KESEJAHTERAAN SOSIAL
B A B XV
A. KESEHATAN
1. Pendahuluan
913
1. Pengutamaan pelayanan kesehatan kepada penduduk pedesaan dan
daerah-daerah pusat pembangunan;
2. Pelayanan kesehatan yang utama ialah pengobatan jalan;
3. Pelayanan kesehatan terutama diarahkan bagi golongan tenaga
muda dan tenaga produktif;
4. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan diutamakan usaha kese-
hatan preventif;
Dalam rangka kebijaksanaan-kebijaksanaan umum dan pengara -
han kebijaksanaan operasional tersebut di atas, dalam Repelita II dila -
kukan kegiatan-kegiatan dalam lapangan :
1. Peningkatan Pelayanan Kesehatan;
2. Pemberantasan Penyakit Menular;
3. Peningkatan Nilai Gizi Makanan Rakyat;
4. Penyuluhan Kesehatan;
5. Pengawasan Obat-obatan, Makanan dan sebagainya;
6. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
7. Pendidikan dan Pendayagunaan Tenaga Kesehatan;
8. Peningkatan Efisiensi Sarana dan Ketatalaksanaan.
Langkah-langkah pokok pelaksanaan kegiatan pembangunan ke -
sehatan selama Repelita II disusun dengan mendasarkan pada tujuan
dan kebijaksanaan yang telah dikemukakan di atas.
2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan a.
Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Usaha peningkatan pelayanan kesehatan ditujukan untuk menye -
diakan dan memberikan pemeliharaan kesehatan dalam arti yang luas
secara efisien dan efektif kepada setiap anggota masyarakat yang
membutuhkan.
Usaha peningkatan pelayanan kesehatan terutama meliputi ke giatan-
kegiatan pengembangan Puskesmas, BKIA, Balai Pengobatan,
Usaha Kesehatan Sekolah, Rumah-rumah Sakit, Kesehatan Gigi, Kese -
hatan Jiwa, Pengadaan obat-obatan, alat-alat kesehatan serta Labora -
torium Kesehatan.
914
Puskesmas sebagai suatu kesatuan organisasi fungsional yang
langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terintegrasi
kepada masyarakat, perlu ditingkatkan fungsi maupun jumlahnya.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi daerah-daerah
yang luas dan padat penduduknya, daerah-daerah transmigrasi dan
daerah-daerah pemukiman baru, di satu kecamatan dapat didirikan
lebih dari satu Puskesmas. Untuk memenuhi hal tersebut melalui
Program Bantuan Sarana Kesehatan tahun 1978/79 disediakan ban-
tuan untuk 300 unit Puskesmas, masing-masing terdiri dari gedung
Puskesmas lengkap dengan peralatan non medis, alat medis sederhana,
obat-obatan serta rumah dokter dan 2 buah rumah staf serta penem-
patan 550 dokter dan 1950 tenaga para medis.
Perkembangan jumlah Puskesmas menunjukkan hal yang cukup
menggembirakan. Apabila pada awal Repelita I Puskesmas baru ter-
catat 1.227 buah, maka pada akhir Repelita I jumlah tersebut menjadi
2.343 buah, selanjutnya pada akhir Repelita II telah mencapai 4.353
buah. Dengan demikian maka setiap kecamatan telah memiliki sebuah
atau lebih Puskesmas.
Jangkauan pelayanan telah pula menunjukkan peningkatan. Apa -
bila pada akhir Repelita I sebuah Puskesmas melayani 59.000 pendu -
duk Jawa-Bali dan 46.000 penduduk luar Jawa-Bali, maka pada akhir
Repelita II sebuah Puskesmas melayani 43.500 penduduk Jawa-Bali
dan 22.000 penduduk di luar Jawa-Bali. Dalam usaha meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan bagi desa-desa yang jauh letaknya,
dalam tahun 1977/78 di samping penambahan jumlah Puskesmas di -
sediakan pula bantuan 363 buah Puskesmas Keliling dan tahun 1978/
79 sejumlah 241 Puskesmas Keliling berupa mobil roda 4 atau kapal
bermotor. Di samping pembangunan Puskesmas, dalam tahun 1977/78
disediakan bantuan untuk perbaikan dan peningkatan 750 Puskesmas
yang telah ada. Pada tahun 1978/79 dilanjutkan dengan perbaikan
sejumlah 213 buah Puskesmas, termasuk penggantian gedung Puskes -
mas yang rusak akibat bencana alam. Bagi dokter-dokter yang di -
tempatkan di Puskesmas lama yang belum memiliki rumah dinas da -
lam tahun 1977/78 telah dibangun 600 rumah dokter, dan dalam tahun
1978/79 dilanjutkan dengan membangun 338 buah lagi. Dengan demi -
915
kian kalau pada akhir Repelita I untuk 1.197 dokter baru tersedia,
458 rumah (38%), pada akhir Repelita II untuk 3.897 dokter yang
ditempatkan di Puskesmas sejumlah 3.317 telah memiliki rumah dinas
(85%). Apabila dalam tahun 1974 dari 2.343 Puskesmas baru 796 buah
yang dipimpin dokter (34%), maka pada akhir Repelita II dari 4.353
Puskesmas sejumlah 3.897 buah telah dipimpin dokter (89,5%).
Pengembangan BKIA dilaksanakan atas dasar pertimbangan mem -
perluas pertolongan di luar rumah sakit dengan memperkenalkan dan
menganjurkan pertolongan persalinan di BKIA dan di rumah-rumah
keluarga oleh petugas BKIA yang berwenang. Untuk itu dilakukan
penambahan peralatan serta peningkatan pengetahuan serta ketram -
pilan para petugas. Agar BKIA dapat memberikan pelayanan yang
efisien maka BKIA secara berangsur-angsur diintegrasikan ke dalam
Puskesmas-Puskesmas Pembantu. Dengan pengintegrasian tersebut apa -
bila akhir Repelita I masih tercatat 6.801 BKIA, pada akhir Repelita II
jumlahnya menjadi 2.412 BKIA.
Dalam tahun 1978/79 pencakupan BKIA meliputi 28% ibu hamil,
20,6% ibu bersalin, bayi 30,8% dan anak 7,22%. Telah pula dibagi-
kan sejumlah ±: 676 ton susu, penambahan 6.250 dukun kit, penye -
baran 200 bidan kit dan 200 stetoskop. Latihan bagi dukun-dukun
untuk dapat menolong persalinan telah diusahakan, di samping pe -
ningkatan ketrampilan bagi bidan.
Pengembangan Balai Pengobatan (BP) dalam Repelita II dititik -
beratkan pada peningkatan kemampuan BP agar dapat berfungsi se -
bagai unit pelayanan kesehatan tingkat paling sederhana. Dalam usaha
meningkatkan pelayanan dalam tahun 1978/79 telah dibagikan 103
set BP kit, 2 buah alat rontgen, 8 set alat laboratorium BP 4, 13 set
alat kesehatan mata, 7 set alat medis untuk operasi keliling, dan seba -
gainya. Agar dapat memberikan pelayanan secara efisien secara ber -
angsur-angsur BP yang ada diintegrasikan ke dalam Puskesmas-Pus -
kesmas Pembantu, sehingga apabila dalam Repelita I masih tercatat
7.124 buah BP, pada akhir Repelita II tinggal 4.180 buah .
Perkembangan jumlah Puskesmas, BKIA dan Balai Pengobatan dapat
dilihat pada Tabel XV — 1 dan Grafik XV — 1.
916
TABEL XV – 1
PERKEMBANGAN PUSKESMAS, BALAI PENGOBATAN
DAN BKIA DI INDONESIA
1973/74 – 1977/78
917
GRAFIK XV – 1
PERKEMBANGAN PUSKESMAS, BALAI PENGOBATAN
DAN BKIA DI INDONESIA
1973/74 – 1977/78
918
Melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) diharapkan dapat dicapai
keadaan kesehatan anak didik dan lingkungan hidupnya yang dapat
memberikan kesempatan belajar serta pertumbuhan jasmaniah dan
rokhaniah yang sebaik-baiknya.
919
Sadikin, RS Karyadi, RSU Padang, RSU Palembang, RSU Sanglah
dan lain-lain, dengan penambahan poliklinik, ruang-ruang perawatan,
ruang/bangsal bedah, ruang bersalin, gedung radiologi, gedung rontgen,
laboratorium, dapur, ruang cuci, penambahan listrik dan air dan lain-
lain. RS Sardjito pada akhir Repelita II sudah mencapai taraf penye -
lesaian pembangunannya sehingga sudah dapat memberikan pela-
yanan kesehatan penduduk Jawa Tengah bagian selatan sekaligus ber -
fungsi sebagai rumah sakit pendidikan. RS Dr Sutomo di Surabaya
dalam tahun 1978/79 sudah dalam taraf penyelesaian pemindahannya
dari Simpang ke Karangmenjangan sehingga diharapkan dapat men-
jadi rumah sakit rujukan untuk Indonesia bagian Timur, sekaligus
berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan. Di samping itu 5 RS khu-
sus antara lain RS Orthopedi dan Protese Surakarta, RS Kusta Sita-
nala, RS Kusta Sungai Kundur dan RS Mata Cicendo Bandung, men -
dapatkan pula penambahan ruangan-ruangan poliklinik dan kantor serta
penambahan peralatan dan peningkatan mutu staf.
Dalam rangka meningkatkan usaha pelayanan kesehatan melalui RS
yang dikelola Propinsi maupun RS Kabupaten/Kotamadya, di sediakan
bantuan penambahan/peningkatan gedung-gedung, peralatan medis
maupun non medis. Untuk 67 RS yang dikelola propinsi dibe rikan
bantuan obat-obatan dengan perhitungan Rp. 100,-/hari/tem- pat
tidur sedangkan melalui program bantuan pembangunan sarana
kesehatan, disediakan bantuan obat-obatan untuk RS Kabupaten/
Kotamadya dan Puskesmas-puskesmas dengan perhitungan Rp. 70,-
setiap penduduk, dengan ketentuan paling sedikit Rp. 7 juta untuk
setiap daerah tingkat II. Di samping itu untuk RS yang dikelola pro -
pinsi, RS Kabupaten/Kotamadya kelas C yang belum memiliki 4 jenis
keahlian pokok (ahli bedah, kandungan/kebidanan, kesehatan anak
dan penyakit dalam), disediakan biaya untuk pengangkatan/penem -
patan 62 dokter ahli pada 34 RS. Dalam memberikan pelayanan kese -
hatan, bagi Propinsi yang belum memiliki dokter ahli mata telah di -
lakukan pengiriman tenaga ahli mata ke- 8 Propinsi (Irja, Kalteng,
Maluku, Sulteng, Sultra, Aceh, NTT dan NTB).
Agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, para dokter
ahli yang diangkat/ditempatkan tersebut diperlengkapi dengan alat ke -
920
dokteran sesuai dengan keahliannya, gedung/sarana fisik, perumahan
dan kendaraan. Sejalan dengan itu, pengembangan sistim rujukan
dalam tahun 1978/79 diteruskan dan ditingkatkan. Peningkatan
antara lain dilakukan dalam bentuk kunjungan dokter ahli ke rumah-
rumah sakit yang belum mempunyai dokter ahli. Di samping itu di -
lakukan pula pengiriman dokter dan para-medis RS Kabupaten/
Kodya ke Puskesmas-Puskesmas.
Sejalan dengan itu telah pula dilaksanakan usaha penyempurna-
an organisasi, management rumah sakit, pengembangan sistim ru-
jukan, sistim pencatatan dan pelaporan, penentuan standarisasi pera -
latan medis rumah sakit, obat-obatan dan sebagainya. Dalam pada
itu rumah-rumah sakit telah dikelompokkan menjadi : 2 Kelas A, 13
Kelas B, 43 Kelas C dan 221 Kelas D.
Usaha peningkatan kesehatan gigi terutama dilaksanakan mela -
lui perluasan dan peningkatan kegiatan-kegiatan Usaha Kesehatan
Gigi Sekolah (UKGS). Dalam tahun 1978/79 telah dilakukan pela -
yanan kesehatan gigi untuk 12.250 murid dan penambahan peralatan
kesehatan gigi untuk 30 Balai Pengobatan Gigi (BPG). Apabila pada
akhir Repelita I UKGS baru dilaksanakan di 17 Propinsi, maka pada
akhir Repelita II sudah dilaksanakan di 26 Propinsi untuk 166 Daerah
Tingkat II dengan jumlah murid sekolah yang dilayani sebanyak
1.160.116 anak. Usaha pengembangan balai pengobatan gigi telah
mencapai 796 buah yang tersebar di 208 Daerah Tingkat II dan yang
dilayani oleh 861 tenaga dokter gigi.
Usaha pembinaan kesehatan jiwa, terutama ditujukan kepada
perkembangan sarana-sarana pelayanan dan fungsi pelayanan kese -
hatan jiwa, terutama di Puskesmas. Dalam tahun 1978/79 telah di -
laksanakan integrasi kesehatan jiwa di 89 Puskesmas dengan 4.628
kunjungan tim dokter ahli jiwa. Rehabilitasi pasien mental dilakukan
dengan melatih 782 penderita dan melalui 1.352 kunjungan rumah
bagi penderita yang ada dalam pengawasan. Di samping itu telah di -
laksanakan pembangunan tempat latihan kerja di 2 buah rumah sakit
jiwa dan dilakukan perbaikan pada 22 buah rumah sakit jiwa. Dalam
rangka penanggulangan korban penyalahgunaan obat telah diberikan
pelayanan para korban sebanyak 7.300 hari perawatan.
921
Laboratorium kesehatan merupakan salah satu penunjang uta -
ma yang , memungkinkan pelayanan kesehatan dapat berjalan secara
efektif, efisien dan dengan mutu yang baik. Dalam tahun 1978/79
telah dilaksanakan pembangunan dan rehabilitasi 16 buah Balai Labo -
ratorium Kesehatan, termasuk penataran tenaga pelayanannya.
Peningkatan Pelayanan Instalasi Kesehatan merupakan penunjang
dari pelayanan kesehatan yang terutama ditujukan kepada:
1. Pemeliharaan, rehabilitasi dan perbaikan sarana yang telah ada,
inventarisasi fasilitas fisik, penyusunan standar tata bangunan dan
tata ruang, penyusunan pedoman pelayanan pesawat elektro me-
dis dan lain-lain.
2. Pengawasan terhadap kwalitas air minum, untuk melindungi pen -
duduk dari penyakit yang ditularkan melalui pencemaran air mi -
num dan lingkungan hidup.
922
6. Penyakit tersebut terutama menyerang penduduk daerah pedesaan
atau penduduk yang berpenghasilan rendah di daerah perkotaan;
7. Penyakit tersebut terutama menyerang penduduk daerah-daerah
pembangunan ekonomi.
Pelaksanaan pemberantasan penyakit menular diintegrasikan ke
dalam kegiatan Puskesmas, kecuali beberapa kegiatan yang memer -
lukan pelaksanaan secara khusus, misalnya penyemprotan rumah de -
ngan insektisida yang dilakukan oleh team khusus.
Usaha-usaha pemberantasan penyakit menular itu meliputi kegi -
atan sebagai berikut:
1). Pemberantasan penyakit yang bersumber binatang meliputi pem -
berantasan penyakit malaria, penyakit demam berdarah, demam
keong (schistosomiasis), penyakit kaki gajah, penyakit gila anjing
(rabies) dan penyakit pes, serta kegiatan penunjang yaitu peng -
amatan serangga penular penyakit;
2). Pemberantasan penyakit menular langsung terutama meliputi pem-
berantasan penyakit kholera, penyakit TBC paru-paru, penyakit
kelamin, penyakit patek dan penyakit kusta;
3). Epidemiologi dan karantina mencakup pengamatan penyakit me-
nular, imunisasi, karantina pelabuhan, karantina calon jemaah haji
dan kesehatan perpindahan penduduk serta isolasi penderita penyakit
menular.
923
7.479,000 orang serta penyemprotan rumah sebanyak 3.446.000 rumah
Berkat kegiatan itu terjadi penurunan angka penderita penyakit ma -
laria, yaitu dari 229.711 penderita di Jawa-Bali pada tahun 1974/75
menjadi 125.166 pada tahun 1975/76, dan akhirnya menjadi 110.553
pada tahun 1977/78. Untuk luar Jawa-Bali penurunan tersebut ber-turut-
turut adalah 105.514 orang, 80.014 orang dan 56.390.
924
orang penduduk, belum termasuk penderita-penderita yang diobati
di BP4 dan Rumah Sakit.
Dalam usaha pemberantasan penyakit kholera (gastroenteritis)
diusahakan untuk menemukan penderita sedini mungkin. Dalam
tahun 1978/79 telah dilengkapi 241 Puskesmas dengan alat-alat
untuk dapat memberikan pengobatan kepada penderita kholera
dengan cairan infus atau garam diare, sehingga dapat berfungsi
sebagai pusat rehidrasi. Pada tahun tersebut telah diobati 67.000
penderita tersangka kholera. Angka kematian penderita kholera telah
menurun dari tahun ke tahun. Apabila pada tahun 1969 angka
kematian tersebut tercatat 35,8%, pada tahun 1977 dan 1978 telah
menurun berturut-turut menjadi 16,1 % dan 5,14 %. Penurunan
angka kematian tersebut disebabkan oleh berbagai hal. Pertama
oleh adanya peningkatan penyuluhan kesehatan dan peningkatan
sarana pemberantasan dan pencegahan penyakit kholera. Kedua oleh
karena makin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk segera me-
lapor dan meminta pengobatan bila ada penderita kholera. Dan
ketiga, oleh karena makin meningkatnya jumlah penduduk yang dapat
menggunakan air bersih.
Dalam rangka usaha pemberantasan penyakit frambusia pada
tahun kelima Repelita II, telah dilakukan perluasan pembentukan
unit pemberantasan (TCPS) di daerah-daerah luar Jawa. Daerah-
daerah tersebut menunjukkan adanya kenaikan penemuan penderita
menular dari 0,025% menjadi 0,090% antara tahun 1975 dan 1978.
Dalam usaha pencegahan penyakit tersebut dalam tahun 1978/79
telah diperiksa 9.428.000 penduduk dan diobati 36.000 penderita/
kontak.
Usaha pemberantasan dan pencegahan penyakit kelamin, diarah -
kan untuk membatasi meningkatnya penyakit tersebut, terutama di
kota-kota besar serta kota pelabuhan. Dalam tahun 1978/79 telah
diperiksa 172.000 sediaan darah untuk mendapat kepastian adanya
penyakit dan telah diobati 50.000 penderita.
Pemberantasan dan pencegahan penyakit kusta diarahkan kepada
anak-anak sekolah, pengobatan penderita, penemuan baru dan pe -
925
meriksaan kontak. Dalam tahun 1978 / 79 telah dilakukan pemerik -
saan terhadap 340.000 kontak (orang yang mempunyai hubungan
dengan penderita kusta) dan 2.838.000 anak sekolah dan dapat di -
temukan 10.000 penderita baru serta diberikan pengobatan terhadap
81.000 penderita. Oleh karena pengobatan penyakit kusta ini me -
makan waktu lama yakni sekitar 1,5 tahun, maka di samping peng -
obatan secara teratur penderita yang ditemukan, penemuan penderita
baru juga merupakan hal yang amat penting.
Dalam usaha pemberantasan penyakit cacing dan parasit perut
lainnya telah diusahakan/dilakukan pemeriksaan kadar haemoglobin
terhadap 2.000 sediaan darah dan pemeriksaan 2.000 tinja dan peng -
obatan 15.000 orang penduduk di daerah-daerah pembangunan
ekonomi.
Semenjak Januari 1972 tidak diketemukan lagi penderita penyakit
cacar di Indonesia. Sesudah melakukan penilaian selama dua tahun,
pada tanggal 25 April 1974 WHO menyatakan bahwa Indonesia bebas
dari cacar. Untuk mempertahankan keadaan tersebut dalam tahun
1978/79 terhadap anak-anak dibawah umur 14 tahun telah dilakukan
vaksinasi cacar sejumlah 2.189.000 anak, vaksinasi pertama B.C.G.
2.415.000 anak dan vaksinasi ulang 36.000 anak, vaksinasi kepada ibu
hamil dengan TFT untuk mencegah tetanus untuk bayi yang baru
dilahirkan 355.000 orang, dan vaksinasi DPT diberikan pada 508.000
bayi.
Sebagai pos terdepan pencegahan keluar masuknya penyakit dari
dan kedalam wilayah Republik Indonesia dalam tahun 1978/79
telah dapat ditingkatkan sarana/fasilitas kerja pada 9 buah Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) Laut dan Udara. Terhadap para jemaah
haji senantiasa diadakan pengamatan dan kalau perlu dikarantina-kan.
Untuk pengamanan kesehatan para transmigran, terlebih dahulu
dilakukan survei terhadap daerah-daerah asal dan daerah yang akan
ditempati.
Dalam usaha peningkatan hygiene perorangan dan sanitasi ling -
kungan serta peningkatan kesadaran akan hidup sehat bagi masya rakat
terutama di daerah pedesaan dilakukan pembangunan sarana
926
air minum pedesaan, pembangunan jamban keluarga dan usaha
pencegahan pencemaran lingkungan hidup.
Dalam rangka Program Bantuan Pembangunan Sarana Kesehat-
an pada tahun 1978/79 telah disediakan bantuan untuk pembangunan
beberapa macam sarana penyediaan air bersih yang terdiri dari
penampungan mata air dengan perpipaan 150 buah, sumur artetis
50 buah, penampungan air hujan 500 buah, perlindungan mata air
200 buah, sumur pompa tangan dangkal 25.000 buah dan pompa
tangan dalam sejumlah 2.000 buah. Begitu pula telah disediakan
bantuan untuk pembuatan sekitar 200.000 jamban keluarga selama
Repelita II, telah disediakan bantuan untuk membangun bermacam-
macam jenis sarana air bersih sekitar 88.500 buah dan sekitar satu juta
jamban keluarga. Agar pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan
lancar disediakan bantuan untuk pengadaan alat-alat bor. Untuk
mencapai sasaran yang diharapkan, penyuluhan akan manfaat dan cara
penggunaan sarana-sarana yang telah dibangun tersebut di atas
ditingkatkan.
c. Pengawasan obat-obatan, makanan dan sebagainya.
927
d) meningkatkan usaha pencegahan dan penyalahgunaan terhadap
narkotika dan bahan-bahan obat berbahaya lainnya;
e) meningkatkan usaha-usaha pengawasan dan pengembangan obat
tradisional.
f) meningkatkan jumlah, jenis dan ketrampilan tenaga di bidang pe -
ngawasan obat, makanan dan sebagainya.
Dalam usaha penyediaan obat yang cukup dan merata penye -
barannya, maka kebijaksanaan diarahkan untuk mengurangi jumlah
dan jenis obat-obat impor dan meningkatkan usaha pemakaian obat
buatan dalam negeri. Di samping itu ditingkatkan pula penggunaan
bahan baku/penolong dalam negeri dan ditingkatkan industri farmasi
swasta nasional dari 122 buah pada tahun 1974/75 menjadi 197
pada tahun 1978/79. Pada tahun 1978/79 jumlah industri farmasi
PMDN dan PMA telah mengalami penurunan, namun demikian jum -
lah investasinya meningkat.
Di bidang sarana distribusi obat-obatan telah terjadi peningkat-
an pula. Jumlah Pabrik Besar Farmasi (PBF) telah meningkat dari 352
buah pada tahun 1969/70 menjadi 721 buah pada tahun 1974/75 dan
meningkat lagi menjadi 880 buah pada tahun 1978/79. Pada tahun-
tahun tersebut jumlah apotik juga terus meningkat dari 760 buah men -
jadi 1.149 dan 1.413 buah.
Di dalam usaha menjamin mutu dan khasiat telah ditetapkan se -
jumlah peraturan antara lain tentang produksi dan peredaran kosme -
tika dan alat kesehatan, tentang produksi dan distribusi obat tradisi -
onal, tentang wajib daftar obat tradisional, tentang pembungkus dan
penandaan obat tradisional, tentang cara mengadakan makanan yang
baik, tentang cara pendaftaran baru dan pendaftaran ulang kosmetika
dan obat kesehatan dan lain-lain.
Di bidang pengawasan antara tahun 1974/75 dan tahun 1978/79
telah terjadi peningkatan pendaftaran berbagai obat, makanan dan
kosmetika. Pada tahun-tahun tersebut pendaftaran obat meningkat
dari 3.500 macam menjadi 7.398 macam; pendaftaran makanan dan
minuman impor dan produksi dalam negeri dari 668 macam menjadi
9.568 macam; dan pendaftaran kosmetika dan alat kesehatan impor
928
dan produksi dalam negeri dari 763 macam menjadi 3.985 macam.
Pada tahun 1978/79 telah dilakukan pula pendaftaran 1.996 macam
obat tradisional dalam negeri dan 609 macam simplisia impor yang
sebelumnya diabaikan pendaftarannya dan 181 macam narkotika.
Di samping itu telah dilakukan pembinaan dan pemeriksaan ter -
hadap sebagian besar sarana-sarana produksi dan distribusi obat, ma -
kanan dan sebagainya. Juga dilakukan penyuluhan terhadap pengusa ha
dan golongan masyarakat di tingkat Propinsi sejumlah 320 orang.
Untuk penunjang pelaksanaan bimbingan dan pengawasan terse-
but telah dilakukan penambahan/pengadaan gedung-gedung laborato -
rium daerah beserta peralatannya.
Dalam usaha melindungi masyarakat dan penanggulangan terha -
dap penyalah-gunaan narkotika dan obat berbahaya, telah dikeluar-
kan peraturan-peraturan yang mengatur penyimpanan, penunjukan
laboratorium pemeriksaan, penggunaannya dalam pengobatan, dan
lain-lain.
d. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan pengertian
dan kesadaran terhadap pentingnya hidup sehat, memahami peranan
hygiene dan sanitasi yang baik, peranan air minum yang bersih dan
sehat serta makanan yang bernilai gizi yang tinggi dan lain-lain se-
hingga memungkinkan dibinanya sikap dan tingkah laku hidup sehat
perorangan dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut telah dilakukan peningkatan sis -
tem mekanisme kerja lintas program dan lintas sektor, pengembangan
dan pembinaan tenaga, pengembangan usaha penyuluhan, penyempur -
naan perencanaan dan pelaksanaan program baik di pusat dan di dae -
rah. Dalam rangka peningkatan ketrampilan tenaga, dalam Repelita II
telah dididik 73 tenaga ahli PKM/HES (Health Education Specialist),
yang telah disebar ke daerah-daerah. Di samping itu telah pula dila -
kukan pengembangan metode dan teknis penyuluhan di daerah-daerah
kerja intensip di 25 Propinsi, 576 Puskesmas dan 1.112 desa. Agar pe -
nyuluhan dapat mencapai sasaran telah disiapkan dan disebarkan ma -
929
teri penyuluhan dalam bentuk poster, spanduk, slide,
buku pedoman bagi petugas-petugas penyuluhan dan
lain-lain.
931
Kegiatan pendidikan/latihan di bidang kesehatan diarahkan un -
tuk menyediakan tenaga dalam jumlah dan mutu yang tinggi, sehingga
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam
tahun 1978/79 telah dilakukan penataran dan latihan tambahan bagi
, guru perawat, tenaga perawat dan bidan. Dilakukan pula
peningkatan .sarana pendidikan a.l. berupa pembangunan/penambahan
ruang kelas, ruang praktek, peralatan praktek, alat-alat pelajaran
lainnya di 51 Sekolah Perawat. Dalam usaha mengisi tenaga sanitasi
di Puskesmas telah dilakukan latihan cepat terhadap 930 tenaga
sanitasi. Di samping itu untuk dapat menghasilkan lulusan yang
mempunyai mutu tinggi telah dilakukan usaha peningkatan sarana,
pengiriman tenaga pengajar untuk mengikuti pendidikan di luar negeri
maupun dalam negeri, pengembangan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan. Di samping itu perhatian diberikan pula kepada
peningkatan mutu pendidikan-pendidik-an sekolah pengatur rawat
gigi, Akademi Gizi, Akademi Rontgen, Akademi Perawat dan lain-
lain, dengan penambahan sarana-sarana ' dan peningkatan mutu para
pengajarnya. Perkembangan jumlah beberapa jenis tenaga kesehatan
seperti dapat dilihat dalam Tabel XV — 2 dan Grafik XV — 2.
Dalam tahun 1978/79 telah dilakukan pula berbagai jenis dan
tingkatan penataran di bidang management kesehatan, perawatan/
kebidanan, pelayanan proteksi radiasi, gizi, SESPA Departemen Ke -
sehatan dan berbagai ketrampilan lainnya. Penataran-penataran terse-
but dalam tahun tersebut untuk masing-masing bidang diikuti oleh
30 — 270 orang petugas dengan jumlah seluruhnya sebanyak kurang
lebih 790 orang.
Pendayagunaan tenaga kesehatan diarahkan kepada usaha pe -
nyebaran tenaga kesehatan secara lebih merata, meningkatkan ke -
mampuan kerja melalui pengembangan karier serta meningkatkan
'produktifitas kerja. Dalam tahun 1978/79 melalui program bantuan
pembangunan sarana kesehatan telah disediakan biaya untuk pe -
ngangkutan/penempatan 550 dokter dan paramedic sejumlah 1.950
orang pada Puskesmas-puskesmas. Dari jumlah tersebut, 250 dokter
untuk mengganti dokter Puskesmas yang telah habis masa tugasnya.
Dokter-dokter tersebut diberikan kesempatan untuk mengambil ke -
932
TABEL XV – 2
PERKEMBANGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA
KESEHATAN
1973/74 – 1977/78
933
GRAFIK XV – 2
PERBANDINGAN JUMLAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN
1968, 1973/74 – 1977/78
934
(Sambungan Grafik XV – 2)
935
ahlian, atau dipindahkan ketempat lain. Di samping
itu melalui proyek pendayagunaan tenaga kesehatan
telah ditempatkan 85 orang dokter umum/dokter
gigi/Apoteker. Untuk mengisi kekurangan tenaga
ahli telah disediakan pembiayaannya untuk
penempatan 62 dokter ahli pada 34 RS
propinsi/kabupaten/kotamadya, khususnya ahli
bedah, kandungan/kebidanan, kesehatan anak dan
penyakit dalam.
Dalam rangka mempercepat pengangkatan dan
atau kenaikan pangkat calon/pegawai negeri telah
dibentuk 70 Team Penguji Kesehatan (TPK) pada
tiap-tiap propinsi di luar Jawa dan tiap-tiap bekas
keresidenan di Jawa. Untuk itu ditunjuk 3 dokter
penguji kesehatan tersendiri (DPT) untuk masing-
masing Daerah Tingkat II dan berkedudukan di
ibukota kabupaten/kotamadya atau Puskesmas- -
puskesmas tertentu. Di samping itu dalam rangka
pembinaan kesehatan para pejabat teras, dalam
tahun 1978/79 telah pula dilakukan pemeriksaan
kesehatan terhadap 5.132 orang, secara berkala
setiap tahun sekali.
Di dalam usaha peningkatan bidang hukum dalam
tahun 1978/79 telah disiapkan
penyusunan/pengolahan/perumusan 2 RUU, 3 RPP,
dan beberapa peraturan pelaksanaan. Di samping itu
dilakukan pula penelaahan/penelitian kembali
peraturan-peraturan yang ada untuk disesuaikan
dengan perkembangan keadaan. Di bidang
peningkatan jaringan informasi dan dokumentasi,
telah dilakukan peningkatan pengadaan dan
pengelolaan dokumentasi kesehatan, menerbitkan dan
memproduksi buku-buku dan bahan-bahan
dokumentasi.
B. KELUARGA BERENCANA
1. Pendahuluan
937
Pelaksanaan program Keluarga Berencana terutama di Jawa dan
Bali terus ditingkatkan, khususnya agar dapat mencapai masyarakat
pedesaan seluas-luasnya. Di samping itu kesempatan untuk melaksa -
nakan keluarga berencana di daerah-daerah lain perlu dikembangkan
sehingga membantu peningkatan kesejahteraan keluarga di daerah-
daerah tersebut melalui tersedianya fasilitas-fasilitas keluarga beren -
cana.
938
menanggung beban lebih berat untuk melayani kebutuhan pokok pen -
duduk yang secara ekonomis tidak aktif. Di samping itu, jumlah pen -
duduk yang memasuki angkatan kerja setiap tahun berupa angkatan
kerja baru cenderung tinggi. Dengan demikian beban penyediaan la -
pangan kerja juga bertambah besar.
Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk juga mempertajam
masalah-masalah yang diakibatkan oleh adanya ketidak seimbangan
dalam penyebaran penduduk di antara berbagai pulau dan di antara
kota dan desa. Dengan demikian pemecahan masalah-masalah ke -
pendudukan semakin bertambah berat.
Dalam rangka mengatasi masalah-masalah kependudukan ter-
sebut maka selama Repelita II telah dilaksanakan kebijaksanaan ke -
pendudukan yang menyeluruh. Arab kebijaksanaan yang ditempuh adalah
mengusahakan agar produksi barang dan jasa dapat meningkat lebih
cepat sehingga tingkat kesejahteraan dapat pula ditingkatkan. Dilain
pihak, kebijaksanaan juga diarahkan untuk menurunkan ting- kat
kelahiran sehingga terdapat imbangan yang lebih wajar di antara
pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan produksi barang dan jasa.
Keluarga berencana merupakan bagian utama dari kebijaksanaan
kependudukan secara menyeluruh. Program Keluarga Berencana ter-
utama ditujukan untuk menurunkan tingkat kelahiran dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Selama Repelita II melalui
program ini direncanakan untuk mencapai sekurang-kurangnya 8 juta
peserta keluarga berencana baru di Jawa dan Bali dan sejuta peserta
baru diluar Jawa dan Bali. Selain itu direncanakan pula berbagai ke giatan
untuk membina kelangsungan peserta keluarga berencana yang ada.
Sejalan dengan itu diusahakan kegiatan-kegiatan untuk melem bagakan
pelaksanaan norma keluarga kecil dalam masyarakat.
939
ada sedikit di bawah jumlah sasaran yang telah ditetapkan untuk ta-
hun tersebut. Tetapi untuk daerah luar Jawa dan Bali pencapaian sa -
saran sedikit berada di atas jumlah sasaran yang telah ditetapkan
Untuk Indonesia secara keseluruhan pencapaian sasaran dalam tahun
1978/79 juga sedikit berada di atas sasaran, yaitu pencapaian sejumlah
2.215.884 akseptor dibandingkan dengan sasaran sejumlah 2.200.000
akseptor. Dapat dikemukakan, jumlah peserta baru yang dicapai pada
tahun terakhir Repelita II merupakan 62% di atas jumlah peserta
baru yang dicapai pada tahun terakhir Repelita I. Pada tahun 1968.
tahun terakhir sebelum dimulai pelaksanaan Repelita I, jumlah peserta
baru keluarga berencana adalah sekitar 25 ribu. Dalam Repelita II
secara kumulatif hasil yang dicapai adalah 10.233.812 akseptor baru
dibanding dengan jumlah sasaran sebesar 9 juta akseptor baru. Penca -
paian sasaran berada 13,7% di atas jumlah yang telah ditetapkan.
940
TABEL XV – 3
REALISASI PENCAPAIAN AKSEPTOR BARU
1973/74 – 1977/78
941
GRAFIK XV – 3
REALISASI PENCAPAIAN AKSEPTOR BARU
1973/74 – 1977/78
942
TABEL XV – 4
JUMLAH AKSEPTOR BARU YANG DICAPAI MENURUT METODE KONTRASEPSI,
1973/74 – 1977/78
(dalam ribuan)
TABEL XV – 5
PROSENTASE AKSEPTOR BARU MENURUT KELOMPOK UMUR
DI JAWA DAN BALI, 1973/74 – 1977/78
943
TABEL XV - 6
PROSENTASE AKSEPTOR BARU MENURUT PEKERJAAN SUAMI
DI JAWA DAN BALI, 1973/74 - 1978/79
Prosentase
Pekerjaan Suami rata-rata
Akseptor 1973/7 1974/75 1975/76 1976/77 1977/7 1978/79 1974/75-
4 8 1978/79
945
TABEL XV — 7
JUMLAH AKSEPTOR LESTARI MENURUT METODE KONTRASEPSI
1973/74 — 1978/79
(dalam ribuan)
946
947
Usaha-usaha penerangan telah dilakukan dengan berbagai pen -
dekatan, cara dan saluran untuk membangkitkan partisipasi aktif dan
bertanggung jawab dari semua unsur dan potensi yang ada di ma-
syarakat.
Dalam hubungan ini maka selama Repelita II telah berkembang
dalam masyarakat usaha-usaha sukarela yang membantu memberi
penerangan, motivasi serta pelayanan lainnya di bidang keluarga
berencana. Usaha-usaha ini dilaksanakan antara lain oleh tenaga sukarela
yang disebut Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa. Selain itu
selama Repelita II juga telah berkembang organisasi-orga nisasi sukarela
di kalangan masyarakat, khususnya para peserta ke-luarga berencana
yang juga bertujuan meningkatkan pelayanan ke- luarga berencana
kepada para anggotanya dan masyarakat umumnya. Perkembangan
jumlah PPKBD maupun organisasi Paguyuban sela- ma Repelita II
disajikan pada Tabel XV — 8.
TABEL XV -- 8
948
Untuk menjangkau masyarakat yang tinggal di pelosok pedalam-
an, dilakukan kegiatan penerangan keliling dengan menggunakan
sarana mobil unit penerangan. Selama Repelita II telah diusahakan
agar setiap kabupaten dan kotamadya di propinsi Jawa dan Bali
dewasa ini memiliki sarana sebuah mobil penerangan keliling. Dalam
tahun 1978/79 rata-rata mobil unit penerangan keliling yang ada di
kabupaten/kotamadya telah melakukan tidak kurang dari 11 opera
si kegiatan setiap bulan.
Penerangan massa maupun penerangan kelompok segera diikuti
dengan penggarapan yang lebih akrab dan intensif secara kekeluar-
gaan maupun secara perseorangan. Hal ini dilakukan melalui penyu -
luhan wawan muka baik berupa pendekatan langsung maupun tidak
langsung yang dilakukan oleh 1'etugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB) dengan kunjungan dari rumah ke rumah. Setiap bulan rata-
rata seorang PLKB telah dapat melakukan kunjungan rumah tidak
kurang dari 210 kunjungan rumah. Sebagai bagian dari usaha pelem -
bagaan program di dalam masyarakat, PLKB juga melakukan tugas
mendorong tumbuhnya paguyuban-paguyuban akseptor dan mem -
berikan pembinaan terhadap organisasi masyarakat di dalam berba-gai
aspek pelaksana keluarga berencana.
949
lita II jumlah Klinik Keluarga Berencana mendekati
dua kali dibandingkan dengan jumlah pada tahun
terakhir Repelita I. Dalam tahun 1973/74, jumlah
Klinik Keluarga Berencana adalah 2.235. Jumlah
Klinik Keluarga Berencana meliputi klinik-klinik yang
dikelola oleh ABRI, Instansi Pemerintah lain dan
klinik-klinik swasta seperti Muhammadiyah, PKBI
dan Dewan Gereja Indonesia. Perkembang-an jumlah
Klinik Keluarga Berencana ini dapat dilihat pada
Tabel XV — 9.
Bagi peserta keluarga berencana yang tinggal di
pelosok pede-saan dilakukan pelayanan melalui Team
Medis Keliling. Dalam tahun 1978/79 Team Medis
Keliling ini telah melakukan gerak pelayanan
sebanyak 202.349 kali.
951
GRAFIK X V - 5
JUMLAH KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT STATUS
1 9 7 3 / 7 4 - 1978/79
952
telah meningkat menjadi 2.882 orang dibanding dengan 2.750 orang pada
tahun 1977/78. Tenaga bidan telah meningkat menjadi 4.568 orang
pada tahun 1978/79. Jumlah personil pelayanan di klinik se- cara
keseluruhan telah bertambah dari 14.110 orang pada tahun 1978/79.
Jumlah berbagai kategori tenaga keluarga berencana pada tahun
terakhir Repelita II secara kumulatif telah mendekati dua kali jumlah
tenaga keluarga berencana pada tahun terakhir Repelita I. Situasi
perkembangan tenaga pelayanan di klinik pada tahun ter- akhir
Repelita I dan selama Repelita II disajikan pada Tabel XV
— 10.
TABEL XV — 10
953
GRAFIK XV – 6
JUMLAH PERSONALIA KLINIK KELUARGA BERENCANA MENURUT KATEGORI
1973/74 – 1978/79
954
TABEL XV – 11
JUMLAH TENAGA YANG MENDAPAT PENDIDIKAN DAN
LATIHAN KELUARGA BERENCANA
1973/74 – 1978/79
(orang)
955
Di samping program pendidikan dan latihan yang
diselenggarakan di dalam negeri telah pula
dilakukan pendidikan dan latihan di luar negeri
dalam berbagai bidang yang dibutuhkan, baik
sebagai usaha menambah pengetahuan/ketrampilan
maupun untuk mendapatkan bahan-bahan
perbandingan pelaksanaan Program KB di negara-
negara lain.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan
program, untuk menampung kegiatan pendidikan
latihan yang semakin meningkat telah dilakukan
pembangunan gedung pusat latihan KB di berbagai
daerah di propinsi-propinsi Jawa — Bali dan di
sepuluh propinsi luar Jawa Bali. Selanjutnya guna
tetap menjamin mutu dan penyelenggaraan
pendidikan dan latihan telah pula dilakukan usaha-
usaha pembinaan di Pusat-pusat Latihan yang
meliputi pembinaan tehnis latihan, administrasi,
kelengkapan personil dan alat-alat latihan.
(4) Pendidikan kependudukan
Program pendidikan kependudukan yang dirintis
sejak tahun 1972/73, telah dilaksanakan dengan kerja
sama antar instansi dan telah berkembang dengan
teratur dan terarah. Kegiatan pendidikan kepen-
dudukan ditujukan untuk membina serta
mengembangkan penger-tian, kesadaran dan
perobahan sikap serta tingkah laku yang bertang-
gung jawab dan rasional terhadap hubungan antara
pertumbuhan penduduk dengan perkembangan
sumber-sumber kehidupan yang terdapat di
lingkungan masing-masing.
Untuk maksud tersebut telah dilaksanakan
kegiatan untuk mengembangkan sistem pendidikan
kependudukan pada tingkat Sekolah Dasar, Sekolah
Lanjutan Pertama, Sekolah Lanjutan Atas, SPG, Per-
guruan Tinggi dan melalui program luar sekolah.
956
Dalam hubungan ini telah disusun materi pengajaran
yang diintegrasikan ke dalam bidang-bidang studi
yang berkaitan dengan kurikulumnya. Sejak tahun
1975 kurikulum pendidikan kependudukan mulai
diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan
umum. Selanjutnya telah dilakukan usaha-usaha
pengadaan buku-buku pegangan guru pendidikan
kependudukan, dan usaha-usaha penyediaan tenaga
guru pendidikan kependudukan. Dalam tahun
1978/79 telah dilatih sebanyak 448 guru
kependudukan bagi pendidikan sekolah dasar, 180
orang guru SPG dan 10.230 orang
guru untuk tingkat SLA. Selanjutnya telah dilatih pula 240 orang te -
naga pelatih untuk berbagai instansi pemerintah. Selama Repelita II
telah dilatih sejumlah 35.873 berbagai jenis tenaga guru pendidikan
kependudukan. Dapat ditambahkan bahwa kegiatan latihan tenaga
guru pendidikan kependudukan belum dilaksanakan dalam Repelita I.
Perincian perkembangan latihan tenaga pengajar pendidikan kependu -
dukan terlihat pada Tabel XV — 12.
(5) Logistik
Sasaran utama dari kegiatan logistik dalam menunjang keberha -
silan program keluarga berencana adalah penyediaan alat-alat kon -
trasepsi yang cukup, teratur dan tepat pada saat dibutuhkan, penye -
diaan sarana administrasi yang memadai, sarana penerangan mau-
pun penunjang lainnya sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Mening -
katnya pelaksanaan Program Keluarga Berencana sampai ke pedesaan.
membutuhkan penyempurnaan sistem logistik baik dari segi organi-
sasi, distribusi maupun sistem pergudangan.
Di bidang organisasi, kegiatan logistik diarahkan untuk memper -
kuat susunan organisasi melalui penyempurnaan sistem logistik ke -
luarga berencana dari tingkat pusat sampai ke pedesaan. Di bidang
distribusi kontrasepsi telah dilakukan penyempurnaan yaitu di sam -
ping Jakarta, ditunjuk pula Jawa Timur sebagai pusat logistik KB untuk
wilayah Indonesia Timur, sehingga dengan demikian memper lancar
penyediaan di lapangan. Pusat-pusat distribusi dialihkan dari tingkat
propinsi ke tingkat kabupaten/kotamadya, sehingga dengan demikian
jangkauan distribusi ke tingkat pedesaan akan lebih dekat. Sementara
itu dengan adanya penyempurnaan sistem tersebut selama Repelita II
telah pula ditingkatkan kegiatan monitoring pergudangan dan
pengamatan arus gerak alat kontrasepsi untuk menjamin kelan-caran
pengadaan di lapangan. Untuk menghindarkan ketergantungan terus
menerus penyediaan alat kontrasepsi dari luar negeri, telah dila kukan
usaha-usaha pengadaan dan pembuatan kontrasepsi IUD di dalam
negeri. Pembangunan pabrik perakitan pil keluarga berencana
dilanjutkan. Oleh karena berbagai masalah teknis, kegiatan produksi
yang semula direncanakan dimulai pada akhir 1978 terpaksa diundur
hingga akhir tahun 1979. Selanjutnya penelitian bahan baku kontra -
957
TABEL XV - 1 2
Jumlah
Jenis Tenaga Guru 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1974/75 - 1978/79
958
sepsi dari bahan-bahan yang tersedia di dalam negeri dilanjutkan dan
ditingkatkan selama tahun 1978/79. Penyediaan alat-alat kontrasepsi
yang meliputi Pil, IUD, kondom dalam tahun terakhir Repelita I dan
dalam Repelita II dapat dilihat pada Tabel XV — 13.
959
TABEL XV — 13
PENYEDIAAN ALAT KONTRASEPSI PADA KLINIK KELUARGA
BERENCANA, 1973/74 — 1978/79
(dalam ribuan)
Jumlah
Alat Kontrasepsi 1973/74 1974175 1975/197 1976/77 1977/78 1978/79 1974175 — 1978/79
6
1. Pi1 (cycle) 17.707,4 17.543,8 35.748,5 30.687,3 64.782,0 45.742,0 194.503,6
960
C. KESEJAHTERAAN SOSIAL
I. Pendahuluan
Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial dalam rangka pem -
bangunan nasional, terutama ditujukan kepada pembinaan dan pemu -
pukan kemampuan serta kesanggupan anggota masyarakat yang ter -
halang karena keadaan sosial ekonomi, sosial budaya, fisik, dan
mental untuk lebih dapat melakukan peranan mereka secara positip
dalam proses pembangunan. Dengan demikian kelompok-kelompok
masyarakat tersebut memperoleh kemungkinan untuk mendapatkan
kehidupan yang layak sesuai dengan azas keadilan sosial yang merata.
Kecuali itu, kebijaksanaan juga ditujukan untuk mengurangi ketidak-
serasian sosial di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Perhatian juga diberikan kepada masalah-masalah yang timbul
sebagai akibat pengaruh sampingan dalam proses perkembangan, yang
menyebabkan kemerosotan nilai-nilai, misalnya pelacuran, perjudian
yang tak terawasi, penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya .
Salah satu segi lain dari pada usaha pembangunan kesejahteraan
sosial adalah pengembangan sistem jaminan sosial dan pengerahan
dana sosial sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang peman -
faatannya dikaitkan secara langsung dengan keperluan pembangunan.
Kebijaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial pada umumnya
bersifat membantu mendorong perobahan sikap-sikap sosial masya rakat
yang lebih sesuai dengan pembangunan.
Langkah-langkah yang telah diambil dalam periode tahun 1974/
75 sampai dengan tahun 1978/79 adalah sebagai berikut :
1. Usaha Penyuluhan dan Bimbingan Sosial kepada masyarakat
dengan maksud untuk menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab
sosial masyarakat sebagai dasar bagi usaha-usaha kesejahteraan
sosial.
2. Usaha menanggulangi anggota masyarakat yang berpenghasilan
rendah dengan memberikan latihan-latihan ketrampilan dan pe -
rangsang untuk usaha ekonomi produktif, agar mereka dapat me-
ningkatkan taraf hidupnya.
961
3 Usaha penanggulangan masalah anak-anak terlantar dan terham-
bat perkembangannya melalui asuhan dan penyantunan di Panti-
panti Sosial. Untuk memenuhi keperluan hidup mereka sehari-hari
serta untuk melatih kebiasaan kerja produktif, kepada Panti-panti
Asuhan disediakan fasilitas berupa sarana usaha jasa dan produksi .
4. Usaha pelayanan bagi para penderita cacat baik cacat tubuh, cacat
mental maupun . cacat tuna netra, terutama berupa usaha untuk
melengkapi dan menyempurnakan bangunan sarana dan perleng -
kapan latihan kerja.
5. Usaha rehabilitasi terhadap orang-orang terlantar/gelandangan
berupa pendidikan dan latihan kerja serta penyaluran ke daerah-
daerah di luar pulau Jawa.
6. Usaha pendekatan terhadap masyarakat yang hidup terasing di
pedalaman dalam bentuk bimbingan sosial dan penyediaan prasa-
rana dasar untuk perkampungan yang menetap, agar mereka dapat
menyesuaikan diri terhadap kehidupan yang lebih layak.
Usaha-usaha di bidang kesejahteraan sosial yang telah dilaksana -
kan dalam periode tahun 1974/75 sampai dengan tahun 1978/79
meliputi bimbingan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat,
pengembangan kesejahteraan masyarakat terasing, pengembangan
kesejahteraan anak terlantar, pembinaan kesejahteraan lanjut usia,
rehabilitasi para penderita cacat, rehabilitasi korban bencana alam,
pembinaan kesejahteraan remaja, rehabilitasi orang terlantar/gelan -
dangan, rehabilitasi wanita tuna susila, pembinaan dan penghayatan
jiwa kepahlawanan, pendidikan dan latihan institusional, serta pene -
litian masalah kesejahteraan sosial.
Pembangunan bidang kesejahteraan sosial dalam Repelita II di-
laksanakan melalui program-program sebagai berikut :
1. Program Pokok :
a. Program Pembinaan Kesejahteraan dan Perobahan Sosial.
b. Program Bantuan dan Penyantunan Sosial.
2. Program Penunjang
962
b. Program Pendidikan Kesehatan, Keluarga Berencana dan Kese-
jahteraan Sosial.
c. Program Penelitian Kesehatan, Keluarga Berencana dan Kesejah-
teraan Sosial.
d. Program Penyempurnaan Efisiensi Aparatur Pemerintahan .
e. Program Penyempurnaan Prasarana Fisik Pemerintahan.
963
dilaksanakan dengan cara memberikan perangsang dalam berbagai
bentuk usaha ekonomi produktif seperti usaha anyam-anyaman,
pembuatan berbagai macam hasil kerajinan dan alat-alat rumah
tangga, usaha-usaha peternakan, pertanian dan sebagainya. Untuk
melaksanakan usaha tersebut kepada keluarga-keluarga yang dibina
diberikan perangsang modal usaha sekitar Rp. 15.000,— dalam
bentuk paket bahan dan peralatan. Di samping itu kepada mereka
juga diberikan latihan-latihan ketrampilan sesuai dengan bidang usa -
hanya masing-masing. Dalam tahun 1978/79 keluarga-keluarga yang
dibina meliputi 7.147 KK. Dengan demikian selama Repelita II
telah dilakukan pembinaan terhadap 23.343 KK tersebar di 25 pro-
pinsi, 129 kabupaten di 549 desa.
3) Pembinaan perumahan sejahtera gotong royong.
Pembinaan ini diarahkan pada keluarga-keluarga yang keadaan
perumahannya tidak memenuhi persyaratan baik ditinjau dari segi
tehnik, kesehatan, dan etis. Dengan maksud memberikan kemampuan
untuk membangun perumahan yang lebih layak maka kepada mereka
diberikan latihan ketrampilan mengenai tehnik membangun rumah
yang memenuhi persyaratan tersebut.
Selanjutnya kepada mereka diberikan perangsang dalam bentuk
bahan-bahan bangunan yang tidak terdapat di lingkungannya. Perang -
sang tersebut untuk setiap keluarga bernilai sekitar Rp. 100.000,—.
Sedangkan penyediaan bahan-bahan lainnya yang bersifat lokal di -
sediakan oleh masyarakat secara swadaya. Dalam tahun 1978/79
telah diberikan perangsang untuk 1.089 Kepala Keluarga; selama
Repelita II telah dilakukan pembinaan Kesejahteraan Sosial peru -
mahan bagi 3.557 Kepala Keluarga tersebut di 25 propinsi, 110 ka -
bupaten di 306 desa.
4) Pembinaan organisasi sosial.
Pembinaan organisasi sosial dimaksudkan agar organisasi-orga -
nisasi tersebut mampu meningkatkan kemampuan tata-laksananya,
sehingga akan mampu menjangkau ruang lingkup permasalahan
yang lebih luas. Dalam rangka ini telah diadakan latihan
bagi 1.080 orang pengurus organisasi sosial yang berasal dari 259 organi -
964
sasi sosial di 15 propinsi. Perangsang tersebut dalam bentuk per-
alatan dimana tiap unit peralatan untuk masing-masing organisasi
bernilai Rp. 250.000,—.
Usaha-usaha pembinaan tersebut di atas dilakukan dengan
tujuan utama untuk semakin menumbuhkan swadaya dikalangan
keluarga berpenghasilan sangat rendah. Dengan adanya swadaya
masyarakat tersebut diharapkan perangsang yang telah diberikan
akan dapat menciptakan suatu proses berganda berupa usaha
saling membantu antara warga masyarakat itu sendiri.
2. Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat Terasing
Pembinaan kesejahteraan masyarakat terasing dilaksanakan de -
ngan tujuan membina kelompok-kelompok masyarakat yang masih
terbelakang hidupnya, terpencil dan selalu berpindah-pindah, kearah
peningkatan kehidupan sosial, ekonomi dan budaya yang lebih sesuai
dan setaraf dengan norma-norma kehidupan bangsa pada umumnya.
Di samping itu pembinaan ini dilakukan pula dalam rangka peme -
rataan hasil pembangunan, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
menyelamatkan kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dalam
Repelita II telah berhasil dibina masyarakat terasing sebanyak
75.458 Kepala Keluarga melalui usaha-usaha sebagai berikut :
a. Pembinaan dalam bentuk pendekatan (motivasi) terhadap 70.728
Kepala Keluarga yang tersebar di 15 propinsi.
b. Pembinaan dalam bentuk pemukiman kepada 4.730 Kepala Ke -
luarga yang tersebar pada 14 propinsi. (Lihat Tabel XVI — 14).
Kegiatan pembinaan dalam bentuk pemukiman ini berjalan
antara 3 — 4 tahun, sedangkan di setiap lokasi dimukimkan antara
75 KK sampai dengan 100 KK. Dalam rangka pemukiman ini
dilakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan segala aspek kehi -
dupan mereka baik di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial.
Lokasi-lokasi pemukiman yang telah dikembangkan menjadi
perkampungan baru, agar memperoleh status yang nyata sebagai
965
TABELXV-14
PERKEMBANGAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL
BAGI MASYARAKAT TERASING,
1968, 1973/74-1978/79
966
desa, untuk pembinaan selanjutnya diserahkan kepada Pemerintah
Daerah setempat. Selama Repelita II ada 15 lokasi pemukiman
yang telah berhasil dibina dan ditingkatkan sebagai perkampungan
baru :
967
Jumlah seluruh Panti Asuhan pada akhir Repelita II adalah
sebanyak 471 buah dibandingkan dengan 298 buah pada akhir
Repelita I. Sedangkan jumlah Panti Karya Taruna dan Panti
Petirahan Anak pada akhir Repelita II berturut-turut adalah 25
dan 4 buah dibandingkan dengan keadaannya pada akhir Repelita
I masing-masing sebanyak 5 dan 3 buah. Adapun daya tampung
panti-panti tersebut adalah sebagai berikut :
a. Panti Asuhan = 88.898 anak
b. Panti Karya Taruna = 4.343 anak
c. Panti Petirahan Anak = 5.573 anak
98.814 anak
Untuk menunjang usaha-usaha penyantunan melalui panti-panti
tersebut telah diselenggarakan latihan/penataran terhadap 720 tena-
ga pimpinan Panti Asuhan dan diberikan bantuan peralatan dan
bahan-bahan ketrampilan kepada 283 buah Panti Asuhan.
Adapun penyantunan diluar panti melalui asuhan keluarga
meliputi sebanyak 62.105 anak. Untuk membantu memberikan bim -
bingan terhadap anak-anak yang diasuh diluar panti ini telah dibe -
rikan latihan kepada sebanyak 3.170 orang petugas lapangan yang
terutama dipilih dari tokoh-tokoh maupun pemuka-pemuka masya -
rakat. Dengan demikian selama Repelita II telah dapat diberikan
penyantunan kepada 160.919 anak terlantar baik dalam panti mau pun
diluar panti.
4. Pembinaan kesejahteraan orang lanjut usia
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
para lanjut usia/jompo dengan menyelenggarakan bimbingan dan
perawatan dalam Panti-panti Werdha yang diarahkan kepada para
lanjut usia/jompo yang berada dalam keadaan terlantar, fisik mau-
pun sosial ekonomi. Dalam hubungan ini telah dilakukan pemba -
ngunan unit-unit Panti Werdha di 15 daerah/propinsi dan telah
diberikan bantuan dan pelayanan kepada 1.000 orang lanjut usia/
jompo.
968
Sementara itu terdapat pula para lanjut usia yang masih dapat
dibina untuk mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari.
Kepada mereka diberikan bantuan usaha produktif sesuai dengan
tingkat ketrampilan serta kondisi masyarakat setempat. Selama Repe -
lita II telah diberikan bantuan usaha produktif bagi 16.700 orang
lanjut usia.
Partisipasi masyarakat dalam Pembinaan Kesejahteraan lanjut
usia/jompo telah dikembangkan melalui berbagai kegiatan antara lain
:
a. Peningkatan ketrampilan para pimpinan dan petugas teknis Panti
Werdha Swasta/Pemerintah Daerah yang diselenggarakan di Jakar-
ta, Ujung Pandang, Palembang yang diikuti oleh 100 peserta.
b. Bantuan rehabilitasi phisik berikut peralatan bagi Panti Werdha.
Swasta/Pemerintah Daerah sejumlah 6 buah/ 680 M 2 .
c. Bantuan peralatan Panti Werdha Swasta/Pemerintah Daerah sebe -
sar 22 unit Panti.
d. Bantuan sarana dan bahan untuk usaha produksi bagi 18 Panti
Werdha.
Dengan bantuan ini panti Werdha Swasta/Pemerintah Daerah dapat
meningkatkan pelayanannya menjadi ± 2.803 orang lanjut usia.
Selama Repelita II telah dapat dilayani 20.503 orang lanjut usia dalam
panti maupun luar panti.
Sementara itu telah pula dilakukan penelitian ke arah perintisan
terwujudnya sistem jaminan sosial bagi para lanjut usia secara ber -
tahap.
5. Rehabilitasi para penderita cacat.
Usaha penyantunan terhadap para penderita cacat ditujukan
untuk membantu para cacat mengembalikan atau menciptakan dan
meningkatkan kemampuan jasmani maupun rokhaninya agar mereka
dapat mampu berdiri sendiri. Penyantunan terhadap para cacat dilak -
sanakan melalui sistem dalam panti maupun di luar panti. Untuk me -
ningkatkan kapasitas pelayanan serta perbaikan mutu pelayanan telah
dilaksanakan kegiatan-kegiatan :
969
a. Pembangunan 3 panti baru :
(1) Pusat Penyantunan dan Pendidikan Kegunaan
Tunanetra (P3KT) Medan
(2) P 3 KT Malang
(3) P 3 KT Kudus
b. Rehabilitasi/perluasan 20 panti :
(1) P 3 KT Martapura
(2) Wisma Tan Miyat Jakarta
(3) Wiyata Guna Bandung
(4) P 3 KT Pemalang
(5) P 3 KT Surakarta
(6) P 3 KT Temanggung
(7) P 3 KT DI Yogyakarta
(8) P 3 KT Lampung
(9) P 3 KT Bali
(10) P 3 KT Kupang
(11) P 3 KT Menado
(12) P 3 KT Purworejo
(13) Lembaga Rehabilitasi penderita Cacat (LRPC)
Cengkareng
(14) LRPC Palembang
(15) LRPC Ujung Pandang
(16) LRPC Solo
(17) Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Mental (PPRC)
Temang- gung
(18) PRPCM Cibadak
(19) PRPCM Sragen
(20) Panti bekas Penderita Kusta Sorofo,
c. Bantuan peralatan asrama, ketrampilan dan
bahan kepada 7 panti diberbagai propinsi yaitu :
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Te- ngah, Jawa Timur,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Sulawesi
Utara.
970
Dengan demikian melalui sistem pelayanan dalam panti telah di -
berikan penyantunan kepada 12.533 para cacat. Sementara itu dalam
rangka mengatasi hambatan dalam hal pencarian lapangan usaha bagi
para cacat yang telah selesai direhabilitasi, telah dibangun 16 buah loka
bina karya sebagai tempat mereka berusaha.
Di samping itu melalui sistem luar panti bagi para cacat yang
pada umumnya digolongkan ringan diberikan bimbingan dan bantuan
berupa bahan serta peralatan kerja sebagai modal guna dapat meme-
nuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Selama Repelita II melalui sistem
ini telah dapat diberikan bimbingan dan bantuan kepada 29.900 para
cacat. Guna membimbing para cacat tersebut telah dilatih sebanyak
4.410 orang petugas lapangan.
Jumlah seluruh para cacat yang dapat dilayani dalam Repelita II
baik dengan sistem dalam panti maupun luar panti sebanyak 42.433
orang.
971
Usaha-usaha rehabilitasi juga dilaksanakan melalui pemindahan
penduduk dari daerah yang terancam bahaya bencana alam kedaerah
baru untuk memberikan kemungkinan penghidupan yang lebih baik
dengan kemampuan memenuhi kebutuhan pokok hidupnya secara
layak dan aman.
972
TABEL XV - 15
REHABILITASI KORBAN BENCANA ALAM
1968/69, 1973/74 - 1978/79
(K. K.)
Keterangan .
+)Dalam tahun 1968/69 kegiatan utama masih dalam
tahap pemberian bantuan d a r u r a t .
973
GRAFIK XV - 7
REHABILITASI KORBAN BENCANAALAM,
1973/74 - 1978/79
974
Dalam Repelita II sejumlah 632 orang tenaga pembina remaja
telah dilatih untuk mengembangkan dan meningkatkan kegiatan Ka-
rang Taruna ditingkat Kabupaten dan Kotamadya. Selanjutnya telah
diberikan bantuan berupa paket peralatan ketrampilan serta olah raga
dan kesenian kepada 634 Karang Taruna. Bantuan tersebut dimaksud -
kan sebagai sarana untuk meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan.
Sementara itu untuk memberikan pelayanan kepada remaja yang
mengalami masalah penyalahgunaan narkotika telah dibangun Panti
Rehabilitasi Sosial Korban Narkotika di Jakarta, Surabaya dan Medan.
Penyantunan dalam Panti ini dimaksudkan agar mereka sadar kem- bali
dan menjauhkan diri dari penyalahgunaan narkotika, serta mam - pu
mengembangkan bakat dan pribadinya sebagai pemuda yang wajar.
Selama Repelita II telah disantun sebanyak 1.100 anak.
Di samping itu telah dilakukan pula usaha penyantunan terhadap 418
anak-anak nakal di Jakarta antara lain melalui perluasan kapa - sitas
dan kwalitas pelayanan.
8. Rehabilitasi orang terlantar/gelandangan
Usaha memecahkan masalah sosial bagi orang terlantar/gelan -
dangan dilakukan melalui kegiatan penyantunan dengan jalan mem -
berikan bimbingan untuk memulihkan kembali rasa harga diri serta
membangkitkan minat dan kecintaan kerja. Guna melaksanakan usaha
tersebut selama Repelita II telah dibangun panti-panti rehabilitasi di
Jakarta, Semarang, Bandung, Yogyakarta, Jawa Timur, Lampung, Pa -
lembang dan Pontianak. Para gelandangan tersebut setelah selesai men -
dapatkan penyantunan kemudian disalurkan melalui transmigrasi, pe -
nempatan lokal, pengembalian ke daerah asal dan lain-lainnya. Jumlah
orang terlantar/gelandangan yang telah disalurkan seluruhnya berjum-
lah 9.875 KK. (Lihat Tabel XV — 16).
975
TABEL XV – 16
PENYALURAN TUNA KARYA/GELANDANGAN
1968, 1973/74 – 1978/79
976
yang tidak serasi terhadap perubahan lingkungan hidup yang berlang -
sung dengan cepat, sehingga mereka terdorong untuk mencari nafkah
di luar norma kesusilaan.
977
Di samping itu kepada para keluarga pahlawan
diberikan bantu- an sosial sebagai penghargaan serta
jaminan hidup yang layak bagi mereka.
Dilakukan pula kegiatan yang pada hakekatnya
merupakan perwujudan penghargaan masyarakat atas
jasa perjoangan yang telah disumbangkan oleh para
Pejoang/Perintis Kemerdekaan Indonesia, berupa :
penetapan sebagai Pejoang/Perintis Kemerdekaan dan
pewa-risan nilai-nilai keperintisan kepada generasi
masa kini dan menda-tang.
Dalam hubungan ini telah dilaksanakan pula usaha-
usaha untuk lebih menertibkan persoalan-persoalan
dalam kaitan dengan pengakuan sebagai
Pejoang/Perintis Kemerdekaan baik yang menyangkut
aspek administratif atau tata cara pengajuan
permohonan maupun pelaksa-naan penelitian ulang
terhadap pemegang Surat Keputusan sebagai
Pejoang/Perintis Kemerdekaan, serta langkah-langkah
yang menga- rah pada peningkatan kesejahteraan
sosial ekonomi para Pejoang/Perintis Kemerdekaan. Di
samping itu telah pula dipersiapkan penyusun-an
riwayat perjuangan para Perintis Kemerdekaan ex
Digulis. PETA Blitar dan Kapal VII, dengan maksud
agar jiwa keperintisannya dapat dipahami serta
dihayati oleh generasi yang akan datang.
979
yang sangat memerlukan. Dalam kerangka itu dikembangkan serta
dibakukan sistem dan metode penyantunan sosial yang sesuai dengan
ciri khusus masyarakat dewasa ini. Selama Repelita II telah dilaku -
kan penelitian-penelitian mengenai :
a. Sistem pelayanan kesejahteraan sosial bagi masyarakat pedesaan
dan perkotaan.
b. Sistem pelayanan terhadap anak terlantar dalam Panti Asuhan.
c. Sistem pelayanan dan rehabilitasi anak remaja korban narkotika.
d. Sistem pelayanan sosial bagi para lanjut usia.
e. Penelaahan mengenai keadaan dan kemampuan badan/organisa-
si masyarakat yang bergerak dalam pelayanan kesejahteraan so-
sial.
f. Permasalahan dan keadaan pelayanan kesejahteraan sosial di da-
erah miskin di kota-kota besar dan daerah pemusatan industri, per -
tambangan dan lain sebagainya.
g. Sistem pelayanan kesejahteraan sosial bagi para cacat tubuh dan
mental di dalam dan di luar panti.
h. Sistem pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak putus sekolah/
terlantar melalui Panti Karya Taruna.
i. Sistem penyantunan gelandangan pada tahap awal.
j. Pembakuan istilah-istilah kesejahteraan sosial.
k. Pembakuan uraian tugas bagi pejabat teras di daerah.
Selain itu telah pula dilakukan penelitian untuk mempersiapkan
data serta perumusan program kesejahteraan sosial dalam Repelita III.
980