Anda di halaman 1dari 14

ERITROSIT

Darah

Sebagian besar tubuh manusia adalah berupa cairan yang sangat penting dalam proses
sistem metabolisme tubuh, cairan tersebut adalah darah. Darah berbeda dengan organ lain karena
berbentuk cairan. Darah merupakan suspensi dari partikel dalam larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. Volume darah manusia sekitar 8% dari berat badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter. 45% darah mengandung sel darah merah terutama ertitrosit (transport
oksigen), sisanya terdapat leukosit (sistem imun), trombosit (hemostasis), dan komponen
lainnya. 55% cairan serum atau plasma.

Bagian darah yaitu sel-sel darah dan plasma darah. Sel-sel darah merupakan bagian padat,
yang terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping
darah). Plasma darah bagian cair dari darah, yang terdiri dari serum dan fibrinogen. Darah
mempunyai fungsi yang sangat penting, diantaranya : mengedarkan sari makanan ke seluruh
tubuh yang dilakukan oleh plasma darah, mengangkut sisa oksidasi dari sel tubuh untuk
dikeluarkan dari tubuh yang dilakukan oleh plasma darah, mengangkut oksigen ke seluruh yang
dilakukan oleh sel darah merah, membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh yang dilakukan
oleh sel darah putih, menutup luka yang dilakukan oleh keping-keping darah, menjaga kestabilan
suhu tubuh. (A.V. Hoffbrand, dkk. 2005)

Morfologi Sel Eritrosit

Morfologi sel terdiri dari bentuk, warna, ukuran dapat diamati pada sediaan apus dengan
pewarnaan Giemsa/Wright/lainnya. Bentuk normal bikonkaf (bagian tengah pipih yang tampak
pucat) dengan diameter 6–8µm warna kemerah-merahan. Eritrosit normal berukuran sama
dengan inti limfosit kecil pada sediaan apus. Eritrosit tidak memiliki inti sel dan usianya 120
hari. Zat warna eritrosit yaitu haemoglobin yang mengandung Fe dan berfungsi mengikat dan
transportasi oksigen.
Kelainan Eritrosit

Kelainan morfologi eritrosit berupa kelainan ukuran (size), kelainan bentuk (shape),
kelainan warna (staining characteristics), dan benda-benda inklusi. Berikut macam-macam
kelainannya :

Ukuran

1. Normositik : eritrosit sama dengan ukuran inti limfosit.


2. Mikrosit : eritrosit lebih kecil daripada eritrosit normal, dengan ukuran < 6µm. keadaan ini
terjadi karena adanya defek pada pembentukkan haemoglobin. Mikrositis dapat ditemukan
pada pasien yang mengalami anemia difisiensi Fe dan thalassemia.

3. Makrositik : eritrosit lebih besar daripada eritrosit normal, dengan ukuran > 8µm. Bentuk
makrositis dapat ditemukan pada pasien yang mengalami anemia megaloblastik (defisiensi
asam folat atau vitamin B12), asupan alkohol yang tinggi, penyakit liver kronik, dan
pasien dengan terapi hidroksiurea (obat antiretroviral).
4. Sferosit : eritrosit lebih kecil, lebih bulat, dan lebih padat warnanya daripada eritrosit normal.
Tidak didapat bagian yang pucat ditengah sel.

5. Anisositosis : eritrosit dengan ukuran tidak sama besar atau ukuran yang bervariasi. Sering
ditemukan pada pasien anemia berat.
6. Anisopoikilositosis : eritrosit dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi.

Bentuk

1. Acanthosytes : ditandai dengan adanya proyeksi halus dipermukaan erotrosit, menyerupai duri
(kata Yunani : acantha : duri). Kelainan bawaan yang jarang : acanthtocytosis, bisa mencapai
lebih dari 50 % dan berhubungan dengan metabolisme fosfolipid.

2. Burr cell atau Echinocyte : menunjukkan proyeksi-proyeksi atau tonjolan-tonjolan pendek


misalnya pada uremia dan carsinomatosis.
3. “Crenated” : merupakan kelainan bentuk dari eritrosit (poikilositosis) yang berbentuk seperti
artefak. Krenasi berawal dari sel eritrosit yang mengalami pengerutan akibat cairan yang
berada di dalam sel keluar melalui membran. Morfologi krenasi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, misalnya terjadinya kesalahan pada prosedur pemeriksaan pra-analitik
(penambahan antikoagulan, jenis antikoagulan).

4. Eliptosit : bentuk seperti elip atau oval. Juga disebut ovalosit. Bila ada dalam jumlah yang

besar mungkin disebabkan karena anomali bawaan, ovalositosis.

5. Stomatosit : bentuk seperti topi Meksiko. Pusatnya tidak hipokrom tetapi berwarna merah.
6. Leptosit : disebut juga sel target karena dibagian tengah eritrosit yang pucat terdapat lingkaran

berwarna merah dipusat eritrosit.

7. Sabit / sickle : bentuk sabit. Berwarna lebih padat daripada eritrosit biasa. Didapat pada

anemia hemolitik sel sabit.

8. Schistosit : hasil fragmentasi eritrosit, bisa berbentuk segitiga, elips dengan indentasi atau

sebagai sel dengan permukaan tidak rata. Biasanya didapat pada anemia hemolitik.

9. Poikilositosis : bentuk eritrosit bermacam-macam.


Warna

1. Hipokrom : eritrosit terlihat pucat (Hb rendah). Disebabkan oleh kegagalan pembentukan

heme seperti pada pasien anemia defisiensi Fe dan anemia sideroblastik dan kegagalan

pembentukkan globin seperti pada pasien thalassemia.


2. Polikromasi : mengikat zat warna asam sehingga disamping warna merah ada kebiru-biruan

dan ukurannya lebih besar. Terdapat pada pasien anemia hemolitik, anemia pasca pendarahan.

Pematangan sitoplasma lebih lambat dibandingkan pematangan inti.

3. Anulosit : diameter cekungan ditengah eritrosit yang berwarna lebih pucat dari darah tepi,

berukuran besar (sel hipokrom ekstrem).

4. Anisokromia : variasi dalam warna eritosit. Terdapat pada pasien anemia defisiensi Fe yang

diterapi Fe dan pasien sesudah transfusi darah.

Benda-Benda Inklusi dalam Eritrosit

1. Benda Heinz : berasal dari polimerisasi dan presipitasi molekul (banyak) hemoglobin yang

telah mengalami denaturasi. Benda Heinz bisa multiple dan biasanya terletak ditepi

2. Benda Howell-Jolly : inklusi berwarna biru, tunggal atau berganda, biasanya berada ditepi sel
dan dapat berukuran sampai 1µm diameter. Berasal dari sisa ini (lihat cincin Cabot).
3. Cincin Cabot : cincin lembayung pada pusat eritrosit atau ditepi. Berasal dari sisa inti seperti
halnya dengan Howell-Jolly.

4. Siderosit : ada granula besi yang tersebar tak merata. Memberikan reaksi positif dengan
pewarnaan Prussian Blue (biru kehijauan).
5. Titik Basofil : eritrosit berisi granula biru kecil. Granula bisa bersifat kasar. Sel itu sebenarnya
retikulosit, didapat pada anemia berat.

6. Eriteosit berinti : eritrosit yang mengalami maturasi normal.

Indeks Eritrosit

1. MCV atau VER (ukuran eritrosit)

MCV (Mean Corpuscular Volume) atau VER (Volume Eritrosit Rata-rata) adalah

volume rata-rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan satuan femtoliter (fl). Rumus

perhitungannya :
MCV = Nilai Hematokrit (Vol%) / Jumlah Eritrosit (juta/ul) x 10

Nilai normal MCV = 82 – 92 fl. Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik,

defisiensi besi, arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C, keracunan

timah dan radiasi. Peningkatan MCV terjadi pada pasien anemia aplastik, anemia hemolitik,

anemia penyakit hati kronik, hipotiridisme, efek obat vitamin B12, anti konvulsan dan anti

metabolik.

2. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) atau HER (Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) : Warna

MHC adalah jumlah hemoglobin per-eritrosit yang dinyatakan dengan satuan pikogram
(pg). Nilai Normal MCH = 27– 32 pg. Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik
dan anemia hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.
Rumus :
MCH = Nilai Hemoglobin (gr%) / Jumlah Eritrosit (juta/ul) x 10

3. MCHC atau KHER


MCHC (MeanCorpuscular Hemoglobin Concentration) atau KHER (Konsentrasi
Hemoglobin Eritrosit Rata-rata) adalah konsentrasi hemoglobin yang didapat per-eritrosit
yang dinyatakan dengan satuan gram per desiliter (gr/dl). Rumus perhitungannya :
MCHC = Hb / Ht x 100
Nilai normal MCHC= 32-36 gram perdesiliter (gr/dl). Penurunan MCHC terjadi pada pasien
anemia mikrositik dan anemia hipokromik dan peningkatan MCHC terjadi pada pasien
anemia defisiensi besi dan anemia mikrositik hiperkromik.
4. Hemoglobin
ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROM
Anemia adalah penurunan konsentrasi eritrosit atau haemoglobin dalam darah. Keadaan ini
terjadi ketika keseimbangan antara kehilangan darah (perdarahan maupun kerusakan sel darah
merah) dan produksi terganggu. Anemia dapat juga dicirikan dengan terjadinya penurunan massa
eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk mengangkut oksigen dalam jumlah ke
jaringan. Parameter yang paling umum digunakan untuk menunjukkan penurunan massa eritrosit
adalah kadar haemoglobin, kadar hematokrit dan hitung eritrosit.
Mikrositik adalah didapatkan ukuran eritrosit yang mengecil secara abnormal. Hipokromik
menunjukkan adanya eritrosit di mana kadar Hb berkurang. Anemia mikrositik hipokromik jika
MCV < 80 fl dan MHCH < 32 g/dl.
Klasifikasi :
1. Anemia defisiensi besi
Anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritopoesis. Hal ini
dikarenakan kosongnya cadangan besi yang akirbnya mengakibatkan berkurangnya
pembentukan haemoglobin. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferrin,
berkurangnya kadar ferritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Terdapat tahapan
berkurangnya cadangan besi di dalam tubuh pada anemia defisiensi besi yaitu :
a. Penurunan simpanan besi
b. Penurunan ferritin serum
c. Penurunan besi serum dengan peningkatan transferrin serum
d. Peningkatan red cell distribution width
e. Penurunan MCV
f. Penurunan Hb
Menurunnya cadangan besi akan menimbulkan keadaan defisiensi besi yang terdiri dari
tiga tahap :
1. Tahap paling ringan / prelate / iron depletion
Penurunan ferritin serum kurang dari 12 mikrogram/liter dan besi di sumsum tulang
kosong atau positif 1 sedangkan komponenlain seperti kapasitas ikat besi total (TIBC),
besi serum atau serum iron (SI), saturasi transferrin, RDW dan MCV, Hb dan morfologi
sel darah merah masih dalam status normal dan disebut tahap deplesi besi. (cadangan besi
menurun tetapi suplai besi untuk eritopoesis belum terganggu).
2. Tahap erythropoiesis deficiency besi
Penurunan ferritin serum, besi serum, saturasi transferrin, dan besi di sumsum tulang
kosong tetapi TIBC meningkat .390 mikrogram/dl, dan komponen lain masih normal.
(tidak ada cadangan besi dalam tubuh mengakibatkan teganggunya suplai besi untuk
eritopoesis, tetapi belum menimbulkan anemia secara labrorik).
3. Anemia defisiensi besi
Tahap yang berat dari defisiensi besi yang ditandai selain kadar ferritin serum dan Hb
turun, juga semua komponen lain akan mengalami perubahan seperti morfologi sel darah
merah mikrositik hipokromik, sedangkan RDW dan TIBC meningkat. (tidak adanya
cadangan besi dalam tubuh yang disertai dengan anemia).

2. Anemia penyakit kronik


Anemia yang timbul karena berkurangnya penyediaan besi untuk eritopoesis. Hal ini
dikarenakan berkurangnya pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial.
3. Anemia sideroblastik
Anemia yang timbul karena berkurnagnya sediaan besi untuk eritopoesis karena
berkurangnya penyediaan besi untuk eritopoesis karena gangguan mitokondria, hal ini
mengakibatkan terganggunya inkorporasi besi ke dalam heme. Atau gangguan pembentukan
protoporfirin sehingga terjadi timbunan besi dalam mitokondria ertirosit berinti dan tampak
gambaran mikroskopis seperti ringed sideroblast.
4. Thalassemia
Kelainan bawaan dimana terjadi penurunakan sintesis dari salah satu rantai polipeptida
globin normal. Pada penyakit ringan (minor), mungkin didapatkan keadaan mikrositik
hipokromik. Pada penyakit thalassemia berat didapatkan mikrositik hipokromik yang berat.

Etiologi
Anemia mikrositik hipokromik dikelompokkan berdasarkan penyebab :
Analisis Masalah :

1. Bagaimana gambaran patologi anisopoikolositosis?


Eritrosit dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi.

2. Bagaimana indeks eritorosit (MCV, MCH, MCHC)?


a. MCV mengindikasikan ukuran eritrosit. Ukuran eritrosit menjadi kecil akibat defisiensi Fe
yang menganggu pembentukkan Hb. Akibatnya struktur eritrosit menjadi abnormal
(mengecil). Penurunan MCV terjadi pada pasien anemia mikrositik, defisiensi besi,
arthritis rheumatoid, thalasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C, keracunan timah dan
radiasi.
b. MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan
ukurannya. Jadi ketika hemoglobin dalam tubuh berkurang akibat defisiensi besi maka
nilai MCH akan menurun. Penurunan MCH terjadi pada pasien anemia mikrositik dan
anemia hipokromik.
c. MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit. Jika Hb dalam
tubuh menurun akibat defisiensi besi maka nilai MCHC pun akan menurun. Penurunan
MCHC terjadi pada pasien anemia mikrositik dan anemia hipokromik.
3. Bagaimana factor risiko dari anemia defisiensi zat besi ? (orang yang rentan mengalami
defisiensi Fe)
a. Kekurangan darah seperti saat menstruasi dan kecelakaan.
b. Kekurangan makanan yang mengandung zat besi.
c. Tubuh tidak mampu menyerap zat besi akibat rusaknya epitel usus.
d. Kehamilan, karena ibu akan butuh volume darah yang banyak untuk diberikan kepada
janin untuk tumbuh kembang janin.
e. Donor darah.
4. Mengapa terjadi stomatitis angularis?
Peradangan pada sudut bibir yang terjadi karena infeksi bakteri atau jamur dan defisiensi
nutrisi seperti zat besi, folat. Defisiensi besi kronik dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh, sehingga orang tersebut mudah terinfeksi jamur atau bakteri, selain itu defisiensi fe
menyebabkan downregulation genetic unsur-unsur yang mengarah untuk memperbaiki efektif
dan regenerasi sel epitel, terutama di mulut dan bibir.

Anda mungkin juga menyukai