BAB I ........................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 2
I.1 LATAR BELAKANG......................................................................................................... 2
I.2 LANDASAN YURIDIS...................................................................................................... 4
I.3 TUJUAN ........................................................................................................................ 5
I.4 SASARAN ......................................................................................................................... 5
BAB II .......................................................................................................................................... 6
MEKANISME PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH .................................................................. 6
BAB III ....................................................................................................................................... 11
MEKANISME SOSIALISASI TATA TERTIB SEKOLAH ................................................................... 11
BAB IV ....................................................................................................................................... 14
MEKANISME PENGAWASAN PELAKSANAAN TATA TERTIB SEKOLAH...................................... 14
BAB V ........................................................................................................................................ 17
MEKANISME EVALUASI PELAKSANAAN EVALUASI .................................................................. 17
1.4 SASARAN
Sasaran Pedoman Penyusunan Tata Tertib Sekolah ini meliputi:
a. Kepala Sekolah
b. Guru Pembina Kesiswaan
c. Guru Bimbingan Konseling
d. Guru Mata Pelajaran
e. Komite Sekolah
BAB II
MEKANISME PENYUSUNAN TATA TERTIB SEKOLAH
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 19 Tahun 2007 tentang Standar
Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, penyusunan tata
tertib merupakan kewenangan sekolah. Tata tertib dibuat dalam rangka menciptakan
lingkungan dan situasi belajar yang kondusif serta untuk membangun karakter peserta didik
yang disiplin dan bertangung jawab.Untuk mencapai tujuan tersebut, maka tata tertib yang
disusun sekolah harus mengacu pada panduan yang berlaku secara nasional, namun dengan
tetap memperhatikan kondisi dan budaya setempat.
Untuk dapat menghasilkan tata tertib yang sesuai kondisi dan budaya setempat dan juga
tetap mengakomodir masukan dari peserta didik yang nantinya akan menjalankan tata tertib
tersebut, maka proses penyusunan tata tertib hendaknya dilakukan dengan melibatkan
seluruh stakeholder sekolah yaitu: guru, wali murid, dan peserta didik.
Mengingat tata tertib secara normatif tidak berubah secara cepat, maka bagi sekolah yang
telah memiliki tata tertib yang berlaku, namun ingin melakukan penyusunan tata tertib yang
baru, pihak sekolah hendaknya terlebih dahulu melakukan analisis terhadap evaluasi hasil
penerapan tata tertib pada periode tahun sebelumnya. Hasil analisis tersebut, dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penyusunan kembali tata tertib
sekolah. Pada mekanisme penyusunan tata tertib juga perlu disertakan mekanisme
amandemen, sehingga tata tertib dapat dirubah pada saat-saat tertentu apabila diperlukan.
Dalam proses penyusunan tata tertib, sekolah hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut
ini:
a. Melibatkan seluruh stakeholder sekolah, yaitu guru, Komite, peserta didik dan/atau
alumni.
b. Mempertimbangkan hasil evaluasi pelaksanaan tata tertib di tahun-tahun sebelumnya
dalam melakukan penyempurnaan tata tertib sekolah
c. Melakukan studi banding pada sekolah lain yang dianggap dapat memberikan masukan
yang bermanfaat dalam melakukan penyermpurnaan tata tertib sekolah
Dalam menyusun konten tata tertib, sekolah hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut
ini:
1) Menentukan hal-hal apa saja yang akan diatur dalam tata tertib sekolah.
Dalam menentukan hal-hal apa saja yang akan diatur, sekolah dapat merujuk pada
peraturan-peraturan yang posisinya berada di atas tata tertib sekolah, menyesuaikan
dengan kearifan lokal setempat, merujuk pada value atau nilai-nilai apa yang ingin
ditanamkan kepada para peserta didik, juga pada hal-hal lainnya yang dianggap perlu
untuk diatur dalam tata tertib demi terwujudnya lingkungan belajar yang kondusif dan
membentuk sikap disiplin peserta didik.
Sebagai contoh, Thornberg (2008) menyebutkan bahwa terdapat aspek-aspek yang
biasanya diatur dalam konten tata tertib sekolah, yaitu:
2) Relational
Mengatur tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Tujuan dari diaturnya
aspek ini adalah untuk menciptakan kebaikan bagi orang lain, menghindari munculnya
tindakan yang dapat membahayakan orang lain, baik secara fisik maupun psikologis.
Contohnya:
Bersikap baiklah kepada guru dan teman; Saling tolong-menolonglah dengan semua
teman; Jangan menghina/mengejek teman
b. Structuring
Mengatur tentang susunan dan penjagaan lingkungan fisik sekolah.
Contohnya:
Buanglah sampah pada tempat yang sudah disediakan.
c. Protecting
Mengatur tentang keamanan dan kesehatan diri dan orang lain.
Contohnya:
Dilarang berlari-lari dalam koridor sekolah.
d. Etiquette
Mengatur tentangpenanaman value/nilai/norma/kearifan lokal di sekolah.
Contohnya:
Ucapkan salam ketika berpapasan dengan guru dan teman.
3. Tata tertib sebaiknya ditulis dengan kalimat yang jelas atau tidak ambigu.
Hal ini perlu dilakukan agar peserta didik dapat dengan tepat memahami ekspektasi
sekolah terhadap sikap/perilaku yang diharapkan untuk dimunculkan/dihindari dalam
konten tata tertib yang dibuat.
Contoh:
dibandingkan menggunakan kalimat: “setiap peserta didik harus memiliki sifat pembelajar
yang bertanggng jawab” lebih baik menggunakan kalimat “siswa diharapakan untuk
datang ke sekolah tepat waktu”.
PengalamanLapangan:
1. Bagi siswa terlambat konsekuensinya di nyatakan tidak hadir pada jam pelajaran
pertama dan lebih dari 3 hari melakukan keterlambatan dalam seminggu, sekolah
memanggil orang tua sebagai konsekunsinya.
2. Bagi siswa yang tidak hadir tanpa keterangan sebagai konsekuensinya orang tua di
hubungi untuk hadir kesekolah
3. Siswa yang sering ijin ditengah pelajaran tanpa keterangan akan dihitung akumulasi
ijinnnya untuk diberikan sanksinya.
BAB III
MEKANISME SOSIALISASI TATA TERTIB SEKOLAH
Tata tertib yang telah disusun/direvisi, perlu di sosialisasikan kepada seluruh stakeholder,
yaitu: guru, wali murid, dan peserta didik yang akan menjalankan tata tertib tersebut.
Sosialisasi merupakan proses yang sangat penting untuk dilakukan untuk memastikan bahwa
seluruh stakeholder telah mengetahui dan memahami konten serta urgensi dari dibuatnya
tata tertib sekolah.
Dengan mengetahui urgensi dibuatnya sebuah tata tertib, diharapkan peserta didik dapat
menjalankan tata tertib sekolah dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Sebab,
dengan pemahaman yang baik, maka peserta didik tidak akan terjebak pada konsekuensi
positif atau negatif saja. Yang dimaksud dengan tidak terjebak disini adalah peserta didik tidak
akan melakukan atau menghindari hal-hal tertentu yang diatur dalam tata tertib semata-mata
hanya karena mempertimbangkan konsekuensi yang akan mereka terima dari pihak sekolah
saja. Namun, lebih dari itu, mereka melakukannya karena dorongan motivasi intrinsik, karena
mereka memahami urgensi hal tersebut. Munculnya motivasi intrinsik dari para peserta didik,
dikemudian hari akan dapat mempermudah pengawasan pelaksanaan tata tertib oleh guru,
karena peserta didik akan secara mandiri menjalankan tata tertib dengan penuh kesadaran
dan tanggung jawab.
Sosialisasi dapat dilakukan melalui berbagai metode, disesuaikan dengan kondisi dan budaya
pada masing-masing sekolah. Pada saat dilakukan sosialisasi, pihak sekolah dapat meminta
wali murid dan peserta didik yang akan menjalankan tata tertib sekolah untuk
menandatangani surat pernyataan bahwa tata tertib telah dimengerti dan setuju untuk
dilaksanakan.
Penetapan tata tertib saja tidak cukup untuk dapat menciptakan lingkungan dan situasi
belajar yang kondusif serta untuk membangun karakter peserta didik yang disiplin dan
bertangung jawab sebagaimana tujuan yang diharapkan dengan dibuatnya tata tertib itu
sendiri. Hal penting yang juga harus mendapat perhatian untuk mencapai tujuan tersebut
adalah konsistensi guru dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tata tertib oleh
para peserta didik. Konsistensi pengawasan yang dilakukan oleh guru akan membentuk
persepsi positif siswa terhadap keberadaan tata tertib itu sendiri. Tata tertib akan dipandang
sebagai perangkat yang memang dianggap penting untuk dapat membangun karakter siswa
dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Pengawasan yang dilakukan oleh
guru, juga dapat menjadi media pendidikan karakter bagi siswa bahwa tata tertib sejatinya
dibuat memang untuk dilaksanakan demi terciptanya tujuan yang diharapkan, bukan untuk
dilanggar.
Tanpa adanya pengawasan yang konsisten dari guru, maka keberadaan tata tertib berpotensi
untuk hanya dipandang sebelah mata oleh para peserta didik. Lebih jauh lagi, hal tersebut
dapat membuat siswa menjadi lebih menganggap ringan tindakan-tindakan melanggar tata
tertib, dikarenakan ketidakonsistenan pengawasan yang dilakukakan.
Dalam melakukan pengawasan pelaksanaan tata tertib sekolah, hal-hal harus diperhatikan
adalah sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa guru yang menjadi pelaksana pengawasan memahami betul
urgensi dilakukannya pengawasan pelaksanaan tata tertib.
2. Konsistensi
Sebuah penelitian di Swedia dari Robert (2008) tentang pelaksanaan tata tertib di
sekolah mengungkapkan bahwa:
“Peserta didik melaporkan bahwa guru sering memberikan respon tingkah laku yang
berbeda pada pelanggaran tata tertib yang sama. Hal itu mengakibatkan peserta didik
memliki persepsi bahwa tingkah laku tersebut aneh, salah, dan tidak adil.”
Ketika peserta didik melihat bahwa hal tersebut tidak konsisten, maka tingkah laku
disiplin yang diharapkan muncul dari adanya tata tertib tidak muncul. Sebab standar
tingkah laku yang diatur dalam tata tertib tersebut menjadi tidak jelas bagi siswa,
karena terkadang perilaku X dianggap melanggar, namun pada kesempatan lainnya
perilaku yang sama tersebut diabaikan oleh guru.
2. Tertib Administrasi
Dalam rangka mendukung konsistensi pengawasan tata tertib sekolah,
pengadministrasian catatan pelanggaran peserta didik juga harus dilakukan dengan
tertib. Sehingga, segala bentuk konsekuensi atau kebijakan yang nantinya akan
diambil oleh sekolah dalam rangka melakukan pembinaan terhadap kedisiplinan siswa
memiliki landasan empirik yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Selain itu, tertib admisntrasi merupakan langkah yang penting karena dengan
demikian sekolah akan dapat memiliki data tentang implementasi tata tertib yang
sedang berjalan saat itu, yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan masukan
dalam penyempurnaan konten tata tertib di tahun-tahun setelahnya.
Untuk mengetahui efektivitas implementasi tata tertib, perlu dilakukan proses evaluasi
pelaksanaan tata tertib. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir semester atau disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan sekolah. Hasil evaluasi tersebut nantinya dapat digunakan
untuk melakukan penyempurnaan tata tertib yang sudah ada. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan instrumen yang disusun oleh sekolah untuk mengukur ketercapaian tujuan
disusunnya tata tertib sekolah.