Menimbang :
a. bahwa untuk menciptakan kepastian hukum wilayah administrasi
pemerintahan daerah, perlu dilakukan penentuan batas daerah secara pasti,
sistematis dan terkoordinasi;
b. bahwa Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penegasan Batas Daerah, sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kurang memadai dalam proses percepatan
penyelesaian penegasan batas daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Penegasan Batas Daerah;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4791);
5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 28);
6. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 136);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PENEGASAN BATAS DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Wali Kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Daerah adalah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
3. Batas Daerah di Darat adalah pembatas wilayah administrasi pemerintahan
antar daerah yang merupakan rangkaian titik-titik koordinat yang berada pada
permukaan bumi dapat berupa tanda-tanda alam seperti igir/punggung
gunung/pegunungan (watershed), median sungai dan/atau unsur buatan di
lapangan yang dituangkan dalam bentuk peta.
4. Batas Daerah di Laut adalah pembatas kewenangan pengelolaan sumber
daya di laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
5. Batas Daerah secara Pasti di Lapangan adalah kumpulan titik-titik koordinat
geografis yang merujuk kepada sistem georeferensi nasional dan membentuk
garis batas wilayah administrasi pemerintahan antar daerah.
6. Penegasan Batas Daerah adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas
daerah yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survei di
lapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik
koordinat batas daerah.
7. Tim Penegasan Batas Daerah Pusat (Tim PBD Pusat) adalah Tim yang
dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri.
8. Tim Penegasan Batas Daerah Provinsi (Tim PBD Provinsi) adalah Tim yang
dibentuk oleh Gubernur.
9. Tim Penegasan Batas Daerah Kabupaten/Kota (Tim PBD Kabupaten/Kota)
adalah Tim yang dibentuk oleh Bupati/Wali Kota.
10. Para Pihak adalah Tim PBD Kabupaten/Kota dan/atau Tim PBD Provinsi yang
berbatasan dan/atau Tim PBD Pusat.
11. Metode Kartometrik adalah penelusuran/penarikan garis batas pada peta
kerja dan pengukuran/penghitungan posisi titik, jarak serta luas cakupan
wilayah dengan menggunakan peta dasar dan peta-peta lain sebagai
pelengkap.
12. Peta Dasar adalah peta yang berupa Peta Rupabumi Indonesia (RBI), Peta
Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), dan Peta Lingkungan Laut Nasional
(LLN)..
13. Peta Batas Daerah di Darat adalah peta tematik yang menggambarkan garis
batas dan situasi sepanjang garis batas daerah minimal satu segmen dengan
koridor batas minimal 10 cm dari garis batas di atas peta yang memuat titik-
titik koordinat garis batas serta unsur-unsur peta dasar.
14. Peta Batas Kewenangan Pengelolaan Daerah Wilayah Laut adalah peta
tematik yang menggambarkan tempat kedudukan titik-titik koordinat garis
batas dan garis pantai serta unsur-unsur peta dasar minimal satu segmen
dengan koridor batas minimal 15 cm dari garis batas di atas peta.
15. Garis Pantai adalah garis pertemuan antara daratan dan lautan yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang tersedia pada peta dasar.
Pasal 2
(1) Penegasan Batas Daerah bertujuan untuk menciptakan tertib administrasi
pemerintahan, memberikan kejelasan dan kepastian hukum terhadap batas
wilayah suatu daerah yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.
(2) Penegasan Batas Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
menghapus hak atas tanah, kepemilikan aset, hak ulayat, dan hak adat pada
masyarakat.
BAB II
PENEGASAN BATAS DAERAH
Pasal 3
(1) Penegasan Batas Daerah berpedoman pada dokumen penegasan
batas.
(2) Dokumen penegasan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. Undang-Undang mengenai Pembentukan Daerah dan Peta
Lampirannya;
b. peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud
dalam huruf a terkait dengan batas daerah;
c. Peta rupa bumi indonesia;
d. Peta topografi angkatan darat, Peta badan pertanahan nasional,
peta minutes dan peta-peta lain yang secara teknis dapat
digunakan sebagai acuan penegasan batas;
e. citra/foto hasil penginderaan jauh (remote sensing);
f. kesepakatan tentang batas daerah yang pernah dibuat pemerintah
daerah yang berbatasan; dan
g. dokumen lain yang berkaitan dengan batas wilayah administrasi
yang disepakati para pihak.
(3) Penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan kartometrik dan/atau survey lapangan
berdasarkan kesepakatan Tim Penegasan Batas Daerah.
(4) Penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. batas daerah di darat; dan
b. batas daerah di laut
(5) Batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kesatu
Batas Daerah di Darat
Pasal 4
(1) Penegasan batas daerah di darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(4) huruf a, dilakukan melalui tahapan:
a. penyiapan dokumen;
b. pelacakan batas;
c. pengukuran dan penentuan posisi batas; dan
d. pembuatan Peta batas.
(2) Tahapan penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilakukan dengan prinsip akuntabilitas dan memiliki kekuatan hukum.
(3) Tahapan penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, huruf c dan huruf d dilakukan dengan prinsip geodesi.
Pasal 5
Penyiapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
berdasarkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2).
Pasal 6
(1) Pelacakan batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b
dilakukan dengan metode kartometrik.
(2) Pelacakan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai dengan
survei lapangan.
(3) Survei lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui
tahapan:
a. pelacakan dan pemasangan tanda batas sementara;
b. pemasangan pilar batas;
c. pengukuran posisi pilar batas; dan
d. pembuatan Peta batas.
(4) Hasil pelacakan batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
berupa daftar titik-titik koordinat batas.
(5) Pemasangan pilar batas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
(6) Pemeliharaan pilar batas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi
kewajiban pemerintah daerah.
Pasal 7
Pengukuran dan penentuan posisi batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf c dilakukan melalui pengambilan/ekstraksi titik-titik koordinat batas
dengan interval tertentu pada peta kerja dan/atau hasil survei lapangan.
Pasal 8
Pembuatan peta batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. pembuatan kerangka peta batas dengan skala dan interval tertentu yang
memuat minimal 1 (satu) segmen batas;
b. melakukan kompilasi dan generalisasi dari peta RBI dan/atau hasil survei
lapangan, dan/atau data citra dalam format digital; dan
c. penambahan informasi isi dan tepi peta batas.
Pasal 9
Tahapan penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 8 dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para
pihak.
Bagian Kedua
Batas Daerah di Laut
BAB III
TIM PENEGASAN BATAS DAERAH
Pasal 16
(1) Dalam rangka penegasan batas daerah dibentuk Tim Penegasan Batas
Daerah yang selanjutnya disebut Tim PBD.
(2) Tim PBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Tim PBD Pusat;
b. Tim PBD Provinsi; dan
c. Tim PBD Kabupaten/Kota.
Pasal 17
(1) Tim PBD Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a
ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
(2) Tim PBD Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b
ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
(3) Tim PBD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)
huruf c ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Wali Kota.
Pasal 18
Pasal 19
(1) Tim PBD Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mempunyai
tugas:
a. memfasilitasi penegasan batas antar daerah Provinsi;
b. memfasilitasi penegasan batas antar daerah Kabupaten/Kota dalam 1
(satu) Provinsi atas permintaan Gubernur kepada Menteri; dan
c. memfasilitasi penegasan batas antar daerah Kabupaten/Kota dalam 1
(satu) daerah Provinsi yang berselisih dan diserahkan penyelesaiannya
oleh Gubernur kepada Menteri.
(2) Tim PBD Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2)
mempunyai tugas:
a. melaksanakan penegasan batas antar daerah Provinsi; dan
b. memfasilitasi penegasan batas antar daerah Kabupaten/Kota dalam 1
(satu) Provinsi.
(3) Tim PBD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3)
mempunyai tugas melaksanakan penegasan batas antar Kabupaten/Kota.
Pasal 20
BAB IV
PENYELESAIAN PERSELISIHAN BATAS DAERAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1) Dalam hal terjadi perselisihan penegasan batas daerah antar daerah
kabupaten/kota dalam satu provinsi atau antar daerah provinsi, diselesaikan
sesuai dengan tahapan dan tata cara penyelesaian perselisihan batas daerah
antara pemerintah dan pemerintah daerah.
(2) Perselisihan batas daerah antar daerah kabupaten/kota dalam satu daerah
provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselesaikan oleh gubernur.
(3) Penegasan dan perselisihan batas daerah antar daerah provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diselesaikan oleh Menteri.
Bagian Kedua
Penyelesaian Perselisihan oleh Gubernur
Pasal 22
(1) Penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2),
difasilitasi oleh Gubernur dengan mengundang rapat Bupati/Wali Kota yang
berselisih.
(2) Hasil fasilitasi oleh Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat
dalam Berita Acara Penyelesaian Perselisihan yang ditandatangani oleh para
pihak.
(3) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada
Menteri untuk ditetapkan.
Pasal 23
(1) Dalam hal tidak tercapai penyelesaian perselisihan pada rapat pertama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Gubernur mengundang Bupati/Wali
Kota yang berselisih dalam rapat kedua paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah rapat pertama.
(2) Hasil rapat penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dibuat Berita Acara oleh Gubernur dan disampaikan kepada Menteri untuk
ditetapkan.
Pasal 24
(1) Dalam hal tidak tercapai penyelesaian perselisihan pada rapat kedua
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Gubernur mengundang Bupati/Wali
Kota dan Tim PBD Pusat dalam rapat ketiga paling lambat 60 (enam puluh)
hari kerja setelah rapat kedua.
(2) Gubernur membuat berita acara hasil rapat penyelesaian perselisihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan disampaikan kepada Menteri untuk
ditetapkan.
(3) Apabila Gubernur tidak dapat menyelesaikan perselisihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Gubernur menyerahkan proses selanjutnya kepada
Menteri Dalam Negeri.
(4) Dalam hal Gubernur tidak menyerahkan proses sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Menteri mengambil alih penyelesaian penegasan batas.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Perselisihan oleh Menteri
BAB V
PENDANAAN
Pasal 30
(1) Pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
meliputi pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah.
(2) Pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi meliputi:
a. pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah antar daerah
kabupaten/kota dalam provinsi dan batas antar daerah provinsi;
b. pendanaan pasca pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah, terkait
dengan penyesuaian administrasi pertanahan dan kependudukan serta
administrasi perizinan; dan
c. pembangunan dan pemeliharaan pilar batas daerah antar Provinsi.
(3) Pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten/Kota meliputi:
a. pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah antar daerah
Kabupaten/Kota;
b. pendanaan pasca pelaksanaan kegiatan penegasan batas daerah, terkait
dengan penyesuaian administrasi pertanahan dan kependudukan serta
administrasi perizinan; dan
c. pembangunan dan pemeliharaan pilar batas daerah Kabupaten/Kota
dalam daerah Provinsi.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
(1) Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
penegasan batas daerah.
(2) Gubernur melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan penegasan batas daerah di daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota di wilayahnya.
(3) Bupati/Wali Kota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan penegasan batas daerah di daerah kabupaten/kota.
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
(1) Perapatan pilar dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan daerah yang
berbatasan.
(2) Pilar Batas daerah yang sudah tercantum dalam Peraturan Menteri mengenai
Batas Daerah dilakukan pemeliharaan pilar dan pembangunan kembali pilar
yang hilang dan/atau rusak.
(3) Perapatan pilar, pemeliharaan pilar, dan pembangunan kembali pilar antar
daerah provinsi yang hilang dan/atau rusak difasilitasi oleh Menteri.
(4) Perapatan pilar, pemeliharaan pilar, dan pembangunan kembali pilar antar
daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi yang hilang dan/atau rusak
difasilitasi oleh gubernur.
Pasal 33
(1) Perapatan pilar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dilaksanakan
dengan mengacu kepada Peta lampiran Peraturan Menteri mengenai Batas
Daerah.
(2) Rencana pelaksanaan perapatan pilar tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama
antar daerah kabupaten/kota yang berbatasan dalam satu daerah provinsi.
(3) Perjanjian Kerja Sama perapatan pilar antar daerah Kabupaten/Kota dalam
satu daerah Provinsi difasilitasi oleh Gubernur.
(4) Hasil perapatan pilar batas antar daerah kabupaten/kota disampaikan kepada
Menteri.
(5) Hasil perapatan pilar batas antar daerah Kabupaten/Kota dalam satu Provinsi
ditetapkan dengan peraturan menteri.
Pasal 34
Batas Daerah yang telah diatur oleh Menteri dapat diubah dalam hal:
a. adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
b. kesepakatan antar daerah Kabupaten/Kota yang berbatasan dan diusulkan
secara bersama-sama kepada Menteri melalui Gubernur;
c. kesepakatan antar daerah Provinsi yang berbatasan yang diusulkan secara
bersama-sama kepada Menteri; dan
d. penataan daerah.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 36
Teknis penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai
dengan Pasal 15 dan Tata cara pelaksanaan Tugas Tim PBD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 141 TAHUN 2017
TENTANG
PENEGASAN BATAS DAERAH