Anda di halaman 1dari 32

A.

Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan

pendidikan menengah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup

menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu

berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis,

rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif (Puskur, 2002). Di samping

itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan pola pikir

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai

ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan

sikap siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.

Hal senada juga diungkapkan oleh Soedjadi (2004) bahwa pendidikan

matematika memiliki dua tujuan besar yang meliputi: (1) tujuan yang bersifat

formal yang memberi tekanan pada penataan nalar anak serta pembentukan

pribadi anak, dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada

penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika.

Dari tujuan di atas terlihat bahwa matematika sangat penting untuk

menumbuhkan penataan nalar atau kemampuan berpikir logis serta sikap

positif siswa yang berguna dalam mempelajari ilmu pengetahuan maupun

dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, sampai saat ini masih banyak keluhan, baik dari orang tua

siswa maupun pakar pendidikan matematika, tentang rendahnya kemampuan

1
siswa dalam aplikasi matematika, khususnya penerapan di dalam kehidupan

sehari-hari.

Hasil penelitian Suryanto dan Somerset terhadap 16 SLTP pada

beberapa propinsi di Indonesia juga menemukan bahwa hasil tes mata

pelajaran matematika siswa sangat rendah, utamanya pada soal cerita

matematika (aplikasi matematika) Zulkardi (2001). Sebenarnya tidak hanya

siswa pendidikan dasar di Indonesia yang memiliki kemampuan yang rendah

dalam penerapan matematika. Swoboda (2004) mengatakan bahwa siswa

pendidikan dasar di Negara Polandia juga mengalami kesulitan dalam

penerapan matematika antara lain konsep perbandingan. Selanjutnya

dikatakan bahwa pada konferensi-konferensi internasional aspek-aspek baru

pemahaman konsep perbandingan masih dirujuk (Swaboda, 2004).

Dari beberapa uraian diatas, jelas bahwa memang matematika memiliki

masalah tersendiri yang berbeda dengan pelajaran-pelajaran yang lain. Klarena

pada dasarnya matematika mulai dari SD sampai dengan SMA memiliki

hubungan yang sangat erat yang tidak mungkin dipisahkan, karena

menyangkut dasar kemampuan yang bisa meningkatkan pola fikir yang dari

setiap siswa dan menjadi syarat wajib untuk bisa menjalani pelajaran-pelajaran

pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi. Berfikir adalah syarat yang harus

terpenuhi bagi setiap siswa untuk mampu menyelesaikan permasalahan-

permasalahan yang ada di dalam atau diluar pelajaran itu sendiri.

Dalam makalah ini, selain tentang berfikir logis dan berfikir induktif,

pembuktian dengan induksi merupakan hal yang perlu di perhatikan untuk di

2
jalankan dalam rangka meningkatkan keyakinan peserta didik terhadap konsep

matematika yang dipelajari. Berpikir induktif atau induksi didefinisikan

sebagai proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan dari hal-hal khusus

ke hal yang umum (Sumarmo, 1987). Hal-hal khusus tersebut dapat berupa

beberapa premis, sedangkan hal yang umum merupakan satu kesimpulan atau

konklusi. Proses berpikir induktif diawali dengan memeriksa keadaan khusus

dari beberapa premis untuk memperoleh suatu persepsi tentang pola atau

keteraturan, serta kesamaan sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Dengan

demikian kesimpulan yang diperoleh melalui proses berpikir induktif sangat

dimungkinkan bernilai salah ataupun benar.

Banyak proposisi-proposisi dalam matematika memiliki bentuk

proposisi umum, yaitu tingkat kebenarannya dijamin untuk semua elemen dari

sebuah himpunan. Untuk membuktikan kebenaran dari proposisi tersebut,

tentunya diperlukan suatu metode yang efektif dan tidak cenderung untuk

mengecek kebenaran proposisi pada setiap elemen himpunan tersebut. Hal ini

masih mungkin dilakukan jika himpunan ruang lingkup proposisi tersebut

memiliki banyak elemen berhingga, namun bagaimana dengan himpunan yang

memiliki tak hingga banyaknya elemen, seperti himpunan seluruh bilangan

asli atau himpunan seluruh graf planar? Untuk membuktikan proposisi-

proposisi dalam ruang lingkup himpunan sedemikian, muncullah suatu metode

pembuktian yang dinamakan Prinsip Induksi Matematika.

Induksi matematika adalah suatu hal yang sederhana namun sangat

ampuh untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam banyak ruang lingkup,

3
seperti aritmatik, aljabar, dan geometri. Kebanyakan buku teks untuk pelajaran

sekolah yang membahas induksi matematika terbatas hanya pada proposisi-

proposisi yang berkaitan dengan teori bilangan, semisal rumus untuk jumlah

suatu deret, bergantung dari seberapa lihai kita melihat celah untuk

penggunaan induksi matematika. Metode dalam menggunakan induksi

matematika sangat bervariasi dan tidak kaku. Tiap-tiap metode memiliki tipe

penerapan tersendiri. Makalah ini akan membahas beberapa pengembangan

metode untuk induksi matematika dan tidak lupa menyertakan contoh

penggunaan metode-metode tersebut dalam menyelesaikan masalah pada

ruang lingkup matematika diskrit dan ruang lingkup lainnya.

Pada awalnya Prinsip Induksi Matematika hanya mengambil pada ruang

lingkup proposisi-proposisi yang benar-benar berkaitan pada bilangan bulat,

seperti jumlah dari suatu deret sepanjang n suku. Dengan berkembangnya

metode dalam induksi matematika ini, induksi menjadi salah satu metode yang

ampuh dalam menyelesaikan masalah-masalah yang tidak hanya berkaitan

dengan bilangan bulat. Contohnya induksi matematika dapat digunakan untuk

membuktikan identitas-identitas dalam peluang (kombinatorial), graf, bahkan

geometri.

Prinsip Induksi Matematika sendiri berdiri sebagai sebuah aksioma,

artinya kita menerima kebenaran dari prinsip tersebut tanpa meminta buktinya,

dan memang pada kenyataannya, Prinsip Induksi Matematika dianggap

sebagai salah satu dasar aksioma dalam beberapa teori matematika yang

melibatkan bilangan asli.

4
2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, permasalahan yang

akan diungkapkan dan akan dicari solusi pemecahannya adalah:

1. Bagaimana menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis dan

sikap positif terhadap matematika?

2. Bagaimana menggunakan pembuktian menggunakan induksi

matematika dalam membuktikan konsep-konsep matematika?

3. Tujuan Penulisan

Atas dasar permasalahan di atas, secara teoritis tujuan penulisan artikel

ini adalah

1. Untuk mengungkap sejauh mana pendekatan matematika untuk

dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir logis dan sikap

positif siswa dalam matematika yang pada akhirnya dapat

meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika.

2. Dapat membuktikan konsep matematika dengan menggunakan

pembuktian induksi

3. Dapat meningkatkan kemampuan siswa terhadap pelajaran

matematika pada pendidikan menengah.

B. Kajian Literatur dan Bahasan

1. Berpikir Logis

Berpikir merupakan suatu proses kegiatan untuk menemukan suatu

kebenaran atau pengetahuan yang benar. Kata benar dimungkinkan

5
berbeda bagi setiap orang, sehingga kegiatan proses berpikir juga

menghasilkan kebenaran pengetahuan yang berbeda pula. Oleh sebab itu

kriteria kebenaran yang merupakan landasan suatu proses penemuan

kebenaran tersebut menjadi sangat penting.

Kata logis sering digunakan seseorang ketika pendapat orang lain

tidak sesuai dengan pengambilan keputusan (tidak masuk akal) dari suatu

persoalan. Hal ini berarti bahwa dalam kata logis tersebut termuat suatu

aturan tertentu yang harus dipenuhi. Menurut Mukhayat (2004), kata logis

mengandung makna besar atau tepat berdasarkan aturan-aturan berpikir

dan kaidah-kaidah atau patokan-patokan umum yang digunakan untuk

dapat berpikir tepat.

Untuk memahami apa yang dimaksud dengan berpikir logis dapat

dirujuk beberapa pendapat, antara lain Plato yang mengatakan bahwa

berpikir adalah berbicara dalam hati, atau Gieles dalam Mukhayat (2004)

yang mengartikan bahwa berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri

dalam batin, yaitu mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis,

membuktikan sesuatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik kesimpulan,

meneliti sesuatu jalan pikiran, dan mencari bagaimana berbagai hal itu

berhubungan satu sama lain.

Dalam matematika, kata logis erat kaitannya dengan penggunaan

aturan logika. Poedjawijatna (1992) mengatakan bahwa orang yang

berpikir logis akan taat pada aturan logika. Logika berasal dari kata

Yunani, yaitu Logos yang berarti ucapan, kata, dan pengertian. Logika

6
sering juga disebut penalaran. Dalam logika dibutuhkan aturan-aturan atau

patokan-patokan yang perlu diperhatikan untuk dapat berpikir dengan

tepat, teliti, dan teratur sehingga diperoleh kebenaran secara rasional.

Pada dasarnya, kemampuan berpikir logis, adalah kemampuan

esensial yang perlu dimiliki oleh dan dikembangkan pada siswa yang

belajar matematika. Rasional yang mendukung pernyataan di atas di

antaranya karena kemampuan tersebut sesuai dengan visi matematika,

tujuan pendidikan nasional, dan tujuan pembelajaran matematika sekolah

yang diperlukan untuk menghadapi suasana bersaing yang semakin ketat.

Dalam beberapa pembahasan istilah berfikir logis (logical thinking) sering

kali dipertukarkan dengan istilah bernalar logis (logical reasoning), karena

keduanya memuat beberapa kegiatan yang serupa. Sesungguhnya, istilah

berfikir logis mempunyai cakupan yang lebih luas dari bernalar logis.

Capie dan Tobin (dalam Sumarmo, 2013) mengukur kemampuan

berfikir logis berdasarkan teori perkembangan mental dari Piaget melalui

Test of Logical Thinking (TOLT) yang meliputi lima komponen yaitu:

mengontrol variable (controlling variable), penalaran proporsional

(proportional reasoning), penalaran probabilistik (probalistics reasoning),

penalaran korelasional (correlational reasoning), dan penalaran

kombinatorik (combinatorial thinking).

Berdasarkan teori yang sama, Sheehan (Sumarmo, 1987)

mengklasifikasi perkembangan mental anak melalui terjemahan tes

Longeot. Tes ini terdiri dari 26 butir tes yang meliputi komponen logik

7
formal, kombinasi formal, dan proporsi formal. Dalam tes Longeot, sub tes

logik formal atau penalaran proposisional disajikan dalam bentuk

serangkaian pernyataan, diikuti dengan pilihan jawaban sebagai

kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi. Selanjutnya penalaran

berdasarkan aturan inferensi itu dinamakan penalaran logis. Ditinjau dari

cakupannya, proses penalaran logis merupakan bagian dari proses

penalaran matematik, dan proses penalaran matematik merupakan bagian

dari proses berfikir matematik.

Keraf, (1982), Shurter and Pierce (Sumarmo, 1987) mendefinisikan

istilah penalaran serupa dengan pengertian penalaran proposisional atau

penalaran logis yaitu sebagai proses berfikir yang memuat kegiatan

menarik kesimpulan berdasarkan data dan peristiwa yang ada. Sumarmo

(2005) merinci indikator penalaran matematik sebagai berikut:

a. menarik kesimpulan analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur,

b. menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa

validitas argumen, dan menyusun argumen yang valid,

c. menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan dengan induksi

matematik.

Sedangkan Menurut Albrecht (1984), Berpikir logis atau berpikir

runtun didefinisikan sebagai: proses mencapai kesimpulan menggunakan

penalaran secara konsisten. Kemudian disusun peta verbal dalam Albrecht

(1992), yang menyatakan agar seseorang sampai pada berpikir logis, dia

8
harus memahami dalil logika yang terdiri dari tiga bagian dan

menunjukkan gagasan progresif, yaitu:

a. dasar pemikiran atau realitas tempat berpijak,

b. argumentasi atau cara menempatkan dasar pemikiran bersama,

c. simpulan atau hasil yang dicapai dengan menerapkan argumentasi

pada dasar pemikiran.

Dilanjutkan dengan definisi paling umum yang mana berfikir logis

adalah berpikir yang meliputi induksi, deduksi, analisis, dan sintesis

(Ioveureyes, 2008). Berpikir logis memuat kegiatan penalaran logis dan

kegiatan matematika lainnya yaitu: pemahaman, koneksi, komunikasi, dan

penyelesaian masalah secara logis. Analisis tersebut melukiskan bahwa

berpikir logis memiliki cakupan yang lebih luas dari pada penalaran logis.

Berfikir logis merupakan proses mengaktifkan siswa ini dapat

dikembangkan dengan membiasakan anak dalam setiap melakukan

kegiatan belajarnya. Kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang akan

membentuk karakter anak dalam bagaimana berpikir, bagaimana berbuat,

dan bagaimana bertindak sebagai perwujudan aplikasi pemahaman untuk

menjawab segala bentuk kebutuhan dan persoalan yang dihadapinya.

Rendahnya hasil belajar matematika disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain ditinjau dari tuntutan kurikulum yang lebih menekankan

pada pencapaian target, bukan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep

matematika, serta aktivitas pembelajaran di kelas yang lebih

mengaktifkan guru sementara siswa pasif. Akibatnya, anak cenderung

9
menerima apa adanya, tidak memiliki sikap kritis. Untuk dapat lebih

mengaktifkan siswa perlu membiasakan anak untuk berpikir logis dalam

setiap kegiatan belajarnya. Oleh karena itu, kepada guru diharapkan secara

dini dapat melakukan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan

berpikir logis.

Berpikir logis tidak terlepas dari dasar realitas, sebab yang

dipikirkan adalah realitas, yaitu hukum realitas yang selaras dengan aturan

berpikir. Dari dasar realitas yang jelas dan dengan menggunakan hukum-

hukum berpikir akhirnya akan dihasilkan putusan yang dilakukan. Dari

uraian di atas terlihat bahwa berpikir logis mengacu pada pemahaman

pengertian (dapat mengerti), kemampuan aplikasi, kemampuan analisis,

kemampuan sintesis, bahkan kemampuan evaluasi untuk membentuk

kecakapan (suatu proses).

Untuk dapat menghantar siswa pada kegiatan berpikir logis

hendaknya kepada siswa dibiasakan untuk selalu tanggap terhadap

permasalahan yang dihadapi dengan mencoba menjawab pertanyaan

“mengapa”, “apa”, dan “bagaimana”. Sebagai konsekuensinya perlu

diperhatikan pendekatan pembelajaran yang digunakan di kelas.

Ruseffendi (2001) berpendapat bahwa untuk membudayakan berpikir logis

serta bersikap kritis dan kreatif proses pembelajaran dapat dilakukan

dengan pendekatan matematika realistik.

10
1.2. Contoh – contoh soal berfikir logis antara lain seb agai berikut :

Contoh 1 :

Dari kain-kain bekas pabrik pakaian. Pak Tito dalam sehari mampu

membuat maksimal 8 buah keset dari 2 kg kain bekas tersebut. Pada

suatu hari ada dua orang memesan keset masing-masing 18 buah dan 10

buah.

a. Tentukan berapa hari Pak Tito akan membuat pesanan keset

tersebut?

b. Jika diketahui pada hari itu pak Tito memiliki 2 kg kain bekas,

berapakah jumlah (kg) kain bekas tambahan yang dibutuhkan pak

Tito?

( Soal Proporsi )

Diketahui :

 Maksimal pembuatan keset per hari adalah 8 buah

 Total keset pesanan adalah 28 buah

Jawab

a). Jumlah hari pembuatan keset

𝑗𝑙ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 28


= 𝑗𝑙ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑟 ℎ𝑎𝑟𝑖 = = 3.5
8

Jadi pak Tito akan membuat keset pesenan tersebut dalam 3.5 hari.

b). Jumlah Kain Tambahan

berapakah jumlah (kg) kain bekas tambahan yang dibutuhkan pak Tito?

Jawab

Jumlah jain yg dibutuhkan secara keseluruhan

11
𝑗𝑙ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 28
= 𝑗𝑙ℎ 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑡 𝑑𝑎𝑟𝑖 1 𝑘𝑔 𝑘𝑎𝑖𝑛 = =7
4

Jadi pak Tito minimal membutuhkan 7 kg kain bekas.

Jika diketahui memiliki 2 kg kain bekas, maka pak Tito harus

menambah sebanyak minimal 5 kg lagi.

Contoh 2 :

Pak Endang menginvestasikan uangnya dalam bentuk 2 saham yang

berbeda yaitu saham A dan saham B. Peluang saham A meningkat

nilainya dalam sebulan ke depan adalah 10% dan peluang saham B

meningkat nilainya dalam sebulan ke depan adalah 15%. Jika bulan

berikutnya Pak Endang mendapat informasi bahwa harga saham turun,

berapa peluangnya bahwa harga saham yang turun adalah saham A

(Jika pada bulan tersebut tidak ada kemungkinan harga saham tetap)?

( Soal Perkiraan dengan Peluang )

Jawab

Jika pada bulan tersebut tidak ada kemungkinan harga saham tetap

maka :

Saham Naik (%) Turun (%) Total (%)

A 10 90 100

B 15 85 100

Total 25 175 200

Peluang Saham A yang turun adalah:

12
90
𝑛 18
𝑃(𝐴𝑡𝑢𝑟𝑢𝑛 ) = = ( 200 ) =
𝑁 175 35
200

Jadi peluang saham A turun nilainya adalah 18/35

Contoh 3 :

Seorang guru ingin mengetahui hubungan kemampuan matematika

dengan kemampuan bahasa inggris siswa dengan data sebagai berikut :

Matematika
Tinggi Sedang Rendah Total
B.Inggris
Rendah 0 0 4 4
Sedang 0 27 0 27
Tinggi 4 2 0 6
Total 4 29 4 37
Apakah terdapat korelasi antara kemampuan matematika siswa dengan

kemampuan bahasa inggris pada siswa tersebut?

(Soal Korelasi)

Jawab:

Dari data diatas jelas bahwa terdapat korelasi antara kemampuan

matematika dengan kemampuan bahasa inggris siswa karena:

a. Pada saat kemampuan matematika dan bahasa inggris sedang, ada

terdapat 27 orang siswa

b. Pada saat matematika tinggi dan bahasa inggris tinggi atau

sebaliknya, ada terdapat 4 orang siswa.

c. Dan tidak terdapat siswa pada saat matematika tinggi dan bahasav

inggris rendah atau sebaliknya.

13
Contoh 4 :

Dikelas dua SMA akan dibentuk panitia yang terdiri dari 1 orang ketua,

1 orang wakil ketua , 1 orang sekertaris dan 3 orang anggota. Sebanyak

6 orang siswa laki-laki dan 4 orang siswa perempuan akan

berpartisipasi dalam kepanitiaan tersebut. Tiap siswa memiliki

kesempatan yang sama untuk menduduki salah satu jabatan dalam

kepanitiaan tersebut.

a. Apakah siswa perempuan atau siswa laki-laki yang akan berpeluang

lebih besar untuk menjadi ketua? Tuliskan aturan atau rumus yang

digunakan.

b. Pemilihan ketua, wakil ketua dan sekertaris sudah dilakukan.

Sekarang akan dipilih sekaligus tiga anggota. Berapa banyak

susunan anggota yang dapat di bentuk? Konsep dan rumus apa yang

digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut?

(Soal Kemampuan Penalaran Probabilitas)

a). Diketahui:

laki-laki = 6 orang

Perempuan = 4 orang

Jumlah semua siswa = 10

Dengan aturan/rumus peluang bisa diketahui bahwa:

𝑃(𝑛) 6 3
P(Lk) = = =5
𝑃(𝑠) 10

𝑃(𝑛) 4 2
P(Pr) = = =
𝑃(𝑠) 10 5

14
Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa laki-laki lebih berpeluang untuk
3
menjadi ketua dengan peluang sebesar 5

b). Diketahui:

Jlh anggota yg akan dipilih = 3 orang

Sisa jlm siswa = 7 orang

Jawab

Dengan menggunakan konsep kombinasi maka dapat ditentukan:

7! 7! 5𝑥6𝑥7 210
Banyaknya cara = 𝐶73 = (7−3)!3! = 4!3! = 1𝑥2𝑥3 = 6
= 35

Jadi banyaknya cara menyusun anggota yang akan dibentuk adalah

sebanyak 35 cara.

Contoh 5 :

Warung bu RIKA menyediakan nasi, 4 macam sayur, 3 macam lauk

kering dan 3 macam buah-buahan. Tersedia dua jenis kupon A dan

kupon B. Kupon A hanya dapat ditukar dengan nasi dan satu macam

sayur, satu macam lauk kering dan satu macam buah-buahan. Kupon B

dapat ditukar dengan nasi, dua macam lauk (sayur atau kering) dan satu

macam buah. Kupon manakah yang memberi ragam paket makanan

yang lebih banyak untuk dipilih? Konsep matematika apa yang

digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut?

(Berfikir Kombinatorik)

Diketahui:

15
Tersedia 4 sayur, 3 lauk kering dan 3 buah-buahan

Paket A = masing-masing satu macam

Paket B = 1 macam sayur dan 2 macam lauk (sayur atau kering)

Jawab

 Dengan menggunakan rumus kombinasi maka:

Paket A = 𝐶41 x 𝐶31 x 𝐶31 = 4 x 3 x 3 = 36

7! 42
Paket B = 𝐶72 x 𝐶31 = (7−2)!2!x3 = x3 = 21x3 = 63
2

Dengan demikian, ragam paket yang lebih banyak untuk dipilih pada

warung bu RIKA adalah Paket B.

Contoh 6 :

Dari 100 orang warga yang akan membuat KTP di suatu Kecamatan,

dicatat jenis kelamin dan pendidikannya. Hasil yang diperoleh : dari 58

laki-laki, 10 orang berpendidikan SD, 20 orang berpendidikan SM, dan

sisanya PT. sedangkan 20 orang wanita berpendidikan SM, 10 orang

berpendidikan PT dan sisanya SD.

a. Nyatakan situasi tersebut dalam suatu tabel yang sesuai.

b. Dari 100 orang warga, diambil secara acak seorang warga. Manakah

yang peluang lebih besar warga tersebut adalah wanita yang

pendidikannya PT atau warga berpendidikan SM? Tulislah sifat

matematik yang digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.

(Soal Berfikir Proforsional)

Jawab

a). Nyatakan situasi tersebut dalam suatu tabel yang sesuai

16
Sekolah Sekolah Perguruan
No JK Jumlah
Dasar Menengah Tinggi

1 Laki-laki 10 20 28 58

2 Perempuan 12 20 10 42

Jumlah 22 40 38 100

b). Diambil secara acak seorang warga. Manakah yang peluang lebih

besar warga tersebut adalah wanita yang pendidikannya PT atau warga

berpendidikan SM?

Diketahui :

Wanita berpendidikan PT = 10 orang

Warga (laki-laki dan perempuan) berpendidikan SM = 40 orang

Dengan menggunakan konsep/rumus peluang maka ditentukan:


10 1
 P (Wn PT) = 100 = 10

40 2
 P (Wr SM) = 100 = 5

Dengan demikian peluang warga berpendidikan SM lebih besar dengan


2
peluang sebesar
5

Contoh 7 :

Bu RIKA adalah seorang pedagang buah-buahan yang menyimpan 100

buah jeruk dalam sebuah keranjang. Setelah 3 hari sebanyak 15% jeruk

mulai rusak. Pada hari keempat seorang pembeli mengambil jeruk

17
secara acak dalam keranjang. Manakah yang lebih besar peluangnya

terambil dua jeruk segar atau sebuah jeruk yang sudah rusak? Berikan

penjelasan!.

(Soal Membuat perkiraan atau prediksi berdasarkan peluang)

Jawab

Diketahui:

Ada 100 buah jeruk

Ada 15% jeruk yang rusak yang berarti ada 85 buah jeruk yang masih

segar.

Jawab

𝐶2 3570
P(2Js) = 𝐶 285 = 4950 = 0.721
100

𝐶1 15 3
P(1Jr) = 𝐶 115 = 100 = 20 = 0.15
100

Dengan demikian peluang terambilnya 2 buah jeruk segar lebih besar

dari peluang terambilnya satu buah jeruk rusak.

2. Pembuktian dengan Induksi Matematika

2.1. Berpikir Induktif

Berpikir induktif atau induksi didefinisikan sebagai proses berpikir

untuk menarik suatu kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal yang umum

(Sumarmo, 1987). Hal-hal khusus tersebut dapat berupa beberapa

premis, sedangkan hal yang umum merupakan satu kesimpulan atau

konklusi. Proses berpikir induktif diawali dengan memeriksa keadaan

18
khusus dari beberapa premis untuk memperoleh suatu persepsi tentang

pola atau keteraturan, serta kesamaan sehingga diperoleh suatu

kesimpulan. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh melalui

proses berpikir induktif sangat dimungkinkan bernilai salah ataupun

benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarmo (1987) yang

mengatakan bahwa berpikir induktif berhubungan dengan kebenaran

kesimpulan yang bersifat probabilistik.

Kesimpulan yang ditarik dari contoh-contoh khusus boleh jadi

valid, tetapi belum tentu dapat diterapkan pada keseluruhan contoh.

Oleh karena itu perlu dibuktikan secara deduktif, namun kesimpulan

yang ditarik secara induktif tidak selalu dapat dibuktikan secara

deduktif, dalam matematika kesimpulan yang demikian dinamakan

suatu konjektur. Menurut Sumarmo (1987) dalam matematika atau

logika, berpikir induktif sangat penting karena merupakan latihan yang

baik untuk berpikir kreatif, intuitif, dan reflektif dan sangat

memungkinkan untuk mendapatkan jawaban yang benar dalam waktu

yang lebih cepat serta tidak mengurangi kemampuan deduktif

seseorang.

Pembuktian induktif, kadang-kadang disebut logika induktif, adalah

proses pembuktian dimana suatu argumen diduga mendukung

kesimpulan tapi tidak bersinambungandengannya; contoh: mereka tidak

menjamin kebenaran itu. Induksi adalah bentuk pembuktian yang

membuat generalisasi berdasarkan pendapat sesorang. Digunakan untuk

19
menjelaskan properti atau relasi tipe berdasarkan sebuah

pengamatan (contohnya, pada jumlah pengamatan atau pengalaman);

atau untuk membuat hukum berdasarkan pengamatan terbatas dalam

mempelajari alur fenomena. induksi ditetapkan, contohnya, dalam

menggunakan preposisi spesifik.

Perlu diingat bahwa induksi matematika bukanlah bentuk pembuktian

induktif karena induksi matematik adalah bentuk dari pembuktian

deduktif yaitu metode pembuktian untuk pernyataan perihal bilangan

bulat.

Contoh 1:

Misalkan p(n) adalah pernyataan yang menyatakan: “Jumlah bilangan

bulat positif dari 1 sampai n adalah n(n + 1)/2”. Buktikan bahwa p(n)

benar.

2.2.Prinsip Induksi Sederhana.

Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat positif dan kita

ingin membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat

positif n. Untuk membuktikan pernyataan ini, kita hanya perlu

menunjukkan bahwa:

1. p(1) benar, dan

2. untuk semua bilangan bulat positif n  1, jika p(n) benar maka p(n

+ 1) juga benar.

20
i. Langkah 1 dinamakan basis induksi, sedangkan langkah 2

dinamakan langkah induksi.

ii. Langkah induksi berisi asumsi (andaian) yang menyatakan bahwa

p(n) benar. Asumsi tersebut dinamakan hipotesis induksi.

iii. Bila kita sudah menunjukkan kedua langkah tersebut benar maka

kita sudah membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan

bulat positif n.

Gambar 4.1 Efek domino

Contoh 2.

Gunakan induksi matematik untuk membuktikan bahwa jumlah n buah

bilangan ganjil positif pertama adalah n2.

Penyelesaian:

(i) Basis induksi: Untuk n = 1, jumlah satu buah bilangan ganjil

positif pertama adalah 12 = 1. Ini benar karena jumlah satu buah

bilangan ganjil positif pertama adalah 1.

(ii) Langkah induksi: Andaikan untuk n  1 pernyataan

1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) = n2

21
adalah benar (hipotesis induksi) [catatlah bahwa bilangan ganjil positif

ke-n adalah (2n – 1)]. Kita harus memperlihatkan bahwa

1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) + (2n + 1) = (n + 1)2

juga benar. Hal ini dapat kita tunjukkan sebagai berikut:

1 + 3 + 5 + … + (2n – 1) + (2n + 1) = [1 + 3 + 5 + … +

(2n – 1)] + (2n + 1)

= n2 + (2n + 1)

= n2 + 2n + 1

= (n + 1)2

Karena langkah basis dan langkah induksi keduanya telah

diperlihatkann benar, maka jumlah n buah bilangan ganjil positif

pertama adalah n2.

2.3.Prinsip Induksi yang Dirampatkan

Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin

membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n  n0.

Untuk membuktikan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa:

1. p(n0) benar, dan

2. untuk semua bilangan bulat n  n0, jika p(n) benar maka p(n+1)

juga benar.

22
Contoh 3 :

Untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, buktikan dengan induksi

matematik bahwa 20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 - 1

Penyelesaian:

(i) Basis induksi. Untuk n = 0 (bilangan bulat tidak negatif pertama),

kita peroleh:

20 = 20+1 - 1.

Ini jelas benar, sebab 20 = 1 = 20+1 - 1

= 21 - 1

=2-1

=1

(ii) Langkah induksi. Andaikan bahwa untuk semua bilangan bulat

tidak-negatif n,

20 + 21 + 22 + … + 2n = 2n+1 - 1

adalah benar (hipotesis induksi). Kita harus menunjukkan bahwa

20 + 21 + 22 + … + 2n + 2n+1 = 2(n+1) + 1 - 1

juga benar. Ini kita tunjukkan sebagai berikut:

20 + 21 + 22 + … + 2n + 2n+1 = (20 + 21 + 22 + … + 2n) + 2n+1

= (2n+1 - 1) + 2n+1

(hipotesis induksi)

23
= (2n+1 + 2n+1) - 1

= (2 . 2n+1) - 1

= 2n+2 - 1

= 2(n+1) + 1 - 1

Karena langkah 1 dan 2 keduanya telah diperlihatkan benar, maka

untuk semua bilangan bulat tidak-negatif n, terbukti bahwa 20 + 21 + 22

+ … + 2n = 2n+1 - 1

Contoh 4:

Sebuah ATM (Anjungan Tunai Mandiri) hanya menyediakan pecahan

uang Rp 20.000,- dan Rp 50.000, -. Kelipatan uang berapakah yang

dapat dikeluarkan oleh ATM tersebut? Buktikan jawaban anda dengan

induksi matematik.

2.4.Prinsip Induksi Kuat

Misalkan p(n) adalah pernyataan perihal bilangan bulat dan kita ingin

membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat n  n0.

Untuk membuktikan ini, kita hanya perlu menunjukkan bahwa:

1. p(n0) benar, dan

2. untuk semua bilangan bulat n  n0, jika p(n0 ), p(n0+1), …, p(n)

benar maka p(n+1) juga benar.

24
Contoh 5:

Bilangan bulat positif disebut prima jika dan hanya jika bilangan bulat

tersebut habis dibagi dengan 1 dan dirinya sendiri. Kita ingin

membuktikan bahwa setiap bilangan bulat positif n (n  2) dapat

dinyatakan sebagai perkalian dari (satu atau lebih) bilangan prima.

Buktikan dengan prinsip induksi kuat.

Penyelesaian:

Basis induksi. Jika n = 2, maka 2 sendiri adalah bilangan prima dan

di sini 2 dapat dinyatakan sebagai perkalian dari satu buah bilangan

prima, yaitu dirinya sendiri.

Langkah induksi. Misalkan pernyataan bahwa bilangan 2, 3, …, n

dapat dinyatakan sebagai perkalian (satu atau lebih) bilangan prima

adalah benar (hipotesis induksi). Kita perlu menunjukkan bahwa n + 1

juga dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima. Ada dua

kemungkinan nilai n + 1:

a. Jika n + 1 sendiri bilangan prima, maka jelas ia dapat dinyatakan

sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima.

b. Jika n + 1 bukan bilangan prima, maka terdapat bilangan bulat

positif a yang membagi habis n + 1 tanpa sisa. Dengan kata lain,

(n + 1)/ a = b atau (n + 1) = ab

25
yang dalam hal ini, 2  a  b  n. Menurut hipotesis induksi, a dan b

dapat dinyatakan sebagai perkalian satu atau lebih bilangan prima. Ini

berarti, n + 1 jelas dapat dinyatakan sebagai perkalian bilangan prima,

karena n + 1 = ab.

Contoh 6:

Temukan kesalahan dalam pembuktian berikut. Kita ingin

membuktikan bahwa an = 1 untuk semua bilangan bulat tak-negatif n

bilamana a adalah bilangan riil tidak-nol. Kita akan membuktikan ini

dengan prinsip induksi kuat.

(i) Basis induksi. Untuk n = 0, jelas a0 = 1 adalah benar sesuai definisi

a0.

(ii) Langkah induksi. Misalkan pernyataan tersebut benar untuk 0, 1, 2,

…, n, yaitu a0 = 1, a1 = 1, a2 = 1, …, an = 1. Kita ingin

memperlihatkan bahwa a(n+1) = 1. Untuk menunjukkan hal ini,

maka

an . an
a n 1

a n 1

1 1
 (dari hipotesis induksi)
1

=1

26
Penyelesaian: Kesalahan terjadi pada langkah induksi, karena untuk n =

0 kita tidak dapat menghitung

a 0 . a 0 1 1
a 0 1
 
a 1 ?

sebab nilai a–1 tidak terdapat dalam hipotesis induksi.

2.5.Bentuk Induksi Secara Umum

Relasi biner "<" pada himpunan X dikatakan terurut dengan baik (atau

himpunan X dikatakan terurut dengan baik dengan "<") bila memiliki

properti berikut:

(i) Diberikan x, y, z  X, jika x < y dan y < z, maka x < z.

(ii) Diberikan x, y  X. Salah satu dari kemungkinan ini benar: x < y

atau y < x atau x = y.

(iii) Jika A adalah himpunan bagian tidak kosong dari X, terdapat

elemen x  A sedemikian sehingga x  y untuk semua y  A.

Dengan kata lain, setiap himpunan bagian tidak kosong dari X

mengandung "elemen terkecil".

Misalkan X terurut dengan baik oleh "<", dan p(x) adalah pernyataan

perihal elemen x dari X. Kita ingin membuktikan bahwa p(x) benar

untuk semua x  X. Untuk membuktikan ini, kita hanya perlu

menunjukkan bahwa:

1. p(x0) benar, yang dalam hal ini x0 adalah elemen terkecil di dalam

X, dan

27
2. untuk semua x > x0 di dalam X, jika p(y) benar untuk semua y < x,

maka p(x) juga benar.

Contoh 7:

Tinjau barisan bilangan yang didefinisikan sebagai berikut:

 0 jika m  0 dan n  0

S m,n  S m 1, n  1 jika n  0
S
 m , n 1  1 jika n  0

Sebagai contoh,

S0,0 = 0 S1, 0 = S0,0 + 1 = 0 + 1 = 1

S0, 1 = S0,0 + 1 = 1 S1, 1 = S1,0 + 1 = 1 + 1 = 2

S2, 0 = S1,0 + 1 = 2 S2, 1 = S2,0 + 1 = 3, …

Buktikanlah dengan induksi matematik bahwa untuk pasangan tidak

negatif m dan n, Sm, n = m + n.

Penyelesaian:

Basis induksi. Karena (0, 0) adalah elemen terkecil di dalam X,

maka S0,0 = 0 + 0 = 0. Ini benar dari definisi S0,0.

Langkah induksi. Buktikan untuk semua (m, n) > (0, 0) di dalam

X bahwa jika Sm',n' = m' + n' benar untuk semua (m', n') < (m, n) maka

Sm, n = m + n juga benar. Andaikan bahwa Sm’, n’ = m’ + n’ benar untuk

28
semua (m’, n’) < (m,n). Ini adalah hipotesis induksi. Kita perlu

menunjukkan bahwa Sm,n = m + n, baik untuk n = 0 atau n  0.

C. Kesimpulan

1. Berfikir Logis

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir logis atau

berpikir runtun didefinisikan sebagai: proses mencapai kesimpulan

menggunakan penalaran secara konsisten. Agar seseorang sampai pada

berpikir logis, dia harus memahami dalil logika yang terdiri dari tiga

bagian dan menunjukkan gagasan progresif, yaitu:

a. dasar pemikiran atau realitas tempat berpijak,

b. argumentasi atau cara menempatkan dasar pemikiran bersama,

c. simpulan atau hasil yang dicapai dengan menerapkan

argumentasi pada dasar pemikiran.

2. Pembuktian dengan Induksi Matematika

Berpikir induktif atau induksi didefinisikan sebagai proses berpikir

untuk menarik suatu kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal yang umum.

Dalam matematika atau logika, berpikir induktif sangat penting karena

merupakan latihan yang baik untuk berpikir kreatif, intuitif, dan reflektif

dan sangat memungkinkan untuk mendapatkan jawaban yang benar dalam

waktu yang lebih cepat serta tidak mengurangi kemampuan deduktif

seseorang.

29
Secara umum pembuktian dengan induksi matematika dapat dibagi

menjadi 3 bagian yaitu induksi sederhana, induksi yang dirampatkan dan

induksi kuat dengan langkah-langkah:

a. Langkah 1 dinamakan basis induksi, sedangkan langkah 2 dinamakan

langkah induksi.

b. Langkah induksi berisi asumsi (andaian) yang menyatakan bahwa p(n)

benar. Asumsi tersebut dinamakan hipotesis induksi.

c. Bila kita sudah menunjukkan kedua langkah tersebut benar maka kita

sudah membuktikan bahwa p(n) benar untuk semua bilangan bulat

positif.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ball DL, Bass H (2003). Making mathematics reasonable in school. In: Kilpatrick

J, Martin WG, Schifter DE (eds) A research companion to principles and

standards for school mathematics. National Council of Teachers of

Mathematics, Reston, VA, pp 27–44.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Pendekatan Kontekstual (Contextual

Teaching and Learning (CTL)). Jakarta: Depdiknas.

Eli, J.A., & Schroeder, M.J. (2009, April). An exploratory study of prospective

middle PROFESSIONAL PRESENTATIONS grades teachers’

mathematical connections while completing tasks in geometry. Paper

presented at the American Educational Research Association (AERA)

Conference, San Diego, CA.

Hudoyo, H. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Ruseffendi, H.E.T. 2001. Evaluasi Pembudayaan Berpikir Logis Serta Bersikap

Kritis dan Kreatif Melalui Pembelajaran Matematika Realistik. Makalah

disampaikan Pada Lokakarya di Yogyakarta.

NCTM ( National Council of Teacher of Matematics) (2002). Principles and

Standards for School Matematics. Reston, Virginia : NCTM.

NCTM. 2000. Principle and Standard for school Mthematics. Reston: The

National Council of Tecaher Mathematics.

Polya, G. (1985) How to Slove It. Ithaca: Princeton University Press.

31
Steen, LA (1999). Twenty questions about mathematical reasoning. In: Stiff LV

(ed) Developing mathematical reasoning in grades K-12. National Council

of Teachers of Mathematics, Reston, VA Kilpatrick J, Swafford J, Findell B

(eds) (2001) Adding it up: helping children learn mathematics. National

Academy Press, Washington, DC.

Sumarmo, U. (2010). Pendidikan Karakter, Berfikir dan Disposisi Logis, Kritis

dan Kreatif dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan dalam

bentuk Evaluasi Matematika 2011 Pascasarjana UPI. Tidak Diterbitkan.

Sumarmo, U. (2013). Berfikir dan Disposisi Matematika serta Pembelajarannya.

Bandung: FPMIPA UPI.

Albrecht, K. 1992. Daya Pikir. Semarang: Dahar Prize.

Begle, E. G. 1979. Critical Variables in Mathematics Education. Washington D.C:

The Mathematical Association of America and NCTM.

Poedjawijatna. 1992. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Puskur. (2002). Kurikulum dan Hasil Belajar: Kompetensi Dasar Mata Pelajaran

Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Balitbang

Depdiknas.

32

Anda mungkin juga menyukai