Anda di halaman 1dari 11

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nya lah tulisan ini dapat terselesaikan.
Tulisan yang berjudul “SISTEM RELIGI DAN SIMBOL – UNGKAPANNYA DALAM
ARSITEKTUR CANDI” membahas mengenai pengaruh simbol serta sistem religi dalam
kehidupan manusia yang kemudian mempengaruhi bentukan arsitekturnya.
Tulisan ini dibuat dengan tujuan sebagai bahan pengetahuan mengenai
pengaruh atau ungkapan simbol dan sistem religi dalam bentukan arsitektur, yang
merupakan pengetahuan dasar mengenai arsitektur. Tulisan ini juga dibuat sebagai
salah satu syarat penilaian mata kuliah Arsitektur dan Kebudayaan.
Harapan agar tulisan ini dapat membantu, baik bagi sesama mahasiswa
arsitektur ataupun kalangan umum tentunya sangat besar.
Saya sadar bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan ini. Maka
dari itu kritik dan saran sangat diharapkan guna menyempurnakan tulisannya ini dan
membuatnya menjadi lebih baik di waktu yang aka datang, serta demi kemajuan
pendidikan arsitektur, terutama pada mata kuliah Arsitektur dan Kebudayaan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.

Penulis

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 1


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tulisan ini diberi judul “SISTEM RELIGI DAN SIMBOL – UNGKAPANNYA DALAM
ARSITEKTUR CANDI” sebuah pengaruh dari suatu sistem religi yang berwujud pada
bentukan arsitektur sebagai suatu simbol yang merepresentasikan suatu kebudayaan
dan kepercayaan.
Perkembangan arsitektur tidak dapat dipisahkan dari perkembangan budaya
atau kepercayaan pada suatu masyarakat tertentu. Perkembangan kebudayaan
berlandaskan suatu kepercayaan yang sifatnya sangat melekat pada individu manusia.
Kebudayaan dan kepercayaan tersebut telah banyak menimbulkan paradoks
dalam kehidupan masyarakat secara umum, serta dalam perkembangan arsitektur.
Arsitektur merupakan suatu media yang sangat menggambarkan kebudayaan dan
kepercayaan, karena pada dasarnya arsitektur dangat melekat pada adat dan
keseharian manusia. Dalam kata lain, bentukan arsitektur merupakan simbol dari suatu
sistem religi.
Setiap kebudayaan memiliki keunikan tersendiri, yang kemudian sering
direfleksikan dalam bentukan arsitekturnya. Hal tersebut juga ditemukan dalam
arsitektur candi. Candi merefleksikan suatu kebudayaan Hindu-Budha.

1.2 Rumusan Masalah


Seperti apakah atau sejauh apakah kebudayaan dan kepercayaan Hindu-Budha
direfleksikan dalam arsitektur candi? Bagaiman suatu sistem religi bercampur dengan
kebudayaan masyarakat tertentu Sehingga terlihat atau terasa pada bangunannya.

1.3 Tujuan Penulisan


Tulisan ini dibuat dengan tujuan agar kita dapat megkaji bersama mengenai
dampak dari kebudayaan dan kepercayaan dalam bentukan arsitektur candi.

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 2


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

II. PEMBAHASAN

2.1 Makna Simbol dan Sistem Religi

Simbol pada hakikatnya merupakan perlambang yang disepakati pemakainya


untuk mempresentasikan makna tertentu. Pengertian simbol berkaitan dengan hal-hal
di dalam dunia nyata yang disatukan ke dalam diri manusia (misanya nilai-nilai, norma-
norma, aturan-aturan, etika, kebiasaan-kebiasaan dan lain-lain). Selain itu, simbol juga
merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan dialog antara manusia dan Tuhan. Dengan
demikian, simbol bukan semata-mata pembangunan dari segi wujud saja tetapi juga
dari segi emosi.
Perwujudan simbol tidak terbatas pada bentuk fisik saja, tetapi juga nonfisik,
seperti bahasa, ilmu pengetahuan yang menyatukan pengertian sesama manusia.
Dengan demikian, terdapat hubungan antara simbol dan kebudayaan.
Dalam arsitektur, simbol secara umum selain mengakomodasi keperluan praktis
sesuai penggunaan atau tujuan suatu bangunan didirikan, bangunan didesain dengan
karakteristik tertentu sehingga memiliki makna simbolis yang tugasnya
merepresentasikan fungsi praktis tadi ke dalam bentuk-bentuk desain yang penuh
muatan citra visual.
Sedangkan sistem religi merupakan bagaimana religi (ajaran/ ketentuan yang
berasal dari Tuhan) dijalankan. Sistem religi merupakan bagian dari suatu kebudayaan.
Pada setiap daerah, pengaplikasian secara keseluruhan suatu sistem religi bisa saja
berbeda, tergantung pada kebudayaan yang juga ada pada daerah tersebut. Adapun
tahapan religi adalah sebagai berikut:
1. Animisme – kepercayaan kepada roh nenek moyang
2. Dinamisme – kepercayaan kepada kekuatan benda-benda di alam
3. Totenisme – kepercayaan kepada patug
4. Konfusionisme – filsafat-filsafat hidup
5. Budhisme
6. Hinduisme
7. Agama wahyu/ samawi: Nasrani, Islam, Yahudi
8. Sinkretisme

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 3


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

Pengaruh sistem religi dalam arsitektur contohnya dalam hal menentukan pola
pemukiman suatu kawasan; bentuk atap yang mengacu pada tipikal suatu kebudayaan
tertentu; letak rumah, tempat ibadah; dll yang pada intinya berdasarkan agama atau
kepercayaan yang juga mempengaruhi kebudayaan di daerah tersebut pada saat itu.
Dengan kata lain, simbol dan sistem religi telah banyak menimbulkan dampak
dalam dunia arsitektur, yakni pada bentukan bangunan-bangunan yang mengacu pada
perwujudan kebudayaan atau kepercayaannya yang merepresentasikan makna simbol
dan sistem religi. Pada arsitektur Indonesia, pemaknaan simbol dan sistem religi yang
diwujudkan dalam arsitekturnya terasa sangat kental. Salah satu contohnya yakni pada
arsitektur jaman Hindu-Budha, yaitu arsitektur candi.

2.2 Ungkapannya dalam Arsitektur Candi

Candi merefleksikan suatu kebudayaan Hindu-Budha. Pada dasarnya candi


merupakan tempat pemujaan dan biasanya terletak ditempat-tempat yang dianggap
sakral. Fungsi candi sebagai pemujaan dibuktikan dengan adanya arca utama yang
diletakkan didalam bilik candi. Sebagai tempat pemujaan maka bilik candi yang berisi
arca dewa hanya boleh dimasuki oleh pendeta yang bertugas sebagai penghubung
antara dewa dan para pemujanya.
Selama era kerajaan Hindu dan Budha terdapat dua dinasti yang berkuasa
sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan Syailendra. Dinasti Sanjaya
beragama Hindu aliran Siwa, sementara dinasti Syailendra menganut agama Buddha
Mahayana atau Vajrayana. Peninggalan dari kedua dinasti ini berupa prasasti dan candi.
Pembangunan candi terkait dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan
agama Buddha dan Hindu di Indonesia.

TATANAN, BAGIAN, DAN KONSEP ARSITEKTURAL CANDI


Sebelum kebudayaan Hindu masuk ke Indonesia, diduga telah ada suatu
kebudayaan yang bersifat dinamisme. Orang berpendirian bahwa alam sekeliling
terdapat sumber-sumber kekuatan gaib yang harus diperhatikan, dihormati, dan dipuja.
Antara lain matahari, bulan, termasuk bintang-bintang serta elemen-elemen yang
mempengaruhi pikiran manusia.

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 4


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

Dasar-dasar kepercayaan mereka mempunyai unsur-unsur yang bersifat:


 Kosmis : yang berhubungan dengan alam semesta, termasuk matahari dan
bintang-bintang.
 Chtonis : yang berhubungan dengan bumi, termasuk gunung, kali, dsb.
Hal-hal tersebut diatas menjadi pedoman peletakkan atau orientasi arah candi.

Secara vertikal, struktur bangunan candi terdiri dari tiga bagian yang
melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu
kesatuan alam semesta yang sering disebut dengan ‘Triloka’, yang dalam struktur candi
digambarkan sebagai bagian kaki, badan, dan kepala.

Bagian kepala
melambangkan kehidupan
dunia atas, yang dijelmakan
sebagai puncak-puncak
gunung, atau kayangan-
kayangan dimana hidup
dewa-dewa sebagai jelmaan
roh nenek moyang.

Bagian badan melambangkan


kehidupan dunia tengah
(sekarang), tempat manusia
yang masih hidup dimana
ada dewa-dewa yang juga
hidup diantara manusia.

Bagian kaki
melambangkan dunia bawah,
ialah tempat manusia yang
mati, dimana termasuk
dewa-dewa yang hidup di
laut.

Arsitektur candi sering juga diidentikkan dengan makna perlambangan Gunung


Meru. Dalam mitologi Hindu-Budha, Gunung Meru Adalah sebuah gunung di pusat jagat
yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan
seolah-olah mengatakan bahwa gunung sebagai tempat tinggal para dewa.
Selain itu, pada candi juga terdapat eleme-elemen yang merupakan suatu
perlambangan, antara lain:

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 5


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

Kala merupakan makhluk legenda yang diciptakan


Siwa untuk membunuh seorang raksasa. Kala ini
diwujudkan dalam berbagai variasi bentuk seperti
mahkluk aneh tanpa rahang bawah atau hiasan dengan
satu mata. Sedangkan Mekara adalah binatang mitologi
berbelalai gajah, surai singa, paruh burung nuri, dan
ekor seperti ikan, yang semuanya merupakan lambang air dan birahi.

Stupa merupakan unsur perlambang Buddha dengan


bentuk setengah bulatan mempunyai pengertian
falsafah melambangkan “kubah syurga” (Dome of
Heaven) atau melambangkan struktur kosmik yang
menetap. Biasanya diletakkan di bagian atas candi.

Lingga dan yoni adalah sepasang relief atau monumen yang terdapat pada candi Hindu
Siwa. Lingga terdiri dari silinder terpadu atau berdiri diatas dasar yang disebut yoni.

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 6


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

2.3 Analisis
Pada bahasan diatas dapat kita lihat bahwa kebudayaan dan kepercayaan pada
jaman Hindu-Budha sangat mempengaruhi bentukan arsitektur candi. Kepercayaan
yang ada pada saat itu adalah dinamisme, dimana setiap individu percaya bahwa
terdapat kekuatan pada benda-benda di bumi.
Candi yang berbentuk mengerucut
ke atas merupakan simbol dari
bentuk gunung yang dinggap
mempunyai kekuatan sehingga
diagung-agungkan. Dalam hal ini
gunung yang dijadikan patokan
adalah gunung Meru, karena seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya,
dalam mitologi Hindu-Budha,
Gunung Meru Adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi
dan mencapai tingkat tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa
gunung sebagai tempat tinggal para dewa.
Selain itu, adanya pembagian secara vertikal berupa kepala, badan, kaki pada
candi adalah sebagai wujud/simbol kepercayaan mereka bahwa dewa-dewa merupakan
makhluk dengan derajat teratas. Adanya Kala, Stupa, serta Lingga da Yoni juga
merupakan simbol yang menggambarkan kepercayaan yang mereka anut.
Terlihat bahwa kepercayaan dinamisme menyatu dengan budhisme serta
hinduisme dianalogikan dalam bangunan candi.
Jika dilihat secara lebih spesifik, tipe-tipe candi, teknik konstruksi, serta upacara
pembuatannya mengacu pada kebudayaan yang mempengaruhi candi tersebut. Dengan
kata lain hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya sistem religi merupakan bagian
dari kebudayaan, dan cara setiap kebudayaan merepresentasikannya dalam candi
adalah berbeda-beda, walaupun setiap candi memiliki dasar yang sama yaitu candi
hindu-budha. Contohnya-contohnya adalah pada pembahasan berikut:
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal.
Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe
candi di India, sebagai contoh yaitu candi Arjuna yang merupakan kelompok candi
Dieng. Dahulunya, diperkirakan di candi tersebut pernah terdapat arca atau lingga yang

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 7


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

akan dimandikan dengan upacara khusus, dengan pengaturan bilik dan saluran air suci
menembus tembok, upacara ini mirip dengan upacara Siwais dengan cara yang sama
seperti candi-candi Palawa di India selatan. Begitu pula halnya dengan candi Bima
dimana pada awalnya sama dengan bentuk candi dari provinsi Orissa di India, akan
tetapi kemudian banyak mengalami perubahan sekitar tahun 800 M disesuaikan dengan
penggunaannya oleh penganut Budha.

Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang berupa gapura, terdapat dua jenis
gapura yaitu yang pertama, bagian pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya
terdapat lobang pintu, misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang
Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti
bangunan candi yang dibelah dua atau disebut
juga dengan candi bentar yang biasanya
identik dengan seni bangunan pada masa
Majapahit. Selain candi Waringin Lawang di
Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 8


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

Jika dilihat dari teknik pembangunannya, bangunan candi pada umumnya


dibangun dengan cara a joint vit (bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada
bahan pengikat). Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa menggunakan teknik India
mengenai dinding batu berdaun ganda. Jawa merupakan satu-satunya wilayah di Asia
Tenggara yang menggunakan cara konstruksi seperti ini. Setelah abad ke 9, teknik
kontruksi candi agak sedikit berubah sejalan dengan peralihan pusat politik pada masa
itu ke Jawa Timur. Artinya, teknik konstruksi yang digunakan pun tergantung pada
kebudayaan yang berpengaruh pada saat itu. Ketika peralihat pusat politik berubah,
teknik yang digunakan pun dapat berubah.
Proses pembuatan candi pun tidak serta merta dilakukan begitu saja, melainkan
dengan tata cara dan upacara ritual. Tata cara dan upaca ritual tersebut pada dasarnya
merupakan wujud kebudayaan yang telah ada pada daerah tersebut dan bercampur
dengan kebudayaan Hindu-Budha.Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam
tulisan batu (piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang berinisiatif
membangun candi pada pertama kalinya adalah bangsawan (orang suci) dengan
mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya) untuk bergotong royong
membangun candi. Pertama sekali bangsawan yang menyelenggarakan acara
membagikan hadiah pada semua orang yang datang. Kemudian peserta menghiasi diri
dengan bunga dan pewarna dan batu suci diletakkan ditengah halaman candi yang yang
akan dibangun. Tata cara urutan pembangunan candi seperti yang terlihat pada gambar
berikut ini:

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 9


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

KESIMPULAN

Sistem religi dan simbol sangat erat kaitannya dengan arsitektur. Ungkapan dari
sistem religi terlihat mulai dari bentuk, tata cara, serta konstruksi candi. Ornamen-
ornamen yang ada pada candi juga menggambarkan suatu kebudayaan atau
kepercayaan, yang dengan kata lain ornamen-ornamen tersebut merupakan simbol dari
kebudayaan dan kepercayaan tersebut. Simbol ada sebagai salah satu perwujudan
kebanggan, rasa keterikatan, dan kepercayaan yang melekat secara mendalam, sehingga
ingin ditunjukkan eksistensinya melalui bangunan.

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 10


ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN

DAFTAR PUSTAKA

C. Snyder James & J. Catanese Anthony. 1991. Pengantar Arsitektur. Jakarta: Erlangga.
Atmaji, Parmono. 1988. Some Architectural Design Principles Temples in Java.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soeroto, Myrtha. 2007. Reformasi Kebudayaan, Menemukan Kembali Jati Diri Bangsa.
Myrtle Publishing.

Diktat :
HMA ADHISTHANA Universitas Trisakti. Arsitektur Tradisionil.

Website:
Kebudayaan Nusantara (zaman Hindu-Budha, Islam, dll).pdf
http://purbakala.jawatengah.go.id/detail_berita.php?act=view&idku=12
http://id.wikipedia.org
http://mediaindonesia.com/berita.asp?Id=165486
http://www.indonesia-tourism.com/central-java.html
http://candidiy.tripod.com
http://www.kompas.com/read.php?cnt=.xml.2008.04.05.20241676&channel=1&mn=5
9&idx=73
http://cjoeniani.wordpress.com

RISA GUNTARI – 052.07.070 Page 11

Anda mungkin juga menyukai