Anda di halaman 1dari 7

TANTANGAN AGAMA BUDDHA DI ERA TEKNOLOGI INFORMASI Oleh: Eka Liliana

Sekolah Tinggi Agama Buddha Syailendra

Abstrak
Perkembangan zaman membawa banyak perubahan dalam masyarakat. Melalui kemajuan
teknologi, setiap sisi kehidupan dituntut untuk cepat dan instan dalam mencapai sesuatu. Kondisi
dan situasi seperti ini manjadi tantangan bagi masyarakat dalam menghadapi perkembangan
zaman. Untuk menjawab dan merespon fenomena tersebut, agama menjadi filter tindakan
manusia. Kajian ini  bertujuan untuk menjelaskan mengenai tantangan agama Buddha di era
teknologi informasi. Teknologi informasi saat ini memudahkan umat Buddha untuk belajar
Dhamma secara terbuka. Hal tersebut didukung dengan ajaran Buddha yang terbuka dengan ilmu
pengetahuan. Keselarasan Buddhisme dengan ilmu  pengetahuan tampak dari metode dalam
menemukan kebenaran yang lebih menekankan pada tidak hanya percaya. Keterbukaan agama
Buddha terhadap ilmu  pengetahuan juga didukung oleh banyak ilmuan. Meskipun demikian,
teknologi informasi dapat berdampak dengan kemerosotan moral manusia jika  pemanfaatannya
kurang bijak. Oleh sebab itu, penggunaan teknologi informasi harus didasari dengan
kebijaksanaan.

Pendahuluan
Pada kehidupan saat ini, manusia dapat dikatakan sebagai bagian yang tidak dapat
terlepas dari teknologi informasi. Setiap hari manusia modern tidak terlepas dengan penggunaan
teknologi itu sendiri. Mulai akses internet, transaksi,  penggunaan handpone dan berbagai
kebutuhan manusia yang sudah masuk dalam lingkaran teknologi. Sebagai contoh, sesorang yang
lupa membawa handphone dalam waktu sehari sudah pusing dan bahkan dapat mengalami
kerugian yang cukup besar karena tidak dapat melakukan transaksi. Kondisi ini mencerminkan
manusia selalu bergelut dan tidak terlepas dari kemajuan teknologi. Kebutuhan mengenai
teknologi ini yang kemudian mendorong teknologi baru berkembang  pesat. Teknologi sangat
dekat dengan manusia dikarenakan teknologi membantu aktifitas manusia menjadi lebih mudah.
  Secara umum dengan adanya teknologi informasi manusia akan menjadi manusia yang
lebih cerdas. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya berbagai informasi yang dibuat
manusia dan di posting di internet. Namun ternyata, fasilitas yang ada seperti teknologi informasi
digunakan sebagai alat untuk bersenang-senang saja. Akan tetapi pada kenyataannya kebanyakan
orang belum memberikan suatu sikap yang bertujuan untuk memperbaiki batin. Sebenarnya
pengunaan teknologi merupakan sebuah pilihan, dimana seseorang akan menggunakan sebagai
hal positif atau negatif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kebanyakan orang memilih untuk
bermain smartphone saat  puja bakti di vihara dibandingkan dengan mendengarkan ceramah
bhikkhu. Dari adanya kejadian tersebut membuktikan bahwa di era teknologi individu lebih
tertarik mencari informasi dengan teknologi dari pada informasi langsung dari seseorang bahkan
guru. Berdasarkan latar belakang dan adanya kejadian di dalam masyarakat, maka dalam tulisan
ini penulis akan membahas tentang “Tantangan Agama Buddha di Era Teknologi Informasi”.
Hal tersebut menjadi pembahasan yang  penting dalam era ini karena banyak tantangan baru bagi
kemajuan moral manusia seiring dengan teknologi informasi yang semakin berkembang.

Pembahasan
Teknologi merupakan 1) metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan
terapan; 2) keseluruhan sarana untuk menyediakan barang- barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia (Tim Penyusun, 2008: 1473). Oleh karena itu,
yang dimaksud dengan teknologi disini adalah ilmu terapan yang berkembang saat ini. Sebagai
contoh dari teknologi yang  berkembang saat ini adalah alat yang mampu menyampaikan
informasi kepada  pihak lain. Seseorang yang membahas teknologi pasti akan langsung
menyebutkan kata “teknologi informasi”. Informasi merupakan penggunaan teknologi seperti
komputer, elektronik, dan telekomunikasi, untuk mengolah dan mendistribusikan informasi
dalam bentuk digital (Tim Penyusun, 2008: 1473). Teknologi informasi memberikan kemudahan
bagi manusia dalam berkomunikasi. Dengan adanya teknologi informasi agama Buddha
memiliki keuntungan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan banyaknya website yang
berhubungan dengan Agama Buddha atau Dhamma. Akan tetapi dari adanya teknologi informasi
juga memiliki dampak negatif bagi Agama Buddha. Sebagai contoh adalah umat Buddha akan
cenderung memilih untuk menyaksikan sinetron dibandingkan menonton mimbar Agama
Buddha. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sosialisasi yang dapat dilakukan melalui
informasi kepada pengurus vihara atau melalui media seperti website kepada umat Buddha
bahwa ada mimbar di suatu stasius televisi.
Agama Buddha dan Teknologi
Pada zaman sekarang agama memiliki tantangan tersendiri terhadap  perkembangan teknologi
atau ilmu pengetahuan. Kondisi tersebut yang telah mendorong para ilmuan untuk memberikan
respon terhadap agama yang ilmiah. Agama kadang menjadi penghambat pertumbuhan ilmu
pengetahuan, namun ilmu  pengetahuan yang berkembang juga dapat membongkar dogma
agama yang tidak ilmiah. Ketidakselarasan ini yang mengundang respon dari para ilmuan dalam
merespon ilmu pengetahuan. Buddhisme mendapat sorotan dari ilmuan penemu hukum
relativitas energi. Albert Einstain merespon Buddhisme dengan ilmu  pengetahuan. Beliau
berpendapat bahwa:
“Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai  pribadi serta
menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama
tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan
segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran
Buddha menjawab gambaran ini. Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmu
pengetahuan modern, itu adalah ajaran Buddha,” (Albert Einstein dalam Sri
Dhammananda, 1992: 9).
Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa agama Buddha merupakan agama yang
terbuka dengan illmu pengetahuan. Hal tersebut dikarenakan agama Buddha tidak berpedoman
dengan adanya wahyu atau dogma-dogma.
Dhamma yang diajarkan oleh Buddha membawa kita kepada cara berpikir yang rasional.
Hal tersebut dilakukan oleh Buddha dimasanya dimana memberikan jawaban atas pertanyaan
murid dengan perumpamaan. Perumpamaan yang diberikan Buddha mengajarkan bagaimana
cara berpikir dalam menjalani hidup. Perumpamaan yang di sampaikan oleh Buddha seperti
perumpamaan orang terkena panah beracun. Orang tersebut mencari tahu siapa pemilik panah
yang melukai dirinya tanpa menyadari bahwa dirinya berada dalam bahaya. Perumpamaan
tersebut menggambarkan bahwa rasa ingin tahu seseorang pada teknologi informasi membawa
kepada keadaan yang membuat perasaan menjadi senang untuk sementara. Akan tetapi, di satu
sisi rasa ingin tahu pada teknologi informasi menjauhkan seseorang kepada kemajuan batin.
Sebagai contoh,  penggunaan teknologi informasi dapat menjerumuskan kita pada hal buruk
seperti melakukan kejahatan seperti penipuan dan mengakses situs porno.
Melihat perkembangan teknologi informasi banyak cara yang digunakan oleh individu
untuk selalu mengikuti tren. Hal tersebut, akan membawa dampak yang kurang baik bagi moral
manusia. Akan tetapi agama Buddha memberikan tanggapan lain dengan adanya teknologi
informasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya tulisan yang mengatakan bahwa:
“Dokrin Buddha Dhamma yang ada dewasa ini tidak terpengaruh oleh  perjalanan waktu
dan perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih tetap seperti ketika petama kali Ia ucapkan.
Tidak peduli seberapa jauh  pengetahuan ilmiah dapat memperluas cakrawala mental seseorang,
di dalam kerangka kerja Dhamma terdapatlah ruang untuk penerimaan dan asimilasi terhadap
penemuan yang lebih jauh/baru. Ia tidak bergantung kepada konsep–konsep terbatas dari
pikiran–pikiran yang primitif/kuno  juga tidak pada kekuatan pikiran yang negatif,” (Francis
story dalam Sri Dhammananda, 1992: 9).
Kutipan tersebut memberikan gambaran bahwa Dhamma tidak pernah menutup diri dari
pengetahuan dan pikiran negatif terhadap sesuatu yang baru. Teknologi informasi yang
berkembang saat ini memberikan kesempatan setiap individu untuk mempelajari pengetahuan
baru. Dhamma yang diajarkan oleh Buddha selaras dengan ilmu pengetahuan. Akan tetapi yang
terjadi saat ini  penggunaan teknologi informasi tidak digunakan sebagaimana mestinya. Di satu
sisi teknologi informasi mempermudah penyebaran agama akan tetapi di sisi lain dengan adanya
teknologi baru seperti internet memudahkan seseorang untuk mengakses hal-hal yang berbau
pornografi. Pada zaman sekarang ini banyak dari  pengguna internet yang memasang iklan
berbau pornografi. Iklan yang dipasang tidak berada di sebuah website tertentu tetapi di
sembarang website yang memancing pengguna untuk membaca. Contoh tersebut
menggambarkan bahwa disamping informasi positif, hal-hal negatif sangat dekat dengan
internet. Hal tersebut sebagai bukti bahwa kita harus dapat menjadi pengguna internet yang
cerdas.
Agama Buddha Menyikapi Teknologi Informasi
Teknologi informasi dapat digunakan sebagai alat baru untuk menguji kebijaksanaan kita.
Hal tersebut dikarenakan akan menentukan sampai mana kebijaksanaan kita dalam menggunakan
teknologi informasi yang semakin canggih seperti internet. Seperti Dhamma yang diajarkan oleh
Buddha dalam Upali Sutta “Dari ketiga jenis kamma ini, petapa, yang dianalisis dan dibedakan
demikian, Aku menggambarkan kamma pikiran sebagai paling tercela untuk  pelaksanaan
kamma buruk, dan tidak demikian besarnya kamma jasamani atau kamma ucapan,” (Lanny
Anggawati & Wena Cintiawati, 2006: 983). Seperti yang disampaikan oleh Buddha dalam Upali
Sutta bahwa segala sesuatu dimulai dari  pikiran.
Pikiran kita harus dapat dikuasai dengan baik agar setiap keputusan yang dilakukan
dalam sehari-hari seperti menggunakan internet sesuai dengan Dhamma. Pikiran yang tidak
dikendalikan dengan baik akan menjerumuskan individu kepada hawa nafsu. Hawa nafsu yang
dimaksud adalah dalam bentuk nafsu seksual, nafsu ingin mencelakai orang lain, atau nafsu
untuk membuat seseorang rugi. Hal tersebut sebagai landasan bahwa kita hidup dekat dengan
orang lain yang mungkin akan bahagia jika kita terjerumus ke dalam hal yang tidak baik. Begitu
pula dengan internet yang akan menjerumuskan kita pada hal  buruk apabila dalam
menggunakan dengan tidak cerdas.
Agama Buddha merupakan agama yang menekankan pada Ehipassiko “datang dan
buktikan”. Ehipassiko adalah cara dimana kita sebagai umat Buddha harus dapat mencari tahu
tentang hal baru sebelum benar-benar menerima. Dalam sebuah diskusi yang membahas tentang
Buddhism and Technology dikatakan  bahwa:
“Buddhism if it’s pointing to anything, it’s pointing to this ongoing  process of
investigating life and investigating the world and my relationship to the world and
continuing to see through those things, those resistances and those ways I struggle with
reality itself instead of actually being in harmony with the way things are, the way things
are actually happening”(Vincent, 2013: 3).
Dari kutipan tersebut dapat dijelaskan bahwa agama Buddha adalah agama yang pantang percaya
pada hal tanpa penyelidikan terlebih dahulu. Bahwa segala sesuatu merupakan suatu proses yang
berkelanjutan yang patut untuk diselidiki termasuk juga teknologi informasi.
Penyelidikan terhadap teknologi dapat dilakukan melalui kegunaannya. Kegunaan yang
dimaksud adalah dalam hal positif seperti menyampaikan pesan Dhamma melalui website.
Memberikan informasi mengenai isu-isu tentang agama  juga dapat dilakukan dengan mudah
melalui teknologi. Akan tetapi yang menjadi  permasalahan yaitu pengelolaan website yang
kurang baik akan mengakibatkan  permasalahan baru. Seperti adanya bullying terhadap suatu
ajaran agama. Hal tersebut juga mengakibatkan kesalahpahaman antar umat beragama.
Menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan luas adalah salah satu ajaran Buddha.
Hal tersebut dapat ditemukan dalam ajaran Buddha mengenai  pengetahuan “Apakah
pengetahuan semacam ini perlu? Tentu kalau kita tidak mau menjadi orang buta yang meraba
gajah lalu mendebatkannya” (Lanny Anggawati & Wena Cintiawati, 1995: 8). Dari kutipan
tersebut dapat diketahui  bahwa ilmu pengetahuan penting dikarenakan segala sesuatu yang ada
di bumi akan terus mengalami kemajuan. Seperti teknologi informasi yang semakin maju
membutuhkan landasan kebijaksanaan agar tidak terjerumus pada penderitaan.
 
Teknologi informasi yang sangat berkembang saat ini memberikan kesempatan kepada
kita untuk berada di dalam lingkaran keserakahan. Salah satu dari contoh keserakahan manusia
terlihat dari bagaimana menanggapi teknologi informasi. dengan berkembangnya teknologi
informasi saat ini dapat diibaratkan sebagai mengendarai mobil, dimana apabila kita
mengendarai dengan hati-hati kita akan sampai ketujuan dengan selamat. Namun apabila kita
mengendarai dengan tidak hati-hati kita dapat celaka atau membuat orang lain celaka. Begitu
pula dengan teknologi informasi yang kita gunakan dapat memberikan bantuan kepada kita untuk
berkomunikasi dengan mudah tetapi juga dapat menjerumuskan kita pada kebencian,
keserakahan atau konsumerisme.
Memiliki pengetahuan tentang teknologi informasi sebenarnya menjadikan kita lebih
maju dibandingkan dengan zaman Buddha. Akan tetapi, hal yang  berhubungan dekat dengan
teknologi informasi saat ini yaitu kebencian, keserakahan, dan konsmumerisme. Kebencian dapat
terjadi dimana ketika ada rasa tidak suka terhadap suatu ajaran agama akan mengakibatkan
konflik di sosial media. Hal tersebut memancing seseorang atau kelompok untuk melakukan
bullying  terhadap suatu agama, misalnya kasus tentang agama Buddha yang tidak  bertuhan.
Selain kebencian, keserakahan dekat dengan konsumerisme dimana seseorang akan merasa
selalu tidak puas dengan teknologi lama dan akan terus mencari teknologi baru. Hal tersebut juga
banyak terjadi dikalangan remaja saat ini yang kebanyakan dari mereka adalah gemar membeli
barang-barang yang sedang tren seperti smartphone dan aksesorisnya.
Memiliki pengetahuan luas seperti mengetahui tentang teknologi informasi merupakan
hal yang tidak dilarang oleh Buddha. Akan tetapi pengetahuan luas harus didasari dengan
kebijaksanaan. Penderitaan akan terhindar dari seseorang yang memiliki pengetahuan luas.
Dalam hal ini pengetahuan luas harus didasari dengan kebijaksanaan. Buddha menyampaikan hal
yang berhubungan dengan kebijaksanaan dalam sebuah sutta, bahwa
“ Lewat tiga hal orang dapat dikenali: lewat perilaku, tubuh, jasmani dan  pikiran,”
(Lanny Anggawati & Wena Cintiawati, 2003: 99).
Menjadi orang yang memiliki sikap bijaksana berarti harus dapat memiliki perilaku yang
baik. Hal tersebut dapat dilakukan dalam menghadapi kehidupan yang sudah maju seperti saat
ini. Kebijaksanaan mengarahkan pada penggunaan teknologi hanya sebagai sarana bukan sebagai
yang utama. Teknologi perlu diwaspadai dalam pemanfaatannya karena ketika sudah melekat
dengan teknologi dapat mengarahkan manusia yang sangat  bergantung dengan teknologi.
Sedangkan paradigma Buddhisme, awal dari  penderitaan didasari dengan keinginan nafsu dan
kemelekatan atau ketergantungan. Hal tersebut dikarenakan ketika seseorang menjadi pemuja
teknologi akan menambah penderitaan. Oleh karena itu, kebijaksanaan menjadi  pondasi yang
tepat dalam penggunaan teknologi informasi. Bijaksana dalam konteks ini manusia harus
mempertimbangkan dengan matang dampak pengunaan teknologi informasi.
Penutup
Teknologi informasi yang saat ini berkembang menjadi fasilitas baru dalam menjalani aktifitas
dalam sehari-hari. Teknologi informasi yang saat ini ada menjadi bukti bahwa manusia semakin
maju dalam mengembangkan ilmu  pengetahuan. Agama Buddha merupakan agama yang
terbuka dengan adanya teknologi informasi. Hal tersebut didikung oleh banyak ilmuan yang
menyatakan  bahwa agama Buddha merupakan agama yang tidak menolak ilmu pengetahuan.
Teknologi informasi dapat menjadi sebuah tantangan baru bagi manusia. Dimana  pengguna
teknologi informasi diharapkan mampu memberikan kebijaksanaan dalam menggunakan. Hal
tersebut dikarenakan, kebencian, keserakahan dan konsumerisme dekat dengan kemajuan
teknologi informasi saat ini.

Refrensi
 Anggawati , Lanny dan Cintiawati, Wena. 2006. Majjhima Nikaya 3. Klaten: Vihara
Bodhivamsa. Anggawati , Lanny dan Cintiawati, Wena. 2003. Petikan Anggutara Nikaya.
Klaten: Vihara Bodhivamsa.
Tim penyusus. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Dhammananda,
Sri. 1992. Agama Buddha di Mata Para Intelek Dunia. Mutiara Dhamma
http://www.buddhistgeeks.com/2013/01/bg-275-buddhism-technology-and-quarter-pounders/ 
https://www.academia.edu/25285636/Artikel_mahanitiloka_eka_liliana

Menggunakan Smartphone Secara Bijak dengan Pengendalian Diri (Saṁvara)


Bagi Mahasiswa Oleh Febrian Ariya Passaddhi STAB Kertarajasa febrianariya@gmail.com 
Abstrak
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengoptimalkan penggunaan smartphone di kalangan
mahasiswa untuk kepentingan akademis maupun non-akademis. Smartphone sendiri merupakan
inovasi dari teknologi handphone yang memiliki berbagai kelebihan untuk membantu aktifitas
penggunanya. Di tengah banyaknya berita tentang dampak negatif penggunaan smartphone,
penulis berusaha menggali dampak positif dari penggunaan smartphone kemudian mencari solusi
bagaimana agar seseorang mampu menggunakan smartphone secara bijak sesuai prinsip Buddhisme.
Kuncinya adalah dengan saṁvara (pengendalian diri), yaitu pengendalian diri melalui moral,
kesadaran, pengetahuan, kesabaran, dan usaha. Setelah mampu menggunakan smartphone
dengan bijak, maka langkah selanjutnya adalah mengoptimalkan penggunaan smartphone untuk
memperoleh manfaat baik dalam bidang akademis maupun non-akademis. Dengan demikian,
smarpthone bisa menjadi salah satu instrumen penting bagi mahasiswa dalam mencapai
tujuannya baik dalam bidang akademis maupun non-akademis.
Kata kunci: smartphone, saṁvara, bijak, mahasiswa.

Pendahuluan
Dengan perkembangan yang semakin pesat, teknologi komunikasi saat ini tidak bisa lepas dari
setiap aspek kehidupan manusia. Berbagai perangkat teknologi komunikasi diciptakan seiring
dengan tuntutan dan kebutuhan hidup manusia yang semakin kompleks. Smartphone sendiri
merupakan salah satu produk teknologi komunikasi canggih yang banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia pada saat ini (Wulandari, Ni Kadek; Darmawiguna, Gede Mahendra; Wahyuni, Dessy
Seri, 2014).
Sikap Bijak Menggunakan Smartphone Menurut Buddhisme
Perkembangan Teknologi Informasi ibarat pisau bermata dua, membawa dampak positif dan
negatif. Dampak positifnya antara lain memberikan jaminan kecepatan informasi sehingga
memungkinkan para pemuda meningkatkan kemampuan dan keterampilan. Namun demikian di
sisi lain teknologi juga membawa dampak negatif, misalnya saja membawa informasi narkoba,
berita kekerasan dan lainnya (TribunEtam, 2015). Buddhisme menawarkan solusi tentang
bagaimana cara bersikap bijak menyikapi perkembangan teknologi di zaman modern ini, yaitu
melalui saṁvara. Saṁvara dalam Bahasa Inggris berarti restraint . Restraint dijelaskan sebagai
calm and controlled behavior. Dalam buku Dhamma Vibhāga, saṁvara secara harafiah diartikan
sebagai menutup atau menyumbat suatu aliran (Vajirananavarosa, 2013). Saṁvara berarti juga
menahan diri di masa mendatang, norma pengendalian diri, perilaku yang baik, serta perilaku diri
yang tenang dan terkontrol. Ada lima macam pengendalian diri, yaitu:
1.pengendalian diri melalui kemoralan atau kebajikan (sīla-saṁvara)
2.pengendalian diri melalui kesadaran (sati-saṁvara)
3.pengendalian diri melalui pandangan terang atau wawasan (ñana-saṁvara)
4.pengendalian diri melalui kesabaran (khanti-saṁvara)
5.pengendalian diri melalui usaha atau semangat (viriya-saṁvara)
Pengendalian diri diperlukan untuk melindungi diri dari dampak negatif penggunaan
Smartphone secara tidak bijak. Paling tidak, ketika seseorang menggunakan smartphone tidak
merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pertama, pengendalian diri melalui kemoralan. Maksudnya adalah seseorang mampu
menjaga, serta mampu mengontrol kata-kata dan tindakannya agar sesuai dengan etika dan moral
yang berlaku di masyarakat. Mampu mengendalikan pikiran, ucapan, dan perbuatan agar sesuai
dengan etika dan moral yang berlaku. Dengan demikian, ia menahan diri dari kejahatan yang
bisa saja dilakukannya melalui smartphone. Banyak contoh penyalahgunaan smartphone yang terjadi
sekarang ini, misalnya saja kasus bullying di dunia maya. Dengan adanya pengendalian diri,
maka seseorang mampu menahan diri agar tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
Kedua, yang dimaksud dengan pengendalian diri melalui kesadaran berarti sadar ketika
menggunakan smartphone. Sadar yang dimaksud di sini mengacu pada sati, yaitu sadar sebelum
menggunakan, saat menggunakan, dan setelah menggunakan. Selalu sadar agar pikiran tidak
dikuasai oleh keserakahan dan kebencian. Dengan demikian pengguna smartphone dapat
memperoleh manfaat yang optimal.
Ketiga, pengendalian diri melalui pandangan terang atau wawasan. Pengendalian diri
melalui pandangan terang berarti seseorang merenungkan hakikat dan tujuan sesungguhnya
penggunaan kebutuhan hidup. Dalam konteks ini yang digunakan adalah smartphone. Ia memahami bahwa
tujuan sebenarnya menggunakan smartphone adalah untuk kemudahan dalam berkomunikasi dan
juga fungsi lain yang kiranya bermanfaat untuk dirinya. Jadi, dalam menggunakan smartphone,
seseorang mengetahui mana yang baik juga yang buruk.
Keempat, pengendalian diri melalui kesabaran. Seberapa sabar diri kita ketika
menghadapi kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan? Misalnya saja ada orang lain yang
menebar fitnah, memposting sesuatu yang membuat kita marah, atau menyinggung perasaan kita.
Di situlah pengendalian diri dibutuhkan. Melalui kesabaran, seseorang mampu untuk tetap
bersabar menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan, seperti dihina, dicaci, maupun difitnah.
Dengan pengendalian diri, seseorang tidak terpengaruh dengan hal-hal yang tidak menyenangkan
tersebut dan tidak terpancing untuk membalas dendam. Kelima, pengendalian diri melalui usaha
atau semangat. Yang dimaksud usaha di sini adalah usaha untuk mencegah hal buruk yang belum
muncul agar tidak muncul, usaha untuk meninggalkan hal buruk yang sudah ada, usaha untuk
menumbuhkan hal-hal baik yang belum muncul, serta usaha untuk memelihara hal baik yang
sudah ada. Dengan keempat usaha tersebut seseorang mampu mengendalikan diri agar tidak
menyalahgunakan smartphone dan mampu menggunakan smartphone secara optimal untuk
kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Inilah yang dimaksud dengan pengendalian diri
melalui usaha.
Penutup
Smartphone ibarat pisau bermata dua, hadir dengan segala kecanggihan dan kelebihan
yang ditawarkan, namun di sisi lain juga bisa berdampak negatif jika disalahgunakan. Karena
kurangnya pengendalian diri, banyak pengguna smartphone yang kemudian menyalahgunakan
perangkat canggih tersebut untuk melakukan kejahatan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip
Buddhisme, seseorang diharapkan mampu menumbuhkan sikap bijak dalam menyikapi
perkembangan teknologi saat ini, yaitu dengan mengembangkan saṁvara (pengendalian diri).
Seseorang perlu memiliki pengendalian diri dalam menggunakan smartphone. Terdapat lima poin
penting dalam pengendalian diri, yaitu: pengendalian melalui moral, kesadaran, pengetahuan,
kesabaran, dan usaha. Dengan menggunakan smartphone secara bijak dan optimal,
smartphone bisa menjadi salah satu instrumen penting bagi mahasiswa dalam mencapai tujuan
baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Karena bagaimana pun juga, tujuan
diciptakannya smartphone  adalah untuk mempermudah dan mendukung kehidupan manusia.

Anda mungkin juga menyukai