PT. INTI
Oleh :
1201164026
Dosen Pembimbing :
(NIP. 91650025)
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PT INTI
Oleh
1201164026
Menyetujui
|2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan
banyak nikmat sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek 2019 ini yang berjudul
“Perancangan Line Balancing pada Perakitan Set-Top-Box dengan Metode Helgeson Birnie
(Ranked Positional Weight) pada PT. Industri Telekomunikasi Indonesia” ini dengan baik.
Dengan selesainya Laporan Kerja Praktek 2019 ini, maka saya tidak lupa untuk mengucapkan banyak
terima kasih. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam
penyusunan Laporan Kerja Praktek 2019 ini khususnya kepada:
Dalam penulisan Laporan Kerja Praktek ini Penulis masih memiliki kekurangan. Sedari itu,
Penulis mengharapkan kritik serta saran dari Pembimbing Akademik guna laporan ini layak dijadikan
sebuah karya tulis ilmiah.
Penulis
|3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL................................................................................................................................vii
DAFTAR GRAFIK............................................................................................................................viii
BAB I - PENDAHULUAN...................................................................................................................1
|4
IV.1 Jadwal Kerja Praktek...............................................................................................................19
VI.1 Kesimpulan..............................................................................................................................32
VI.2 Saran........................................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................ix
LAMPIRAN..........................................................................................................................................x
|5
DAFTAR GAMBA
Gambar II. 1 Logo Perusahaan PT. INTI...............................................................................................7
Gambar II. 2 Denah Perusahaan PT. INTI.............................................................................................9
Y
Gambar III. 1 Konsep Sistem Produksi................................................................................................11
Gambar III. 2 Produk Set-Top-Box......................................................................................................12
Gambar III. 3 Contoh Precedence Diagram.........................................................................................18
DAFTAR TAB
Tabel I. 1 Jadwal Kerja Praktek.............................................................................................................5
|6
Y
Tabel V. 1 Hasil Pengukuran Waktu Elemen Kerja..............................................................................20
Tabel V. 2 Faktor Penyesuaian Metode Schumard...............................................................................22
Tabel V. 3 Faktor Kelonggaran (Allowances) Operator........................................................................23
Tabel V. 4 Hasil Pengukuran Waktu Normal & Waktu Baku..............................................................23
Tabel V. 5 Ringkasan Precedence Diagram untuk Perakitan Set-Top-Box...........................................27
Tabel V. 6 Line Balancing Rancangan.................................................................................................28
Tabel V. 7 Total RPW untuk Operasi Produksi....................................................................................29
Tabel V. 8 Distribusi Stasiun Kerja Usulan..........................................................................................30
Tabel V. 9 Perbandingan Lini Produksi Rancangan dan Usulan..........................................................31
|7
DAFTAR GRAFI
Grafik I. 1 Peningkatan Pengguna Layanan IndiHome.........................................................................1
Grafik I. 2 Metodologi Pemecahan Masalah..........................................................................................4
Y
Grafik II. 1 Struktur Organisasi Perusahaan PT. INTI.........................................................................10
|8
BAB I
PENDAHULUAN
Semakin tingginya animo pengguna internet di Indonesia ini secara tidak langsung membuka
lebar jalannya bisnis layanan fixed broadband, hal ini disadari oleh salah satu penyedia layanan
komunikasi dan data dari PT. Telekomunikasi Indonesia, IndiHOME. Mereka pun giat meningkatkan
layanan home internet sehingga hampir dengan paket internet yang terjangkaupun dapat
menggunakan layanan IPTV. Dampaknya benar-benar terlihat secara signifikan, pada tahun 2017 saja
jumlah pelanggan layanan IndiHOME telah meningkat pesat dari 1,3 juta pelanggan pada tahun 2016
menjadi 2,9 juta. Dan pada tahun 2018 jumlah pelanggan pun sudah mencapai 5 juta pelanggan.
Untuk menyambungkan koneksi internet untuk IPTV ini dibutuhkan decoder Set-Top-Box. PT. INTI
pun menyadari bahwa tentunya dengan meningkatnya pengguna internet tersebut akan berimbas pada
banyaknya produk STB yang dibutuhkan, maka dari itu mereka membutuhkan suatu poin lebih yang
agar dipercaya menjadi perusahaan yang memproduksi STB. Salah satu poin tersebut adalah sertifikat
TKDN. Agar sertifikat tersebut dapat diraih tentu harus dipersiapkan secara matang, terutama dari
perencanaan produksinya.
Pelanggan IndiHOME
8 7.5
7
6 5
dalam juta
5
4
2.9
3
2 1.3
1
0
2016 2017 2018 2019 (target)
Pelanggan IndiHOME
|1
Setiap perusahaan manufaktur tentunya perlu melakukan perencanaan produksi yang matang
sebelum memulai jalannya produksi tersebut. Perencanaan produksi dapat meliputi penyusunan
operation process chart, peta alir proses kerja, hingga menghitung jumlah stasiun kerja dan output
yang akan dihasilkan. Dengan sistem make-to-order tersebut, PT. INTI tentu perlu melakukan
perencanaan produksi kembali bila akan memulai perakitan produk baru. Perhitungan jumlah stasiun
kerja tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan penyeimbangan lini produksi atau line
balancing. Metode line balancing ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah stasiun kerja yang
tepat sehingga dapat menghasilkan output yang seimbang pada tiap stasiun kerjanya. Output yang
imbang tersebut sangat penting agar pada lantai produksi tidak terjadi idle time atau waktu tunggu
yang berlebih, karena idle time pada suatu produksi dapat menyebabkan ongkos berlebih. Bila jumlah
stasiun kerja telah ditentukan, barulah dapat dirancang tata letak yang sesuai untuk fasilitas produksi
agar proses perakitan terjadi dengan optimal. Tata letak pada fasilitas produksi ini dibagi menjadi 2
area, yaitu Assembly Area (Area Perakitan) dan Incoming Goods Inspection Area (Area Inspeksi
Barang Masuk).
Pada persiapan TKDN ini bagian produksi pada PT. INTI telah menyiapkan perhitungan line
balancing untuk produksi sebanyak 5.600 unit STB. Jumlah output tersebut disesuaikan dengan
jumlah operator yang tersedia pada saat itu. Akan tetapi untuk menghadapi jumlah pesanan yang lebih
banyak tentunya perlu disusun kembali waktu operasi produksi dan perhitungan line balancing yang
sesuai. Perusahaan menargetkan akan menerima order sebanyak 100.000 unit STB. Maka dari itu,
pada laporan kerja praktek kali ini penulis akan melakukan perhitungan line balancing untuk
persiapan produksi dengan jumlah yang disesuaikan.
|2
I.3 Target Pemecahan Masalah
Berikut merupakan Target Pemecahan Masalah pada laporan ini yang terdiri dari 4 bagian, yaitu
Rumusan Masalah, Tujuan, Batasan Masalah, dan Manfaat.
|3
Grafik I. 2 Metodologi Pemecahan Masalah
|4
Tabel I. 1 Jadwal Kerja Praktek
Bulan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan Produksi
Produksi Produk
Penyusunan Laporan
*Libur Lebaran =
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab Pendahuluan ini terdiri dari Latar Belakang Penugasan, Lingkup Penugasan, Target
Pemecahan Masalah, Metode Pemecahan Masalah, Rencana dan Penjadwalan Kerja, dan Ringkasan
Sistematika Penulisan Laporan.
Pada bab Tinjauan Umum Perusahaan ini terdiri dari penjelasan mengenai profil dan sejarah
singkat dari PT. INTI, lokasi perusahaan, struktur organisasi, dan kepegawaian perusahaannya.
Pada bab Teori Dasar ini berisi penjelasan mengenai teori dasar di bidang keilmuan yang sesuai
dengan masalah yang akan dipecahkan di dalam Laporan Kerja Praktek.
Pada bab Laporan Pelaksanaan Kerja ini berisi jadwal kerja praktek dan penjelasan mengenai
pekerjaan yang ditugaskan dari PT. INTI.
|5
BAB V ANALISIS HASIL PELAKSANAAN KERJA
Pada bab Analisis Hasil Pelaksanaan Kerja ini berisi penjelasan mengenai pelaksanaan kerja /
pemecahan masalah yang ada di PT. INTI.
Pada bab Simpulan dan Saran ini berisi pernyataan singkat mengenai hasil penelitian dan analisis
data yang relevan dengan tujuan. Saran memuat ulasan mengenai pendapat mahasiswa kerja praktek
tentang kemungkinan pengembangan dan pemanfaatan hasil Kerja Praktek lebih lanjut.
|6
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau biasa disebut PT. INTI adalah Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) yang selama ini telah menyokong industri telekomunikasi Indonesia lebih dari
35 tahun sejak didirikan, berperan sebagai pemasok utama pembangunan jaringan telepon nasional
yang diselenggarakan oleh PT Telkom Indonesia Tbk dan PT Indosat Tbk. Sekilas PT INTI Dalam
bidang peralatan telekomunikasi, PT.INTI (Persero) merupakan salah satu badan yang berdiri sendiri
dengan status perusahaan perseroan yang menjelma dari kegiatan dengan perusahaan telekomunikasi.
Sejak berdirinya hingga sekarang, PT.INTI (Persero) telah banyak mengalami perubahan selama
perkembangannya. Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan tahapan perkembangan PT.INTI
(Persero) sebagai berikut :
a. Periode 1974-1984
PT INTI (Persero) resmi berdiri pada tanggal 30 Desember tahun 1974, Bidang usaha INTI
meliputi produk-produk radio sonde, radio High Frequency (HF), radio Very High Frequency (VHF),
pesawat telepon dan stasiun bumi untuk Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. Produk
stasium bumi yang disebut terakhir ini mencatatkan sejarah dalam perkembangan INTI dengan
memberikan kontribusi pada prestasi penjualan tertinggi di periode ini, yaitu sebesar 24,3 milyar
rupiah di tahun 1981. Pada era tersebut produk Pesawat Telepon Umum Koin (PTUK) INTI menjadi
standar Perumtel (sekarang Telkom).
b. Periode 1985-1998
|7
pemasok sentral digital lainnya, yaitu AT&T dan NEC, namun sampai dengan tahun 1998 INTI masih
tetap menjadi market leader dalam hal pangsa pasar infrastruktur telekomunikasi, yaitu sebesar 60%
dari total pasar nasional. Sejak tahun 1989, produk INTI dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produk
sentral; produk transmisi; dan produk terminal atau CPE. Dari ketiga kategori produk tersebut, produk
yang memberikan kontribusi terbesar dalam penjualan INTI adalah produk sentral. Pada periode ini,
tepatnya tahun 1988, Berdasarkan KEPMEN 036/M-PBUMN/1988, PT INTI (Persero) masuk ke
dalam Industri Strategis. Bisnis Terbesar pada periode ini adalah Sentral Telepon Digital Indonesia
(STDI). Pada periode ini pula PT INTI (Persero) berhasil mengembangkan produk SBK 3 kanal dan
Sentral Telepon Digital Indonesia Kecil (STDI-K).
c. Periode 1998-2002
Dengan berakhirnya TBCA dengan Siemens AG, INTI mengukuhkan diri sebagai penyedia solusi
engineering, terutama sebagai system integrator untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi di
Indonesia, tidak terkecuali pembangunan infrastruktur telekomunikasi seluler. Tidak kurang dari 2000
BTS telah dibangun oleh INTI di seluruh penjuru Indonesia. Pada periode ini aktivitas ensiononal
dipersiapkan untuk dipindahkan kepada anak perusahaan PT INTI (Persero). Pada tahun 2002,
Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor: 52 Tahun 2002, Pembubaran PT. BPIS dan PT INTI di
bawah KN. BUMN. Bisnis terbesar pada periode ini adalah pembangunan jaringan seluler.
d. Periode 2003-2008
Pada era ini kerjasama teknologi tidak lagi terkonsentrasi pada Siemens, tetapi dilakukan secara
berimbang (multi principal) dengan beberapa perusahaan multinasional dari Eropa dan Asia. Aktivitas
manufaktur tidak lagi ditangani sendiri oleh INTI, tetapi secara spin-off dengan mendirikan anak-anak
perusahaan dan usaha patungan. Bisnis terbesar pada periode ini adalah CDMA, RMJ (regional metro
junction) dan jaringan akses fiber optic dan Out Site Plant (OSP), digital microwave link,
pembangunan tower nasional, CME dan power supply serta indoor coverage.
e. Periode 2009-2012
f. Periode 2012-Sekarang
PT INTI (Persero) memantapkan langkahnya untuk memasuki bisnis solusi Engineering, system
integrator dan pengembangan produk-produk genuine. Beberapa produk genuine unggulan PT INTI
antara lain: Smart PBX, General Purpose Agent (INTI Power Utilities Monitoring & Control, Flood
Forecasting and Warning System) I-PERISALAH dan KWH Meter. Pengembangan untuk produk
|8
produk genuine INTI lainnya masih berlanjut, seperti Converter Kit untuk BBM ke Gas, Smart meter
untuk Gas dan Air, EDC berbasis USSD dengan Telkomsel, Pembaca KTP Elektronik, kerja sama
pengembangan dan produksi untuk sistem transportasi dengan PT KAI dengan produk Garansi
(Pencegahan Pelanggaran Sinyal).
b. Membangun Kemandirian Nasional di bidang ICT dan Smart energy untuk mewujudkan
Industri strategis yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi dan inovatif.
PT. INTI berlokasi di Jl. Moh. Toha No. 77 Cigereleng Regol Bandung Jawa Barat, Cigereleng,
Regol, Cigereleng, Kec. Regol, Kota Bandung, Jawa Barat 40253. No. Telepon : (022) 5201501
|9
II.5 Struktur Organisasi
| 10
BAB III
TEORI DASAR
Proses produksi adalah aktivitas bagaimana membuat produk jadi dari bahan baliu yang
melibatkan mesin, energi, pengetahuan teknis, dan lain-lain. Sedangkan perencanaan dan
pengendalian produksi (PPC) sendiri adalah aktivitas bagaimana mengelola proses produksi tersebut.
PPC merupakan tindakan manajemen yang sifatnya abstrak (tidak dapat dilihat secara nyata).
Perencanaan dan pengendalian produksi (PPC) pada industri manufaktur apa pun akan memiliki
fungsi yang sama. Aktivitas-aktivitas yang ditangani oleh departemen PPC atau PPIC secara umum
adalah sebagai berikut.
| 11
5. Membuat jadwal induk produksi (JIP). JIP adalah suatu rencana terperinci mengenai apa
dan berapa unit yang harus diproduksi pada suatu periode tertentu untuk setiap item
produksi.
6. Merencanakan kebutuhan. JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus dibuat
selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam kebutuhan komponen, sub-assembly, dan bahan
penunjang untuk penyelesaian produk. Perencanaan kebutuhan material bertujuan untuk
menentukan, apa, berapa, dan kapan komponen, sub-assembly, dan bahan penunjang yang
harus disiapkan.
7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.
8. Monitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapa:itas produksi.
9. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. Bila realisasi tidak sesuai rencana, maka
rencana agregat, JIP, dan penjadwalan dapat diubah/disesuaikan kebutuhan.
Prinsip kerja STB in sebenarnya cukup mirip dengan penerima sinyal televisi biasa yang
terdapat pada TV analog. Perbedaannya terletak pada pengubah sinyal digital yang diterima dari
satelit, kabel, ataupun internet ke dalam format analog agar dapat ditayangkan pada layar televisi
analog atau sebagainya. STB ini biasanya digunakan dalam sistem TV kabel, TV satelit, IP-TV,
maupun TV digital terestrial. Pada PT. INTI ini STB yang diproduksi merupakan decoder untuk IPTV
keluaran produk IndiHome, yaitu UseeTV.
| 12
III.3 Line Balancing
Line balancing adalah suatu analisis yang mencoba melakukan suatu perhitungan keseimbangan
hasil produksi dengan membagi beban antar proses secara berimbang sehingga tidak ada proses yang
idle akibat terlalu lama menunggu keluarnya peroduk dari proses yang sebelumnya. Menurut
Gaspersz (2004), line balancing merupakan penyimbangan penugasan elemen tugas dari suatu
assembly line ke stasiun kerja untuk meminimumkan banyaknya stasiun kerja dan meminimumkan
total harga idle time pada semua stasiun untuk tingkat output tertentu.
1. Lintasan bersifat seimbang, setiap stasiun kerja mendapatkan beban kerja yang sama
nilainya diukur dengan waktu.
2. Jumlah waktu operator menunggu dari proses sebelumnya (idle) minimum di setiap stasiun
kerja sepanjang lintasan proses.
3. Jumlah stasiun yang ada di lintasan memiliki waktu yang seimbang.
Dalam menyusun line balancing, terdapat beberapa hal yang perlu direncanakan terlebih
dahulu, yaitu,
1. Precedence diagram suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian simpul dan anak panah)
yang menggambarkan urutan perakitan serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya
yang tujuannya mempermudahkan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di
dalamnya.
2. Data waktu baku pekerjaan tiap operasi, yang diturunkan dari perhitungan waktu baku
pekerjaan operasi perakitan.
3. Kecepatan lintasan yang diinginkan (waktu siklus / CT).
Waktu menganggur atau Idle Time merupakan selisih antara cycle time (CT) dan waktu
stasiun (ST) atau CT dikurangi ST (Baroto, 2002).
Line efficiency (LE), adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja dibagi dengan waktu
siklus dikalikan jumlah stasiun kerja.
| 13
Di mana:
CT = Waktu siklus
Balance Delay sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari ketidakefisienan lintasan
yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya, yang disebabkan karena pengalokasian
yang kurang sempurna di antara stasiun-stasiun kerja. Balance delay ini dinyatakan dalam
prosentase. Balance delay dapat dirumuskan sebagai berikut.
Di mana:
ti : Waktu operasi
Smoothes index (SI), adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran relatif dari
penyeimbangan lini perakitan tertentu.
| 14
−STi
STi max ¿
¿
¿
¿
K
∑¿
i=1
¿
SI= √¿
Di mana:
Pengukuran waktu kerja (Time Study) pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menentukan
lamanya waktu kerja yang diperlukan oleh seorang operator untuk menyelesaikan suatu pekerjaan
(Niebel, 1988). Pengukuran waktu secara garis besar terdiri dari 2 jenis, yaitu pengukuran waktu
langsung dan pengukuran waktu tidak langsung. (Wignjosoebroto, 2000).
Pengukuran ini dilaksanakan secara langsung yaitu pada tempat pekerjaan yang bersangkutan
dijalankan. Misalnya pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja
(work sampling). Metode stopwatch time study ini baik diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka akan diperoleh
waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, yang mana waktu ini akan dipergunakan
sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang
sama. Sedangkan metode work sampling sangat cocok untuk digunakan dalam melakukan
pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan memiliki waktu yang relatif panjang.
Pada dasarnya prosedur pelaksanaanya cukup sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktifitas kerja
untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator dan
kemudian mencatatnya apakah mereka ini dalam keadaan bekerja atau menganggur (Sritomo, 1992).
Pengukuran ini dilakukan dengan menghitung waktu kerja tanpa si pengamat harus ditempat
kerja yang diukur. Pengukuran waktu dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan
| 15
mengetahui jalannya pekerjaan. Misalnya aktivitas data waktu baku (standard data), dan data waktu
gerakan (predetermined time system).
III.4.1 Waktu Siklus
Waktu siklus atau cycle time adalah waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk
pada satu stasiun kerja (Purnomo, 2003). Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen
kerja pada umumnya akan sedikit berbeda dari siklus ke siklus lainnya, sekalipun operator bekerja
pada kecepatan normal, tiap-tiap elemen dalam siklus yang berbeda tidak selalu akan bisa
diselesaikan dalam waktu yang persis sama. Maka dapat disimpulkan, waktu siklus adalah waktu
penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang
bersangkutan.
xi
Ws=
N
Dengan keterangan,
Ws = Waktu Siklus
N = Banyaknya pengamatan
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa
seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja menyelesaikan pekerjaan pada tempo kerja
yang normal (Wignjosoebroto,2000).
Wn=Ws× p
Dengan keterangan,
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
p = Faktor penyesuaian
Penentuan waktu baku untuk menentukan target produksi ini dilakukan dengan cara pengukuran
langsung dengan menggunakan jam henti. Waktu baku suatu pekerjaan adalah jumlah waktu standar
dari masing-masing elemen pekerjaan. Waktu standar ini merupakan waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan satu siklus pekerjaan yang dilakukan menurut metode kerja tertentu pada kecepatan
| 16
normal dengan mempertimbangkan rating performance dan kelonggaran. Waktu standar terutama
sekali diperlukan dalam :
4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan yang berprestasi.
Untuk menghitung waktu baku perlu dihitung waktu siklus rata-rata yang disebut dengan waktu
terpilih, rating faktor, waktu normal dan kelonggaran (allowance).
Wb=Wn+(Wn ×%allowance)
Dengan keterangan,
Wb = Waktu baku
Wn = Waktu normal
| 17
Metode Helgeson-Birnie mempunyai beberapa tahap dalam penyelesaian. Pertama-tama
menentukan precedence diagram yang digunakan untuk menentukan bobot posisi masing-masing
elemen kerja yang berkaitan dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang dari
mulai operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya dengan menggunakan perhitungan Helgeson-
Birnie. Selanjutnya, membuat ranking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi, menentukan
waktu siklus yang diasumsikan dari waktu baku terbesar, menentukan pengelompokkan stasiun kerja,
sehingga didapat nilai balance delay, efisiensi lintasan dan smoothnes index sehingga keseimbangan
lintasan produksi menjadi seimbang.
| 18
BAB IV
LAPORAN PELAKSANAAN KERJA
| 19
BAB V
ANALISIS HASIL PELAKSANAAN KERJA
Dalam melakukan penyusunan penyeimbangan lini produksi perlu dilakukan pengukuran waktu
operasi pada setiap elemen kerjanya. Pengukuran waktu operasi atau waktu kerja dapat dilakukan
dengan metode langsung maupun tidak langsung. Pada pengumpulan data tersebut, penulis
menggunakan metode pengukuran waktu secara langsung, yaitu jam henti (Stop Watch Time Study).
Pengukuran waktu setiap elemen kerja dilakukan sebanyak 3 kali, kemudian diambil rata-ratanya
sebagai waktu siklus. Terdapat 25 kegiatan operasi dan 6 kegiatan inspeksi dalam perakitan produk
Set-Top-Box ini. Setelah dilakukan pengukuran waktu elemen kerja maka didapatkan waktu siklus
masing-masing elemen kerja sebagai berikut.
Tabel V. 1 Hasil Pengukuran Waktu Elemen Kerja
Proses IGI
128.7
Tes PCBA I-1 136.11 131.03 131.96 2.20
2
| 20
Mainboard dengan Solder
WS 2 - Instalasi Firmware
234.5
Install Firmware O-5 234.93 235.47 234.98 4.00
3
145.0
Reboot perangkat O-7 145.41 140.18 143.55 2.40
5
Pos Aksesoris
| 21
Lipat Unit box sesuai
O - 13 38.34 40.21 35.51 38.02 0.70
bentuknya
WS 5 - Cartoon Box
Lakukan penyescanan
barcode pada unit box setelah O - 22 74.4 59.81 36.81 57.01 1.00
selesai
Print dan tempel label cartoon O - 23 20.28 12.53 20.37 17.73 0.30
| 22
box
WS 6 - QC
KELAS p
Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good - 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
Poor 40
Performansi Operator = Fair 92
+ %
| 23
Penilaian faktor penyesuaian dengan metode Schumard ini diukur berdasarkan performansi kerja
operator. Pada pengukuran kerja ini, operator yang melakukan operasi pada elemen kerja tersebut
belum sangat menguasai karena baru mendapat training atau pelatihan perakitan produk STB
sebanyak 3 kali. Maka dapat dikatakan oleh penulis bahwa performansi kerja operator berada pada
kelas Fair + dengan nilai 55. Kemudian dibandingkan dengan nilai pada kelas Normal yaitu 60, maka
faktor penyesuaiannya sebesar (55/60) x 100% = 92%. Setelah mendapatkan faktor penyesuaian ini,
waktu siklus dikalikan dengan hasil tersebut kemudian didapatkanlah waktu normal (Wn).
Tabel V. 3 Faktor Kelonggaran (Allowances) Operator
Untuk mendapatkan tingkat kelonggaran dilakukan dengan menilai keaadan operator dan faktor
eksternal operator yaitu, tenaga yang dibutuhkan, sikap kerja, gerakan kerja, tingkat kelelahan mata,
keadaan suhu di tempat kerja & atmosfer, keadaan lingkungan, dan kebutuhan pribadi dari operator.
Dengan identifikasi setiap faktornya, maka didapatkan bahwa tingkat kelonggaran untuk operator
ialah sebesar 21%. Kemudian dapat dengan mengalikannya dengan waktu normal dan
menambahkannya kembali dengan waktu normal dihasilkanlah waktu baku dari setiap elemen kerja.
Berikut hasil pengukuran waktu yang didapatkan.
Tabel V. 4 Hasil Pengukuran Waktu Normal & Waktu Baku
Waktu (menit)
Task
Deskripsi Waktu Waktu
Code Waktu Baku
Siklus Normal
Proses IGI
Tes PCBA I-1 2.20 2.02 3
Tes Kabel LAN I-2 0.20 0.18 0.3
Tes Kabel HDMI I-3 0.30 0.28 0.4
Tes Remote Control, Batery, dan pasang
I-4 0.50 0.46 0.6
isolator
Tes Adaptor I-5 0.20 0.18 0.3
Inspeksi Bottom Cover dan Upper Cover I-6 0.10 0.09 0.2
WS 1 - Pemasangan Antena WiFi & Mainboard
Pasang Antena WiFi di Mainboard O-1 0.80 0.73 0.9
dengan Solder
Pasang Antena WiFi di Top Cover lem O-2 0.20 0.18 0.3
Pasang Mainboard pada Top Cover
O-3 0.60 0.55 0.7
dengan 2 baut
Pasang SN di Mainboard O-4 0.10 0.09 0.2
WS 2 - Instalasi Firmware
Install Firmware O-5 4.00 3.67 5
Setting Perangkat STB dan make address O-6 0.90 0.83 1
Reboot perangkat O-7 2.40 2.20 3
WS 3 - Pemasangan Bottom Cover & Top Cover
Pasang 1 buah rubber sebagai penahan di
O-8 0.10 0.09 0.2
bottom cover
Tutup bottom cover pada upper cover
O-9 0.50 0.46 0.6
dengan 2 buah baut
Pasangkan rubber pada 4 titik O - 10 0.30 0.28 0.4
Pasangkan label INTI pada bagian
belakang unit (nameplate, (STB ID & O - 11 0.40 0.37 0.5
Address), SN)
Pos Aksesoris
Cek Fisik Unit Box O - 12 0.20 0.18 0.3
Lipat Unit box sesuai bentuknya O - 13 0.70 0.64 0.8
Tempel Label Warning & Kominfo pada
O - 14 0.30 0.28 0.4
unit box
Masukkan remote control, bateran,
adaptor, kabel LAN, dan kabel HDMI O - 15 0.70 0.64 0.8
dalam unit box
WS 4 - STB ke Box dan Timbangan
Ambil STB dan masukkan STB ke dalam
O - 16 0.20 0.18 0.3
plastik PE Bag
Letakkan ke dalam unit box dan tutup
O - 17 0.20 0.18 0.3
unit box
Tempel label SN pada unit box O - 18 0.20 0.18 0.3
Letakkan di atas timbangan dan
O - 19 0.10 0.09 0.2
masukkan massa unit di sistem
Scan barcode serial number INTI pada
O - 20 0.10 0.09 0.2
unit box
WS 5 - Cartoon Box
Ambil unit dan letakkan unit (unit box)
ke dalam cartoon box (master box) @20 O - 21 0.80 0.73 1
unit
Lakukan penyescanan barcode pada unit
O - 22 1.00 0.92 1.1
box setelah selesai
Print dan tempel label cartoon box O - 23 0.30 0.28 0.4
WS 6 - QC
Ambil sampling 1 unit STB dari cartoon
O - 24 3.90 3.58 4.4
box untuk di tes ulang
Rework O - 25 3.90 3.58 4.4
V.2 Precedence Diagram dari Alir Operasi Kerja
Dalam perencanaan produksi Set-Top-Box ini, setelah dilakukan pengukuran waktu kerja untuk setiap elemen kerjanya. Dengan precedence diagram ini
maka dapat dengan mudah diketahui operasi mana yang perlu dilakukan terlebih dahulu untuk melakukan selanjutnya. Berikut precedence diagram dalam
proses perakitan produk Set-Top-Box.
Berdasarkan precedence diagram, dapat diketahui bahwa terdapat 8 stasiun kerja dengan jumlah
operasi sebanyak 25 operasi. Pada proses perakitan Set-Top-Box ini sebenarnya terdapat proses
inspeksi yaitu Incoming Goods Inspection pada komponen pelengkap produk tersebut, akan tetapi
letak area inspeksi ini tidak sama dengan lantai produksi, maka dari itu tidak dimasukkan dalam
perhitungan line balancing. Setelah mengetahui operasi pendahulu setiap elemen kerja disertai dengan
waktu bakunya, maka dapat dilakukan perhitungan line balancing untuk menganalisis efisiensi pada
lini produksi tersebut dengan menggunakan metode Helgeson-Birnia (Ranked Positional Weighted).
V.3 Perancangan Line Balancing dengan Metode Helgeson-Birnie
Setelah menyusun diagram presedensi (precedence diagram) untuk alur proses perakitan Set-Top-
Box, dapat dilakukan perhitungan line balancing dengan menggunakan metode Helgeson-Birnie atau
Ranked Posistional Weighted. Perhitungan line balancing dalam proses perakitan produk Set-Top-Box
ini dimulai dengan menghitung waktu menganggur atau idle time pada setiap stasiun kerja. Kemudian
dengan idle time tersebut kita dapat mengihtung efisiensi setiap stasiun kerja dan dapat menentukan
stasiun kerja yang mana perlu dioptimalkan agar tingkat efisiensi meningkat.
IDLE
WAKTU TOTAL
STASIUN KERJA TASK TIME EFISENSI
(menit) WAKTU
(menit)
O-1 0.9
WS 1 - Pemasangan Antena O-2 0.3
2.1 6.9 23.33%
WiFi & Mainboard O-3 0.7
O-4 0.2
O-5 5
WS 2 - Instalasi Firmware O-6 1 9 0 100%
O-7 3
O-8 0.2
WS 3 - Pemasangan Bottom O-9 0.6
1.7 7.3 18.89%
Cover & Top Cover O - 10 0.4
O - 11 0.5
O - 12 0.3
O - 13 0.8
Pos Aksesoris 2.3 2.5 92.00%
O - 14 0.4
O - 15 0.8
O - 16 0.3
O - 17 0.3
WS 4 – Penimbangan STB O - 18 0.3 1.3 7.7 14.44%
O - 19 0.2
O - 20 0.2
O - 21 1
WS 5 - Cartoon Box O - 22 1.1 2.5 6.5 27.78%
O - 23 0.4
WS 6 - QC O - 24 4.4 4.4 4.6 48.89%
REWORK O - 25 4.4 4.4 4.6 48.89%
TOTAL WAKTU 27.7
MAX DURATION 9
Idle time suatu stasiun kerja didapatkan dari selisih total waktu stasiun paling maksimal dengan
waktu stasiun yang dituju. Pada lini produksi ini diketahui bahwa total waktu stasiun paling maksimal
adalah 9 menit, yaitu waktu stasiun pada WS 2 – Instalasi Firmware. Maka dari itu, idle time untuk
WS 2 – Instalasi Firmware adalah 0 menit. Idle time terbesar terdapat pada Stasiun Kerja 4 –
Penimbangan STB yaitu selama 7,7 menit. Dari hasil perhitungan idle time tersebut bisa didapatkan
tingkat efisiensi setiap stasiun kerja dengan membagi waktu stasiun dengan waktu stasiun maksimum.
Stasiun Kerja 4 - Penimbangan STB yang memiliki idle time paling lama memiliki tingkat efisiensi
yang paling rendah yaitu, 14,4% diikuti dengan efisiensi Stasiun Kerja 3 – Pemasangan Cover sebesar
18,89%. Dapat dilihat dari hasil perhitungan bahwa tingkat efisiensi setiap stasiun kerja masih tidak
seimbang dan dirasa belum optimal, kemudian setelah dilakukan perhitungan tingkat efisiensi untuk
lini produksi diketahui bahwa lini produksi yang memiliki 8 stasiun kerja dengan total waktu produksi
selama 27.7 menit/produk tersebut hanya memiliki tingkat efisiensi sebesar 38.47%. Angkat tersebut
terbilang cukup rendah untuk suatu tingkat efisiensi lini produksi.
27.7
a. Efisiensi lini produksi = × 100 =38.47
8× 9
(8 × 9)−27.7
b. Balance delay = × 100 =61.53
8 ×9
√∑
s
2
c. Smoothnes Index = (Ts Max−Tsi) = √251.01=15.84
i=1
27.7
d. Jumlah stasiun kerja minimal = =3.1≈ 4
9
Langkah selanjutnya untuk menyeimbangan lini produksi tersebut dengan menggunakan metode
Helgeson-Birnie adalah dengan melakukan pembobotan RPW berdasarkan alur operasi pada
precedence diagram pada Grafik V.1. Berikut hasil total RPW yang telah diurutkan.
WAKTU
STASIUN KERJA TASK RPW
(menit)
O-1 0.9 27.7
WS 1 - Pemasangan Antena O-2 0.3 26.8
WiFi & Mainboard O-3 0.7 26.5
O-4 0.2 25.8
O-5 5 25.6
WS 2 - Instalasi Firmware O-6 1 20.6
O-7 3 19.6
O-8 0.2 16.6
WS 3 - Pemasangan Bottom O-9 0.6 16.4
Cover & Top Cover O - 10 0.4 15.8
O - 11 0.5 15.4
Pos Aksesoris O - 12 0.3 14.9
O - 13 0.8 14.6
O - 14 0.4 13.8
O - 15 0.8 13.4
O - 16 0.3 12.6
O - 17 0.3 12.3
WS 4 - STB ke Box dan
O - 18 0.3 12
Timbangan
O - 19 0.2 11.7
O - 20 0.2 11.5
O - 21 1 11.3
WS 5 - Cartoon Box O - 22 1.1 10.3
O - 23 0.4 9.2
WS 6 - QC O - 24 4.4 8.8
REWORK O - 25 4.4 4.4
Dari hasil pembobotan tersebut kemudian dapat dilakukanlah penggabungan stasiun kerja
berdasarkan bobot RPW-nya. Total waktu setiap stasiun kerja tidak boleh melebihi kecepatan
lintasannya yaitu 9 menit. Berikut hasil distribusi kerja pada lini produksi perakitan STB.
TOTAL IDLE
WAKTU
STASIUN KERJA TASK WAKTU TIME EFISENSI
(menit)
(menit) (menit)
O-1 0.9
WS 1 - Pemasangan Antena O-2 0.3
2.1 6.9 23.33%
WiFi & Mainboard O-3 0.7
O-4 0.2
O-5 5
WS 2 - Instalasi Firmware O-6 1 9 0 100%
O-7 3
O-8 0.3
O-9 0.8
Pos Aksesoris 2.3 6.7 25.56%
O - 10 0.4
O - 11 0.8
O - 12 0.2
O - 13 0.6
O - 14 0.4
O - 15 0.5
WS 3 – O - 16 0.3
Pemasangan Cover O - 17 0.3
5.5 3.5 61.11%
Penimbangan STB O - 18 0.3
Packing Cartoon Box O - 19 0.2
O - 20 0.2
O - 21 1
O - 22 1.1
O - 23 0.4
WS 4 - QC O - 24 4.4
8.8 0.2 97.78%
REWORK O - 25 4.4
TOTAL WAKTU 27.7
MAX DURATION 9
LINE EFFICIENCY 61.56%
BALANCE DELAY 38.44%
SMOOTHNESS INDEX 10.24
Rancangan distribusi stasiun kerja yang didapatkan dari hasil pembobotan RPW ini
memiliki 5 stasiun kerja, dengan masing-masing stasiun kerjanya memiliki tingkat efisiensi
yang lebih tinggi dari sebelumnya. Distribusi stasiun kerja pada lini produksi untuk stasiun
kerja 3 berubah dengan digabungkannya proses pemasangan cover, penimbangan STB, dan
packing dalam satu stasiun kerja. Selanjutnya perlu dihitung kembali tingkat efisiensi lini
produksi, balance delay, dan smoothness index pada rancangan stasiun kerja usulan tersebut.
27.7
a. Efisiensi lini produksi = ×100 =61.56
5×9
(5 ×9)−27.7
b. Balance delay = ×100 =38.44
5 ×9
√∑
s
c. Smoothnes Index = (Ts Max−Tsi)2= √104.79=10.24
i=1
VI.1 Kesimpulan
Dalam perancangan lini produksi untuk perakitan produk Set-Top-Box pada PT. INTI ini
memerlukan beberapa pengukuran data. Langkah pertama adalah dengan melakukan pengukuran
waktu pada setiap elemen kerjanya. Pengukuran waktu tersebut disertai dengan pengolahan datanya
mulai dari waktu siklus, kemudian dioleh menjadi waktu normal, hingga menjadi waktu baku, dimana
diperlukan penyesuaian dan faktor kelonggaran untuk performansi kerja dari operator. Dari hasil
waktu baku tersebut kemudian dapat dibuat diagram presedensi (precedence diagram) yang mampu
menjelaskan alur proses produksi STB secara runtut. Kemudian dapat dilakukan perhitungan line
balancing pada rancangan lini produksi yang memiliki 8 stasiun kerja dengan total waktu stasiun kerja
selama 27.7 menit. Pada stasiun kerja tersebut kemudian dilakukan perhitungan efisiensi lini
produksi, balance delay, dan smoothness index yang dimana hasil perhitungan tersebut dapat terbilang
kurang baik. Karena pada lini produksi tersebut dirasa perlu adanya perbaikan maka dari itu dilakukan
pembobotan dengan metode RPW untuk waktu dari setiap elemen kerja pada proses perakitan STB.
Setelah melakukan pembobotan, langkah selanjutnya adalah melakukan distribusi ulang untuk stasiun
kerja pada lini produksi. Hasil distribusi tersebut menyatakan jumlah stasiun kerja yang dapat
diminimasi menjadi 5 stasiun kerja. Pada rancangan lini produksi tersebut dilakukan kembali
perhitungan efisiensi lini produksi, balance delay, dan smoothness index, terdapat peningkatan hasil
yang cukup baik.
VI.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan kepada PT. INTI terkait dengan perancangan produksi pada
suatu produk adalah sebagai berikut:
Baroto, Teguh, (2002), Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Helmi L., (2010), Meningkatkan Efisiensi Lintasan Kerja Dengan Metode Ranked Positional Weight
dan Metode Killbridge-Western Pada CV. Mustika Jati Jepara, Skripsi, Program Studi Teknik
Industri, Fakultas Teknik Unisbank, Semarang.
I. Z Sutalaksana, R Anggawisastra, and J.H Tjakraatmadja, (2006), Teknik Perancangan Sistem Kerja.
ITB, Bandung.
Nasution, Arman Hakim, (2003), Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Guna Widya, Jakarta.
Wignjosoebroto, S. (2000), Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya.
Wignjosoebroto, Sritomo, (1995), Teknik Tata Cara Kerja dan Pengukuran Kerja, Guna Widya,
Jakarta.
LAMPIRAN