Percepatan Investasi dalam Kerangka Penataan Ruang untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah
Orientasi dan Kontribusi MP3EI dalam Implementasi Perencanaan Pembangunan Nasional
Wawancara dengan Dr. Ir. Max H. Pohan, CES, MA Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah
Ringkas Buku Nirwono Joga dan Iwan Ismaun: RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau
pengantar redaksi
Buletin Tata Ruang & Pertanahan edisi kali ini mengambil tema Percepatan Investasi dalam Kerangka Penataan ruang untuk Meningkatkan Daya Saing Daerah. Fokus diskusi utama adalah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 dan keterkaitannya dengan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Salah satu isu yang menjadi perdebatan hangat yang diangkat dalam Buletin Tata Ruang & Pertanahan edisi ini adalah posisi dokumen MP3EI terhadap dokumen perencanaan lainnya, seperti Dokumen Rencana Tata Ruang dan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah. Oleh karena itu, Rubrik Wawancara mengulas tentang orientasi dan kontribusi MP3EI dalam implementasi perencanaan pembangunan nasional. Berkenaan dengan topik tersebut, Buletin Tata Ruang & Pertanahan melakukan wawancara khusus dengan Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Pada Rubrik Artikel, Buletin Tata Ruang & Pertanahanmengulas keterkaitan MP3EI dengan Rencana Tata Ruang yang sudah ada yang saat ini atau yang sedang disusun melalui pembahasan lengkap oleh Asisten Deputi Bidang Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Peluncuran MP3EI ini tidak hanya mendapat perhatian dari pemerintah, tetapi juga dari dunia usaha. Harapannya adalah adanya implementasi yang cepat dan tepat dari rencana tersebut dengan tentunya melibatkan seluas mungkin kalangan dunia usaha. Berkenaan dengan isu tersebut, Buletin Tata Ruang & Pertanahan memandang perlu untuk mengulas mengenai skema kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk mewujudkan MP3EI. Topik ini disampaikan oleh Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta, Bappenas. Sesuai dengan misi kami sebagai media penyebar informasi untuk Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, Buletin Tata Ruang & Pertanahan tetap menyajikan perkembangan informasi terakhir tentang status penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, berbagai ringkasan peraturan perundangan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan yang baru terbit, isu-isu Tata Ruang dan Pertanahan terkini, serta ringkasan buku, kali ini tentang Ruang Terbuka Hijau. Besar harapan kami, Buletin Tata Ruang & Pertanahan ini dapat menjadi wadah dialog dan diseminasi isu terkini Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Dengan demikian Buletin ini dapat berkontribusi tidak hanya bagi perluasan khasanah wawasan para pelaku di Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, namun juga sebagai umpan balik bagi perbaikan kebijakan Tata Ruang dan Pertanahan di Indonesia. Pelindung Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Mia Amalia Dwi Hariyawan S Uke M. Hussein Nana Apriyana Khairul Rizal Hernydawati Santi Yulianti Zaenal Arifin Aswicaksana Agung Dorodjatoen Raffli Noor Idham Khalik Cindie Ranotra Riani Nurjanah Indra Ade Saputra Micania Camillang Yovi Dzulhijjah Dodi Rahadian Sylvia Krisnawati Redha Sofiya Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas Jl. Taman Suropati No. 2 Gedung Madiun Lt. 3 Jakarta 10310 021 - 392 66 01 trp@bappenas.go.id http://landspatial.bappenas.go.id Penanggung Jawab
Editor Redaksi
Buletin
2 2
9 4
18
24
wawancara
Dr. Ir. Max H. Pohan
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan otonomi Daerah, Bappenas
nilai tambah (value added) yang timbul akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat di daerah terkait. Masyarakat tidak hanya mendapat pekerjaan tapi juga memperoleh pendapatan yang lebih baik lagi. Prospek MP3EI sebenarnya cukup baik untuk mendukung industri kecil akan tetapi tentu juga perlu didukung secara penuh oleh pemerintah daerah masing-masing agar dapat mengkaitkan investasi yang masuk dengan kegiatan yang menjadi ikutannya. Ini suatu tantangan yang terkait erat dengan masalah pengurangan kemiskinan. Melalui pelaksanaan master plan ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan akan menjadi semakin baik, dapat dilihat dari target pendapatan per kapita pada tahun 2025 sebesar USD 44.500 USD 49.000 (pada tahun 2010 pendapatan per kapita Indonesia sebesar USD 3.000). Angka-angka ini sekedar alat ukur saja. Pendapatan per kapita adalah alat ukur kemajuan sosial sementara PDRB adalah alat ukur ekonomi. Begitu dibagi jumlah penduduk menjadi alat ukur sosial yang kita sebut PDRB per kapita. Semakin meningkatnya perekonomian, untuk pemerintah daerah tentu akan meningkatkan penerimaan terutama dari pajak dan retribusi. Sementara sektor swasta pasti selalu berbicara keuntungan tapi dalam pemahaman seperti itu, pemerintah ingin memanfaatkan keberadaan mereka. Silakan mencari profit tapi secara keseluruhan kita juga mencari nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Untuk peningkatan PAD maupun keuntungan tentu tidak bisa langsung diharapkan muncul di tahap awal, biarlah kegiatan investasi berjalan baik dulu, kalau sudah maju nanti dengan sendirinya penerimaan tersebut akan meningkat. Dengan demikian, apa yang kita sebut dengan percepatan adalah peningkatan growth rate (laju pertumbuhan ekonomi) dan perluasan adalah ekspansi kegiatan ekonomi secara keseluruhan, dalam mendorong pemerataan.
Hubungan dengan rencana lain MP3EI memberikan arahan pusat dan simpul kegiatan ekonomi untuk tiap koridor pulau. Menurut Bapak, bagaimana harmonisasi antara MP3EI dengan RPJMN Buku III Pembangunan Berbasis Kewilayahan dan RTRWN maupun RTR Pulau yang menggunakan basis wilayah yang sama yaitu pulau? Pada tahun 2013 juga akan dilaksanakan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Apakah substansi MP3EI bisa diintegrasikan ke dalam revisi RTRWN ini ataukah memang sebaiknya terpisah seperti sekarang? Penyusunan MP3EI dimaksudkan bukan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti RPJPN dan RPJMN, namun seperti yang saya katakan tadi, menjadi bagian integral dari rencana pembangunan atau RPJPN dan RPJMN itu sendiri. RTRW tentu menjadi basis dalam penyusunan MP3EI karena rencana apapun yang menggunakan ruang pasti harus mengacu pada RTRWN. Terkait revisi RTRWN, apabila diperlukan mungkin bisa ada penggambaran koridor ekonomi dalam peta RTRWN tapi yang lebih penting adalah bagaimana agar berbagai kegiatan yang diplot dalam MP3EI dapat terlihat pada rencana tata ruang atau dengan kata lain, ada penajaman substansi di tingkat rencana detail tata ruang. RTRWN dan MP3EI tidak berada dalam satu level kebijakan, MP3EI adalah suatu rancangan rencana induk program dan kegiatan yang sangat riil dan operasional sementara RTRWN adalah yang memberi wadah/ruang dan menjadi dasar dari perencanaan program dan kegiatan tadi. Jadi, menurut saya kedua dokumen ini memang sebaiknya terpisah walaupun secara jelas tata ruang mendasari, memperjelas dan memperkokoh MP3EI. Selain rencana tata ruang, sebentar lagi juga akan ada MP3KI (Master Plan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia) yang sifatnya saling mendukung dengan MP3EI. Dokumennya juga berbeda tapi tentu kebijakan dan kegiatan pengentasan kemiskinan ini sejalan dengan MP3EI. Pembagian peran Peran Menteri PPN/Kepala Bappenas dalam MP3EI adalah sebagai Wakil Ketua I Pelaksana Harian KP3EI. Apa konsekuensi dari peran baru ini terhadap tupoksi Bappenas? Apa yang harus diperbaiki dan dilakukan untuk mendukung MP3EI? Sesuai peran yang menjadi tupoksi Bappenas selama ini, dalam MP3EI Bappenas memegang peranan untuk mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan. Yang berbeda adalah elemen yang dikoordinasikan semakin luas yaitu kegiatan investasi swasta dan dunia usaha. Bappenas, dalam hal ini sebagai Wakil Ketua I Pelaksana Harian KP3EI, berperan memperbaiki hal yang bersifat pre-requisite atau bottleneck. Hambatan-hambatan yang muncul perlu dihilangkan (debottlenecking) untuk melancarkan upaya percepatan dan perluasan ekonomi Indonesia. Insentif yang saya sebutkan sebelumnya, yang diberikan pemerintah pada tahapan awal MP3EI seperti peraturan perundangan atau hal yang bersifat investasi fisik seperti penyediaan infrastruktur (telekomunikasi dan listrik) juga merupakan salah satu bentuk debottlenecking yang perlu dilengkapi terlebih dulu sebelum investasi masuk ke suatu pusat ekonomi di Indonesia. Hal inilah yang dikoordinasikan oleh Bappenas. Dukungan Dari mana saja sumber pembiayaan untuk proyek-proyek MP3EI dan seperti apa proporsinya? Ada kritik yang mengatakan bahwa proporsi investasi asing mendominasi MP3EI, padahal seharusnya MP3EI ini menguatkan ekonomi nasional dengan mendorong investasi domestik. Mengapa investasi asing masih menjadi pilihan utama? Pembiayaan untuk proyek-proyek MP3EI bersumber dari pemerintah, BUMN dan swasta. Pembagian pembiayaan ini sudah tercantum dengan jelas dalam dokumen MP3EI, mana saja proyek yang akan dibiayai oleh pemerintah, BUMN dan campuran beserta besaran biaya yang dibutuhkan. Apa yang menjadi tanggung jawab pemerintah, misal pembangunan
prasarana rel kereta api untuk mendukung kegiatan utama, pembiayaannya tentu berasal dari pemerintah. Tapi diharapkan proporsi pembiayaan dari dunia usaha lebih tinggi dan mencakup 22 kegiatan ekonomi utama yang telah diidentifikasi ke koridor. Mekanismenya mungkin akan lebih banyak melalui Public Private Partnership (PPP). Mengenai investasi asing, saya kira tidak selalu menjadi pilihan utama. Investor pasti selalu mencari peluang bisnis dan saat ini ekonomi Eropa dan Amerika sedang redup sehingga mereka mencari lahan peruntungan lain yang memungkinkan. Kebetulan saja ada investor besar yang masih haus untuk berproduksi, menghasilkan nilai tambah dari uang-uangnya dan Indonesia sebagai bagian dari percaturan globalisasi ekonomi menjadi pilihan yang baik sebagai daerah yang aktif secara ekonomi saat ini diantara negara-negara lain di Asia Timur dan Asia Tenggara. Pengembangan pusatpusat pertumbuhan ini perlu disertai dengan penguatan konektivitas antar koridor dan simpul ekonomi yang pada masa yang akan datang diharapkan akan mendorong cohesiveness dari kegiatan ekonomi secara nasional maupun dalam lingkup Asia. Bagaimana kesiapan daerah dalam pelaksanaan MP3EI? Dukungan dalam bentuk apa yang diperlukan dari pemerintah daerah untuk mesukseskan pelaksanaan MP3EI terutama dalam era desentralisasi dan otonomi daerah seperti sekarang ini? Pada dasarnya, semua daerah sudah berkomitmen mendukung pelaksanaan MP3EI dan dukungan paling penting yang diharapkan dari pemerintah daerah antara lain dari segi: (1 1) fasilitasi penyediaan lahan. Hal ini akan dikawal ketat oleh UU Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang baru saja ditetapkan pada awal tahun 2012 ini. Faktor tanah sangat penting dalam pembangunan. Kita lihat akhir-akhir ini banyak timbul kasus-kasus sengketa lahan karena tidak begitu jelas status dan proses hukumnya di masa lalu; (2 2) penyediaan Infrastruktur (yang menjadi kewenangan daerah) yang menunjang koridor ekonomi utama; dan 3) peraturan-peraturan daerah. (3 Yang terpenting, pemerintah daerah harus menunjukkan komitmen tinggi dalam mendukung pelaksanaan MP3EI ini karena tujuan jangka panjangnya adalah untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah harus menyelesaikan masalah yang menghambat masuknya investasi dan di sisi lain membuka diri dan membantu mempercepat proses serta memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyerapan investasi yang akan datang ke daerah tersebut. Bukan menjadi pemain, melainkan enabler dan facilitator. Kesimpulan: Tata Ruang dan BKPRN Apakah kondisi tata ruang kita sudah siap menyambut MP3EI? Apa peran BKPRN dalam mendukung MP3EI? Saya kira ini pertanyaan untuk kita semua. Pertanyaannya bukan sudah siap atau belum, akan tetapi menurut saya harus siap! MP3EI harus didudukkan sesuai proporsinya, bahwa ini upaya percepatan untuk mencapai kesejahteraan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan juga untuk mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2025 nanti. Ini akan menjadi pegangan kita semua sebagai putra-putri Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan secara berkesinambungan. Kita harapkan rencana ini bisa terwujud jika semua memahami dengan jelas peran dan posisi masing-masing, kompak sebagai bangsa dan saling mendukung. Jangan lupa kondisi bangsa kita yang heterogen dari segi bahasa, suku, kekayaan alam, tingkat pendidikan, agama sehingga perlu dipikirkan strategi -strategi yang tepat untuk mewujudkan berbagai rencana yang kita susun dalam heterogenitas bangsa ini. Saya kira prasyarat penting untuk sukses tidaknya rencana-rencana seperti ini adalah bersikap dan berpikir bangsa. Kembali pada kondisi tata ruang, yang harus segera dilakukan adalah menyiapkan rencana detail untuk melihat gambaran perwujudan MP3EI dalam skala kecil. BKPRN disini berperan strategis dalam penyelesaian masalah lintas institusi/ sektor yang mungkin timbul dalam penyelenggaraan pembangunan, terutama dalam upaya mewujudkan rencana pembangunan seperti MP3EI. [na/mc]
artikel
Peran MP3EI dalam Mewujudkan RTRWN dan RTR Pulau
Abdul Kamarzuki, Ph.D Asdep Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kadiv Perencanaan Sekretariat KP3EI
ada tanggal 27 Mei 2011 yang lalu, Pemerintah RI telah meluncurkkan sebuah Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau yang sekarang sering disebut dokumen MP3EI, bersamaan dengan ditetapkannya Perpres 32/2011 tentang MP3EI tersebut. Sejak penerbitan Perpres 32/2011, banyak pihak yang mempertanyakan keterkaitan dokumen MP3EI ini dengan dokumendokumen perencanaan yang telah menjadi landasan pembangunan selama ini, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang diatur melalui UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Di samping itu, bagaimana konsistensinya dengan dokumen rencana tata ruang seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota, RTR Pulau, RTR Kawasan Strategis Nasional, yang diatur melalui UU 26/2007 tentang Penataan Ruang juga tidak luput dari pertanyaan banyak pihak.
kegiatan ekonomi serta yang memilki nilai strategis nasional. Di samping itu, RTRWN juga memuat pengaturan terhadap kawasan lindung serta pusat-pusat pertumbuhan nasional atau disebut Kawasan Strategis Nasional (KSN). Untuk mewujudkan atau mengimplementasikan rencana pola dan struktur ruang yang tertuang pada RTRWN,masih diperlukan berbagai upaya berikut: (1 1) penjabaran rencana pola ruang dan struktur ruang RTRWN (1:1.000.000) ke dalam skala yang lebih detail, yaitu pada RTR Pulau (1:500.000), RTRW Provinsi (1:250.000), RTRW Kabupaten (1:50.000), dam RTRW Kota (1:25.000); (2 2) pengintegrasian dan sinkronisasi rencana pola ruang dan struktur ruang RTRWN dengan rencana pembangunan dalam RPJP, RPJMN dan RKP; dan (3 3) penetapan prioritas berbagai rencana implementasi program RTRWN yang dilandaskan dan diintegrasikan dengan kemampuan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. MP3EI disusun dengan semangat not business as usual, yang dalam proses penyusunan dan perumusan strategi serta kebijakan dilakukan dengan mengintegrasikan pandangan dari berbagai pemangku kepentingan, terutama dari dunia usaha. Dokumen MP3EI menempatkan kepentingan pelaku usaha atau kegiatan investasi sebagai pemeran utama, sementara pemerintah berfungsi sebagai regulator, fasilitator dan katalisator dari percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. MP3EI memiliki tiga pilar utama, yaitu koridor ekonomi, konektivitas dan pengembangan SDM & IPTEK. Koridor Ekonomi Pendekatan Koridor Ekonomi merupakan salah satu pendekatan pengembangan ekonomi wilayah yang umumnya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi biaya distribusi, mengarahkan penggunaan ruang bagi kegiatan ekonomi yang lebih optimal, serta dapat menjamin ketersediaan lahan bagi pengembangan kegiatan ekonomi yang diarahkan pemanfaatan ruangnya pada wilayah-wilayah tertentu ataupun yang disebut wilayah koridor ekonomi. Hal lain yang menjadi tujuan dalam pengembangan koridor ekonomi adalah terjadinya percepatan peningkatan kualitas hidup masyarakat yang berada di wilayah koridor ekonomi dan diharapkan dapat memberi dampak positif bagi daerah di sekitarnya. Pendekatan pengembangan Koridor Ekonomi telah digunakan oleh beberapa negara dalam mewujudkan pengembangan wilayahnya, seperti: (1) Great Mekong Subregion Economic Corridor (GMS-EC) ; (2) Dehli-Mumbai Industrial Corridor (DMIC); (3) Sabah Development Corridor (SDC); (4) North America Super Corridor Coalition (NASCO)
MP3EI merupakan dokumen komplementer dan dokumen kerja dari seluruh dokumen perencanaan tersebut dan disusun dengan pendekatan mengintegrasikan berbagai dokumen perencanaan yang telah ada, seperti terlihat pada Gambar 1.
Dinamika Perubahan Sistem Perencanaan (UU 25/2004) Lingkungan global (krisis 2008, BRICS, dll) Komitmen internasional (G20, APEC, FTA, ASEAN, Climate Change) Perkembangan sosial-ekonomi domestik
Adaptasi, integrasi, dan akselerasi pembangunan: Fokus dan Konkret
RPJP 2005-2025
RPJM
Regulasi dan investasi publik
MP3EI
RKP
Gambar 1 Posisi MP3EI di Antara Berbagai Dokumen Perencanaan PP 26/2008 tentang RTRW Nasional merupakan salah satu dokumen perencanaan yang digunakan sebagai landasan pada saat proses penyusunan dokumen MP3EI, di samping dokumen-dokumen RPJP dan RPJMN serta dokumen-dokumen perencanaan Kementerian dan Lembaga (K/L). Pada saat yang bersamaan juga dilakukan proses finalisasi RTR Pulau. RTRW Nasional merupakan dokumen yang memuat arahan pola pemanfaatan ruang bagi kegiatan ekonomi dan non-ekonomi, serta arahan mengenai struktur ruang yang dituangkan dalam sistem pusat kegiatan wilayah dan arahan pengembangan infrastruktur utama di seluruh wilayah nasional, terutama infrastruktur yang mendukung
Pengembangan GMSGMS-EC dimulai pada tahun 1992 dengan bantuan dari ADB. GMS-EC beranggotakan tujuh negara di sepanjang sungai Mekong (Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, China dan India), dengan luas area 2,3 juta km2. Tujuan pengembangan koridor ini untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan pengembangan world class infrastructure serta fasilitasi perdagangan antar negara anggota koridor. Sejak dimulai pada 1992 telah diidentifikasi dan dilaksanakan proyek-proyek infrastruktur dengan total nilai sekitar US$ 11 milyar atau mendekati 110 triliun rupiah. Melalui pengembangan GMS-EC, telah dilakukan pula identifikasi berbagai sektor unggulan, antara lain: pertanian, energi, telekomunikasi, investasi, pariwisata dan perdagangan. Konsep pengembangan DMIC mengikuti rencana pemerintah untuk jalur kereta api kargo (Multi-modal High Axle Load Dedicated Freight Corridor - DFC) dari Delhi ke Mumbai dengan total panjang 1.483 km dan lokasi industri di sepanjang jalur kereta apinya. Tujuan pengembangan koridor ekonomi ini untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya saing global melalui peningkatan infrastruktur dan iklim investasi. Pengembangan DMIC ini menetapkan target dua kali lipat penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun, tiga kali lipat peningkatan kapastias produksi industri dalam lima tahun dan empat kali lipat kapasitas ekspor dalam lima tahun. Upaya pencapaian target ini didukung oleh pembangunan kawasan indsutri baru, pembangunan skill
transportasi (distribusi) di sepanjang wilayah koridor ekonomi. Pendekatan koridor ekonomi juga menpercepat pertumbuhan ekonomi melalui akselerasi investasi di wilayah tertentu dan dengan dukungan konektivitas yang optimal, dapat menciptakanspillover effect ke wilayah sekitarnya dengan cepat. Koridor Ekonomi dalam MP3EI Berbagai hal positif yang telah diuraikan di atas dimanfaatkan sebagai awal pemikiran dalam pengembangan konsep koridor ekonomi di Indonesia yang sekarang menjadi salah satu pilar dalam MP3EI. Pendekatan pengembangan koridor ekonomi di Indonesia adalah menghubungkan simpul-simpul industri di dalam koridor dengan hubs (dalam hal ini ibukota provinsi) dan infrastruktur pendukungnya, seperti jalan, rel kereta api, pelabuhan, bandara, pembangkit energi, jaringan air dan infrastruktur lainnya. Simpul industri yang dimaksud adalah yang di dalamnya terdapat kegiatan industri prioritas atau kegiatan ekonomi utama yang memiliki keunggulan dalam hal proyeksi pertumbuhan pasar, profitabilitas, ukuran pasar, dan kelayakan strategis, serta memberi kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Wilayah koridor ekonomi sendiri ditentukan dengan mempertimbangkan kontribusi PDRB wilayah (kabupaten) terhadap PDB nasional. Konektivitas antarsimpul diperlukan untuk memberi dampak penggabungan (agglomeration effects), yang sedapat mungkin menghindari wilayah koridor yang terlalu panjang dan terlalu heterogen. Dengan landasan pemikiran tersebut, diidentifikasi enam koridor ekonomi di Indonesia, yaitu Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali-Nusa Tenggara dan Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku. Konsep pengembangan enam koridor ekonomi Indonesia disusun dengan mengisi semaksimal mungkin kawasankawasan budidaya dan pusat-pusat pertumbuhan atau pusat kegiatan nasional dan wilayah yang diatur melalui PP 26/2008. Termasuk di dalamnya jaringan konektivitas yang mengacu pada Struktur Ruang RTRWN, terutama arahan jaringan konektivitas strategis nasional Konektivitas dan SDM-IPTEK dalam MP3EI Pengembangan konektivitas dan SDM-IPTEK merupakan pilar kedua dan ketiga dalam MP3EI yang berfungsi sebagai pendukung (enabler) pengembangan 22 kegiatan ekonomi utama yang diidentifikasi pengembangannya melalui pilar pertama atau koridor ekonomi. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian empat elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan Wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ ICT). Fungsi utama konektivitas nasional ini adalah untuk mewujudkan sinergisme antarpusat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan sistem logistik sehingga mengurangi biaya transaksi dan mewujudkan akses pelayanan yang merata dan meluas (inklusif). Pengembangan konektivitas nasional menjamin keterhubungan antarpusat pertumbuhan ekonomi dalam koridor ekonomi dan daerah belakangnyanya, termasuk dengan wilayah-wilayah di luar koridor ekonomi (intrakoridor local connectivity), antarkoridor (national connectivity), dan konektivitas dengan negara lain (global connectivity), seperti yang tercantum dalam Gambar 2.
development centers or knowledge hubs, agro processing hubs, cold storage dan telematika.
SDC merupakan program inisiatif Pemerintah Malaysia untuk percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan di negara bagian Sabah. SDC direncanakan dimulai pada Tahun 2007 sampai akhir periode 12th Perencanaan Malaysia atau tahun 2025. Melalui SDC juga, Pemerintah Malaysia menargetkan peningkatan nilai tambah produksi dan knowledge based economic activities, terutama dalam hal transformasi dan ekspansi pertanian, biotechnology, pariwisata dan logistik. NASCO adalah wujud dari koalisi perdagangan dan transportasi agar perdagangan international dan domestik di sepanjang koridor (melalui jalan, rel kereta api, dan pelabuhan) yang menghubungkan tiga wilayah negara (Kanada, bagian tengah Amerika Serikat dan Mexico) lebih efisien dan aman. NASCO dimulai sejak tahun 1994, dan dengan kebijakan NAFTA yang mereduksi tarif impor dan peningkatan perdagangan bebas, memberi implikasi sangat besar terhadap penguatan ekonomi melalui peningkatan perdagangan dan angkutan kargo antaranggota NASCO. Beberapa fakta dan World Bank Review terhadap implementasi beberapa pendekatan koridor ekonomi, mengindikasikan terjadinya 45 persen peningkatan efisiensi waktu dan penghematan biaya
dilakukan juga proses integrasi dan sinkronisasi antara programprogram konektivitas dan SDM-IPTEK dengan kegiatan investasi di setiap koridor ekonomi. Untuk mempermudah upaya tersebut, digunakan pendekatan yang disebut dengan konsep kawasan prioritas investasi (KPI). Konsep ini mengintegrasikan program-program konektivitas dan SDM-IPTEK, serta memperbaiki regulasi dikaitkan dengan pengembangan KPI. Gambar 4 Integrasi antar Pilar
Pengembangan SDM-IPTEK dilakukan melalui perwujudan center of excellence di masing-masing koridor ekonomi yang bertujuan untuk: (1) meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, kejuruan, dan pelatihan terutama untuk yang terkait dengan pengembangan program utama, meningkatkan kompetensi teknologi dan keterampilan/keahlian tenaga kerja; (2) meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan, baik oleh Pemerintah maupun swasta, melalui pemberian insentif, peningkatan anggaran, dan mengundang keahlian serta teknologi dari luar; dan (3) mengembangkan institusi sistem inovasi nasional yang berkelanjutan. Gambar 3 Innovation Driven Economy
Proses validasi secara terus menerus dilakukan. Sampai dengan Februari 2012 telah diidentifikasi indikasi besaran kebutuhan pendanaan infrastruktur (konektivitas) dan SDM-IPTEK yang terkait dengan indikasi target investasi sektor riil di setiap koridor (Tabel 1). Pendekatan KPI ini merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan RTRWN atau RTR Pulau. Tabel 1 Kebutuhan Dana untuk Setiap Koridor Koridor Ekonomi Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali-NT Papua-Maluku Indikasi Total Investasi s.d. 2014 (Miliar Rp) Sektor Riil Infrastruktur SDM-Iptek 555.965 581.357 955 304.433 1.118.685 467 903.775 220.780 324 214.847 201.499 382 129.884 87.293 95 448.605 155.631 166 2.557.509 2.365.245 2.389 Pelaksanaan MP3EI sangat erat
Pengembangan SDM-IPTEK diperlukan untuk menjamin keberlanjutan pertumbuhan ekonomi yang direncanakan melalui pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi utama di tiap koridor ekonomi. Program SDM-IPTEK diharapkan dapat menyerasikan percepatan pertumbuhan ekonomi dengan pengembangan sumber daya manusia setempat atau pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh inovasi teknologi (innovation driven economy). Dengan demikian, keberlanjutan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai visi nasional dalam MP3EI menjadi negara dua belas besar dunia di tahun 2025 dapat terjamin. Pelaksanaan MP3EI dan Perwujudan RTRWN RTR Pulau Sebagai dokumen kerja, MP3EI memuat kebutuhan pendanaan untuk mendukung pelaksanaan program dan proyek-proyek enabler (konektivitas dan SDM-IPTEK) dan target investasi sektor riil di tiap koridor ekonomi. Pada dokumen MP3EI telah diidentifikasi besaran target investasi mencapai 4.012 trilliun rupiah sampai dengan Tahun 2014. Sepuluh persen diantaranya adalah investasi pemerintah. Dari total investasi tersebut, sebesar 1.786 trilliun rupiah merupakan kebutuhan pendanaan yang diperlukan bagi pengembangan infrastruktur untuk mendukung kegiatan investasi di koridor ekonomi. Sejak diterbitkannnya Perpres 32/2011 tentang MP3EI, telah dan masih terus dilakukan proses validasi terhadap rencana kegiatankegiatan investasi baik terkait program-program konektivitas dan SDMIPTEK ataupun kegiatan investasi sektor riil. Bersamaan dengan itu,
Dokumen MP3EI kaitannya dengan upaya menempatkan perwujudan RTRWN ataupun RTR kepentingan pelaku pengembangan pusat-pusat usaha atau kegiatan kegiatan nasional ataupun
Pulau, dimana konsep
investasi sebagai RTRWN dan RTR Pulau digunakan pendekatan konsep KPI pemeran utama, sebagai dan pengembangan center of sementara pemerintah excellence pada MP3EI. berfungsi sebagai ruang pada RTRWN dan RTR regulator, fasilitator dan Pulau digunakan dalam katalisator konektivitas dalam MP3EI.
pendekatan pengembagan Sebagai ilustrasi, peran MP3EI dalam mewujudkan RTRWN dan RTR Pulau dilihat melalui pengembangan wilayah Sumatera bagian Utara pada Gambar 5. Sementara rencana struktur
LEGENDA :
Batas Kabupaten Batas Propinsi Batas Laut Teritorial Batas Negara Garis Pantai
5 LU
Tingkat Sharing
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Wilayah Lain/ Tidak Ada Data
100 120 140
Pantai Barat
Pantai Timur
I N S E T
Wilayah P.Sumatera
100 120 140
# %
5 LS
0.04
200 Kilometer 400
0.02 0.00
100 105 110 BT
95BT
10
20
30
40
95 BT
100
105
110 BT
( X
5 LU
5 LU
Kota Medan
Kota Pekanbaru
( X ( X
Kota Tanjungpinang
( X
Kota Jambi
( X
Kota Pangkalpinang
X ( X (
Kota Padang
Kota Bengkulu
( X
( X
U
5 LS
Kota Palembang
5L S
200 Kilometer
95 BT
400
Kota Bandarlampung
100 105
( X
( X
dalam berita
Pada Tahun 2011 dan awal Tahun 2012, berita media cetak tentang tata ruang dan pertanahan banyak diwarnai dengan berita mengenai penetapan Perda RTRW Provinsi DKI Jakarta yang dinilai dapat mengganggu kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir, serta Perda RTRW provinsi Bali yang diusulkan untuk direvisi karena merugikan daerah karena dikaitkkan dengan norma agama soal jarak pembangunan dengan kawasan suci. Sedangkan untuk masalah nasional yang paling banyak diangkat adalah mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, karena dengan UU ini dinilai nantinya pemerintah bisa mencabut hak atas tanah rakyat. Berikut ringkasan beberapa berita tentang tata ruang dan pertanahan serta lingkungan.
Oktober 2011 Langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2030 dinilai bermasalah. Beberapa pasal mengacu pada hak pengusahaan perairan pesisir yang dicabut Mahkamah Agung. Ada kemungkinan mendesak Menteri Dalam Negeri mengembalikan Perda itu ke Pemprov DKI. Mendagri punya alasan kuat melakukannya, kata Irvan Pulungan dari Rujak Center for Urban Studies (RCUS) di Jakarta, Sabtu (8/10). Beberapa lembaga swadaya masyarakat awal Oktober lalu melayangkan surat desakan ke Kemdagri. (Kompas, 10 /10/2011) Menteri Dalam Negeri diharapkan dapat membatalkan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah Provinsi DKI Jakarta 20112030. Pasalnya, Perda RTRW tersebut dinilai dapat mengganggu kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir. Hal itu disampaikan Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Riza Damanik, kepada Kompas.com, Selasa (11/10/2011). Kiara menilai Pasal 178 RTRW DKI yang mengatur hak pengusahaan perairan pesisir (HP-3) mengancam kehidupan nelayan dan masyarakat lantaran membatasi akses menuju kawasan yang memiliki HP-3. Aturan serupa pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui Putusan nomor 03/PUU-VIII/ 2010 tanggal 16 Juni 2011. Yang paling terancam adalah kehidupan nelayan berhubungan langsung dengan wilayah pesisir. Pasalnya, kawasan yang sebenarnya menjadi ruang matapencaharian mereka akan terbatasi atau tertutup sama sekali. Perda RTRW DKI Jakarta sendiri telah disahkan DPRD DKI pada 24 Agustus 2011. (Kompas, 11/10/ 2011) Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang yang sedang dilakukan Dinas Tata Ruang DKI Jakarta sangat mengharapkan masukan atau aspirasi dari semua warga Jakarta. "Semua masyarakat yang peduli dengan pembangunan Jakarta baik itu Lembaga Masyarakat Kelurahan (dahulu Dewan Kelurahan), aparat teknis, Dinas Pertamanan, Dinas Kebersihan, Dinas Pekerjaan Umum, pengembang, LSM, dan semua warga Jakarta," kata Suhardyoko, Sekretaris Dinas Tata Ruang DKI Jakarta. Penyampaian aspirasi ini sudah bisa dilakukan mulai hari Jumat (14/10/2011) hingga Kamis (10/11/2011). "Memang waktunya cukup singkat karena sudah tidak ada waktu lagi. Semua aspirasi ini akan dibawa dan diolah di tingkat kota administrasi," kata Suhardyoko. (Kompas, 14/10/ 2011) November 2011 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karawang, memaparkan rancangan peraturan daerah tentang tata ruang wilayah di hadapan sejumlah unsur pimpinan daerah. Peraturan daerah itu dinilai strategis terkait status Karawang sebagai lumbung padi sekaligus kawasan pengembangan industri. Sidang dipimpin Ketua DPRD Karawang Tono Bahtiar dan Ketua Panitia Khusus Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) DPRD Karawang, Ahmad Zamakhsari, dan dihadiri antara lain oleh unsur pimpinan daerah, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, serta
8 Buletin Tata Ruang & Pertanahan
sejumlah undangan dari instansi terkait. Pembahasan Perda RTRW dinilai krusial untuk "menyelamatkan" puluhan ribu hektar sawah beririgasi teknis yang telah dirintis sejak zaman Belanda dan berkembang dengan dibangunnya jaringan irigasi Jatiluhur. Alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian terus terjadi seiring berkembangnya sektor industri di Karawang bagian selatan. (Kompas, 03/11/ 2011)
Pemerintah tampaknya mengotot menggolkan Rancangan UndangUndang (RUU) Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum. Dengan RUU ini, pemerintah bisa mencabut hak atas tanah rakyat dengan alasan digunakan untuk kepentingan pembangunan. Masalahnya, RUU tersebut sebenarnya menuntut tata ruang di semua daerah telah dibereskan sehingga pemerintah bisa dengan mudah menentukan di lokasi mana pembangunan dilaksanakan. Kenyataannya, menurut Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad, RUU Pengadaan Tanah dipaksa untuk digolkan di DPR saat tata ruang di sejumlah wilayah di Indonesia masih belum beres. Menurut Idham, dengan kondisi tata ruang yang belum beres, sementara pemerintah memaksakan RUU Pengadaan Tanah dengan alasan kebutuhan membangun infrastruktur, maka banyak sekali rakyat yang terancam kehilangan tanahnya. (Kompas, 27/11/2011) Bendahara Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali Ida Dewa Gede Ngurah Swastha mengusulkan bangunan dengan ketinggian di atas 15 meter penerapannya hanya boleh pada gedung-gedung fasilitas publik. Namun, hal tersebut pun harus ditegaskan dalam Perda RTRW agar jangan sampai disalahgunakan. Ia menyatakan setuju jika bangunan tinggi hanya diperuntukkan untuk fasilitas-fasilitas publik, seperti gedung pemerintah, rumah sakit, pasar tradisional, perguruan tinggi, dan sekolah. Sedangkan untuk bangunan hotel, apartemen, kondominium, perumahan, dan gedung-gedung komersial lainnya seharusnya dilarang membangun dengan ketinggian melebihi 15 meter. Wacana menzonasikan perumahan dengan ketinggian di atas 15 meter pun dirasa bukan sebagai sebuah solusi kalau aturan dalam Perda RTRWP Bali direvisi dengan alasan semata untuk pembangunan perumahan penduduk. (Kompas, 29/11/ 2011)
dibendung. Salah satunya memperkuat kewenangan desa pakraman untuk mencegah alih fungsi lahan yang makin masif tersebut. Sebab jika dibiarkan, bukan tak mungkin lahan di Bali akan habis terganti dengan bangunan, utamanya fasilitas pendukung pariwisata. Salah satu cara mencegah alih fungsi lahan, menurut dia, dengan memperkuat kewenangan desa adat. (VIVAnews, 4/01/2012) Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Suryo Bambang Sulisto mengeluhkan masalah rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) yang masih tumpang tindih dan tidak jelas. Ketidakjelasan peraturan RTRW ini mengkhawatirkan investor. "Masalah RTRW ini salah satu kendala yang sangat merisaukan, karena ada beberapa investor asing yang sudah menanamkan modalnya merasa diperlakukan tidak fair dengan tidak adanya suatu kepastian hukum," katanya seusai bertemu Wapres Boediono di Jakarta (Kompas, 17/1/2012). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) yang menyatakan bahwa paling sedikit 45% dari luas Pulau Kalimantan harus digunakan sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu, wilayah tersebut juga digunakan sebagai kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah, sehingga bisa berfungsi sebagai paru-paru dunia. Menurut informasi dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Perpres Nomor 3 tahun 2012 itu ditandatangani oleh Presiden Yudhoyono pada 5 Januari 2012. (MI, 19/01/2012) Februari 2012 Permohonan lima bupati di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), dan satu orang wiraswasta terkait dengan pengujian Pasal 1 angka 3 Undang-undang (UU) Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap UUD 1945, dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya, ucap Achmad Sodiki selaku pimpinan sidang, saat membacakan putusan nomor 45/PUU-IX/2011, Selasa (21/2), di Ruang Sidang Pleno MK. Keenam Pemohon itu adalah Bupati Kapuas H Muhammad Mawardi, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih, Bupati Katingan Duwel Rawing, Bupati Barito Timur H Zain Alkim, Bupati Sukamara H Ahmad Dirman, dan Ahmad Taufik selaku wiraswasta dari Palangkaraya. (Kompas, 21/02/2012) Maret 2012 Peraturan Presiden nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan disinyalir dapat memperluas ancaman keutuhan kawasan hutan di Kalimantan Tengah, sehingga perlu ditinjau kembali. "Pemerintah harus meninjau kembali peraturan tersebut sebelum kerusakan hutan semakin meluas," kata Hapsoro Direktur Forest Watch Indonesia (FWI). Ia menjelaskan, dua Lembaga swadaya masyarakat (LSM-red) pemantau hutan mensinyalir terjadinya ancaman yang semakin besar terhadap keutuhan kawasan hutan di Kalimantan Tengah menyusul dikeluarkannya Perpres nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan. (Kompas,
Desember 2011 Ruang terbuka hijau di wilayah Kabupaten Bekasi terus mengalami penyusutan akibat beralih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, dan permukiman. Jumlah luasan RTH di wilayah tersebut saat ini hanya tinggal 4.350 hektare. Untuk memenuhi target RTH 30 persen, saat ini sedang mengupayakan lahan pengganti di WP 2 dan WP 3. Hal tersebut masih sangat mungkin dilakukan karena daerah Kabupaten Bekasi masih memiliki banyak lahan kosong yang bisa dimanfaatkan. "RTH itu bukan hanya berfungsi sebagai paru-paru kota atau penguat struktur tanah, tapi bisa dimanfaatkan untuk fasilitas sosial," katanya. (Kompas, 06/12/2011) Ratusan petani, nelayan, dan buruh yang tergabung dalam Serikat Petani Karawang dan sejumlah organisasi, berunjuk rasa menolak Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Karawang. Sejumlah item dalam peraturan itu dinilai tak berpihak pada petani dan sektor pertanian. Dua rencana yang termuat dalam Perda RTRW Karawang adalah pembangunan pelabuhan internasional dan jalan di pesisir utara. Kedua rencana dinilai akan mengalihfungsikan lahan pertanian irigasi teknis dalam jumlah besar dan mengancam mata pencaharian petani, buruh tani, dan pekerja sektor pertanian. (Kompas, 12 /12/2011) Peraturan daerah yang memuat rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) Provinsi Bali sudah mendapat pengesahan sejak 2009. Namun, sejumlah kabupaten masih memperdebatkan ketentuanketentuan yang termuat di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2009 mengenai RTRW dengan alasan merugikan daerah. Salah satu hal yang kuat diperdebatkan adalah pengaturan jarak pembangunan industri atau bisnis dengan kawasan suci yang mengadopsi dari bhisama (norma agama yang ditetapkan oleh Sabha Pandita PHDI Pusat sebagai pedoman pengamalan ajaran agama Hindu). (Kompas, 14/12/2011) Undang-Undang Pengadaan Tanah (UU Pengadaan Tanah) dibuat tidak untuk merampas lahan rakyat. UU ini diniatkan untuk memberi keadilan bagi pemilik lahan, keadilan bagi pembangunan, menyuguhkan kepastian bagi rakyat, dan untuk kepentingan umum. "Kalau kepentingan umumnya tidak jelas, siapa pun boleh protes. Misalnya, yang menjadi kepentingan umum itu ternyata rumah. Itu namanya tidak keruan," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Kamis (29/12/2011) di Jakarta. (Kompas, 30/12/2011) Januari 2012 Data mencengangkan soal alih fungsi lahan di Bali dibeber oleh Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta. Dalam 3 tahun terakhir, alih fungsi lahan di Bali mencapai 3.400 hektare. Artinya, rata-rata alih fungsi lahan di Pulau Dewata lebih dari 3 hektare per hari. Parta mengaku sedang merumuskan formula agar alih fungsi itu dapat
10/03/2012).
Guru besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengingatkan bahwa organisasi pertanian tradisional di Bali atau "subak" saat ini menghadapi ancaman bahaya laten. "Subak menghadapi ancaman bahaya laten kalau Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2006 tentang Irigasi diterapkan secara efektif," katanya di Denpasar. Ia menjelaskan bahwa UU tersebut memberikan peluang kepada pihak swasta untuk mengelola air. "Jika itu sampai terjadi, maka subak di Bali hancur," kata Ketua Kelompok Riset Sistem Subak Unud itu. (Antara, 13/03/2012)
artikel
Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Mewujudkan MP3EI
Dr. Ir. Bastary Pandji Indra, MSP Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta
enyusunan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dilatarbelakangi oleh berbagai informasi dan pertimbangan yang mencakup berbagai potensi yang dimiliki oleh Indonesia, khususnya potensi sumber daya alam. Kekayaan alam yang melimpah dimiliki oleh Indonesia merupakan potensi yang tidak ternilai yang dapat dikembangkan untuk mendorong pembangunan ekonomi Indonesia.
energi, penanganan logistik yang belum efisien, pasar domestik yang terbagi-bagi dan terbatasnya konektivitas ke pasar global.
(SLoC) yaitu Selat Malaka yang menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global. Sisi demografi, Indonesia pada tahun 2030 menuai apa yang dikenal sebagai demographic dividend dengan meningkatnya porsi penduduk usia produktif. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Berbagai keunggulan dalam hal sumber kekayaan alam harus dimanfaatkan dengan prinsip kehati-hatian khususnya terkait dengan keberlanjutan sumber daya alam tersebut dan kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi. Indonesia menghadapi tantangan dalam pembangunan ke depan. Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Sebaran sumber daya alam, serta pertumbuhan pusat perdagangan dan industri terkonsentrasi di beberapa daerah sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan antar wilayah dan ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Keterkaitan antar wilayah juga masih rendah yang ditunjukkan dengan masih rendahnya ketersediaan infrastruktur untuk mendorong aktivitas perekonomian. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bertumpu pada konsumsi sehingga ke depannya perlu dilakukan transformasi menuju perekonomian yang tumbuh berdasarkan investasi. Untuk menghadapi tantangan pembangunan tersebut dikembangkan konsep percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Konsep ini menggunakan pendekatan wilayah untuk mengakselerasi perekonomian dengan upaya memperbaiki berbagai permasalahan pengembangan wilayah, yaitu keterbatasan infrastruktur dan suplai
Indonesia memiliki lokasi yang strategis karena dilewati oleh salah satu Sea Lane of Communication (SLoC) yaitu Selat Malaka yang menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global.
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki berbagai potensi yang ditunjukkan dalam karakteristik geografi, demografi, ekonomi, sosial-budaya serta sumber kekayaan alam yang dimiliki. Sisi geografis, Indonesia memiliki lokasi yang strategis karena dilewati oleh salah satu
10
Bagian berikut akan menjelaskan secara ringkas mengenai koridor ekonomi dan konektivitas. Koridor Ekonomi Indonesia dan Konektivitas Inti dari koridor ekonomi adalah mengembangkan dan meningkatkan keterkaitan pusat-pusat ekonomi yang berbasis potensi ekonomi wilayah melalui peningkatan akses dan infrastruktur pendukung. Dengan demikian, pengembangan koridor ekonomi Indonesia pada dasarnya bertitik berat pada konektivitas nasional yang diselaraskan dengan empat konsep utama, Pelaksanaan Koridor yaitu sistem transportasi nasional, sistem logistik Ekonomi Indonesia nasional, pengembangan dilakukan untuk wilayah, dan teknologi mempercepat dan informasi dan komunikasi. Pelaksanaan Koridor Ekonomi Indonesia dilakukan untuk mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia melalui pengembangan delapan program utama yang terdiri dari dua puluh dua kegiatan ekonomi utama yang berada di seluruh wilayah Indonesia. Delapan program utama tersebut meliputi: sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Sedangkan fokus dari delapan program utama tersebut meliputi dua puluh dua aktivitas utama, yaitu: industri besi-baja, makanan-minuman, tekstil, peralatan transportasi, perkapalan, nikel, tembaga, bauksit, kelapa sawit, karet, kakao, perikanan, pariwisata, telematika, batubara, minyak dan gas, serta pengembangan Metropolitan Jabodetabek dan pembangunan Kawasan Selat Sunda.
Kebutuhan investasi untuk mendukung pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia telah diindikasikan sebesar Rp 4.012 triliun. Dari total investasi, pemerintah akan berkontribusi sekitar sepuluh persen dalam bentuk infrastruktur dasar seperti jalan, pelabuhan laut, pelabuhan udara serta rel kereta dan pembangkit tenaga listrik. Sedangkan sisanya diupayakan akan dipenuhi dari peran swasta maupun BUMN dan lainnya. Pembagian peran untuk memenuhi kebutuhan investasi sebagaimana pada Gambar 2 merupakan salah satu wujud kolaborasi antara Pemerintah dengan badan usaha dalam upaya mengembangkan berbagai sektor unggulan serta sekaligus mengidentifikasikan kebutuhan infrastruktur untuk mengembangkan potensi yang dimiliki Indonesia. Keterkaitan MP3EI dengan Dokumen Perencanaan Termasuk Rencana Tata Ruang Wilayah MP3EI disusun dengan visi Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Visi tersebut selaras dengan visi pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi yang sejalan ini menunjukkan bahwa MP3EI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Selain mengacu pada RPJPN, penyusunan MP3EI juga mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dokumen MP3EI memuat berbagai rencana strategis pengembangan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi. Konsistensi antara MP3EI dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional akan menghindari terjadinya konflik antara pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan perekonomian dengan upaya untuk mempertahankan kawasan lindung. MP3EI telah memuat berbagai arahan pengembangan kegiatan ekonomi utama yang sudah lebih spesifik yang dilengkapi dengan kebutuhan infrastruktur dan berbagai rekomendasi perubahan ataupun
Pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional
Pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan nasional
Pendorong industri dan jasa nasional Pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional
Sumber: MP3EI 2011-2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Pengolahan sumberdaya alam yang melimpah dan sumberdaya manusia yang sejahtera
11
Swasta
Pemerintah BUMN Campuran Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali - Nusa Tenggara Papua - Kep. Total 6 koridor Maluku
Nilai Indikasi Investasi Berdasarkan Investor
revisi terhadap peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian sinergi antara dokumen perencanaan tetap mutlak diperlukan untuk menjamin keberhasilan pembangunan. Sinergi dituangkan dalam dukungan regulasi, lokasi, sumberdaya dan pelaksanaan melalui kerangka penyelenggaraan pembangunan di daerah yang tertuang dalam perencanaan pembangunan yaitu RPJM dan RKP. Perumusan MP3EI telah memadukan dua pendekatan, yaitu sektoral dan regional, yang kemudian diintegrasikan dalam pengembangan Koridor Ekonomi. Pendekatan sektoral didasarkan pada identifikasi sektor-sektor unggulan yang memiliki prospek pengembangan secara global dan dapat ditingkatkan daya saingnya ke depan. Sedangkan pendekatan regional atau pengembangan wilayah diterapkan melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan berbasis sektor-sektor unggulan tersebut dalam enam Perumusan MP3EI telah koridor ekonomi yang telah memadukan dua diidentifikasikan.
baik di pusat dan di daerah. Hambatan perdagangan antar daerah yang berpotensi menciptakan ekonomi biaya tinggi berupa pungutan dan duplikasi pajak juga perlu dikurangi. 4. Koordinasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten dalam pengembangan wilayah untuk koridor ekonomi. Dengan memperhatikan perbedaan karakteristik antar wilayah, maka sinergitas pembangunan antar wilayah adalah jawaban untuk mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing nasional. Sinergi ini diharapkan dapat mengupayakan percepatan dan perluasan pembanguan ekonomi Indonesia di masing-masing koridor ekonomi terlaksana dengan cepat dan terintegrasi, baik dalam perencanaan ataupun pelaksanaan pembangunan di pusat dan daerah. Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Mendukung MP3EI Total investasi yang dibutuhkan dalam MP3EI adalah Rp 4.012 triliun, dimana total bagian untuk investasi infrastruktur sebesar Rp 1.786 triliun. Investasi dilakukan di delapan sektor infrastruktur yang digambarkan dengan jelas pada Gambar Indikasi Investasi Infrastruktur dalam MP3EI (Gambar 3). Total investasi infrastruktur diatas merupakan investasi dari Pemerintah, BUMN dan sektor swasta. Seperti yang telah kita ketahui, Pemerintah memiliki keterbatasan pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Untuk itu, peran dari BUMN maupun sektor swasta sangat diharapkan untuk mencapai target investasi MP3EI. Pemerintah telah memasukkan 33 proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) di dalam MP3EI. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas telah melakukan perhitungan terhadap target pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dengan skema KPS adalah mencapai Rp 448,5 triliun. KPS didorong untuk memperkuat ketersedian infrastruktur terutama yang terkait dengan MP3EI. Daftar proyek KPS di atas telah dimasukkan ke dalam dokumen Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PPP Book). Kebutuhan dana untuk penyiapan proyek, dukungan pemerintah (apabila dibutuhkan) dan jaminan pemerintah akan diperhitungkan dan diharapkan akan masuk dalam mekanisme penganggaran Penanggung
pendekatan, yaitu sektoral dan regional, yang kemudian diintegrasikan dalam pengembangan Koridor Ekonomi
Untuk mendukung pengembangan potensi unggulan wilayah serta menciptakan sinergi dengan perencanaan pemerintah pusat, maka peran perencanaan pemerintah khususnya di daerah sebagai lokasi pelaksanaan koridor ekonomi difokuskan untuk beberapa hal, yaitu:
1. Percepatan penetapan RTRW Provinsi dalam upaya penyelesaian konflik penggunaan lahan antara kawasan hutan, perkebunan dan pertambangan. 2. Penegakan hukum (law inforcement). Ancaman keamanan dan ketertiban masih cukup tinggi, termasuk di kawasan wisata. Pemerintah daerah perlu meningkatkan keamanan dan ketertiban melalui penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku tindak kriminal. 3. Harmonisasi peraturan dan perundang-undangan. Pemerintah bersama-sama dengan pemerintah daerah perlu bersama-sama meningkatkan harmonisasi peraturan dan perundang-undangan
12
Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), baik itu Pemerintah Pusat ataupun pemerintah daerah. Kemajuan pelaksanaan proyek KPS akan selalu dipantau dan dievaluasi dengan melakukan koordinasi dengan PJPK dan para pemangku kepentingan untuk masing-masing proyek. Pemecahan berbagai permasalahan yang menghambat Pemerintah memiliki implementasi proyek KPS, seperti keterbatasan hambatan pengadaan tanah misalnya, menjadi hal yang sangat pendanaan untuk penting agar investasi dari proyekmembiayai proyek tersebut dapat berjalan pembangunan sesuai target. Daftar proyek KPS yang sudah tercantum dalam PP infrastruktur. Untuk Book dan MP3EI bisa dilihat pada itu, peran dari BUMN Tabel 1.
2. Membentuk Tim Kerja Konektivitas yang dikepalai oleh Wakil Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Tim Kerja ini dibentuk untuk melakukan koordinasi terkait dengan konektivitas terutama penyediaan infrastruktur. Struktur dari Tim Kerja konektivitas telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor KEP.84/M.PPN/ HK/09/2011. 3. Melaksanakan 94 proyek kegiatan ekonomi dan infrastruktur dengan nilai total Rp 490,5 triliun telah di-groundbreaking di tahun 2011. Di samping itu, melanjutkan berbagai perbaikan regulasi untuk mempermudah dan mempercepat implementasi dari MP3EI, yaitu 22 peraturan telah diperbaiki, 18 peraturan sedang diperbaiki dan 33 peraturan akan diperbaiki. 4. Melakukan groundbreaking sebanyak 84 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 536,3 triliun dengan rincian yang sumber pembiayaan dari Pemerintah sebesar Rp 66,2 trilliun (15 proyek), BUMN sebesar Rp 90,3 triliun (20 proyek), swasta sebesar Rp 301,6 triliun (38 proyek) dan campuran sebesar Rp 78,2 triliun (11 proyek) untuk semua bidang. Langkah-langkah tersebut di atas diharapkan dapat mempercepat implementasi dari MP3EI. Sehingga tujuan awal dari MP3EI yaitu Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur dapat segera tercapai. Sekali lagi, keberhasilan pelaksanaannya juga membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan baik itu dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, BUMN, swasta, legislatif, dan masyarakat secara keseluruhan[.]
maupun sektor swasta sangat diharapkan untuk mencapai target investasi MP3EI
Rencana Tindak Lanjut Dalam rangka mempercepat implementasi MP3EI, Pemerintah telah mengambil beberapa langkah penting, antara lain:
1. Menetapkan kelembagaan pelaksanaan MP3EI, yaitu Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), yang langsung dikepalai oleh Presiden Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pepres No 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 dan Permenko Bidang Perekonomian No. PER-06/M.EKON/08/2011 tentang KP3EI. Pada tahun 2011 Sekretariat KP3EI telah mengembangkan Standar Operatioanal Procedure (SOP) dari masing-masing unit kerja. Namun demikian tetap dibutuhkan koordinasi dan komunikasi dalam pelaksanaan SOP tersebut.
Infrastruktur Jalan
Infrastruktur Pelabuhan
Infrastruktur Bandara
Utilitas Air
Telematika
Infrastruktur Lainnya
13
Tabel 1 Proye k KPS Tercantum di PPP B ook dan MP3EI No Koridor Sumatera 1 2 3 4 5 6 Strategic Infrastructure and Regional Develiopment of Sunda Strait Medan-Binjai Toll Road Palembang-Indralaya Toll Road Pekanbaru-Kandis-Dumai Toll Road Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi South Banten Airport Lampung-Banten North Sumatera South Sumatera Riau Sumatera Utara Pandeglang, Banten 25.000 120 125 845 670 214 Nama Proyek Lokasi Nilai Proyek (US$ Juta)
Koridor Jawa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Expansion of Tanjung Priok Port DKI Jakarta-Bekasi-Karawang Water Supply (Jatiluhur) Pondok Gede Water Supply Kemayoran-Kampung Melayu Toll Road Sunter-Rawa Buaya-Batu Ceper Toll Road Ulujami-Tanah Abang Toll Road Pasar Minggu-Casablanca Toll Road Sunter-Polu Gebang-Tambelang Toll Road Duri Pulo-Kampung Melayu Toll Road Kalibaru, DKI Jakarta DKI Jakarta-West Java Bekasi, West Java DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta DKI Jakarta West Java West Java West Java East Java West Java DI Yogyakarta Semarang, Central Java West Java East Java Central Java DKI Jakarta 613 189 22 695 976 426 572 738 596 613 144 1.016 800 293 800 500 82 376 300 3.000 735
10 Tanjung Priok Access Toll Road 11 Pasirkoja-Soreang Toll Road 12 Cileunyi-Sumedang-Dawuan Toll Road 13 Terusan Pasteur-Ujung Berung-Cileunyi-Gedebage Toll Road 14 Pandaan-Malang Toll Road 15 Kertajati International Airport 16 Kulonprogo International Airport 17 West Semarang Municipal Water Supply 18 Penyediaan SPAM Regional Jatigede 19 Pembangunan Umbulan Water Supply 20 Pembangunan PLTU Jawa Tengah Baru 2.000 MW 21 Pengembangan Kereta Api Bandara Soekarno Hatta Koridor Kalimantan 1 2 3 4 Development of Maloy International Port Balikpapan-Samarinda Toll Road Pembangunan Jalur Kereta Api Puruk Cahu-Bangkuang Pembangunan Airport Samarinda Baru
Koridor BaliBali-NTTNTT-NTB 1 Total Nusa Dua-Bandara Ngurah Rai-Benoa Toll Road Bali 196 44.851
14
Raperda RTRW Kota Mojokerto saat ini sedang dalam tahap finalisasi setelah dibahas dalam forum BKPRN pada tanggal 15 Juni 2011, dan telah mendapatkan persetujuan BKPRN melalui SK Menteri Pekerjaan Umum No.HK.01.03-Dr/451 pada tanggal 22 September 2011. Selain itu, Kota Mojokerto telah memiliki RPJPD 2005-2025 (Perda 2/2009) dan RPJMD 2009-2014 (Perda 3/2009). Secara umum, keterkaitan RTRW sudah tercakup dalam RPJMD Kota Mojokerto dan dalam agenda Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, yaitu perlunya penyusunan RTRW yang selaras dengan daya dukung kota. Kota Mojokerto telah memperhatikan agar dokumen-dokumen perencanaan bisa saling terintegrasi. Dalam proses penyusunan RTRW, dokumen RPJPD 2005Kota Mojokerto diarahkan 2025 dan RPJMD 2009sebagai service city bagi 2014 menjadi acuan dalam wilayah hinterlandnya yang penyusunan RTRW. meliputi antara lain Mekanisme pengintegrasian dilakukan melalui rapat Kabupaten Mojokerto, koordinasi dengan SKPDJombang, dan Gresik SKPD terkait yang difasilitasi oleh Bappeko. Integrasi perencanaan juga membutuhkan konsistensi dari perencanaan hingga pelaksanaan yang berkaitan dengan DPRD. Di Kota Mojokerto, DPRD sudah dilibatkan sejak awal dalam Musrenbang. Mulai Musrenbang Kelurahan, Musrenbang Kecamatan, hingga Musrenbang Kota, anggota DPRD telah hadir dalam pembahasan. Sistem pendekatan yang telah dimulai sejak tahun 2007 ini sudah diapresiasi oleh Pemerintah Provinsi. Semua hal tersebut tidak terlepas dari ukuran kota yang relatif kecil yang hanya terdiri atas 2 kecamatan, yaitu Magersari dan Prajurit Kulon, sehingga komunikasi menjadi lebih intensif dan efektif. Integrasi perencanaan tata ruang dengan perencanaan pembangunan ini merupakan salah satu aspek penting untuk dapat mewujudkan Kota Mojokerto yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan sesuai dengan tujuan penataan ruang Kota Mojokerto yaitu Mewujudkan Kota Mojokerto yang mandiri, sejahtera, berbudaya sebagai pusat pelayanan perdagangan, jasa, dan industri kecil dalam ruang yang berkelanjutan[as/cr]
Tahukah Anda???
Pengguna informasi geospasial berhak mengetahui kualitas yang diperolehnya dan berhak menolak hasil informasi geospasial yang tidak berkualitas. Penyelenggara wajib memberitahukan kualitas setiap informasi geospasial yang diselenggarakan dalam bentuk metadata dan riwayat data.
15
koordinasi trp
Rakernas BKPRN
apat Kerja Nasional Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (Rakernas BKPRN) merupakan salah satu agenda rutin BKPRN yang dijadwalkan diselenggarakan setiap 2 tahun sekali. Pada tahun 2009 lalu, karena beberapa alasan teknis termasuk baru terpilihnya Kabinet Indonesia Bersatu II, maka Rakernas tidak diselenggarakan. Pada tahun 2011, Rakernas BKPRN 2011 diselenggarakan di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 29 November 1 Desember 2011. Rakernas ini diikuti oleh para anggota BKPRN, serta perwakilan dari 33 provinsi di Indonesia dan kabupaten/kota di Sulawesi dengan jumlah total peserta sebanyak sekitar 400 orang. Rakernas BKPRN dibuka dengan sambutan oleh Gubernur Sulawesi Utara dan pembukaan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yang kemudian dilanjutkan dengan arahan Menteri yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Bappenas mewakili Menteri PPN/Kepala Bappenas, Deputi Bidang Tata Lingkungan KLH mewakili Menteri Lingkungan Hidup, dan Staf Ahli Bidang Revitalisasi Kehutanan mewakili Menteri Kehutanan. Secara umum, ringkasan arahan para menteri adalah sebagai berikut: (1) RTRWP dan RTRWK diperlukan sebagai instrumen perizinan untuk mendukung perwujudan MP3EI; (2) Percepatan penetapan RTRWP/K memerlukan bantuan teknis, harmonisasi antar rencana dan pendampingan; (3) Penguatan kelembagaan penataan ruang daerah diperlukan untuk percepatan penetapan Perda RTRWP dan RTRWK; (4) Konsistensi pelaksanaan dengan perencanaan diperlukan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan; (5) Keserasian antara rencana pembangunan dengan RTR diperlukan untuk menjamin efisiensi dan efektivitas alokasi sumberdaya; (6) Pemanfaatan ruang perlu didukung peran masyarakat, penegakan hukum, kualitas dan kuantitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang memadai serta instrumen insentif dan disinsentif; (7) Pengurangan kawasan hutan harus mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan dan dukungan terhadap pembangunan sektor lain dan dilakukan secara bertahap dengan memperhatikan kondisi eksisting kawasan hutan dan lingkungan setempat; (8) Daya dukung dan daya tampung harus menjadi pertimbangan dalam ...hasil setiap sidang komisi perencanaan pemanfaatan ruang; dan (9) Kajian ini kemudian didetailkan Lingkungan Hidup Strategis diperlukan sebagai menjadi Agenda Kegiatan (KLHS) instrumen pengelolaan Kelompok Kerja Tahun lingkungan hidup untuk memperbaiki proses 2012-2013... pengambilan keputusan perencanaan pembangunan. Rakernas kemudian dilanjutkan dalam sidang kelompok yang dibagi menjadi 4 (empat) komisi. Isu strategis yang muncul dalam keempat sidang komisi adalah sebagai berikut: Komisi I Pelaksanaan Penataan Ruang: (1) proses penyusunan/revisi RTRWP dan RTRWK yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas rencana; (2) belum konsistennnya implementasi dengan rencana; (3) belum selesainya seluruh peraturan perudangan Bidang Penataan Ruang; (4) masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia Bidang Penataan Ruang; dan (5) belum lengkapnya peta dasar yang diperlukan untuk penyusunan RTR. Komisi II Kelembagaan Penyelenggaraan Penataan Ruang: (1) masih diperlukannya penguatan peran dan porisis BKPRN; (2) perlunya penguatan hubungan kerja antara BKPRN dan BKPRD; (3) belum adanya pedoman pelaksanaan peran masyarakat dalam penataan ruang; dan (4) kualitas sumberdaya manusia Bidang Penataan Ruang yang masih perlu ditingkatkan. Komisi III Sinergi Kebijakan, Rencana dan Program Pembangunan Nasional dan Daerah: (1) kurang serasinya kebijakan, rencana dan program (KRP) baik secara vertikal maupun horizontal di bidang penataan ruang serta antara KRP nasional dan daerah; (2) banyaknya peraturan perundangan sektoral yang mengamanatkan penyusunan peraturan daerah terkait penataan ruang; dan (3) masih banyaknya rencana pembangunan daerah yang belum terintegrasi dengan RTR. Komisi IV Pengelolaan Permasalahan Pemanfaatan Ruang: (1) belum tersusunnya mekanisme penyelesaian masalah pemanfaatan ruang di tingkat nasional dan daerah; (2) belum sinerginya pemanfaatan ruang antara wilayah hulu dan hilir; (3) belum efektifnya pengendalian alih fungsi lahan; dan (4) kekosongan hukum untuk RTRWP dan RTRWK yang sudah berakhir masa berlakunya. Hasil setiap sidang komisi ini kemudian didetailkan ke dalam bentuk agenda kegiatan untuk dilaksanakan oleh setiap kelompok kerja BKPRN pada tahun 2012-2013 [as].
Tahukah Anda???
Peta dasar, berupa:
Peta Rupabumi Indonesia, Peta Lingkungan Pantai Indonesia dan Peta Lingkungan Laut Nasional.
Peta dasar terdiri atas:
perairan; nama rupabumi; batas wilayah; transportasi dan utilitas; bangunan dan fasilitas umum; serta penutupan lahan.
16
Kronoligis penyusunan UU No. 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Pembentukan Panitia Khusus (Pansus)
Pembentukan Panitia Kerja (Panja) + Penyerahan DIM oleh DPR
Penyampaian Ampes
Kunjungan Daerah
Rapat-Rapat Panja
Rapat Kerja
Rapat Paripurna
17
ringkas buku
Penulis Buku: Nirwono Joga dan Iwan Ismaun
uku RTH 30% Resolusi (Kota) Hijau ini hadir seiring dengan amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang mensyaratkan kota harus memiliki RTH minimal 30 Persen dari total luas kota secara keseluruhan yang terdiri atas RTH publik (20%) dan RTH privat (10%). Pemahaman mengenai keberadaan RTH sangat penting terutama dalam konteks perubahan iklim yang sedang menjadi trends saat ini. Keberadaan RTH menjadi sangat relevan karena sifatnya yang multifungsi dalam: Pertama, Pertama menjaga temperatur mikro kota-kota tropis melalui mekanisme penyerapan gas-gas rumah kaca. Kedua, Kedua memberikan peluang yang lebih besar bagi retensi air hujan untuk menghindari banjir. Ketiga, Ketiga merupakan lahan peresapan air hujan ke dalam tanah dan Keempat, Keempat membangun citra kota lebih manusiawi, asri dan indah.
BAB I : Mengapa Perlu RTH? Menguraikan tentang bahaya-bahaya yang mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya yang ada di bumi mulai dari bahaya pemanasan bumi, permasalahan yang dihadapi oleh kota (Banjir, Macet, Kemiskinan, dan Gusur), intrusi air laut karena penyedotan air tanah yang tidak terkendali dan permasalahan lainnya. Kemudian dalam menyikapi permasalahan tersebut, menarik apa yang disampaikan oleh penulis dalam bentuk idiom Balada Katak Rebus yang intinya menggambarkan bahwa terjadi proses adaptasi yang Balada Katak Rebus menikmati permasalahan yang intinya tersebut sehingga kita menjadi terbiasa seperti katak yang menggambarkan bahwa dimasukkan ke dalam kuali terjadi proses adaptasi berisi air dingin yang kemudian tersebut direbus, namun si yang menikmati air katak tetap diam karena permasalahan ... tubuhnya merasa mampu beradaptasi menikmati hangatnya perpindahan suhu air tanpa mau berusaha menyelamatkan diri. Maka yang diperlukan sekarang adalah kebijakan yang cerdas dan berani. Artinya kebijakan yang mampu mengatasi masalah sesuai dengan inti permasalahannya, bukan mengotak-atik masalah di pinggirannya yang sekadar menghabiskan anggaran publik. Harus dijauhi cara berpikir yang pesimis defensif dengan melihat keterbatasan luas lahan yang tersedia, keterbatasan biaya, dan harga tanah yang semakin mahal sebagai kendala. Sebaliknya, kita harus mengembangkan cara berpikir kreatif optimis progresif dalam mencapai RTH 30 persen. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah menggabungkan RTH publik dan privat untuk mencapai target luasan sampai 30 persen dari total luas wilayah. BAB II : Menelusuri Jejak Hijau. Kota Jakarta sebagai ibukota negara merupakan kota yang dinamis dimana kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kota semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Akibatnya pembangunan cenderung memanfaatkan lahan-lahan alami yang masih ada yang sebenarnya mempunyai fungsi-fungsi ekologis kota. Berdasarkan data yang ada, rata-rata kecamatan yang ada di wilayah DKI Jakarta memiliki
kepadatan ruang terbangun yang sangat tinggi. Dengan jumlah kecamatan DKI Jakarta yang terdiri dari 44 kecamatan, sebanyak 31 kecamatan, lebih dari 70 persen kawasannya telah menjadi kawasan padat bangun, seperti Kecamatan Grogol Petamburan (88,96 persen), Jatinegara ( 88,13 persen), Kebayoran Lama (86,89 persen) bahkan ada kecamatan yang luas kawasan terbangunnya melebihi 90 persen yaitu Kecamatan Tambora (92,82 persen), Kecamatan Johar Baru (94,05 persen), dan Kecamatan Cempaka Putih (91,49 persen). Hanya 6 kecamatan di DKI Jakarta yang memiliki lahan terbangun masih kurang dari 50 persen yaitu Kecamatan Cipayung (41,52 persen), Makasar (36,85 persen), dan Jagakarsa (45,32 persen). Ini menandakan bahwa potensi RTH di tiga kecamatan itu masih cukup dominan sehingga perlu dilakukan pengendalian pembangunan agar tidak banyak mengalami alih fungsi. BAB III : Membangun Infrastruktur Hijau. Infrastruktur kota merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan warga yang hidup di dalam ruang perkotaan. Dalam wacana akademis saat ini, dikenal 2 (dua) istilah infrastruktur, yaitu infrastruktur abu-abu (jalan, jembatan, drainase, dan prasarana lainnya) dan infrastruktur hijau. Infrastruktur hijau didefinisikan sebagai : An interconnected network of green space that conserves
natural ecosystem values and functions and provides associated benefits to human population (Green Infrastructure: Smart
Conservation for the 21 st Century, 2001). Dari sudut pandang ini, infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi; singkatnya sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan (natural life sustaining system). Oleh karena itu, infrastruktur hijau atau infrastruktur ekologis merupakan jaringan RTH (Ruang Terbuka Hijau) kota untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberi dukungan pada kehidupan manusia. Keterhubungan antar kawasan RTH dengan jalur dan koridor hijau merupakan kunci keberhasilan infrastruktur hijau kota. Infrastruktur hijau harus diintegrasikan dengan rencana pembangunan infrastruktur kota, harus dilakukan secara komprehensif dan interdisipliner, serta menyertakan partisipasi masyarakat sebagai pemangku kepentingan, karena RTH menyangkut ruang publik maupun privat. BAB IV : Koefisien Dasar Hijau. Parameter untuk mengantisipasi konversi Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan terbangun yang tercakup dalam nilai KDB, KLB dan KB belum efektif untuk menyeimbangkan laju pertumbuhan lahan terbangun dengan lahan terbuka. Oleh karena itu, guna melengkapi produk hukum yang mempertimbangkan keseimbangan aspek ekologis dengan aspek sosial-estetika, maka ditetapkan KDH (Koefisien Dasar Hijau) dan KTB (Koefisien Tapak Basement). Aplikasi KDH menunjukkan persentase luas daerah hijau (DH) dibandingkan luas lahan terbangun, yang sekaligus mencerminkan kondisi ruang terbuka (RT). Aspek ekologis, estetika dan sosial menjadi aspek pertimbangan dalam penentuan nilai KDH.
18
Beberapa solusi yang ditawarkan adalah maksimalisasi RTH privat di area lahan terbangun, pengadaan daerah hijau kolektif (tanggung renteng), urban streetscapes yang memanfaatkan koridor antara Garis Sempadan Jalan (GSJ)- Garis Sempadan Bangunan (GSB) serta konversi KDH yang berupa pengalihan daerah hijau (DH) alami menjadi hijau pepohonan daerah perkerasan di daerah perencanaan yang memiliki RTLB yang telah diberlakukan, seperti kebun pasif, sarana olahraga dan taman bermain. Dengan demikian daerah hijau (DH) yang dipersyaratkan mampu mengakomodasi fungsi utama ekologis dan fungsi social-estetika perpetakan Kota Jakarta. BAB V : Melacak Jejak Hijau. Bila mencermati luasan RTH khususnya di kota Jakarta maka akan diketahui bahwa luasan RTH terus berkurang mulai dari Rencana Induk Djakarta 1965-1985 (37,2%), Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005 (25,85%), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 (13,94 %, atau 9.545 hektar). Persentase ini jauh dari standar ideal RTH kota hijau sebesar 30%. Sedangkan kota-kota di dunia berlombalomba menyediakan RTH agar kota menjadi lebih hijau dan layak huni, seperti New York (25,2%, 2020), Tokyo (32%, 2015), London (39%, 2020), Singapura (56%, 2034), Beijing (43%, 2008), atau Curitiba (30%, 2020). Tujuan dan sasaran dari RTH kota adalah memelihara keseimbangan lingkungan alam dan lingkungan binaan, memperkecil pencemaran lingkungan dan menciptakan lingkungan perkotaan yang baik dan nyaman. Ketiga hal tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kebijakan dasar dan langkah-langkah operasional di setiap wilayah. Jakarta Pusat) (Jakarta Pusat) : Pengembangan RTH dititikberatkan pada taman yang sudah ada (Taman Silang Monas, Taman Lapangan Banteng, Gelora Bung Karno Senayan, dan kawasan Kemayoran). (Jakarta Jakarta Barat) Barat) : Pengembangan RTH dititikberatkan pada keindahan kota, peningkatan penghijauan DAS untuk menghindari erosi, dan penciptaan hutan kota. (Jakarta Jakarta Selatan) Selatan) : Sesuai dengan fungsinya sebagai daerah resapan air, wilayah ini harus mempertahankan fungsi tersebut sebaik-baiknya, melalui pengembangan taman kota, peningkatan lingkungan hidup, peningkatan penghijauan DAS dan situ. (Jakarta Jakarta Timur) Timur) : Wilayah ini sasaran programnya dalam bidang pengembangan sistem taman kota, peningkatan partisipasi masyarakat kota dalam menciptakan lingkungan bersih, dan peningkatan kualitas lahan di DAS. (Jakarta Jakarta Utara) Utara) : Wilayah ini sasaran programnya pada sumber daya alam dan lingkungan hidup, yakni meningkatkan penghijauan dan pengembangan taman dan hutan kota serta membina hutan witasa/ taman nasional laut Kepulauan Seribu.
(green life style). Sesuai amanat UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, semua kota-kota di Indonesia, termasuk Jakarta, disyaratkan mewujudkan RTH sebesar 30%. RTH ini kemudian dibagi kedalam RTH publik sebesar 20 persen dan RTH privat 10 persen. RTH publik meliputi pengembangan lahan terbuka hijau milik pemerintah, terdiri atas RTH lindung dan RTH binaan. Pengembangan RTH publik dapat dilakukan dengan cara merefungsi lahan hijau yang saat ini masih berfungsi lain, serta merestorasi ekologi lahan atau jalur hijau yang rusakdan terdegradasi akibat ulah manusia. Pengembangan RTH privat dilakukan dengan mengendalikan lahan-lahan pekarangan, halaman bangunan, sawah, dan kebun yang pada umumnya dimiliki masyarakat dan umum. Upaya ini dapat dilakukan dengan menerapkan aturan koefisien dasar hijau (KDH) dalam setiap izin pembangunan. Selain itu, dapat juga diberikan insentif kepada warga dan pengembang yang dengan sukarela menyediakan dan membangun kawasan dengan konsep perumahan hijau. Untuk mencapai RTH 30%, maka berbagai jenis dan fungsi RTH, baik yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah (RTH publik) maupun yang dimiliki masyarakat/swasta (RTH privat), harus diintegrasikan dalam rencana induk RTH dan RTRW. Rencana RTH 30 persen dan sistem jaringan RTH yang berfungsi sebagai infrastruktur hijau harus tercermin dalam struktru dan pola pemanfaatan ruang kota sebagai bagian dari peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah. Jaringan RTH tersebut harus terdistribusi ke semua wilayah kota dalam bentuk area (hubs) dan jalur (links), agar dapat berfungsi secara optimal dalam menciptakan keseimbangan ekosistem kota. BAB VII : Langkah Jejak Hijau. Guna mencapai luasan RTH yang mencapai 30% sesuai yang dimanatkan di dalam UU no 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka reformasi tata ruang kota perlu terintegrasi dengan strategi baru yang kreatif dengan RTRW perkotaan yang tercermin di dalam struktur dan pola kota. Beberapa hal yang menjadi rujukan dalam pencapaian luasan RTH perkotaan adalah, legalisasi Perda RTH, preservasi daerah perkotaan, akusisi RTH Privat hingga peningkatan keterlibatan publik. Kajian ekologi sesuai dengan nilai intrinsic lingkungan menjadi basis utama dalam mencapai keseimbangan baru dengan hasil akhir Kota Hijau yang berkelanjutan. Kegiatan pembebasan lahan untuk Peruntukan lahan Hijau (PHU) merupakan upaya akusisi Lahan Terbangun dan peningkatan luasan RTH yang lebih fleksibel. Partisipasi aktif masyarakat (Program Mitra Hijau) sebagai bagian tanggung jawab social korporasi (CSR) banyak membantu strategi akusisi lahan untuk perluasan RTH, seperti program taman interaktif yang membebaskan masing-masing 200-500 m lahan di kantong permukiman untuk dijadikan 2 taman interaktif yang tersebar di 267 kelurahan. Akan tetapi, diperlukan dasar hukum yang kuat serta membutuhkan terobosan win-win solution khususnya bagi pihak pemilik RTH Privat. Pendataan konkret mengenai luasan RTH Privat juga belum trelaksana dengan optimal, sehingga kemungkinan terjadi bias data cukup besar. Peran Sistem kelembagaan dalam upaya penyusunan kebijakan hijau juga cukup penting, terkait dengan penyediaan anggaran besar untuk pembangunan RTH baru (green budget). Prioritas penganggaran program RTH harus setara dengan program transportasi massal dan prasarana pencegahan banjir agar kota tidak mengalami bencana lingkungan, kemacetan dan banjir. Tim Audit RTH mutlak perlu dibentuk guna memperkuat dan mendukung berlakunya peraturan pendukung RTH. Dengan demikian, diharapkan pencapaian kuantitas RTH 30% dan peningkatan kualitasnya bisa terwujud melalui dukungan berbagai stakeholder. [rn]
Luasan RTH khususnya di kota Jakarta terus berkurang mulai dari Rencana Induk Djakarta 1965-1985, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 19852005, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 .
BAB VI : Menuju RTH 30%. Kota hijau yang berkelanjutan adalah kota yang menjaga karakter alam, ketersediaan air bersih, udara segar, iklim mikro yang nyaman, tempat reksreasi dan beragam keanekaragaman hayati. Hakikat membangun RTH adalah menghadirkan lingkungan alam untuk keseimbangan ekosistem dan meningkatkan estetika kota. Untuk merealisasikan RTH 30% perlu perencanaan berdasarkan potensi alam, keseriusan pemerintah daerah, pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat, masyarakat yang berwawasan lingkungan, bergaya hidup hijau
19
kajian
Insentif dan Disinsentif dalam Penataan Ruang
Latar belakang. belakang Insentif dan disinsentif merupakan salah satu instrumen pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dan PP No. 15 Tahun Penyelenggaraan Penataan Ruang. Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya. Sedangkan disinsentif diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang dibatasi pengembangannya. Sebagai upaya untuk mengimplementasikan arahan pemberian insentif dan disinsentif dalam pembangunan nasional, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan-Bappenas menyelenggarakan Kegiatan Kajian Kebijakan Insentif dan Disinsentif Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional. Kegiatan ini dilakukan untuk memperjelas pemahaman terhadap definisi akan merumuskan kebijakan yang akan mengatur mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif seperti yang telah diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas. Tujuan Kegiatan ini adalah memfasilisasi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang dan telah ditetapkan serta pengedalian pemanfaatan ruang yang efektif, melalui pemetaan jenis insentif dan disinsentif dalam pemanfaatan ruang, baik dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, dan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada masyarakat, penyusunan mekanisme penyusunan dan contoh penerapannya. Hasil perumusan dapat digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan dan pedoman penerapan insentif dan disinsentif yang lebih rinci. Berdasarkan Review Peraturan PerundanganPerundangan-undangan terkait insentif, disinsentif dan sanksi dapat dipahami beberapa kata kunci (key word) antara lain: (1) INSENTIF terbagi atas dua kelompok yaitu: Kelompok 1: rangsangan, memberikan rangsangan, dorongan, mendorong, didorong; dan Kelompok 2: imbalan bila sejalan/sesuai; (2) DISINSENTIF: membatasi, mengurangi, mencegah, dibatasi, dicegah, dikurangi, mengendalikan; dan (3) SANKSI dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: Kelompok 1: penertiban, pelanggaran, melanggar; dan Kelompok 2: mencegah. Hasil kajian literatur terhadap berbagai kasus penerapan insentif dan disinsentif memberikan beberapa pembelajaran. Pertama, penerapan insentif dapat dilakukan untuk berbagai macam kebutuhan pengembangan, misalnya untuk pengembangan lokasi dalam kaitannya dengan persaingan antarwilayah, pengendalian pembangunan dan pencegahan berkembangnya sprawl, pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, pengembangan lahan-lahan tidur;. Kedua, terdapat dua pendapat tentang insentif, yaitu (i) positive-sum hypothesis yang berpendapat bahwa insentif adalah manifestasi efisien dari pasar kompetitif, dan (ii) negative-sum game yang berpendapat bahwa insentif hanya menyebabkan daerah race to the bottom karena melakukan penawaran insentif yang berlebihan bagi para investor di mana akhirnya biaya yang dikeluarkan melebihi dari manfaat yang diperoleh. Ketiga, intervensi pemerintah pusat dibutuhkan untuk menghindarkan terjadinya kompetisi insentif yang tidak sehat antarpemerintah daerah Keempat, tantangan penerapan insentif dan disinsentif bagaimana caranya agar penerapan insentif dapat memberikan manfaat yang melampaui biaya yang dibutuhkan. Kelima, terdapat tiga jenis pendekatan penerapan insentif: (a) ad-hoc approach (insentif yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing investor); (b) rules-based approach (insentif standar yang transparan dan berlaku bagi semua investor); dan (c) kombinasi dari ad-hoc dan rules-based approach . Kelima, perlu ada kesamaan pemahaman mengenai tujuan penerapan insentif antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kota/Kabupaten. (7) Beberapa hal yang patut dipertimbangkan bila akan menerapkan insentif adalah: (a) Insentif untuk investasi jangan diperlakukan sebagai pengganti (substitute) dari upaya-upaya yang penerapan insentif berkaitan dengan dapat memberikan pengembangan iklim usaha yang akan mempengaruhi manfaat yang pengambilan keputusan untuk melampaui biaya yang berinvestasi; (b) Penerapan insentif untuk investasi harus dibutuhkan dijalankan bersama-sama dengan strategi pembangunan lokal lainnya yang dirancang untuk meningkatkan iklim usaha; (c) Harus dipastikan bahwa penerapan insentif ini harus dapat menghasilkan keuntungan bersih yang melebihi biaya yang dikeluarkan. Penghitungan biaya ini juga harus mencakup biayabiaya seperti biaya sosial, biaya lingkungan, dan sebagainya; (8) Dalam konteks kerjasama antardaerah, insentif dapat diartikan sebagai mekanisme pendistribusian peran dan tanggung jawab dari setiap daerah yang terlibat dalam suatu kolaborasi untuk pengelolaan common pool resources, seperti DAS; (9) Insentif yang ditawarkan dapat bermacam-macam, antara lain: bantuan pembiayaan (subsidi), pinjaman dengan bunga rendah, pengurangan/penghapusan pajak, dukungan bagi usaha kecil, pemasaran dan promosi, tarif sewa lahan/bangunan yang rendah, penyediaan infrastruktur/lahan yang disesuaikan dengan kebutuhan investor, pengurangan biaya utilitas (listrik, air, dll), pelatihan untuk para pekerja, tunjangan penyusutan (depreciation allowance), dan sebagainya. Secara ringkas Hasil Kajian ini dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Insentif dan disinsentif dalam penataan ruang merupakan istrumen untuk mengubah perilaku masyarakat agar dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan RTRW; (2) Mekanisme insentif dan disinsentif digunakan sebagai transisi sebelum menuju penerapan mekanisme sanksi; (3) Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif saat ini untuk menjembatani sebelum penerapan sanksi secara menyeluruh; (4) Sanksi lebih tepat dibandingkan
20
dengan disinsentif terutama untuk yang jelas melanggar, disinsentif dikhawatirkan akan membiarkan terjadinya pelanggaranpelanggaran; (5) Bentuk insentif yang telah dilakukan di Kawasan Perkotaan Sarbagita antara lain: Pengurangan pajak, Pemberian subsidi pupuk dan benih kepada petani; (6) Insentif merupakan soft instrument, didefinisikan sebagai: pranata kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) guna mengembangkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan manfaat ekonomi/sosial yang dinikmati seseorang karena melaksanakan suatu perbuatan/perilaku tertentu (good behavior); (7) sedangkan disinsentif adalah pencabutan insentif; (7) Sanksi merupakan hard instrument yang membuat masyarakat takut/jera terhadap ancaman sanksi dan karenanya menjadi patuh terhadap peraturan. Arahan Penerapan Insentif dan Disinsentif. Insentif diterapkan guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan perlunya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan melalui pemberian manfaat ekonomi/sosial atas perilakunya yang ideal (di atas standar). Dengan demikian pemberian insentif bersifat mendorong terjadinya perubahan perilaku ke Insentif merupakan soft arah yang lebih baik (ideal) instrument, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pengurangan retribusi, Pengurangan beban kompensasi, Subsidi, Pembangunan serta pengadaan infrastruktur, Penghargaan dan fasilitasi, Publikasi dan promosi, Kemudahan prosedur perizinan (untuk kasus spesifik/tertentu). Sedangkan jenisjenis-jenis disinsentif adalah sebagai berikut: Pencabutan/ pengurangan atas insentif pemberian pembebasan atau pengurangan pajak, Pencabutan/pengurangan atas insentif pemberian pengurangan retribusi, Pencabutan/pengurangan atas insentif pengurangan beban kompensasi, Pencabutan/pengurangan atas insentif subsidi, Pencabutan/pembatasan atas insentif pembangunan serta pengadaan infrastruktur, Pencabutan atas insentif penghargaan dan fasilitasi, Pencabutan atas insentif publikasi dan promosi. Berikut ini rekomendasi yang perlu ditindaklanjut adalah: (1) Perlu segera disusun peraturan operasional yang dapat memberikan penjelasan secara lebih lengkap dan rinci mengenai: (a) Definisi dan berbagai jenis insentif dan disinsentif yang dapat diterapkan dalam konteks penataan ruang dan pengembangan wilayah, namun tidak bertentangan dengan hukum administrasi yang berlaku; (b) Penjelasan dan contoh penerapan setiap jenis insentif dan disinsentif, termasuk mekanismenya serta peran masing-masing stakeholder yang terlibat; (2) Langkah-langkah yang perlu dilakukan bila hendak menerapkan insentif-disinsentif, antara lain meliputi: Penetapan tujuan dan sasaran pembangunan/pengembangan kawasan yang ingin dicapai; Perumusan jenis insentif yang dibutuhkan, misalnya sebagai pioneer, yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan/pengembangan kawasan yang ingin dicapai serta sesuai dengan kondisi dan keunggulan/ potensi daerah; Perumusan kriteria: Kepada siapa insentif tersebut dapat diberikan, berapa besarnya, serta jangka waktunya; Pada dasarnya insentif yang diberikan tersebut harus dapat diimplementasikan dan diukur; (3) Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala terhadap penerapan insentif serta dampaknya dan melakukan pelaporan kepada yang berwewenang. Untuk itu penerapan insentif ini harus diadministrasikan secara baik [ik].
didefinisikan sebagai: pranata kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) guna mengembangkan kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan, dan manfaat ekonomi/ sosial yang dinikmati seseorang karena melaksanakan good behavior...
Dalam konteks penataan ruang, penerapan insentif dan disinsentif dilakukan untuk mempengaruhi proses pemanfaatan ruang, baik untuk mendorong/mempercepat atau mengendalikan/membatasi dengan mempengaruhi pengambilan keputusan dan/atau mengubah perilaku dalam pemanfaatan ruang. Sedangkan disinsentif, berdasarkan hukum administrasi adalah pencabutan insentif, karena merupakan satu kesatuan. Berarti harus ada insentif dulu baru dapat diberikan disinsentif. Tanpa insentif, disinsentif juga tidak ada.
LANDSPATIAL BAPPENAS on
Pada umumnya, perilaku terhadap suatu kebijakan bersifat standar. Untuk meningkatkan perilaku standar tersebut menjadi perilaku yang ideal, maka dapat diberikan insentif. Namun, bila perilaku ideal yang diharapkan tersebut tidak terjadi, maka diberikan disinsentif berupa pencabutan (pengurangan) insentif (dalam hal ini perilaku tetap bersifat standar). Pemberian insentif dan disinsentif hanya dapat dilakukan dari pemerintah (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) kepada masyarakat/korporasi. Dengan demikian pemberian subsidi yang dilakukan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah tidak dapat disebut sebagai pemberian insentif, melainkan konsekuensi dari penerapan suatu kebijakan tertentu yang dianggap strategis, misalnya dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan nasional, pemerintah pusat memberikan bantuan dalam bentuk subsidi bagi pemerintah daerah untuk memelihara lahan-lahan pertanian produktifnya, dsb. Berdasarkan peraturan perundang-undangan bidang penataan ruang dan yang dikenal dalam perspektif hukum administrasi JenisJenisjenis insentif terdiri atas: Pembebasan/pengurangan pajak,
21
sosialisasi peraturan
Perpres RTR KSN Kawasan Perkotaan
Penataan ruang merupakan upaya pengalokasian ruang bagi kegiatan pembangunan untuk menjaga keberlanjutan fungsi ruang. Pada tahun 2011 ini, telah dihasilkan tiga Perpres tentang RTR KSN Perkotaan, yaitu: RTR Kawasan Perkotaan Sarbagita (Perpres No.45/2011), RTR Kawasan Perkotaan Mamminasata (Perpres No.55/2011) dan RTR Kawasan Perkotaan Mebidangro (Perpres No.62/2011). Penerbitan ketiga Perpres tersebut ditujukan untuk mewujudkan harmonisasi dan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang pada kawasan perkotaan.
22
Tahukah Anda???
Untuk keperluan penanggulangan bencana, setiap orang harus memberikan informasi geospasial yang dimilikinya bila diminta oleh instansi pemerintah atau pemerintah daerah yang diberi tugas dalam urusan penanggulangan bencana. Setiap orang dilarang mengubah IGD dan IGT tanpa izin dari Badan Informasi Geospasial dan menyebarluarkan hasilnya.
23
konservasi laut pusat perkebunan kakao berbasis bisnis pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata...
koridor ekosistem sebagai kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi
Kebijakan untuk mewujudkan kawasan berfungsi lindung bervegetasi hutan meliputi: (1) mempertahankan luasan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan yang berfungsi lindung yang terdegradasi; dan (2) pengendalian kegiatan budidaya yang berpotensi menggangu
24
B C D E B1 B2 C1 C2
25
agenda
November 2011 Mengikuti peringatan Hari Tata Ruang Nasional yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum. Menghadiri Rapat Panja Pansus RUU Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Menghadiri Rapat Kerja Nasional BKPRN Tahun 2011 di Manado. Rakernas ini diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah) sebagai salah satu anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Rakernas ini akan diikuti oleh instansi-instansi pusat anggota BKPRN, para Gubernur seluruh Indonesia, Bappeda tingkat Provinsi dari seluruh Indonesia, serta perwakilan dari Kabupaten/Kota terpilih. Desember 2011
Sosialisasi Perpres Mebidangro di selenggarakan oleh Departemen Pekerjaan Umum di Medan, Sumatera Utara. Konsinyering Tim Perumus (TIMSUS) dan Tim Sinkronisasi (TIMSIN) Pansus RUU Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
26
Januari 2012
Menghadiri acara Finalisasi Rencana Induk Percepatan Pengembangan Wilayah Suramadu di Surabaya
Maret 2012 Mengadakan Sosialisasi Peraturan Presiden tentang RTR Pulau dan KSN di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.
Februari 2012
Turut serta dalam kunjungan lapangan Tim Terbatas BKPRN ke Kawasan Perbatasan Negara di Pontianak, Kalimantan Barat.
Mengadakan Sosialisasi Undang-undang No.2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pemerintah untuk Kepentingan Umum di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.
27
galeri foto
RAKERNAS BKPRN
RAKER DEPUTI
http://landspatial.bappenas.go.id
28
http://www.facebook.com/trp.bappenas
29
Runa
Tarna