Anda di halaman 1dari 18

Contents

BAB I ........................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 2
I.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................... 2
I.2 LANDASAN YURIDIS...................................................................................................... 4
I.3 TUJUAN ........................................................................................................................ 5
I.4 SASARAN ......................................................................................................................... 5
BAB II .......................................................................................................................................... 6
MEKANISME PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH .................................................................. 6
BAB III ....................................................................................................................................... 11
MEKANISME SOSIALISASI TATA TERTIB SEKOLAH ................................................................... 11
BAB IV ....................................................................................................................................... 14
MEKANISME PENGAWASAN PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH...................................... 14
BAB V ........................................................................................................................................ 17
MEKANISME EVALUASI PELAKSANAAN EVALUASI .................................................................. 17

Pedoman Penyusunan Tata Tertib Sekolah


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Sekolah, dalam melakukan penyelenggaraan pendidikan, perlu menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif. Oleh karena itu, sekolah perlu menyusun tata tertib yang berisikan
panduan bagi peserta didik terkait bagaimana mereka diharapkan untuk bersikap di
sekolah agar dapat tercipta lingkungan belajar yang kondusif tersebut.
Namun, lebih dari itu, sesuai dengan amanat Undang-Undang no. 20 tahun 2003, tujuan
pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan juga
membentuk peserta didik untuk dapat berakhlak mulia, menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan, selain berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik, juga berfungsi untuk membentuk watak peserta didik,
sehingga dapat terbentuk peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, selain untuk menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif, tata tertib juga dibuat dengan tujuan yang sifatnya lebih jangka panjang,
yaitu membentuk karakter peserta didik yang disiplin dan bertanggung jawab.
The most successful people in life exert discipline in a daily basis. It is vital to every living
being and without it, the world around us would be chaos (anonym)
Sikap disiplin akan membentuk peserta didik menjadi pribadi yang bertanggung jawab
dan senantiasa menghargai orang lain. Tanpa disiplin, individu akan melakukan apa saja
yang dia inginkan tanpa mempertimbangkan keberadaan atau hak orang lain yang
berada disekitarnya, yang kemudian dapat menciptakan lingkungan yang tidak nyaman
dan penuh kekacauan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap disiplin dapat
menumbuhkan hubungan yang positif antara peserta didik dengan orang lain
disekitarnya, dapat menumbuhkan iklim sekolah yang positif, juga meningkatkan prestasi
akademis peserta didik (Bear, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Duckworth dan
Seligman (2005) juga menunjukkan bahwa siswa yang memiliki sikap disiplin yang baik
menunjukkan performa akademik yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak
memiliki sikap disiplin yang baik.
Lebih dari itu, sikap disiplin juga dibutuhkan untuk dapat sukses dalam setiap ranah
kehidupan. Di masa yang akan datang, apapun profesi yang dimiliki oleh peserta didik,
disiplin akan senantiasa menjadi karakter yang selalu dibutuhkan untuk menunjang
kesuksesan mereka. Tata tertib sekolah, dapat menjadi sarana yang efektif dalam melatih
sikap disiplin peserta didik, dimana mereka dapat melatih dirinya dalam memantau dan
mengontrol sikap dan perilakunya tetap sesuai dengan peraturan dan norma yang
berlaku.
Keberagaman situasi dan budaya masing-masing sekolah, membuat penyusunan tata
tertib perlu untuk memperhatikan kearifan lokal masing-masing wilayah. Namun, agar
tata tertib yang dibuat dapat tetap berada pada koridor yang seharusnya demi mencapai
amanat undang-undang, maka diperlukan adanya panduan umum dalam penyusunan
tata tertib yang dilakukan oleh sekolah.
Saat ini, disetiap sekolah telah memiliki tata tertibnya masing-masing, namun belum
terdapat panduan penyusunan yang dapat mengarahkan agar tata tertib yang dibuat
oleh sekolah dapat tetap sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dengan tetap
mengakomodir hal-hal yang juga diamanatkan dalam undang-undang perlindungan anak.
Panduan penyusunan tata tertib perlu disusun, untuk menjamin bahwa tata tertib yang
dibuat oleh sekolah dapat benar-benar menghasilkan lingkungan sekolah yang kondusif,
mampu mencetak peserta didik sesuai yang diamanatkan oleh undang-undang, namun
dengan tetap memperhatikan hak-hak anak/hukum yang berlaku di Indonesia.
Namun, pada dasarnya keberadaan tata tertib yang baik saja tidak cukup. Dalam rangka
membentuk sikap disiplin peserta didik, diperlukan adanya pemahaman dalam diri
peserta didik terkait dengan pentingnya keberadaan sebuah tata tertib di sekolah untuk
dapat menumbuhkan motivasi internal dalam diri mereka dalam menjalankan tata tertib
sekolah dengan baik dan penuh tanggung jawab. Thornberg (2008) menyebutkan bahwa
persepsi peserta didik terhadap sebuah tata tertib merupakan hal yang signifikan dalam
menentukan tingkat penerimaan (dan pelaksanaan) perserta didik terhadap tata tertib
itu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya proses sosialisasi tata tertib yang tepat
agar peserta didik tidak hanya sekedar mengetahui keberadaan tata tertib, tapi juga
memahami pentingnya keberadaan dari sebuah tata tertib, sehingga peserta didik dapat
memiliki persepsi yang positif terhadap tata tertib dan kemudian dapat menjalankan tata
tertib dengan penuh kesadaran (motivasi internal) dan tanggung jawab.
Selain itu, konsistensi guru dalam melakukan pengawasan pelaksanaan tata tertib oleh
peserta didik juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Konsistensi merupkan
salah satu kunci utama dalam pembentukan sikap disiplin. Sebuah penelitian di Swedia
yang dilakukan oleh Robert (2008) tentang pelaksanaan tata tertib di sekolah
mengungkapkan bahwa: ketika peserta didik melihat bahwa terdapat
ketidakkonsistenan guru dalam melakukan pengawasan pelaksanaan tata tertib sekolah,
maka tingkah laku disiplin yang diharapkan muncul dari adanya tata tertib tidak akan
muncul. Sebab standar tingkah laku yang diatur dalam tata tertib tersebut menjadi tidak
jelas bagi siswa, karena terkadang perilaku X dianggap melanggar, namun pada
kesempatan lainnya perilaku yang sama tersebut diabaikan oleh guru.
Selanjutnya, juga dibutuhkan adanya proses evaluasi yang baik agar sekolah dapat
menilai efektifitas penerapan tata tertib di sekolah, menemukan kendala-kendala yang
muncul dalam penerapan tata tertib di sekolah, dan merumuskan solusi yang tepat
sebagai masukan bagi penyempurnaan tata tertib sekolah pada tahun-tahun berikutnya.
Oleh karena itu, selain berisikan tentang pedoman dalam penyusunan tata tertib,
panduan ini juga berisi pedoman untuk sekolah dalam penyusunan prosedur sosialisasi,
pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan tata tertib sekolah.

1.2. LANDASAN YURIDIS


a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembar
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
b. Undang-Undang no. 23 Tahun 2012 tentang Perlindungan Anak;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5157);
d. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Pakaian Seragam sekolah bagi peserta didik jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah;
1.3. TUJUAN
Pedoman penyusunan tata tertib sekolah ini bertujuan sebagai acuran bagi sekolah
dalam merencanakan, menyusun, mensosialisasi, melakukan pengawasan, dan evaluasi
terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah agar dapat tetap dalam koridor yang
diamanatkan oleh Undang-Undang.

1.4 SASARAN
Sasaran Pedoman Penyusunan Tata Tertib Sekolah ini meliputi:
a. Kepala Sekolah
b. Guru Pembina Kesiswaan
c. Guru Bimbingan Konseling
d. Guru Mata Pelajaran
e. Komite Sekolah
BAB II
MEKANISME PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, penyusunan tata
tertib merupakan kewenangan sekolah. Tata tertib dibuat dalam rangka menciptakan
lingkungan dan situasi belajar yang kondusif serta untuk membangun karakter peserta didik
yang disiplin dan bertangung jawab.Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tata tertib yang
disusun sekolah harus mengacu pada panduan yang berlaku secara nasional, namun dengan
tetap memperhatikan kondisi dan budaya setempat.
Untuk dapat menghasilkan tata tertib yang sesuai kondisi dan budaya setempat dan juga
tetap mengakomodir masukan dari peserta didik yang nantinya akan menjalankan tata tertib
tersebut, maka proses penyusunan tata tertib hendaknya dilakukan dengan melibatkan
seluruh stakeholder sekolah yaitu: guru, wali murid, dan peserta didik.
Mengingat tata tertib secara normatif tidak berubah secara cepat, maka bagi sekolah yang
telah memiliki tata tertib yang berlaku, namun ingin melakukan penyusunan tata tertib yang
baru, pihak sekolah hendaknya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap evaluasi hasil
penerapan tata tertib pada periode tahun sebelumnya. Hasil analisis tersebut, dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penyusunan kembali tata tertib
sekolah. Pada mekanisme penyusunan tata tertib juga perlu disertakan mekanisme
amandemen, sehingga tata tertib dapat dirubah pada saat-saat tertentu apabila diperlukan.
Dalam proses penyusunan tata tertib, sekolah hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut
ini:
a. Melibatkan seluruh stakeholder sekolah, yaitu guru, Komite, peserta didik dan/atau
alumni.
b. Mempertimbangkan hasil evaluasi pelaksanaan tata tertib di tahun-tahun sebelumnya
dalam melakukan penyempurnaan tata tertib sekolah
c. Melakukan studi banding pada sekolah lain yang dianggap dapat memberikan masukan
yang bermanfaat dalam melakukan penyermpurnaan tata tertib sekolah
Dalam menyusun konten tata tertib, sekolah hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut
ini:
1) Menentukan hal-hal apa saja yang akan diatur dalam tata tertib sekolah.
Dalam menentukan hal-hal apa saja yang akan diatur, sekolah dapat merujuk pada
peraturan-peraturan yang posisinya berada di atas tata tertib sekolah, menyesuaikan
dengan kearifan lokal setempat, merujuk pada value atau nilai-nilai apa yang ingin
ditanamkan kepada para peserta didik, juga pada hal-hal lainnya yang dianggap perlu
untuk diatur dalam tata tertib demi terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dan
membentuk sikap disiplin peserta didik.
Sebagai contoh, Thornberg (2008) menyebutkan bahwa terdapat aspek-aspek yang
biasanya diatur dalam konten tata tertib sekolah, yaitu:
2) Relational
Mengatur tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Tujuan dari diaturnya
aspek ini adalah untuk menciptakan kebaikan bagi orang lain, menghindari munculnya
tindakan yang dapat membahayakan orang lain, baik secara fisik maupun psikologis.
Contohnya:
Bersikap baiklah kepada guru dan teman; Saling tolong-menolonglah dengan semua
teman; Jangan menghina/mengejek teman
b. Structuring
Mengatur tentang susunan dan penjagaan lingkungan fisik sekolah.
Contohnya:
Buanglah sampah pada tempat yang sudah disediakan.
c. Protecting
Mengatur tentang keamanan dan kesehatan diri dan orang lain.
Contohnya:
Dilarang berlari-lari dalam koridor sekolah.
d. Etiquette
Mengatur tentangpenanaman value/nilai/norma/kearifan lokal di sekolah.
Contohnya:
Ucapkan salam ketika berpapasan dengan guru dan teman.

2. Tata tertib sebaiknya dibuat dalam bentuk kalimat positif.


Pada dasarnya, tata tertib dibuat untuk mengatur tentang: bagaimana seharusnya peserta
didik bersikap, maka sebaiknya disampaikan dalam bahasa yang positif, agar peserta didik
bisa mendapatkan gambaran yang sesuai terkait ekspektasi atas sikap yang diharapkan.
Kalimat negatif, tidak serta-merta dapat menunjukkan kepada peserta didik bahwa: jika
tidak diperbolehkan untuk melakukan hal X, maka seharusnya seperti apa saya bersikap?
Namun, jika tidak memungkinkan menemukan padanan yang tepat dalam kalimat positif,
dapat diperkenankan untuk menggunakan kalimat negatif. Misalnya: Peserta didik dilarang
untuk membawa senjata tajam.

3. Tata tertib sebaiknya ditulis dengan kalimat yang jelas atau tidak ambigu.
Hal ini perlu dilakukan agar peserta didik dapat dengan tepat memahami ekspektasi
sekolah terhadap sikap/perilaku yang diharapkan untuk dimunculkan/dihindari dalam
konten tata tertib yang dibuat.
Contoh:
dibandingkan menggunakan kalimat: “setiap peserta didik harus memiliki sifat pembelajar
yang bertanggng jawab” lebih baik menggunakan kalimat “siswa diharapakan untuk
datang ke sekolah tepat waktu”.

4. Hindari terlalu banyak hal yang diatur dalam tata tertib


Pada dasarnya, semakin banyak hal yang diatur dalam tata tertib, semakin sulit bagi
peserta didik untuk mengingat semuanya. Tata tertib perlu tetap dibuat padat, sehingga
dapat mencakup seluruh hal yang dianggap penting oleh sekolah, namun juga jangan
sampai menjadi terlalu banyak hal yang dibahas, hingga pada hal yang dianggap tidak
terlalu esensial. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga persepsi positif siswa terhadap tata
tertib sekolah, bahwa tata tertib sekolah benar-benar mengatur hal-hal yang dianggap
penting dan esensial.

5. Dalam menentukan konsekuensi bagi peserta didik yang melanggar peraturan,


hendaknya mempertimbangkan kaidah-kaidah berikut ini:
a. Mengedepankan semangat untuk mencoba memahami penyebab peserta didik
melakukan pelanggaran, sebelum memberikan konsekuensi
b. Mengedepankan pemberian solusi untuk memperbaiki perilaku peserta didik yang
melanggar dibandingkan hanya memberikan konsekuensibagi perserta didik
d. Memberikan kesempatan bagi peserta didik untk memperbaiki kesalahannya.
Hal ini perlu dilakukan agar peserta didik tidak terus-menerus mendapat label sebagai
pelanggar tata tertib. Selain itu, hal ini juga penting untuk menumbuhkan kepercayaan
diri pada peserta didik bahwa mereka mampu untuk menjadi pribadi yang lebih baik,
dengan keberhasilannya dalam memperbaiki pelanggaran tata tertib yang telah
dilakukan sebelumnya.
e. Menghindari untuk memberikan konsekuensi berupa tindakan kekerasan secara fisik,
psikis, dan daring
f. Melibatkan pemberian konsekuensi positif bagi siswa yang menunjukkan sikap positif
terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah. Dengan demikian, diharapkan tidak muncul
persepsi pada diri peserta didik bahwa tata tertib hanya menekankan pada hal-hal yang
bersifat melanggar saja, namun juga untuk membentuk sikap positif pada peserta didik.
g. Pemberian konsekuensi hendaknya bersifat gradual
Pemberian konsekuensi hendaknya tidak langsung dengan konsekuensi yang langsung
berat, namun dimulai dari yang ringan terlebih dahulu. Hal ini perlu dilakukan untuk
menumbuhkan keyakinan pada peserta didik bahwa pada dasarnya mereka memiliki
potensi untuk dapat bersikap sebagaimana yang diatur dalam tata tertib sekolah.
Adapun konsekuensi diberikan, lebih sebagai pengingat bagi peserta didik tersebut
untuk memperbaiki sikapnya tersebut.
h. Konsekuensi yang diberikan hendaknya dikaitkan dengan konsekuensi natural yang
akan dihadapi
Yang dimaksud dengan konsekuensi natural disini adalah konsekuensi yang secara alami
akan terjadi jika peserta didik melakukan pelanggaran tertentu. Contohnya: Jika siswa
terlambat datang ke sekolah, maka konsekuensi natural yang akan ia terima pada
dasarnya adalah akan tertinggal sebagian mata pelajaran di hari tersebut. Oleh karena
itu, konsekuensi yang dapat diberikan misalnya adalah dengan meminta mereka untuk
ke perpustakaan dan meresume materi pelajaran yang tertinggal akibat
keterlambatannya tersebut.
i. Konsekuensi yang diberikan hendaknyamempertimbangkan harga diri siswa
Konsekuensi yang dibuat, hendaknya tidak hanya dapat memberikan efek jera pada
siswa, namun juga dengan tetap mempertimbangkan harga diri siswa, misalnya dengan
tidak memberikan konsekuensi yang berpotensi mempermalukan siswa di depan umum.
j. Memberikan konsekuensi yang menimbulkan rasa jera bagi siswa dan bersifat mendidik.
k. Melibatkan guru, Komite, peserta didik, dinas pendidikan provinsi, dan/atau alumni
dalam melakukan penyusunan tata tertib
l. Konsekuensi yang telah di sepakati di sosialisasikan kepada semua unsur
sekolah.
m. Tata tertib dan konsekuensinya di ujicoba dalam waktu yang di tentukan.

PengalamanLapangan:

1. Bagi siswa terlambat konsekuensinya di nyatakan tidak hadir pada jam pelajaran
pertama dan lebih dari 3 hari melakukan keterlambatan dalam seminggu, sekolah
memanggil orang tua sebagai konsekunsinya.
2. Bagi siswa yang tidak hadir tanpa keterangan sebagai konsekuensinya orang tua di
hubungi untuk hadir kesekolah
3. Siswa yang sering ijin ditengah pelajaran tanpa keterangan akan dihitung akumulasi
ijinnnya untuk diberikan sanksinya.
BAB III
MEKANISME SOSIALISASI TATA TERTIB SEKOLAH

Tata tertib yang telah disusun/direvisi, perlu di sosialisasikan kepada seluruh stakeholder,
yaitu: guru, wali murid, dan peserta didik yang akan menjalankan tata tertib tersebut.
Sosialisasi merupakan proses yang sangat penting untuk dilakukan untuk memastikan bahwa
seluruh stakeholder telah mengetahui dan memahami konten serta urgensi dari dibuatnya
tata tertib sekolah.

Dengan mengetahui urgensi dibuatnya sebuah tata tertib, diharapkan peserta didik dapat
menjalankan tata tertib sekolah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Sebab,
dengan pemahaman yang baik, maka peserta didik tidak akan terjebak pada konsekuensi
positif atau negatif saja. Yang dimaksud dengan tidak terjebak disini adalah peserta didik tidak
akan melakukan atau menghindari hal-hal tertentu yang diatur dalam tata tertib semata-mata
hanya karena mempertimbangkan konsekuensi yang akan mereka terima dari pihak sekolah
saja. Namun, lebih dari itu, mereka melakukannya karena dorongan motivasi intrinsik, karena
mereka memahami urgensi hal tersebut. Munculnya motivasi intrinsik dari para peserta didik,
dikemudian hari akan dapat mempermudah pengawasan pelaksanaan tata tertib oleh guru,
karena peserta didik akan secara mandiri menjalankan tata tertib dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab.

Sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai metode, disesuaikan dengan kondisi dan budaya
pada masing-masing sekolah. Pada saat dilakukan sosialisasi, pihak sekolah dapat meminta
wali murid dan peserta didik yang akan menjalankan tata tertib sekolah untuk
menandatangani surat pernyataan bahwa tata tertib telah dimengerti dan setuju untuk
dilaksanakan.

Dalam melakukan sosialisasi, sekolah hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut ini:


1. Menekankan pada aspek “WHY”, yaitu terkait urgensi dibuatnya tata tertib sekolah dan
rasionalisasi dibalik hal-hal yang diatur dalam konten tata tertib itu sendiri.
2. Untuk membantu menumbuhkan rasa tanggung jawab peserta didik dalam menjalankan
tata tertib, maka peserta didik dapat diminta untuk menandatangani pernyataan
kesanggupan dan kesungguhan untuk menjalankan tata tertib sekolah dengan sebaik-
baiknya.
3. Tertib Administrasi. (adanya dokumen dan dokumentasi)
Tertib administrasi disini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh stakeholder (siswa,
wali kelas, orang tua, aparat dan Masyarakat sekitar) terkait sudah mendapatkan
sosialisasi tata tertib sebelum tata tertib tersebut akan dijalankan.
4. Melibatkan stakeholder secara aktif
Diadakan pertemuan secara berkala antara walikelas dengan siswa dan orang tua (dua
bulan sekali).
Best Practice:
SMAN 3 Semarang
Memberikan buku tata tertib pada saat daftar ulang, dengan menandatangani surat MoU
bermaterai. Pada saat rapat komite kelas X, orang tua siswa diberikan copy tata tertib untuk
memastikan bahwa tata tertib sudah diketahui oleh orang tua.
BAB IV
MEKANISME PENGAWASAN PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH

Penetapan tata tertib saja tidak cukup untuk dapat menciptakan lingkungan dan situasi
belajar yang kondusif serta untuk membangun karakter peserta didik yang disiplin dan
bertangung jawab sebagaimana tujuan yang diharapkan dengan dibuatnya tata tertib itu
sendiri. Hal penting yang juga harus mendapat perhatian untuk mencapai tujuan tersebut
adalah konsistensi guru dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tata tertib oleh
para peserta didik. Konsistensi pengawasan yang dilakukan oleh guru akan membentuk
persepsi positif siswa terhadap keberadaan tata tertib itu sendiri. Tata tertib akan dipandang
sebagai perangkat yang memang dianggap penting untuk dapat membangun karakter siswa
dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Pengawasan yang dilakukan oleh
guru, juga dapat menjadi media pendidikan karakter bagi siswa bahwa tata tertib sejatinya
dibuat memang untuk dilaksanakan demi terciptanya tujuan yang diharapkan, bukan untuk
dilanggar.

Tanpa adanya pengawasan yang konsisten dari guru, maka keberadaan tata tertib berpotensi
untuk hanya dipandang sebelah mata oleh para peserta didik. Lebih jauh lagi, hal tersebut
dapat membuat siswa menjadi lebih menganggap ringan tindakan-tindakan melanggar tata
tertib, dikarenakan ketidakonsistenan pengawasan yang dilakukakan.

Dalam melakukan pengawasan pelaksanaan tata tertib sekolah, hal-hal harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa guru yang menjadi pelaksana pengawasan memahami betul
urgensi dilakukannya pengawasan pelaksanaan tata tertib.

2. Konsistensi
Sebuah penelitian di Swedia dari Robert (2008) tentang pelaksanaan tata tertib di
sekolah mengungkapkan bahwa:
“Peserta didik melaporkan bahwa guru sering memberikan respon tingkah laku yang
berbeda pada pelanggaran tata tertib yang sama. Hal itu mengakibatkan peserta didik
memliki persepsi bahwa tingkah laku tersebut aneh, salah, dan tidak adil.”
Ketika peserta didik melihat bahwa hal tersebut tidak konsisten, maka tingkah laku
disiplin yang diharapkan muncul dari adanya tata tertib tidak muncul. Sebab standar
tingkah laku yang diatur dalam tata tertib tersebut menjadi tidak jelas bagi siswa,
karena terkadang perilaku X dianggap melanggar, namun pada kesempatan lainnya
perilaku yang sama tersebut diabaikan oleh guru.

2. Tertib Administrasi
Dalam rangka mendukung konsistensi pengawasan tata tertib sekolah,
pengadministrasian catatan pelanggaran peserta didik juga harus dilakukan dengan
tertib. Sehingga, segala bentuk konsekuensi atau kebijakan yang nantinya akan
diambil oleh sekolah dalam rangka melakukan pembinaan terhadap kedisiplinan siswa
memiliki landasan empirik yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Selain itu, tertib admisntrasi merupakan langkah yang penting karena dengan
demikian sekolah akan dapat memiliki data tentang implementasi tata tertib yang
sedang berjalan saat itu, yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan
dalam penyempurnaan konten tata tertib di tahun-tahun setelahnya.

3. Sekolah hendaknya menunjuk penanggung jawab dalam melakukan pengawasan


pelaksanaan tata tertib yang dilakukan oleh peserta didik

4. Sekolah hendaknya menunjuk penanggung jawab dalam melakukan pengawasan


pelaksanaan tata tertib yang dilakukan oleh peserta didik. kepala sekolah menunjuk
wakasek kesiswaan dengan dibantu tim kesiswaan

5. Sekolah hendaknya membuat mekanisme pengawasan pelaksanaan tata tertib yang


dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sekolah dengan
melibatkan siswa (OSIS dan MPK)

6. Sekolah hendaknya mengatur mekanisme kontrol terhadap pelaksanaan


pengawasan pelaksanaan tata tertib yang dilakukan oleh guru.
Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin bahwa proses pengawasan berjalan dengan
konsisten, terus-menerus, dan tertib administrasi.
BAB V
MEKANISME EVALUASI PELAKSANAAN EVALUASI

Untuk mengetahui efektivitas implementasi tata tertib, perlu dilakukan proses evaluasi
pelaksanaan tata tertib. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir semester atau disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Hasil evaluasi tersebut nantinya dapat digunakan
untuk melakukan penyempurnaan tata tertib yang sudah ada. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang disusun oleh sekolah untuk mengukur ketercapaian tujuan
disusunnya tata tertib sekolah.

Dalam melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tata tertib sekolah, hendaknya


memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Sekolah hendaknya menunjuk penanggung jawab evaluasi pelaksanaan tata tertib
sekolah.
2. Sekolah hendaknya menyusun mekanisme evaluasi pelaksanaan tata tertib sekolah.
3. Sekolah hendaknya menyusun instrumen evaluasi untuk memudahkan pelaksanaan
evaluasi pelaksanaan tata tertib sekolah
4. Dalam menyusun instrumen evaluasi, hendaknya memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Kesesuaian prosedur penyusunan, konten, sosialisasi, pengawasan pelaksanaan tata
tertib dengan panduan penyusunan tata tertib sekolah
b. Ketercapaian tujuan dibuatnya tata tertib sekolah
c. Implementasi pelaksanaan tata tertib, misalnya:
 Evaluasi tingkat kedisiplinan peserta didik dalam menjalankan tata tertib sekolah
 Evaluasi terhadap pengawasan pelaksanaan tata tertib yang dilakukan oleh guru
 Evaluasi efektivitas konsekuensi yang selama ini di jalankan
 Menggali kendala-kendala yang dihadapi di lapangan
 Mendata upaya yang sudah coba dilakukan untuk menghadapi kendala-kendala yang
muncul dan efektivitasnya
 Identifikasi data keadaan siswa secara lengkap (pribadi dan sosial)
5. Sekolah hendaknya melibatkan peserta didik dalam memberikan evaluasi terhadap
konten dan pelaksanaan tata tertib sekolah
Dalam hal ini, guru dapat memberikan kuesioner atau mengajak beberapa peserta didik
untuk berdiskusi mengenai efektivitas, saran, masukan, dan evaluasi dari sudut pandang
peserta didik terhadap tata tertib yang berlaku.
6. Sekolah hendaknya melibatkan peran Orang Tua, Perangkat desa. Seperti Satgas K5
dan masyarakat dalam mengevaluasi keterlaksanaan tata tertib sekolah.
7. Sekolah hendaknya mengacu pada kebijakan dinas pendidikan dalam mengevaluasi
tata tertib yang berlaku di sekolah.

Anda mungkin juga menyukai