Anda di halaman 1dari 12

Plasmid dan Penggunaannya dalam Rekayasa Genetika

A. Pengertian Plasmid Sebagai Vektor dalam Rekayasa Genetika

Vektor merupakan molekul DNA yang membawa suatu DNA asing kedalam sel inang,
dengan harapan sifat yang ada pada DNA asing tersebut dapat terekspresi dalam sel inang. Salah
satu vektor yang bisa digunakan untuk membawa molekul DNA asing masuk dalam sel inang
adalah plasmid. Plasmid digunakan untuk melakukan rekayasa pada berbagai organisme yang
tidak bisa diperoleh secara alami. Rekayasa ini dilakukan pada tingkat genetik sehingga disebut
sebagai rekayasa genetika.

Plasmid adalah molekul DNA sirkuler (lingkaran tertutup) yang berantai ganda dan dapat
bereplikasi sendiri di luar kromosom dan tidak mengandung gen-gen esensial. Plasmid terdapat
secara alami maupun sudah mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan keperluan manipulasi
genetik. Plasmid terdapat pada organisme prokariot maupun eukariot. Plasmid inilah yang
berfungsi sebagai pembawa sifat rekombinan pada organisme yang akan direkayasa. Plasmid
memilki ciri-ciri antara lain :
a. berbentuk lingkaran tertutup dan untaiannya ganda (double stranded)
b. dapat melakukan replikasi sendiri di luar kromosom inti
c. terdapat di luar kromosom
d. secara genetik dapat ditransfer secara stabil

Agar dapat digunakan sebagai vektor, plasmid harus memiliki syarat-syarat diantaranya
sebagai berikut :
1. ukurannya relatif kecil dibanding dengan pori dinding sel inangnya
2. mempunyai sekurang-kurangnya 2 gen marker yang dapat menandai masuk tidaknya plasmid ke
dalam sel inang
3. mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di dalam salah satu marker yang dapat
digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA asing
4. memiliki titik awal replikasi sehingga dapat melakukan replikasi dalam sel inang

B. Kegunaan Plasmid
Plasmid digunakan sebagai vektor dalam rekayasa genetika. Dalam hal ini plasmid
digunakan untuk membawa suatu rangkaian fragmen DNA asing masuk dalam sel inang dengan
harapan plasmid rekombinan itu mengalami replikasi dan mengekspresikan sifat baru pada DNA
asing tersebut, sehingga sifat yang diinginkan dapat diperoleh dari plasmid rekombinan tersebut.

C. Plasmid Ti
Sel-sel tumbuhan tidak mengandung plasmid alami yang dapat digunakan sebagai vektor
kloning, akan tetapi ada suatu bakteri yaitu Agrobacterium tumefaciens yang dapat membawa
plasmid berukuran 200 kb dan disebut dengan plasmid Ti (Tumor inducing atau penyebab tumor).
Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman dikotil seperti tomat dan
tembakau serta tanaman monokotil khususnya padi. Ketika infeksi berlangsung bagian tertentu
plasmid Ti yang disebut dengan T-DNA, akan terintegrasi ke dalam DNA kromosom tanaman
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tak terkendali, akibatnya akan terbentuk tumor.

Plasmid Ti rekombinan dengan suatu gen target yang disisipkan pada daerah T-DNA
dapat mengintegrasikan gen tersebut ke dalam DNA tanaman. Gen target ini selanjutnya akan
diekspresikan dengan menggunakan sistem DNA tanaman. Dalam prakteknya ukuran plasmid
yang begitu besar sangat sulit untuk dimanipulasi. Namun ternyata apabila bagian T-DNA
dipisahkan dari bagian-bagian lain plasmid Ti, integrasi DNA tanaman masih dapat terjadi asalkan
T-DNA dan bagian lainnya tersebut masih berada dalam satu sel Agrobacterium tumefaciens.
Dengan demikian, manipulasi atau penyisipan fragmen DNA asing hanya dilakukan pada T-DNA
dengan cara seperti halnya yang dilakukan pada plasmid E. Coli. Selanjutnya plsmid T-DNA
rekombinan yang dihasilkan ditransformasikan ke dalam sel Agrobacterium tumefaciens yang
membawa plamid Ti tanpa bagian T-DNA. Perbaikan prosedur berikutnya adalah pembuangan
gen-gen pembentuk tumor yang terdapat pada T-DNA.

Gambar. Plasmid Ti

Pemanfaatan plasmid Ti dalam rekombinan tumbuhan sudah banyak dimanfaatkan


seperti plasmid Ti Agrobacterium tumefaciens yang digunakan untuk pembuatan tanaman kapas
Bt yang tahan terhadap hama ulat. Ulat yang memakan tanaman akan mengalami kematian.
Pemanfaatan plamid ini juga untuk meningkatkan produksi tanaman. Misalkan saja tanaman yang
mengandung protein tertentu setelah direkayasa dengan menggunakan plasmid rekombinan ini.
Sehingga pada saat makan tanaman ini sudah mengandung protein tertentu.
Gambar. Rekayasa tanaman dengan menggunakan Plasmid Ti

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa penggunaan plasmid Ti dilakukan dengan cara
menyambung plasmid dengan DNA asing. Pemotongan DNA dilakukan dengan menggunakan
enzim restriksi kemudian masing-masing potongan dilekatkan dengan ligasi DNA terbentuklah
plasmid rekombinan. Sebagai hasilnya plasmid rekombinan dimasukan dalam nukleus tanaman
melalui fusi protoplasma dan plasmid rekombinan akan berfusi dengan inti tanaman. Protopalasma
selanjutnya dikulturkan dalam media kultur jaringan kemudian setelah terbentuk tanaman, setelah
itu tanaman ditumbuhkan pada habitatnya. Tanaman yang dihasilkan akan memiliki sifat tertentu
sesuai dengan sifat DNA asing yang digunakan. Sehingga apabila kita memakan tanaman tersebut
berarti telah mengkonsumsi protein tertentu. Sifat inilah yang mulai dikembangkan pada tanaman.

D. Proses penggunaan plasmid di dalam rekayasa genetika


Penggunaan plasmid untuk rekayasa genetika harus disesuaikan kebutuhannya sebab ada
berbagai macam plasmid yang digunakan. Proses penggunaan plasmid dalam rekayasa genetika
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1. penentuan terlebih dahulu jenis plasmid yang hendak digunakan sebab ada beberapa jenis plasmid
seperti pBR 322 dan pUC19 yang bisa digunakan untuk prokariot dan plasmid Ti yang bisa
digunakan untuk organisme eukariot
2. bila plasmid telah ditentukan maka selanjutnya adalah menentukan tempat pengenalan enzim
restriksi (pemotongan) yang hendak digunakan sebagai tempat penyisipan DNA asing dan marker
untuk menandai masuk tidaknya plasmid pada sel inang
3. apabila telah diketahui tempat pengenalan restriksi dan markernya maka langkah selanjutnya adalah
menyiapkan enzim restriksi sebagai pemotong plasmid. Enzim yang digunakan untuk memotong
plasmid harus sama dengan pemotong DNA asing sehingga nanti keduanya bisa bersatu misal :
EcoR1
4. langkah selanjutnya adalah plasmid dipotong dengan enzim restriksi yang sesuai pada daerah
potongannya
5. plasmid siap disambungkan dengan DNA asing yang memiliki sifat tertentu, yang telah dipotong
juga dengan enzim restriksi yang sama dengan pemotong plasmid

Enzim restriksi sebagai pemotong plasmid


Untuk memotong plasmid digunakan enzim restriksi. Enzim restriksi adalah enzim yang
digunakan untuk memotong DNA secara spesifik. Enzim restriksi disebut sebagai gunting biologi.
Enzim ini diisolasi dari bakteri. Restriksi yang digunakan untuk memotong plasmid harus sama
dengan pemotong DNA asing agar urutan basanya bisa sesuai sehingga antara plasmid dan DNA
asing yang disisipkan bisa bersatu. Prinsip kerja enzim restriksi adalah:
1. Enzim restriksi yang digunakan adalah enzim endonuklease restriksi. Enzim pemotong ini
mengenali DNA pada situs kusus dan memotong pada situs tersebut
2. Situs pengenalan enzim restriksi adalah daerah yang simetri dengan poliandrom, artinya bila kedua
utas DNA tersebut masing-masing dibaca dengan arah yang sama akan memberikan urutan yang
sama pula nukleotidanya
3. Pemotongan enzim restriksi akan menghasilkan potongan yaitu ujung kohesif (sticky end) dan
ujung rata (blunt end).

Perbedaan antara hasil pemotongan yang berupa sticky end dan blunt end dapat dilihat pada
tabel 1. berikut ini.

Berbagai contoh restriksi enzim yang mengenali pada situs pemotongan tertentu pada
DNA dapat dilihat pada tabel 2.
Proses pemotongan DNA digambarkan pada gambar 3. berikut ini

Gambar 3. Pemotongan enzim restriksi pada DNA

E. Enzim Ligase sebagai penyembung plasmid dengan DNA asing


Enzim ligase adalah enzim yang berfungsi untuk menyambung dua ujung potongan
DNA. Enzim ligase yang sering digunakan adalah DNA ligase dari E. Coli dan DNA ligase dari
Fage T4. Prinsip kerja enzim ligase sebagai berikut:
1. Enzim ligase menyambung dua ujung DNA yang semulanya terpotong
2. penyambungan dilakukan dengan cara menyambung 2 ujung DNA melalui ikatan kovalen antara
ujung 3’OH dari utas satu dengan ujung 5’P dari utas yang lain
3. Penggunaan ligasi DNA ini mengkatalis ikatan fosfodiester antara kedua ujung DNA sehingga
kedua fragmen DNA yang berupa potongan bisa bersatu menjadi satu.

Gambar struktur enzim ligase dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini :

Gambar 4. Struktur enzim ligase

Proses penyambungan DNA ligasi pada daerah pemotongan digambarkan pada gambar
5.
Gambar 5. Penyambungan DNA ligase pada potongan DNA

F. Pemotongan dan penyambungan plasmid dan DNA asing sehingga dihasilkan Plasmid
Rekombinan
Untuk menciptakan plasmid rekombinan yang mengandung sifat DNA asing tertentu
yang dilakukan adalah dengan menyambung DNA asing tersebut dengan plasmid yang ada.
Plasmid rekombinan terbentuk sebagai sambungan antara plasmid dengan DNA asing, sehingga
plasmid tersebut mengandung sifat tertentu yang telah disesuaikan dengan kebutuhan. Secara
sederhana prosedur untuk menciptakan plasmid rekombinan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. menyiapkan bakteri yang mengandung DNA asing dengan sifat tertentu
2. menyiapkan plasmid yang akan digunakan sebagai vektor
3. pemotongan DNA asing dengan sifat yang dibutuhkan dengan enzim restriksi semisal dari E. coli
4. pemotongan plasmid yang akan digunakan sebagai vektor dengan enzim restriksi yang sama yaitu
E. Coli
5. hasil potongan DNA dengan sifat tertentu disambungkan pada plasmid dngan menggunakan enzim
penyambung yaitu DNA ligase. DNA ligase akan mengikat ujung 3’OH dengan ujung 5’P dan
membentuk ikatan fosfodiester sehingga plasmid dan DNA asing dengan sifat tertentu bisa bersatu
6. terbentuklah plasmid rekombinan yang membawa DNA asing dengan sifat tertentu tersebut.
Plasmid ini siap ditransfer ke dalam sel inang untuk memperoleh organisme transgenik

Gambar proses terbentuknya Plasmid rekombinan sebagai hasil penyambungan plasmid


dengan DNA asing dengan sifat tertentu dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Penyambungan Plasmid dengan DNA asing
http://dunianyabiosains.blogspot.com/2014/08/plasmid-dan-penggunaannya-dalam_20.html
E. Kelemahan Menggunakan Plasmid Ti
Kelemahan utama penggunaan plasmid Ti sebagai vektor ialah bahwa hanya tumbuhan dikotil
saja yang rentan terhadap infeksi Agrobacterium. Tumbuhan monokotil yang juga penting bagi
bidang pertanian tidak dapat diinfeksi oleh Agrobacterium. Untungnya para saintis dapat
menggunakan teknik baru seperti elektroporasi dan tembakan DNA untuk memasukkan DNA ke
dalam sel tumbuhan ini (Campbel, 2000).

Campbell, Neil. A., Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2000. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.

Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di bawah
ini.

Jenis
Sifat yang telah dimodifikasi Modifikasi Foto
tanaman
Mengandung provitamin A Gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan
Padi (beta-karotena) dalam jumlah bakteri Erwinia disisipkan pada
tinggi.[15] kromosom padi.[15]

Jagung, Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus


Tahan (resisten) terhadap
kapas, thuringiensis ditransfer ke dalam
hama.[16]
kentang tanaman.[15][16]

Gen untuk mengatur pertahanan pada


cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis
Tahan terhadap cuaca
Tembakau thaliana atau dari sianobakteri
dingin.[15]
(Anacyctis nidulans) dimasukkan ke
tembakau.[15]

Gen khusus yang disebut antisenescens


ditransfer ke dalam tomat untuk
menghambat enzim poligalakturonase
Proses pelunakan tomat
(enzim yang mempercepat kerusakan
diperlambat sehingga tomat
Tomat dinding sel tomat).[16] Selain
dapat disimpan lebih lama dan
menggunakan gen dari bakteri E. coli,
tidak cepat busuk.[17]
tomat transgenik juga dibuat dengan
memodifikasi gen yang telah dimiliknya
secara alami.[17]

Mengandung asam oleat tinggi


dan tahan terhadap herbisida Gen resisten herbisida dari bakteri
[15][18]
glifosat. Dengan demikian, Agrobacterium galur CP4 dimasukkan
Kedelai ketika disemprot dengan ke kedelai dan juga digunakan teknologi
herbisida tersebut, hanya molekular untuk meningkatkan
gulma di sekitar kedelai yang pembentukan asam oleat.[15][18]
akan mati.

Gen dari selubung virus tertentu


Tahan terhadap penyakit
ditransfer ke dalam ubi jalar dan
Ubi jalar tanaman yang disebabkan
dibantu dengan teknologi peredaman
virus.[19]
gen.[19]
Menghasilkan minyak kanola
yang mengandung asam laurat
tinggi sehingga lebih
Gen FatB dari Umbellularia californica
menguntungkan untuk
ditransfer ke dalam tanaman kanola
Kanola kesehatan dan secara
untuk meningkatkan kandungan asam
ekonomi.[20] Selain itu, kanola
laurat.[20]
transgenik yang disisipi gen
penyandi vitamin E juga telah
ditemukan.[16]

Resisten terhadap virus Gen yang menyandikan selubung virus


Pepaya tertentu, contohnya Papaya PRSV ditransfer ke dalam tanaman
ringspot virus (PRSV).[21] pepaya.[21]

Gen baru dari bakteriofag T3 diambil


untuk mengurangi pembentukan
Melon Buah tidak cepat busuk.[22]
hormon etilen (hormon yang berperan
dalam pematangan buah) di melon.[22]

Gen dari bakteri Agrobacterium galur


Tahan terhadap herbisida CP4 dan cendawan Streptomyces
Bit gula
glifosat dan glufosinat.[23] viridochromogenes ditransfer ke dalam
tanaman bit gula.[23]

Prem Resisten terhadap infeksi virus Gen selubung virus cacar prem
(plum) cacar prem (plum pox virus).[24] ditransfer ke tanaman prem.[24]

Resisten terhadap penyakit Gen penyandi enzim kitinase (pemecah


Gandum hawar yang disebabkan dinding sel cendawan) dari jelai (barley)
cendawan Fusarium.[25] ditransfer ke tanaman gandum.[25]

Pengaruh pada kesehatan manusia

Sikap kontra terhadap produk tanaman transgenik umumnya berasal dari organisasi non-
pemerintah/LSM, seperti Greenpeace dan Friends of the Earth Internasional. Dari segi kesehatan,
tanaman ini dianggap dapat menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi) baru bagi
manusia. Untuk menanggapi hal tersebut, para peneliti menyatakan bahwa sebelum suatu
tanaman transgenik diproduksi secara massal, akan melakukan berbagai pengujian potensi alergi
dan toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut aman untuk dikonsumsi. Apabila
berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik tersebut tidak akan dikembangkan
lebih lanjut. Kekhawatiran lain yang timbul di masyarakat adalah kemungkinan gen asing pada
tanaman transgenik dapat berpindah ke tubuh manusia apabila dikonsumsi. Pendapat tersebut
dinilai berlebihan oleh para ilmuwan karena makanan yang berasal dari tanaman transgenik akan
terurai menjadi unsur-unsur yang dapat diserap tubuh sehingga tidak akan ada gen aktif. Untuk
memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam memilih produk transgenik atau produk alami,
berbagai negara, khususnya negara-negara Eropa, telah melakukan pemberian label terhadap
produk transgenik. Pelabelan tersebut juga bertujuan untuk memberikan informasi kepada
konsumen sebelum mengonsumsi hasil tanaman transgenik. Dan dapat menimbulkan tumor,
hasil ini telah di tes oleh seorang ilmuwan terhadap tikus yang diberi makan jagung transgenik
selama beberapa waktu mengalami tumor di ginjal dan hatinya. Namun penelitian yang
dilakukan Gilles-Éric Séralini ini memiliki kontroversi.

Pengaruh pada lingkungan (ekologis)

Peta penerimaan produk transgenik di dunia.

Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik muncul karena dianggap berpotensi


mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah terbentuknya hama atau gulma
super (yang lebih kuat atau resisten) di lingkungan. Kekhawatiran ini terlihat jelas pada
perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki racun Bt untuk membunuh hama lepidoptera
berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu. Ada kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat
beradaptasi dengan tanaman tersebut dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten terhadap
racun Bt. Selain itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama jagung, ikut terkena
dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu (Asclepias) yang
terkena serbuk sari dari jagung Bt. Penelitian mengenai kupu-kupu Monarch tersebut dapat
disanggah oleh studi lainnya yang menyatakan bahwa kupu-kupu tersebut mati karena habitatnya
dirusak dan hal ini tidak berhubungan sama sekali dengan jagung Bt. Di sisi lain, penggunaan
tanaman transgenik seperti jagung Bt telah menurunkan penggunaan pestisida secara signifikan
sehingga mengurangi pencemaran kimia ke lingkungan. Selain itu, petani juga merasakan
dampak ekonomis dengan penghematan biaya pembelian pestisida.

Kontroversi lain yang berkaitan dengan isu ekologi adalah timbulnya perpindahan gen secara
tidak terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain di alam melalui penyerbukan
(polinasi).[38] Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat terbawa angin dan hewan hingga
menyerbuki tanaman lain. Akibatnya, dapat terbentuk tumbuhan baru dengan sifat yang tidak
diharapkan dan berpotensi merugikan lingkungan.[38] Sebagai tindakan pencegahan, beberapa
tanaman yang disisipi gen untuk mempercepat pertumbuhan dan reproduksi tanaman, seperti:
alfalfa (Medicago sativa), kanola, bunga matahari, dan padi, disarankan untuk dibudidayakan
pada daerah tertutup (terisolasi) atau dibatasi dengan daerah penghalang. Hal itu dilakukan untuk
menekan perpindahan serbuk sari ke tanaman lain, terlebih gulma. Apabila gulma memiliki gen
tersebut maka pertumbuhannya akan semakin tidak terkendali dan dengan cepat dapat merusak
berbagai daerah pertanian di sekitarnya. Hingga sekarang belum terdapat petunjuk bahwa
transfer horizontal ini telah menyebabkan munculnya "gulma super", meskipun telah diketahui
terjadi transfer horizontal.

Pengaruh etika dan agama

Demo menentang jagung transgenik di Perancis pada tahun 2004.

Dari segi etika, pihak yang kontra dengan tanaman transgenik menganggap bahwa rekayasa atau
manipulasi genetik tanaman merupakan tindakan yang tidak menghormati penciptaan Tuhan.
Perubahan sifat tanaman dengan penambahan gen asing juga dianggap sebagai tindakan
"bermain sebagai Tuhan" karena mengubah makhluk yang telah diciptakan-Nya. Pemikiran
teologis Katolik memandang bahwa manipulasi atau rekayasa genetik merupakan suatu
kemungkinan yang disediakan oleh Tuhan karena tanaman diberikan kepada manusia untuk
dipelihara dan dimanfaatkan. Dalam sudut pandang agama tersebut, modifikasi genetika tanaman
tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun kelestarian alam juga harus diperhatikan
karena merupakan tanggung jawab manusia. Dalam menanggapi isu tentang tanaman transgenik,
Dewan Yuriprudensi Islam dan Badan Sertifikasi Makanan Islam di Amerika (IFANCA)
menyatakan bahwa makanan dari tanaman transgenik yang ada telah dikembangkan bersifat
halal dan dapat dikonsumsi oleh umat Islam. Untuk tanaman yang disisipi gen dari binatang
haram, produk tanaman transgenik tersebut akan disebut Masbuh, yang berarti masih diragukan
(belum diketahui) status halal atau haramnya. Sertifikasi makanan yang telah dikeluarkan oleh
IFANCA juga diakui dan diterima oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Ulama Islam
Singapura (MUIS), Liga Muslim Dunia, Arab Saudi, dan pemerintah Malaysia.

Pihak yang mendukung tanaman transgenik menganggap bahwa transfer gen dari suatu makhluk
hidup ke makhluk lainnya merupakan hal yang alamiah dan biasa terjadi di alam sejak pertama
kali berlangsungnya kehidupan. Mereka juga berargumen bahwa persilangan berbagai jenis padi
yang dilakukan untuk mendapatkan padi dengan sifat unggul telah dilakukan para petani sejak
dahulu. Perkawinan berbagai varietas padi tanpa disadari telah mencampur gen-gen yang ada di
tanaman tersebut. Para ilmuwan hanya mempercepat proses transfer gen tersebut secara sengaja
dan sistematis.

Pengaruh terhadap ekonomi global

Riset dan pengembangan tanaman transgenik membutuhkan biaya yang besar dan umumnya
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah di negara maju.[5] Untuk
mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi produk hasil investasinya, tanaman
transgenik yang telah diproduksi akan dipatenkan. Di dalam salah satu laporan kerja Komisi
Eropa, disebutkan bahwa pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat mengakibatkan
petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus membeli pada
produsen dari negara maju.[49] Ketergantungan para petani terhadap produsen juga semakin
meningkat dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri". Sebagian tanaman transgenik
disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam satu kali dan biji
keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat berkembang biak). Hal ini akan menyebabkan
terjadinya arus modal dari negara berkembang ke negara maju untuk pembelian bibit transgenik
setiap kali akan melakukan penanaman. Para petani di negara-negara dunia ketiga khawatir bila
harga benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan paten dan mekanisme "gen bunuh diri"
yang dilakukan oleh produsen benih. Jika petani tersebut tidak mampu membeli benih transgenik
maka kesenjangan ekonomi antara negara penghasil tanaman transgenik dan negara berkembang
sebagai konsumen akan semakin melebar. Salah satu usaha mencegah terjadinya kesenjangan
tersebut pernah dilakukan oleh Yayasan Rockefeller. Yayasan yang berpusat di Amerika Serikat
tersebut telah menjual benih transgenik dengan harga yang lebih murah kepada negara-negara
miskin.

Di beberapa negara bagian Brasil, pelarangan tanaman transgenik telah mengakibatkan


terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para petani di negara tersebut. Mereka takut
akan menderita kerugian ekonomi apabila tidak mampu bersaing di pasar global dengan negara
pengekspor serealia lainnya.

https://id.wikipedia.org/wiki/Tanaman_transgenik#Contoh-contoh

Anda mungkin juga menyukai