang valid

dan responsif, sehingga pemakaiannya terbukti bermanfaat terhadap dokter

dan pasien.13

Pad test (uji pembalut) merupakan salah satu modalitas diagnostik

alternatif terhadap inkontinensia urin tipe stress.15 Banyak penelitian

mengenai metode pemeriksaan pad test ini, namun hingga saat ini, metode

ini belum dipakai sebagai metode diagnostik inkontinensia urin tipe stres

Universitas Sumatera Utara


yang handal dengan nilai spesifisitas dan sensitifitas yang masih dalam

perdebatan.3,4,10

2.2.5.1 Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID)

Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) merupakan

kuesiner yang terdiri atas 6 pertanyaan untuk membedakan inkontinensia urin

tipe stress dan urgensi. Kuesioner ini diciptakan melalui serangkaian proses

review literatur, review klinis, pendapat ahli dan skrining pada pasien. QUID

merupakan kuesioner yang valid dalam menegakkan diagnosis inkontinensia

urin. QUID terbukti konsisten, valid, serta dapat menilai kemajuan terapi.13

QUID meliputi kehadiran dan frekuensi gejala IU tipe stress dan tipe

urgensi.13 Kuesioner ini terdiri dari 6 pertanyaan untuk menegakkan diagnosis

inkontinensia urin tipe stress maupun tipe urgensi.7 Setiap pertanyaan

memiliki 6 respon dengan nilai antara 0 sampai dengan 5. Nilainya masing-

masing pertanyaan dikalkulasi sehingga menghasilkan nilai tress dan nilai

urgensi, yang masing-masing bernilai 0-15. 7,13

Skor > 4 pada pemeriksaan indeks stres inkontinensia urin

menuunjukkan ketepatan diagnosis inkontinensia urin sebesar 80%,

sedangkan nilai > 6 pada indeks urgensi inkontinensia menunjukkan derajat

akurasi diagnosis yang sama. Kuesioner ini tidak hanya dapat digunakan

sebagai metode diagnostik saja, namun juga untuk menunjukkan derajat

keparahan dan penilaian hasil terapi.13

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2. Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID)
Sumber : Stress Urinary Incontinence.The Female Patient. Vol 32. March 2007

2.2.5.2 Pad Test (Uji Pembalut)

Pad Test sering digunakan peneliti untuk melihat adanya kebocoran

urin saat batuk, bersin dan aktivitas fisik lainnya.4.14.16 Uji ini dinilai dengan

melihat atau menghitung rembesan urin pada pembalut saat melakukan

pemeriksaan, sehingga uji ini sering juga disebut dengan Pad Test (Uji

Pembalut).16 Ada beberapa variasi pemeriksaan pad test, antara lain uji

Universitas Sumatera Utara


batuk, uji melompat, uji duduk-berdiri, dan berbagai volume kandung kemih.6

Uji stress ini sendiri belum divalidasi pemakaiannya oleh IUGA ataupun ICS.6

Pemakaian pad test dalam diagnosis inkontinensia urin tipe stress

masih merupakan metode yang kontroversial. Ada peneliti yang beranggapan

bahwa diagnosis uji stress cukup dengan kuesioner QUID, sesuai dengan

protokol inkontinensia urin oleh IUGA, namun ada juga yang berpendapat

bahwa uji stress dapat digunakan sebagai metode diagnostik alternatif

dengan nilai sensitifitas dan spesifisitas sebesar 88,1% dan 77,1%.6

Tes batuk/valsava dilakukan untuk melihat urin keluar dari uretra. Tes

ini dilakukan dengan cara posisi pasien semi litotomi atau berdiri,

sebelumnya kandung kemih pasien dikosongkan, dan diisi dengan saline

sebanyak 300 ml atau dengan minum air putih sebanyak 500 ml dan tunggu

hingga kandung kemih penuh atau ada rasa ingin berkemih. Ada banyak

variasi dalam melakukan uji stress ini. Salah satunya pada penelitian ini

dilakukan dengan cara pasien diminta untuk batuk sekuat-kuatnya dengan

mengedan sebanyak 3 kali, diikuti dengan pasien diminta melompat di tempat

sebanyak 20 kali dengan abduksi-dan adduksi kaki secara bergantian, diukur

jumlah urin yang bocor pada pembalut dengan cara menghitung

pertambahan beratnya sebelum dan sesudah uji ini.9,12,14 Uji stress batuk dan

melompat ini umum digunakan untuk mengevaluasi kejadian inkontinensia

urin sejak tahun 1998. 6,8

Universitas Sumatera Utara


Urutan uji stress menurut IUGA dan ICS :6,8

1. Pasien diminta untuk berkemih 2 jam sebelum pemeriksaan

2. Pasien minum 500 ml, dan habis dalam 15 menit

3. Tunggu hingga kandung kemih terisi baik (rasa ingin berkemih

dijumpai)

4. Pembalut ditimbang beratnya sebelum uji selanjutnya diteruskan

5. Pemakaian pembalut kering yang telah diukur sebelumnya

6. Pasien diminta untuk batuk keras sebanyak 3 kali

7. Pasien kemudian diminta untuk melompat di tempat sebanyak 20

kali dengan abduksi-dan adduksi kaki secara bergantian

8. Pembalut dikumpulkan dan ditimbang

9. Jumlah urin yang keluar dicatat

Didapati rembesan tetesan urin pada pembalut dan atau penambahan berat

pembalut sudah dapat dianggap signifikan untuk mendiagnosis uji stres

pembalut positif.8,9,17,18

Uji pembalut ini memiliki dikatakan negatif atau kering apabila

penambahan berat tidak mencapai 2 gram atau tidak ditemui rembesan urin

pada pembalut. Uji dikatakan positif apabila penambahan berat lebih dari 2

gram.14,19

Universitas Sumatera Utara


2.3 Kerangka Teori

HORMONAL BMI PARITAS

ANATOMI OPERASI

KELEMAHAN
SFINGTER

INKONTINENSIA
URIN TIPE STRESS

QUID

PAD TEST

2.4 Kerangka Konsep

INKONTINENSIA URIN PAD TEST ( UJI PEMBALUT)


TIPE STRESS

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

BMI
JUMLAH PARITAS
RIWAYAT OPERASI
GINEKOLOGIS

VARIABEL PERANCU

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai