Arsitektur Dan Kebudayaan (Risa Guntari.05207070)
Arsitektur Dan Kebudayaan (Risa Guntari.05207070)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah tulisan ini dapat terselesaikan.
Tulisan yang berjudul “SISTEM RELIGI DAN SIMBOL – UNGKAPANNYA DALAM
ARSITEKTUR CANDI” membahas mengenai pengaruh simbol serta sistem religi dalam
kehidupan manusia yang kemudian mempengaruhi bentukan arsitekturnya.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan sebagai bahan pengetahuan mengenai
pengaruh atau ungkapan simbol dan sistem religi dalam bentukan arsitektur, yang
merupakan pengetahuan dasar mengenai arsitektur. Tulisan ini juga dibuat sebagai
salah satu syarat penilaian mata kuliah Arsitektur dan Kebudayaan.
Harapan agar tulisan ini dapat membantu, baik bagi sesama mahasiswa
arsitektur ataupun kalangan umum tentunya sangat besar.
Saya sadar bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Maka
dari itu kritik dan saran sangat diharapkan guna menyempurnakan tulisannya ini dan
membuatnya menjadi lebih baik di waktu yang aka datang, serta demi kemajuan
pendidikan arsitektur, terutama pada mata kuliah Arsitektur dan Kebudayaan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Penulis
I. PENDAHULUAN
II. PEMBAHASAN
Pengaruh sistem religi dalam arsitektur contohnya dalam hal menentukan pola
pemukiman suatu kawasan; bentuk atap yang mengacu pada tipikal suatu kebudayaan
tertentu; letak rumah, tempat ibadah; dll yang pada intinya berdasarkan agama atau
kepercayaan yang juga mempengaruhi kebudayaan di daerah tersebut pada saat itu.
Dengan kata lain, simbol dan sistem religi telah banyak menimbulkan dampak
dalam dunia arsitektur, yakni pada bentukan bangunan-bangunan yang mengacu pada
perwujudan kebudayaan atau kepercayaannya yang merepresentasikan makna simbol
dan sistem religi. Pada arsitektur Indonesia, pemaknaan simbol dan sistem religi yang
diwujudkan dalam arsitekturnya terasa sangat kental. Salah satu contohnya yakni pada
arsitektur jaman Hindu-Budha, yaitu arsitektur candi.
Secara vertikal, struktur bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang
melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu
kesatuan alam semesta yang sering disebut dengan ‘Triloka’, yang dalam struktur candi
digambarkan sebagai bagian kaki, badan, dan kepala.
Bagian kepala
melambangkan kehidupan
dunia atas, yang dijelmakan
sebagai puncak-puncak
gunung, atau kayangan-
kayangan dimana hidup
dewa-dewa sebagai jelmaan
roh nenek moyang.
Bagian kaki
melambangkan dunia bawah,
ialah tempat manusia yang
mati, dimana termasuk
dewa-dewa yang hidup di
laut.
Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu
Siwa. Lingga terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.
2.3 Analisis
Pada bahasan diatas dapat kita lihat bahwa kebudayaan dan kepercayaan pada
jaman Hindu-Budha sangat mempengaruhi bentukan arsitektur candi. Kepercayaan
yang ada pada saat itu adalah dinamisme, dimana setiap individu percaya bahwa
terdapat kekuatan pada benda-benda di bumi.
Candi yang berbentuk mengerucut
ke atas merupakan simbol dari
bentuk gunung yang dinggap
mempunyai kekuatan sehingga
diagung-agungkan. Dalam hal ini
gunung yang dijadikan patokan
adalah gunung Meru, karena seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya,
dalam mitologi Hindu-Budha,
Gunung Meru Adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi
dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa
gunung sebagai tempat tinggal para dewa.
Selain itu, adanya pembagian secara vertikal berupa kepala, badan, kaki pada
candi adalah sebagai wujud/simbol kepercayaan mereka bahwa dewa-dewa merupakan
makhluk dengan derajat teratas. Adanya Kala, Stupa, serta Lingga da Yoni juga
merupakan simbol yang menggambarkan kepercayaan yang mereka anut.
Terlihat bahwa kepercayaan dinamisme menyatu dengan budhisme serta
hinduisme dianalogikan dalam bangunan candi.
Jika dilihat secara lebih spesifik, tipe-tipe candi, teknik konstruksi, serta upacara
pembuatannya mengacu pada kebudayaan yang mempengaruhi candi tersebut. Dengan
kata lain hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya sistem religi merupakan bagian
dari kebudayaan, dan cara setiap kebudayaan merepresentasikannya dalam candi
adalah berbeda-beda, walaupun setiap candi memiliki dasar yang sama yaitu candi
hindu-budha. Contohnya-contohnya adalah pada pembahasan berikut:
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal.
Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe
candi di India, sebagai contoh yaitu candi Arjuna yang merupakan kelompok candi
Dieng. Dahulunya, diperkirakan di candi tersebut pernah terdapat arca atau lingga yang
akan dimandikan dengan upacara khusus, dengan pengaturan bilik dan saluran air suci
menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan cara yang sama
seperti candi-candi Palawa di India selatan. Begitu pula halnya dengan candi Bima
dimana pada awalnya sama dengan bentuk candi dari provinsi Orissa di India, akan
tetapi kemudian banyak mengalami perubahan sekitar tahun 800 M disesuaikan dengan
penggunaannya oleh penganut Budha.
Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang berupa gapura, terdapat dua jenis
gapura yaitu yang pertama, bagian pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya
terdapat lobang pintu, misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang
Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti
bangunan candi yang dibelah dua atau disebut
juga dengan candi bentar yang biasanya
identik dengan seni bangunan pada masa
Majapahit. Selain candi Waringin Lawang di
Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
KESIMPULAN
Sistem religi dan simbol sangat erat kaitannya dengan arsitektur. Ungkapan dari
sistem religi terlihat mulai dari bentuk, tata cara, serta konstruksi candi. Ornamen-
ornamen yang ada pada candi juga menggambarkan suatu kebudayaan atau
kepercayaan, yang dengan kata lain ornamen-ornamen tersebut merupakan simbol dari
kebudayaan dan kepercayaan tersebut. Simbol ada sebagai salah satu perwujudan
kebanggan, rasa keterikatan, dan kepercayaan yang melekat secara mendalam, sehingga
ingin ditunjukkan eksistensinya melalui bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
C. Snyder James & J. Catanese Anthony. 1991. Pengantar Arsitektur. Jakarta: Erlangga.
Atmaji, Parmono. 1988. Some Architectural Design Principles Temples in Java.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soeroto, Myrtha. 2007. Reformasi Kebudayaan, Menemukan Kembali Jati Diri Bangsa.
Myrtle Publishing.
Diktat :
HMA ADHISTHANA Universitas Trisakti. Arsitektur Tradisionil.
Website:
Kebudayaan Nusantara (zaman Hindu-Budha, Islam, dll).pdf
http://purbakala.jawatengah.go.id/detail_berita.php?act=view&idku=12
http://id.wikipedia.org
http://mediaindonesia.com/berita.asp?Id=165486
http://www.indonesia-tourism.com/central-java.html
http://candidiy.tripod.com
http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.04.05.20241676&channel=1&mn=5
9&idx=73
http://cjoeniani.wordpress.com