tataruang
buletin
Optimalisasi
Penyelenggaraan
Penataan Ruang
untuk
Kebijakan Percepatan
Persetujuan Substansi Teknis
Edisi khusus
Rakernas BKPRN 2011
P RO F I L
BARCODE
BKPRN
PENANGGUNG JAWAB
Penasehat Redaksi
pemimpin redaksi
redaktur pelaksana
Sekretaris Redaksi
staf redaksi
Koordinasi Produksi
Angger Hassanah, SH
Staf Produksi
Alwirdan BE
Koordinasi Sirkulasi
Supriyono S.Sos
sekapur
sirih
Staf Sirkulasi
dari
redaksi
daftar isi
PROFIL TOKOH
04
PROFIL WILAYAH
08
Buletin Tata Ruang 2011 telah sampai pada edisi terakhir tahun ini. Pada edisi kali ini Butaru
mengangkat tema Rakernas BKPRN 2011 yaitu Optimalisasi Penyelenggaraan Penataan
Ruang untuk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi yang Berkelanjutan.
Persoalan penataan ruang semakin rumit dan mempunyai dampak luas pada berbagai
segi kehidupan masyarakat, berbagai kepentingan dan tuntutan dalam penataan ruang
dengan mudah dapat menyulut konflik-konflik yang lebih luas. Yang paling dituntut
dalam penataan ruang adalah bagaimana cara yang efektif mempertemukan berbagai
kepentingan tersebut sehingga tercapai tujuan bersama secara optimal. Mempertautkan
penataan ruang dan kemitraan dapat dipandang sebagai upaya untuk mempertemukan
berbagai kepentingan dan sekaligus mencegah potensi konflik antar kepentingan yang
dapat mengarah menjadi masalah yang lebih kompleks.
Pelaksanaan Rakernas Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang diselenggarakan
di Kota Manado pada tanggal 30 November 2011 sampai dengan 1 Desember mewarnai
artikel edisi terakhir tahun ini antara lain ; Hasil Kesepakatan 4 Sidang Komisi Rakernas,
Kebijakan Percepatan Persetujuan Subtansi RTRW, Penyelesaian Penataan Kawasan
Hutan, Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk Penataan Ruang, Kebijakan Pertanahan
dan lain-lain.
Pada Profil Wilayah ditampilkan Nilai-nilai strategis Kabupaten Maros dalam mendukung
pengembangan ekonomi Metropolitan Maminasata, dimana Kabupaten ini selaku
penyangga dan pintu gerbang bagian utara kawasan Mamminasata memegang peranan
penting terhadap pembangunan Kota Makassar yang sedang terus berkembang. Profil
Tokoh kali ini menampilkan Ir. M Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian yang
juga adalah Ketua BKPRN yang mengungkapkan berbagai pemahaman dan gagasan
beliau dalam peningkatan penyelenggaraan penataan ruang untuk terwujudnya
percepatanperluasan pembangunan ekonomi, dengan meningkatkan kemitraan antar
pelaku pembangunan dan perbaikan berbagai regulasi yang selama ini masih menjadi
hambatan dan sumber konflik antar sektor.
TOPIK UTAMA
TOPIK UTAMA
12
16
TOPIK UTAMA
Kebijakan Percepatan
Persetujuan Substansi Teknis
20
TOPIK UTAMA
Percepatan Penataan
Kawasan Hutan
25
TOPIK UTAMA
29
TOPIK LAIN
31
Butaru edisi akhir tahun ini juga memuat Kaleidoskop 2011 yang memberikan informasi
perihal edisi-edisi Butaru yang telah diterbitkan sepanjang tahun 2011, diharapkan
dengan adanya kaleidoskop ini para pembaca setia Butaru dapat terbantu untuk
mengetahui topik-topik utama yang dimuat didalam Butaru sepanjang tahun 2011.
Tulisan dalam Butaru ini ditulis oleh para penulis yang memiliki pengalaman yang
panjang dibidangnya dengan tema-tema yang menarik, sehingga diharapkan pembaca
dapat memperkaya wawasan.
TOPIK LAIN
TOPIK LAIN
37
KALEIDOSKOP
Redaksi
35
41
AGENDA
43
profil tokoh
Ir. M. Hatta
Rajasa
Menteri Koordinator
Perekonomian
menyatakan perluasan
pembangunan ekonomi
sangat bergantung
pada rencana tata
ruang di tingkat daerah
(provinsi/kabupaten/
kota). Karena itulah
kolaborasi dan
kerjasama menjadi
kunci suksesnya.
Sebelum menjabat posisi Menteri, ia aktif di lembaga legislatif sebagai Ketua Fraksi
Partai Reformasi DPR-RI pada tahun 1999 sampai 2000, dan aktif berpolitik menjadi
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (DPP-PAN) pada tahun 2000 sampai
2005. Sementara kariernya sebagai professional ia buktikan dengan menjabat
Presiden Direktur Arthindo tahun 1982 sampai 2000.
Hatta Rajasa menamatkan sarjananya sebagai Insinyur Teknik Perminyakan dari
Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 1973. Pengalamannya aktif sebagai
Waka Himpunan Mahasiswa Tehnik Perminyakan ITB dan Senator Mahasiswa ITB
membuatnya terlatih bekerja keras, jujur, mandiri dan luwes bekerjasama sejak
muda. Kini, saat berkonsentrasi menjadi politisi, ia menganut pluralisme dalam
politik, dan berobsesi menjadi negarawan yang mendahulukan kepentingan
bangsa.
Pandangan dan pendapat beliau terkait kemitraan dan kerjasama dalam
penyelenggaraan penataan ruang serta percepatan dan perluasan ekonomi
nasional diuraikan di bawah ini.
Pandangan Anda terhadap penyelenggaraan penataan ruang ?
Efektivitas penyelenggaraan penataan ruang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
perangkat regulasi rencana tata ruang (RTR) serta konsistensi dalam pelaksanaan
regulasi tata ruang tersebut. Kita ketahui bersama, bahwa dalam rangka
pembenahan regulasi rencana tata ruang (RTR), sejak diterbitkannya UU No. 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/
Kota) diminta untuk melakukan penyesuaian atau revisi terhadap substansi Rencana
tata Ruang Wilayah (RTRW), baik RTRW Provinsi ataupun RTRW Kabupaten/Kota.
Dalam proses tersebut sebagian besar daerah merencanakan perubahan
peruntukan kawasan. Rencana perubahan peruntukan yang memberi dampak
cukup besar adalah permohonan terhadap perubahan peruntukan kawasan hutan.
Dari total 131,7 juta hektar kawasan hutan yang kita miliki, sebanyak 22 Provinsi
kawasan-kawasan
pengembangan
ekonomi, pertanian, konservasi hutan
dan kawasan permukiman dan lain-lain
terancana dengan baik.
profil tokoh
kabupaten/kota),
memiliki
peran
yang sangat strategis dalam menjaga
dan meningkatkan iklim investasi
tersebut. Hal ini tidak terlepas dari
peran pemerintah daerah, terutama
pemerintah
kabupaten/kota dalam
proses perijinan pemanfaatan ruang
sebagai lokasi target investasi dari
kegiatan-kegiatan ekonomi.
Percepatan
dan perluasan
pembangunan
ekonomi Indonesia
memerlukan evaluasi
terhadap seluruh
kerangka regulasi
yang ada dan
merubah regulasi.
Ir. Hatta Radjasa, Menko Perekonomian
memberi arahan pada
Rakernas BKPRN 2011
Apa
harapan
Anda
untuk
mewujudkan percepatan ekonomi?
Laju
pertumbuhan
ekonomi
yang kita nikmati saat ini belum
cukup
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat kita secara
berkesinambungan.
Indonesia
harus dapat tumbuh lebih cepat
lagi. Karena itu, pada 27 Mei 2011
lalu, presiden telah meluncurkan
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) 2011-2025 dengan visi
mewujudkan masyarakat Indonesia
yang mandiri, maju, adil dan makmur.
Perlu saya tekankan di sini bahwa
dokumen MP3EI ini tidak menggantikan
dokumen-dokumen perencanaan yang
ada, melainkan menjadi dokumen kerja
yang komplementer terhadap RPJPN
20052025 (UU No. 17 Tahun 2007) dan
RPJMN 2010 2014 (Peraturan Presiden
No. 5 Tahun 2010) serta RTRWN 2008
2028 (Peraturan Pemerintah No. 26
tahun 2008).
Sebagaimana kita ketahui, seluruh
wilayah negara RI terbagi ke dalam
Rakernas ini
merupakan agenda
nasional yang
merupakan sinergi
penataan ruang
antar wilayah dan
antar sektor dalam
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi
wilayah dan nasional.
walikota di wilayahnya untuk bersamasama mambantu percepatan penyelesaian
dan perbaikan berbagai regulasi yang
diperlukan,
terutama
percepatan
penyelesaian rencana tata ruang, baik
dalam bentuk Perda maupun Perpres.
dalam
Kerja
Kegiatan ini
merupakan forum
konsultasi untuk
merumuskan berbagai
kesepakatan strategis
di bidang penataan
ruang antara
pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Mempertimbangkan
berbagai
tantangan utama tersebut, maka
November - Desember 2011 | buletin tata ruang
profil wilayah
Nilai-Nilai
Strategi
Maros
dalam
Pengembangan
Ekonomi
Metropolitan
Mamminasata
Dari suatu kerajaan, kini menjadi kota metropolitan. Maros dengan segala
potensinya, merupakan kekayaan strategis Indonesia di wilayah timur.
Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Pangkep
sebelah utara, Kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelah
selatan, Kabupaten Bone di sebelah barat. Luas wilayah
Kabupaten Maros 1.619,12 km2. Berdasarkan pencatatan
kelurahan Badan Stasiun Meteorologi suhu udara minimum
berkisar pada suhu 22,80C (terjadi pada bulan Juli dan
Agustus) dan suhu maksimum berkisar 33,70C (terjadi pada
Bulan Oktober). Kabupaten Maros memiliki daerah dengan
kemiringan lereng dan ketinggian wilayah yang cukup
variatif yang mempengaruhi suhu, curah hujan dan sebaran
komoditasnya.
Penduduk Lokal
profil wilayah
Sumber Daya Alam Kabupaten Maros yang
harus dijaga Kelestariannya
Letak Kabupaten Maros dinilai sangat strategis karena merupakan jalur lintas
utama ke wilayah Sulawesi Selatan bagian utara lewat darat, dan juga bersebelahan
dengan Kota Makassar. Bandara Internasional Sultan Hasanuddin menjadi pintu
gerbang tidak hanya untuk Kota Makassar, tapi juga Maros. Di sini produk unggulan
daerah seperti mangga, jeruk, serta kacang mete laris dibeli pelancong.
Selain kekayaan alam, Maros juga kaya akan keindahan alam. Potensi alam seperti karst
dan daerah konservasi perlu dipromosikan. Dimulai dari objek wisata andalan Kota Maros
yang berlokasi di Kelurahan Kalabbirang, yaitu Kawasan Objek Wisata Bantimurung.
Objek wisata alam ini terletak di lembah bukit kapur atau karst yang curam dengan
vegetasi tropis yang subur sehingga selain memilki air terjun juga menjadi habitat
yang ideal bagi berbagai spesies kupu-kupu, burung dan serangga langka. Tak jauh
dari Bantimurung, ada beberapa goa yang di dalamnya terdapat lukisan prasejarah
pada dinding-dinding dalamnya berupa gambar binatang, puluhan gambar telapak
tangan juga terdapat benda laut berupa kerang yang menandai bahwa goa tersebut
pernah terendam dan dikelilingi laut. Goa itu disebut masyarakat setempat Goa
Pettae dan merupakan bagian dari Taman Prasejarah Leang-Leang.
Di kawasan karst dan konservasi ini bisa ditemukan jenis flora dan fauna yang langka.
Di sana terdapat sekitar 280 spesies tanaman, lebih dari 100 spesies kupu-kupu serta
ratusan goa yang dihiasai stalaktit dan stalakmit yang indah. Cocok untuk wisata alam
dan wisata minat khusus yang banyak digandrungi wisatawan asing. Hingga kini baru
Bantimurung dan Taman Prasejarah Leang-Leang yang sering dikunjungi wisatawan.
Di samping potensi alamnya yang melimpah, Kabupaten Maros juga kaya akan unsurunsur budaya yang berupa perpaduan antara nilai-nilai luhur agama dan keasrian
lingkungannya. Beragam kegiatan budaya, seperti Upacara Adat Appali, Katto Bokko,
Mappa Dendang, Bias Muharram, lomba perahu hias, dan tari-tarian dalam upacara
adat dan acara lainnya menjadi objek wisata seni selain sebagai warisan budaya yang
tetap dipertahankan dan dijunjung tinggi masyarakat Maros. Kekayaan ekspresi budaya
masyarakat yang dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan unik ini menjadi bagian
dari kegiatan pariwisata yang hanya dapat dijumpai di Kabupaten Maros.
10
11
topik utama
12
:
:
:
:
:
:
Isu Strategis
Proses penyusunan/revisi rencana
umum dan rencana rinci tata ruang
prov/kab/kota yang perlu diperbaiki
dalam rangka peningkatan kualitas
rencana tata ruang.
c.
d.
e.
a.
b.
c.
d.
e.
a.
a.
b.
a.
b.
c.
d.
b.
c.
d.
Ketua Sidang,
Imam S. Ernawi
Winarni Monoarfa
13
:
:
:
:
:
:
Isu Strategis
Isu strategis yang dibahas:
Masih perlu penguatan peran dan
posisi BKPRN;
Perlunya penguatan hubungan
kerja BKPRN dan BKPRD;
Belum adanya pedoman
pelaksanaan peran masyarakat
dalam penataan ruang; dan
Kualitas SDM bidang penataan
ruang yang masih butuh
ditingkatkan.
d.
e.
Herman Koessoy
Made Suwandi
Isu Strategis
Kurang serasinya kebijakan,
rencana dan program, baik secara
vertikal maupun horizontal di
bidang penataan ruang serta antara
kebijakan, rencana dan program
nasional dan daerah.
b.
c.
a.
b.
Ketua Sidang,
Max H. Pohan
Conny
:
:
:
:
:
:
Isu Strategis
Mekanisme penyelesaian
permasalahan pemanfaatan ruang di
tingkat nasional (Kawasan Strategis
Nasional) dan tingkat daerah
(Kawasan Strategis Provinsi/Kab/Kota)
a. Konflik pemanfaatan ruang antar
sektor
a.1
a.2
b.
b.1
b.2
c.
c.1
c.2
Soetrisno
Regina Ariyanti
15
topik utama
Mencari Bentuk
Kemitraan
Oleh: Ir. Rido Matari Ichwan, MCP
Direktur Bina Program dan Kemitraan,
Ditjen Penataan Ruang , Kementerian PU
Dalam Penyelenggaraan
Penataan Ruang
16
aturan main yang tertulis dan formal atau suatu kontrak kerja,
melainkan lebih menunjukkan perilaku hubungan yang akan
saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
Kemitraan merupakan tingkatan yang lebih tinggi dari
partisipasi. Melalui kemitraan, para pemangku kepentingan
tidak sekadar dilibatkan dalam suatu kegiatan, namun juga
menempatkan pihak-pihak tersebut dalam kesetaraan.
Sehingga, masing-masing pihak akan mendapat manfaat
yang seimbang sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Kemitraan dapat didefinisikan sebagai keterkaitan
yang seimbang dan sejajar serta kerjasama yang saling
menguntungkan antara pelaku-pelaku yang terlibat untuk
mencapai manfaat bersama. Dalam konsep kemitraan
tidak dikenal adanya yang dikalahkan atau yang dirugikan,
karena semua pihak akan mendapat manfaat sesuai dengan
kepentingan masing-masing.
17
topik utama
kemitraan dengan masyarakat dalam meningkatkan penyediaan ruang terbuka
hijau publik (PP no. 15 tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang);
meningkatkan keterlibatan seluruh masyarakat dalam penyelenggaraan penataan
ruang, meningkatkan pemanfaatan rencana tata ruang secara optimal dalam
mitigasi dan penanggulangan bencana, peningkatan daya dukung wilayah dan
pengembangan kawasan, (renstra kementerian PU 2010-2014).
Sering kali kemitraan dalam hal penataan ruang yang dilakukan pemerintah kurang
optimal karena kurangnya komunikasi dan lemahnya jejaring antara pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha. Hal ini menyebabkan pemanfaatan ruang yang tidak
efektif dan efisien serta menurunkan kualitas lingkungan.
Isu strategis yang ke dua dan perlu dipahami benar oleh pemerintah khususnya adalah
masyarakat dan dunia usaha mendominasi pemanfaatan ruang, yaitu sekitar lebih dari
70%. Sementara itu isu yang ke tiga adalah dan merupakan isu yang sering menjadi
masalah di berbagai bidang kurangnya koordinasi yang mengakibatkan tidak
terbentuknya sinergitas sehingga pemanfaatan ruang menjadi tidak terpadu.
Selanjutnya isu strategis yang ke empat yang juga penting adalah kurangnya
pemanfataan teknologi dan pengalaman negara maju dalam penyelenggaraan
penataan ruang di Indonesia. Sementara isu strategis yang terakhir adalah
terjadinya ketimpangan perkembangan kawasan di daerah perbatasan antar negara
mengakibatkan ketidakharmonisan pembangunan di kawasan perbatasan.
Mengerti akan adanya isu-isu strategis yang harus dibenahi untuk menjali kemitraan
yang kuat dan harmonis dalam penataan ruang, maka pemerintah ditantang untuk
melakukan terobosan-terobosan untuk mencapai visi kemitraan yang tertera di atas.
Beberapa tantangan kemitraan adalah: (1) Membangun komunikasi dan
jejaring yang kuat dan luas antara Pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; (2)
Mengoptimalkan peran dunia usaha dan masyarakat dalam proyek proyek
pembangunan dan pengembangan wilayah/kawasan; (3) Menguatkan fungsi
kelembagaan kemitraan dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan (4) Menjalin
kerjasama internasional dalam meningkatkan kualitas penataan ruang dan
mensinergikan penataan ruang dengan negara tetangga.
19
topik utama
Kebijakan Percepatan
Persetujuan Substansi Teknis
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) perlu dipahami sebagai acuan spasial dalam pelaksanaan
pembangunan nasional serta pentingnya implementasi RTRW tersebut secara konsisten
Dalam rangka menghadapi kondisi keterbatasan
ruang wilayah Nusantara, sementara di sisi lain kebutuhan
terhadap ruang semakin meningkat, maka diperlukan
pendekatan pengelolaan ruang wilayah nasional secara
bijaksanauntuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat
dalam lingkungan yang berkelanjutan, yang kemudian kita
kenal dengan pendekatan penataan ruang.
Lahirnya UUPR pada tahun 2007 beserta peraturan
pelaksanaannya merupakan era baru dalam penyelenggaraan
penataan ruang di Indonesia. Rencana tata ruang sebagai
produk utama penataan ruang merupakan matra spasial
dalam pengembangan wilayah dan kota yang dibentuk
atas dasar kesepakatan semua pihak, baik sektor maupun
daerah. Atas dasar kesepakatan tersebut, maka rencana tata
ruang seyogyanya secara konsisten menjadi acuan dalam
pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Pelaksanaan pembangunan nasional tentunya tidak
akan hanya berjalan dengan implementasi Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)beserta rencana rincinya
pada tataran spasial yang makro. Oleh karena itu, untuk
20
21
topik utama
Status Keseluruhan
Status Keseluruhan
96
1 1
Proses Untuk Persetujuan
substansi : Riau
Proses Revisi : Aceh
Telah Mendapat
persetujuan Substansi
395
Sudah Pembahasan
BKPRN : 80%
Proses Revisi : 20%
31
16
Proses Kehutanan
Perda
129
266
11
Telah mendapatkan
persetujuan substansi:
54%
Perbaikan pasca sidang
BKPRN : 26%
68
Perlu didorong
mempercepat proses
perda : 40%
198
Perda : 14%
Upaya percepatan
yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat antara
lain adalah percepatan
persetujuan substansi teknis
RTRW Provinsi dan RTRW
Kabupate/Kota, dengan
tetap mengawal hingga
RTRW tersebut dapat segera
ditetapkan menjadi perda.
23
topik utama
tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar,
Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita); Perpres No. 55
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Makassar, Maros, Sungguminasa, dan Takalar (Mamminasata);
serta Perpres No. 62 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang
Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo
(Mebidangro). RTR KSN tersebut berfungsi sebagai penjabaran
RTRWN dan sebagai alat koordinasi pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota, termasuk
acuan dalam rangka koordinasi investasi pembangunan
infrastruktur melalui Rencana Terpadu dan Program Investasi
Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM), serta dapat
dijadikan acuan perizinan, terutama apabila RTRW Provinsi
dan RTRW Kabupaten/Kota masih belum ditetapkan.
No
Jumlah Kawasan
No
RTR
Status
Ekonomi
24
Pulau Sulawesi
Penyampaian Ke Presiden
Lingkungan Hidup
22
Pulau Jawa-Bali
Finalisasi di Setkab
Sosial Budaya
Pulau Kalimantan
Finalisasi di Setkab
16
Pulau Sumatera
Finalisasi di Setkab
Kepulauan Maluku
Kesepakatan Gubernur
10
Kesepakatan Gubernur
Jumlah
76
Pulau papua
Kesepakatan Gubernur
Tabel Status RT Pulau/Kepulauan
Selain RTR KSN, saat ini juga sedang diupayakan penetapan 4 (empat) Perpres
tentang rencana tata ruang (RTR) pulau/kepulauan sebagai perangkat operasional
dari RTRWN dan sebagai alat koordinasi pelaksanaan penataan ruang wilayah
provinsi di wilayah pulau tersebut. Keempat RTR Pulau tersebut meliputi RTR Pulau
Sumatera, RTR Pulau Jawa-Bali, RTR Pulau Kalimantan, dan RTR Pulau Sulawesi.
Dalam waktu dekat, RTR Pulau Sulawesi diharapkan sudah akan segera ditetapkan
menjadi Perpres.
Terkait dengan percepatan penyelesaian RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota,
RTR KSN tersebut merupakan dokumen yang harus diperhatikan oleh pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang sedang melakukan
penyusunan RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota, khususnya untuk daerah
yang berada pada cakupan wilayah RTR KSN tersebut.
Diharapkan seluruh pemangku kepentingan, baik Pemerintah Pusat, pemerintah
daerah, maupun pemangku kepentingan bidang penataan ruang lainnya, untuk
membentuk komitmen bersama dalam melakukan percepatan penyelesaian perda
tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota agar pelaksanaan pembangunan
di Indonesia menjadi lebih terarah dan konsisten mengikuti rencana tata ruang.
Referensi:
- Bahan Paparan Menteri PU pada Panel Paparan Menteri di Rakernas Badan BKPRN, Manado, 30 November 2011
24
Percepatan Penataan
Kawasan Hutan
Dalam Perencanaan Tata Ruang
Oleh: Bambang Soepijanto
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan,
Kementerian Kehutanan
Tumpang tindih pola ruang hutan dengan pembangunan hanya salah satu masalah
dalam perencanaan tata ruang. Masalah-masalah tersebut bisa diselesaikan jika
penataan kawasan hutan dalam perencanaan tata ruang dipercepat.
Visi Pembangunan Kehutanan adalah memantapkan
kepastian status kawasan hutan serta kualitas data dan
informasi kehutanan, meningkatkan Pengelolaan Hutan
Produksi Lestari (PHPL) untuk memperkuat kesejahteraan
rakyat sekitar hutan dan keadilan berusaha, memantapkan
penyelenggaraan perlindungan dan konservasi sumberdaya
alam, memelihara dan meningkatkan fungsi dan daya dukung
daerah aliran sungai (DAS) sehingga dapat meningkatkan
optimalisasi fungsi ekologi, ekonomi dan sosial DAS,
serta meningkatkan ketersediaan produk teknologi dasar
dan terapan serta kompetensi SDM dalam mendukung
penyelenggaraan pengurusan hutan secara optimal.
Untuk menunjang hal tersebut, ada beberapa program
yang diprioritaskan oleh Kementerian Kehutanan,
antara lain: pemantapan kawasan hutan, rehabilitasi
hutan dan peningkatan daya dukung DAS, pengamanan
dan pengendalian kebakaran hutan, konservasi
keanekaragaman hayati, revitalisasi pemanfaatan hutan
dan industri kehutanan, pemberdayaan masyarakat di
dalam dan sekitar hutan, mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim sektor kehutanan, dan penguatan kelembagaan
kehutanan.
25
topik utama
Data sampai dengan bulan Juni tahun 2011 menunjukkan
bahwa luas kawasan hutan Indonesia adalah 130,68 juta ha,
terdiri dari hutan konservasi (26,8 juta ha), hutan lindung (28,8
juta ha), hutan produksi (32,6 juta ha), hutan produksi terbatas
(24,4 juta ha), dan hutan produksi konversi (17,9 juta ha).
Sedangkan dari data penutupan hutan, terdapat hutan
primer seluas 41,3 juta ha, hutan sekunder seluas 45,5 juta ha,
hutan tanaman seluas 2,8 juta ha, dan bukan berupa hutan
seluas 41,0 juta ha.
Posisi kawasan hutan dalam RTRWP akan mengisi pola ruang kawasan lindung dan
kawasan budidaya. Pada posisi kawasan lindung, kawasan hutan akan memberikan
fungsi perlindungan dan konservasi. Dalam konteks kehutanan, maka pola ruang
yang seperti itu dijadikan kawasan hutan Lindung, kawasan hutan gambut, dan
kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam (KSA/KPA).
Sedangkan pada kawasan budidaya, kawasan hutan dikelola untuk mendukung
produksi hasil hutan (kayu, non-kayu dan jasa lingkungan) seperti yang dilakukan
pada setiap kawasan hutan produksi (HPT, HP, dan HPK) dengan tujuan produksi
komoditas kehutanan.
Dalam hal pemanfaatan, pola ruang kehutanan sering tumpang tindih dengan
pola ruang untuk pembangunan di luar kepentingan kehutanan pada kawasan
hutan (misalnya pertambangan, pertanian, perikanan, permukiman, dan atau
wilayah industri). Maka, peraturan di bidang kehutanan memungkinkan untuk
mengakomodir sebagian kawasan hutan untuk pembangunan non-kehutanan
tersebut melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan.
Peraturan di bidang
kehutanan memungkinkan
untuk mengakomodir
sebagian kawasan hutan
untuk pembangunan nonkehutanan tersebut melalui
pemberian izin pinjam
pakai kawasan hutan.
26
SK TIM
TERPADU
Perubahan
Fungsi
KAJIAN
Non
DPCLS
Perubahan
Peruntukan
DPCLS
Penetapan
Perubahan KH
oleh Menhut
Penetapan
Perubahan KH setelah persetujuan
DPR RI
27
topik utama
28
HPK
Untuk mengakomodir pembangunan sektor non-kehutanan,
Kementrian Kehutanan telah mengalokasikan hutan produksi
yang dapat dikonversi (HPK). Seiring dengan penyelesaian
kajian perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan
dalam rangka review RTRWP oleh Tim Terpadu, HPK telah
banyak mengalami perubahan.
Terkait dengan hal itu, terdapat tiga skenario penyediaan
areal HPK di seluruh Indonesia: areal HPK pada Provinsi yang
tidak mengalami perubahan kawasan hutan (seluas 133.842
ha), areal HPK pada provinsi yang mengusulkan perubahan
kawasan hutan dan telah direkomendasi Timdu (seluas
7.576.500 ha), dan areal HPK yang diusulkan pemerintah
provinsi dan masih dalam kajian Timdu (seluas 6.859.241
ha). Maka total areal HPK sampai saat ini yang dapat
dialokasikan untuk pembangunan non-kehutanan adalah
seluas 14.569.583 ha.
Mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku, maka
luas kawasan hutan minimal adalah 30% dari luas DAS, dan
atau pulau dengan penyebaran yang proporsional. Data
empiris dalam review RTRWP, menunjukkan kecenderungan
pengurangan kawasan hutan diprediksi sekitar 18-20% dari
luas kawasan saat ini. Dengan demikian, diskenariokan
luas kawasan hutan tetap sekitar 80% dari luas kawasan
hutan saat ini. Perkiraan pengurangan tersebut dialokasikan
untuk mendukung kebutuhan pembangunan di luar sektor
kehutanan, dan sekaligus sebagai bentuk resolusi konflik.
Namun, pengurangan kawasan hutan tidak dilakukan
sekaligus tetapi secara bertahap sejalan dengan program
pembangunan yang direncanakan. Prosentase pengurangan
kawasan hutan tidak sama untuk setiap wilayah, tapi
disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat, dan
dilakukan dalam kerangka mempertahankan daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
KAJIAN
LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS
Urgensi KLHS
29
topik utama
Muatan UU 32/2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH
Perencanaan
Rencana PPLH
Penetapan
Ekoregion
Inventarisasi
LH
Pemanfaatan
Pengandalian
Keberlanjutan
Proses
Keberlanjutan
Produktifitas
Keselamatan dan
Kesejahteraan
Masyarakat
Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan
RPPLH
Daya Dukung
Daya Tampung
KLHS
Tata Ruang
AMDAL
UKL - UPL
Instrumen Ekonomi
Baku Mutu LH
Kriteria Kerusakan LH
Perizinan
Anggaran Berbasis LH
Analisa Resiko LH
Audit LH
Pemeliharaan
Konservasi SDA
Pencadangan SDA
Pelestarian Fungsi
Atmosfer (mitigasi, adaptasi, lapisan
ozon dan hujan asam
Perubahan iklim
Rekayasa genetika
Sumber daya genetik
Pengawasan
&
Penegakan hukum
Pembinaan
Sanksi Administrasi
Sanksi Perdata
Sanksi Pidanav
PUU Berbasis LH
Ijin Lingkungan
30
topik lain
Menuju
Ketahanan dengan Kebijakan
Pangan Pertanahan
Oleh: Redaksi Butaru
31
topik lain
Strategi Pengendalian dan Perlindungan Tanah Pertanian
32
No.
Pulau
Jenis Sawah
Total
Irigasi (Ha)
Ha
Sumatera
1.850.142
548.574
2.398.716
29,31
Jawa*)
2.535.555
986.049
3.521.604
43,03
Bali
75.830
173
76.003
0,93
Nusa Tenggara
176.873
108.979
285.852
3,49
Kalimantan
230.470
707.137
937.607
11,46
Sulawesi
614.466
272.035
886.501
10,83
Maluku
15.666
6.097
21.763
0,27
Papua
29.751
26.089
55.840
0,68
5.528.753
2.655.133
8.183.886
100
Nasional
33
topik lain
34
Dialog Hijau
tentang Masa Depan
Terciptanya Kota Hijau di masa depan sangat bergantung
pada kepedulian masyarakat. Dialog Interaktif-Future Green
City yang diadakan sebagai puncak peringatan
Hari Tata Ruang 2011 merupakan upaya untuk
meningkatkan kepedulian semua pihak.
35
topik lain
Dialog Interaktif Future Green City ini juga dihadiri dari
beberapa wakil dari negara lain dan juga menghadirkan
beberapa narasumber yang sangat peduli akan lingkungan
sekitarnya. Narasumber tersebut adalah Sofian Sibarani,
Nirwono Joga dan Dik Doank. Selain mereka ada pula NGO,
komunitas pecinta lingkungan dan masyarakat peduli
lingkungan.
Acara ini diawali oleh penampilan musik kreatif dari Kandang
Jurank Doank , yang kemudian dibuka oleh Dirjen Penataan
Ruang Ir. Imam S. Ernawi MCM, M.Sc. Dialog sesi pertama
dimulai dengan narasumber Direktur AECOM Sofian Sibarani
dan Dik Doank sebagai artis peduli lingkungan. Secara garis
besar paparan dari Sofian Sibarani bercerita tentang posisi
kualitas kota besar di Indonesia dibandingkan dengan dunia
serta solusi menghadapi kompleksnya permasalahan di
perkotaan. Kemudian dilanjutkan dengan Dik Doank yang
bercerita mengenai sebuah wadah bagi masyarakat untuk
belajar banyak ilmu, menjadi manusia yang lebih baik dan
cinta akan lingkungan sekitarnya.
Acara ini juga diisi oleh presentasi lima karya para pemenang
Call For Act. Setiap sesi dialog ini diakhiri dengan diskusi
tanya jawab seputar materi paparan dari masing-masing
narasumber atau presentator.
Ada beberapa hal yang cukup menarik pada acara ini, antara
lain adalah bentuk komitmen bersama dari pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat yang dituangkan melalui kain
batik berisi tulisan, kritik, masukan dan saran untuk kota hijau
yang produktif dan berkelanjutan.
na
Renca
Dalam dua dekade terakhir, kerusakan sumber daya alam dan pencemaran
lingkungan di Indonesia boleh dikatakan terjadi begitu cepat, melampaui
kemampuan kita untuk mencegah dan mengendalikan degradasi sumber daya
alam dan lingkungan.
Faktor kelembagaan melalui kebijakan dan rencana atau program (KRP) yang selama
ini cenderung bias ekonomi ditengarai menjadi salah satu penyebab terjadinya hal
tersebut. Lingkungan hidup cenderung diposisikan sebagai penyedia sumber daya
alam tanpa dipikirkan mempunyai batas-batas daya dukung tertentu.
Salah satu jalan keluar yang dipandang efektif untuk mengatasi masalah tersebut
adalah suatu tindakan strategis yang dapat menuntun, mengarahkan dan
menjamin lahirnya kebijakan, rencana dan program-program yang secara inheren
mempertimbangkan efek negatif kebijakan tersebut terhadap lingkungan dan
menjamin keberlanjutan suatu lingkungan. Tindakan strategis yang dimaksud
adalah institusi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) atau Strategic
Environmental Assessment (SEA). (KLH: 2009)
37
topik lain
Empat pendekatan yang dimaksud adalah (Pedoman KLHS:
2009) :
a. KLHS dalam Kerangka Dasar AMDAL (EIA Mainframe),
yaitu pola KLHS secara formal ditetapkan sebagai bagian
dari peraturan perundangan AMDAL. KLHS yang tumbuh
dalam kerangka kelembagaan semacam ini disebut sebagai
EIA Mainframe karena menggunakan pendekatan yang
menyerupai AMDAL.
b. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan
(Environmental Appraisal Style). Pola kelembagaan semacam
ini terbentuk karena terkait dengan proses pengambilan
keputusan di tingkat atas yaitu di parlemen atau kabinet.
Model ini juga disebut sebagai Environmental Appraisal,
dengan tujuan memastikan keberlanjutan lingkungan
(Environmental Sustainability Assurance).
c. KLHS sebagai Kajian Terpadu atau Penilaian Keberlanjutan
(Integrated Assessment/Sustainability Appraisal). Dalam
pendekatan ini KLHS ditempatkan sebagai bagian dari
kajian yang lebih luas yang menilai atau menganalisis
dampak sosial, ekonomi dan lingkungan hidup secara terpadu.
d. KLHS sebagai pendekatan untuk pengelolaan berkelanjutan
sumber daya alam (Sustainable Resource Management).
38
Terkait penerapan KLHS dalam rencana ini, terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan
yaitu: kepedulian (awareness), kejelasan (clarity), peningkatan proses praktikal dan
spesifik lokai peraturan dan kebutuhan kelembagaan, dan partisipasi publik atau
masyarakat. Hal-hal inilah yang dapat menjawab pertanyaan sulit dalam perbaikan
sistem.
Selanjutnya, hasil kajian juga harus dapat menjawab pertanyaan strategis, antara
lain: masalah agenda dan otonomi yang membatasi alternatif-alternatif; fokus
November - Desember 2011 | buletin tata ruang
39
Topik Lain
pada gejala sumber pada lokasi awal yang ditetapkan
(contoh: daripada memikirkan bagaimana menghambat
polusi, tapi lebih fokus pada bagaimana membersihkan
polusi, seperti emisi, dll); alternatif nonstruktural yang sering
diabaikan (contoh: organisasi dan otoritas sering tidak
mempertimbangkan alternatif yang tidak melibatkan solusi
konstruksi dan infrastruktur); alternatif solusi nonstruktur
yang seringnya tidak lebih ekonomis dan ramah lingkungan,
dan sebaliknya; dan solusi nonstruktural seperti harga, solusi
keuangan, pajak, subsidi dan dukungan, pendidikan, dll.
Hasil kajian hanya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut dengan adanya: (1) kepedulian dan kejelasan (lebih
eksplisit). Sebagai contoh, alternatif sering dinilai tetapi
tujuannya tidak dievaluasi atau dipertanyakan, (2) Partisipasi
publik. Keterlibatan publik/masyarakat dapat memperjelas
situasi. Hal ini akan mendorong redefenisi tujuan dan masalah.
Hal-hal di atas tentu merupakan peningkatan kualitas
perencanaan, mengingat selama ini banyak kesalahan yang
biasa dilakukan oleh perencana. Yang pertama adalah
berpikir bahwa solusi yang tersedia adalah one size fits all,
dengan kata lain Inilah cara yang biasa kita lakukan. Banyak
perencana takut, jika mereka melakukannya dengan cara lain,
orang-orang akan berfikir mereka telah melakukan kesalahan
pada masa lalu. Kemudian yang ke dua adalah memastikan
bahwa common problem membutuhkan common solution
dalam mendefinisikan common sense. Kesalahan yang ke
tiga perencana adalah saat menyusun dummy alternatif,
secara sengaja membuat kurang menarik, dan menyisakan
sedikit ruang untuk merealisasikan alternatif. Lalu yang ke
empat adalah perencana sering melakukan pertimbangan
kriteria dengan kriteria seleksi yang tidak jelas. Seperti
misalnya saat memutuskan mengapa beberapa alternatif
kriteria dipertimbangkan sementara yang lainnya tidak.
Alternatif-alternatif
Pembangunan jembatan ini tetap menimbulkan kontroversi
antara lain dalam hal lokasi bandara, masalah kepentingan
nasional dan regional, dan perdebatan penetapan lokasi di
kedua negara. Karena itu alternatif-alternatif solusi menjadi
sangat penting.
Inti dari KLHS dalam rencana pembangunan pada suatu wilayah
atau dua wilayah adalah dapat disusunnya alternatif-alternatif
pada tahap kebijakan dan proses penyusunan rencana atau
rancangan.
40
Kaleidoskop
Buletin
Tata Ruang
2011
41
Kaleidoskop
42
agenda
Agenda Kerja
BKPRN
Prov/Kab/Kota
1 Nov 2011
2 Nov 2011
3 Nov2011
7 Nov 2011
Kab. Paniai, Kab. Asmat, Kab. Lanny Jaya, Kab. Hulu Sungai
Tengah, Kab. Tanah Laut, Kab. Kotabaru
9 Nov 2011
10 Nov 2011
11 Nov 2011
14 Nov 2011
Prov/Kab/Kota
2 Des 2011
5 Des 2011
6 Des 2011
Kab. Kutai Timur, Kab. Penajam Paser Utara, Kab. Alor, Kab.
Barito Utara
7 Des 2011
15 Nov 2011
8 Des 2011
16 Nov2011
9 Des 2011
12 Des 2011
Kab. Seruyan, Kab. Pulang Pisau, Kab. Gunung Mas, Kab. Rote Ndao
17 Nov 2011
14 Des 2011
15 Des 2011
18 Nov 2011
16 Des 2011
21 Nov 2011
19 Des 2011
20 Des 2011
22 Nov 2011
21 Des 2011
23 Nov 2011
22 Des 2011
24 Nov 2011
Kab. Rokan Hilir, Kab. Indragiri Hilir, Kab. Subang, Kab. Solok
Selatan
23 Des 2011
25 Nov 2011
27 Des 2011
28 Nov 2011
28 Des 2011
29 Nov 2011
29 Des 2011
43