Proses Fermentasi Tauco
Proses Fermentasi Tauco
2.1 Proses Fermentasi Tauco Kedelai merupakan salah satu anggota tanaman kacang-
kacangan yang telah banyak dimanfaatkan sebagai pangan maupun pakan. Jenis tanaman
kacangkacangan pada umumnya terkenal sebagai sumber protein nabati yang amat
penting bagi manusia dan hewan. Salah satu bahan makanan yang menggunakan bahan
dasar kedelai adalah tauco (Astawan, 1991). Tauco merupakan bahan makanan yang
berbentuk pasta, berwarna kekuningan sampai coklat dan mempunyai rasa spesifik,
dibuat dari campuran kedelai dan tepung beras ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat
kandungan nutrien seperti protein sebesar 12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat
sebesar 10,7%, serat sebesar 3,8%, kalsium sebesar 1,22 mg, zat besi sebesar 5,1 mg
dan seng sebesar 3,12 mg (Kwon dan Song, 1996). Pembuatan tauco, dilakukan melalui
dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi kedelai yang dilakukan oleh kapang (mold
fermentation) dan fermentasi yang dilakukan oleh khamir dan bakteri dalam larutan
garam (brine fermentation) (Rahayu, 1989). Proses fermentasi pada tauco melalui dua
tahapan, yang pertama tahap proses pembuatan tempe. Tahapan-tahapan tersebut
meliputi: penghilangan kotoran, sortasi, penghilangan kulit, perendaman atau
prefermentasi, perebusan, penirisan, pengemasan, inkubasi atau fermentasi di
ruangan terbuka (Hidayat, 2006; Heid dan Joslyn, 1967).
Gambar 2.1.1 Diagram alir pembuatan tauco modifikasi dari Saono (1986)
fisiologinya, dan tidak atas perbedaan morfologinya, seperti pada kapang. Beberapa
khamir tidak membentuk spora (asporogenous) dan digolongkan ke dalam fungi
imperfecti, dan yang lainnya membentuk spora seksual sehingga digolongkan ke dalam
Ascomycetes dan Basidiomycetes (Board, 1983).
2.3 Morfologi Khamir Khamir adalah fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Sel
khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang 1-5 mikrometer sampai
20 mikrometer, dan lebar 1-10 mikrometer. Bentuk sel khamir bermacam-macam (Gambar
2.3.1) yaitu bulat, oval, silinder atau batang, segitiga melengkung,
Sel vegetatif yang berbentuk apikulat atau lemon merupakan karakteristik grup
khamir yang ditemukan pada tahap awal fermentasi alami buah-buahan dan bahan lain
yang mengandung gula, misalnya Hanseniaspora dan Kloeckera. Bentuk ogival adalah
bentuk memanjang di mana salah satu ujung bulat dan ujung yang lainnya runcing.
Bentuk ini merupakan karakteristik dari khamir yang disebut Brettanomyces. Khamir
yang berbentuk bulat misalnya Debaryomyces, berbentuk oval misalnya Saccharomyces,
dan yang berbentuk triangular misalnya Trygonopsis. Khamir tidak mempunyai flagela
atau organ lain untuk bergerak. Dalam kultur yang sama, ukuran dan bentuk sel
khamir mungkin berbeda karena pengaruh umur sel dan kondisi lingkungan selama
pertumbuhan. Sel yang muda mungkin berbeda bentuknya dari yang tua karena adanya
proses ontogeni, yaitu perkembangan individu sel. Sebagai contoh, khamir yang
berbentuk apikulat
Gambar 2.3.2 Perkembangan Bentuk Sel pada Khamir Berbentuk Lemon (Hanseniaspora)
(Phaff et. al., 1968)
2.4 Fisiologi Khamir Khamir tumbuh paling baik pada kondisi dengan persediaan air
cukup, karena khamir dapat tumbuh pada medium dengan konsentrasi solut (gula atau
garam) lebih tinggi daripada bakteri, dapat disimpulkan bahwa khamir membutuhkan
air untuk pertumbuhan lebih kecil dibandingkan kebanyakan bakteri (Fardiaz, 1992).
Jenis khamir tertentu mempunyai persyaratan Aw (aktivitas air) yang rendah yaitu
tergolong dalam osmofilik. Interval Aw untuk pertumbuhan secara normal adalah 0,89-
0,94, sedangkan untuk khamir osmofilik antara 0,62-0,65 (Rahayu, 1989).
metabolismenya, yaitu yang bersifat : (1) fermentatif, dan (2) oksidatif. Khamir
fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur
glikolisis (Embden Meyerhoff-Parnas) dengan total reaksi sebagai berikut: C6H12O6
Glukosa 2 C2H5OH alkohol + 2 CO2 Karbondioksida
Khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan bir merupakan spesies Saccharomyces
yang bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen, S. cerevisiae juga
dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air.
Oleh karena itu, tergantung dari kondisi pertumbuhan, S. cerevisiae dapat mengubah
sistem metabolismenya dari jalur fermentatif menjadi oksidatif (respirasi). Kedua
sistem tersebut menghasilkan energi, meskipun energi yang dihasilkan melalui
respirasi lebih tinggi dibandingkan dengan melalui fermentasi (Jarvis 1978).
Pasteur adalah peneliti yang pertama kali mendemonstrasikan bahwa khamir yang
bersifat fermentatif, jika diberi aerasi aktivitas fermentasinya akan menurun, dan
sebagian glukosa akan direspirasi (dioksidasi) menjadi
karbondioksida dan air. Fenomena ini disebut efek Pasteur, dan telah diterapkan
dalam produksi ragi roti, di mana tidak dikehendaki proses fermentasi atau
pembentukan alkohol. Jika konsentrasi gula dipertahankan tetap rendah, kondisi yang
sangat aerobik (oksigen berlebihan) menyebabkan semua gula direspirasi menjadi
karbondioksida dan air. Khamir yang digunakan dalam pembuatan bir,