Anda di halaman 1dari 18

A.

Gambaran Umum Daerah Wonosobo

Kabupaten Wonosobo, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya


adalah Wonosobo. Yang berjarak 66 km dari Magelang dan 120 km dari Semarang. Kabupaten ini
berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang di timur, Kabupaten
Purworejo di selatan, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara di barat, serta Kabupaten
Batang dan Kabupaten Kendal di utara. Kabupaten Wonosobo berdiri 24 Juli 1825 sebagai
kabupaten di bawah Kesultanan Yogyakarta seusai pertempuran dalam Perang Diponegoro. Kyai
Moh. Ngampah, yang membantu Diponegoro, diangkat sebagai bupati pertama dengan gelar
Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Seconegoro. Sebagian besar wilayah Kabupaten Wonosobo
adalah daerah pegunungan. Bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten Temanggung) terdapat
dua gunung berapi: Gunung Sindoro (3.136 meter) dan Gunung Sumbing (3.371 meter). Daerah
utara merupakan bagian dari Dataran Tinggi Dieng, dengan puncaknya Gunung Prahu (2.565
meter). Di sebelah selatan, terdapat Waduk Wadaslintang. Ibukota Kabupaten Wonosobo berada
di tengah-tengah wilayah Kabupaten, yang merupakan daerah hulu Kali Serayu. Wonosobo
dilintasi jalan provinsi yang menghubungkan Semarang-Purwokerto.

B. Gambaran Khusus Dataran Tinggi Dieng

Dataran Tinggi Dieng merupakan dataran tinggi yang tertinggi kedua di dunia setelah
Nepal, dan yang terluas di Pulau Jawa. Dieng terletak pada posisi geografis 7012 Lintang Selatan
dan 1090 54 Bujur Timur, berada pada ketinggian 6.802 kaki atau 2.093 m dpl. Suhu udara rata-
rata 150C, pada bulan Juli-Agustus, suhu turun sampai di bawah 00C. Secara administratif
Kawasan Dieng terbagi menjadi dua kawasan yaitu Kawasan Dieng Kulon (Dieng Barat) yang
terletak di wilayah Kabupaten Banjarnegara, dan Kawasan Dieng Wetan (Dieng Timur) yang
terletak di wilayah Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.

Kawasan Dataran Tinggi Dieng merupakan sebuah kompleks gunung api terdiri dari
Bisma, Seroja, Binem, Pangonan, Merdada, Pangerkandang, Telogo Dringo, Pakuwaja, Kendil,
Kunir dan Prambanan. Lapangan fumarola (cairan belerang) terdiri atas Kawah Sikadang, Kawah
Kumbang, Kawah Sibanteng, Kawah Upas, Telogo Terus, Kawah Pagerkandang, Kawah Sipandu,
Kawah Sigladah dan Kawah Sileri.
Dataran Tinggi Dieng adalah sebuah plateau (dataran tinggi) yang terjadi karena letusan
dahsyat sebuah gunung api. Dengan demikian kondisi geologisnya sampai sekarang relatif labil,
bahkan sering terjadi gerakan- gerakan tanah. Beberapa bukti yang menunjukkan hal tersebut
adalah; peristiwa hilangnya Desa Legetang, terpotongnya jalan antara Banjarnegara Karangkobar
dan Suharjo-Ngadirejo maupun retakan-retakan tanah yang mengeluarkan gas beracun.

Kawasan yang disebut sebagai Dataran Tinggi Dieng sendiri sesungguhnya terbagi atas
beberapa dataran tinggi, yaitu :

1. Dataran pertama yang mempunyai ketinggian kurang lebih 2090 Meter di atas permukaan
laut yang dikelilingi oleh rangkaian gunung; Gunung Perahu, Gunung Jurang Grawah yang
berada di sebelah selatan, serta Gunung Pangonan dan Gunung Sipandu, yang berada
dibagian barat.
2. Dataran kedua terletak disebelah barat dataran tinggi yang pertama, dengan ketinggian
kurang lebih 1950 Meter, yang diapit oleh Gunung Nagasari, Gunung Pangamun – amun,
dan Gunung Gajah Mungkur.
3. Dataran yang ketiga dengan ketinggian kurang lebih 1630 sampai dengan 1772 Meter.
Posisi demikian, wajar jika Dataran Tinggi Dieng memiliki banyak kekayaan sekaligus
keunikan dan kekhasan, baik kekayaan dan keunikan alamnya sendiri yang beraneka rupa
tempat dan bentuk yang sangat bagus bagi peziarahan; memuaskan batin; wisatawan yang
menyukai tempat – tempat yang indah, tenang dan teduh, untuk kembali berekreasi,
kekayaan flora dan fauna, kekayaan sejarah dan kekayaan budaya yang lainnya. (sumber:
Buku Panduan Wisata Jawa Tenggah Tahun 2000).

a. Kondisi Geologi

Peta Vukanologi Kawasan Wisata Dieng


Sumber : google // geologi Wonosobo

Dataran Tinggi Dieng terjadi karena letusan suatu gunung berapi. Letusan itu hasilnya bisa dilihat
antara lain dari :

 Adanya dataran yang luas di bagian dalamnya.


 Bukit-bukit yang terbentuk bersama-sama dengan batu-batu besar dan kecil.
 Adanya kawah-kawah yang masih aktif dan adanya telaga-telaga yang merupakan lembah
atau cekungan yang tergenang air yang terdapat banyak ikan di dalamnya dan dapat
digunakan sebagai mata pencaharian sambilan oleh penduduk dataran tinggi diaeng.

Kondisi lahan di dataran tinggi dieng itu masih sangat labil, tetapi keadaan tanahnya cukup
subur. Akibat keadaan ini hingga saat ini masih ada geseran tanah seperti yang pernah terjadi
dengan peristiwa hilangnya desa legetang, terpotong jalan tanahnya antara jurusan Banjarnegara
menuju ke Karangkobar dan jalan antara Sukorejo menuju Ngadirojo.

Gunung Dieng juga disebut Gunung Parahu yang terletak di Kabupaten Wonosobo Provinsi
Jawa Tengah. Ketinggian Gunung Dieng 2565 m.dpl. Tipe Gunung api Strato (awan panas).
Ancaman yang terjadi bila Gunung Dieng meletus adalah Gas Beracun, adapun kawah yang
berbahaya mengeluarkan gas adalah ”Kawah Sileri, Sikidang, Sikendang, Sigluduk, dan Sinila”.
Saat ini Gunung Dieng mengalami peningkatan aktifitas dan dalam keadaan status waspada
sehinga banyak wisatawan di himbau untuk lebih berhati-hati saat berwisata ke Kawasan Dieng
tapi dengan berubahnya status ini tidak mengurangi jumlah kedatangan pengunjung secara
derastis.

Tabel 2.1

Sejarah Letusan Gunung Dieng

Tahun Nama Gunung Aktivitas Letusan Produk Letusan Korban


1450 Pakuwojo Letusan normal Abu/ pasir
1825/ Pakuwojo Letusan normal Abu/pasir
1826
1883 Sikidang/Banteg Peningkatan Lumpur kawah
1884 Sikidang Letusan normal
1895 Siglagak Pembentukan celah Uap belerang
1928 Batur Letusan normal Lumpur dan batu
1939 Batur Letusan normal Uap dan lumpur 5 meninggal
1944 Sileri Gempa dan letusan Lumpur 59 org
meninggal,
38 org luka-
luka, 55 org
hilang
1964 Sileri Letusan normal Lumpur

1965 Condradimuko/ Hembusan Uap air dominan


Telaga Dringo fumarola, lumpur
1979 Sinila Hembusan gas Gas CO2, CO, 149
racun CH4, meninggal
1990 Dieng Kulon Letusan Freatik Lumpur
Sumber : Disparta Kab. Wonosobo.

b. Kondisi Hidrologi

Di Kawasan Dataran Tinggi Dieng terdapat sumber mata air yang merupakan hulu dari
Kali Serayu dengan sumber air dari Bima Lukar yang merupakan hulu dari Kali Tulis dengan
sumber air dari kaki Gunung Perahu.
Air sungai ini dipergunakan untuk keperluan pertanian, adapun letak kedua sungai ini adalah
sebagai berikut:

1. Kali Tulis, yang merupakan batas antara daerah Dieng Wetan di Kecamatan Kejajar
Kabupaten Wonosobo dengan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Debit air sungai
ini sekitar 120 liter/detik pada saat minimum.
2. Sungai Serayu yang mempunyai mata air di desa Dieng Wetan yang dikenal dengan Tuk
Bimolukar, dengan debit air 541 liter/detik pada saat maksimal dan 324 liter/detik pada
saat minimum.

c. Kondisi Masyarakat.

Sebagian besar penduduk Kawasan Dataran Tinggi Dieng terdiri dari Suku Jawa
Pegunungan, yang pada umumnya memeluk agama Islam. Meskipun demikian, mereka tidak
menutup diri terhadap pengaruh modernisasi dalam kehidupan sehari-hari, tapi mereka masih egan
untuk melepaskan cara hidup tradisional.

Sebagian besar penduduk Kawasan Dataran Tinggi Dieng menggantungkan hidup dari
hasil pertanian. Tapi karena pesatnya kemajuan perekonomian sekarang, maka sebagian dari
mereka sudah mengalihkan mata pencaharian ke bidang lain seperti bidang perdagangan atau
kepegawaian sebagai karyawan di kantor-kantor Pemerintah.

Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan domestik dan wisatawan asing di Kawasan


Dataran Tinggi Dieng, maka pada umumnya penduduk di sekitar daerah wisata ini mendapat
keuntungan / penghasilan tambahan dari hasil pertanian ataupun bekerja pada perusahaan-
perusahaan yang melayani kepentingan wisatawan tersebut, seperti misalnya bekerja di hotel-
hotel, restoran dan lain-lain.

d. Kondisi Vegetasi

Kawasan Dataran Tinggi Dieng memiliki keanekaragaman flora yang selama ini
dimanfaatkan oleh masyarakat secara tradisional maupun diolah oleh industri. Beberapa yang
sudah dikenal adalah Carica dan Jamur Merang. Keanekaragama flora tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut: pohon- pohonan yang berejenis pakis haji, kayu dampul, akasia,
pohon puspa, pohon cemara, pohon pinus, dan pohon carica. Selain itu juga ada kelompok semak
belukar yaitu glagak, kiriyuh, pring ampal gading, kenatus, pakis jebul, lumbung, asem-aseman,
andan-andanan, serunen, racunan, pringondani. Ada juga tumbuhan tanah yaitu kumis kucing,
rendeng, gandapura, pancal kadang, adon arum,, jupang putih, campean, jupang sindep, sendakan,
kentang, jamur merang. Dari jenis tumbuhan air yaitu endong, endong wlingi, ganggang, lumut,
lempuyangan, karisan, dan kehingan. Sayuran dan obat-obatan jenisnya yaitu purwoceng, jarak,
gandum, jagung, kayu putih, gondopuro, pernacery, tengsek dan cemeti. Dan terahir adalah jenis
buah-buahan yaitu apel, persik, pruimen, anggur, peer noten, jambu brasil, arbeyen, terong
belanda, pepaya, belimbing, dan jeruk. (Sumber: Dinas Pariwista Wonosobo).

e. Kondisi Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk di kawasan Dieng selama lima tahun terakhir cenderung mengalami
pertambahan dari tahun ke tahun. Berikut dapat dicermati data rinci mengenai pola pertambahan
penduduk kawasan Dieng.

Tabel 2.3

Jumlah Penduduk Kawasan Dieng

Jumlah Penduduk
No Desa
2000 2001 2002 2003 2004
1 Dieng Kulon 3.037 3.070 3.104 3.130 3.159
2 Karangtengah 4.536 4.546 4.579 4.595 4.608
3 Dieng Wetan 1.836 1.859 1.887 1.910 1.945
4 Jojogan 1.212 1.232 1.255 1.268 1.274
Jumlah penduduk kawasan Dieng 10.621 10.707 10.825 10.903 10.986

% pertambahan penduduk 0,81 1,10 0,72 0,76

rata-rata % pertambahan penduduk 0,85


Sumber : Kecamatan Kejajar, 2000-2004 Kecamatan Batur, 2000-2004

Pertambahan penduduk relatif sedikit sehingga kebutuhan dan fasilitas pelayanan masih
terpenuhi dengan fasilitas yang ada. Dengan penggunaan lahan, dengan kemiringan lahan,
sebaiknya tidak ada penambahan bangunan kawasan Dieng meski kemiringan lahan di beberapa
segmen relatif datar (dapat dibudidayakan atau dikembangkan menjadi kawasan permukiman).
Fungsi kawasan Dieng sebagai daerah resapan. Sehingga seminimal mungkin didirikan bangunan
di atas kawasan Dieng, terutama bangunan-bangunan yang langsung terletak di atas tanah.

C. Tinjauan sosial masyarakat terhadap kepariwisataan dan pelestarian alam

Masyarakat Dieng yang mempunyai karakteristik agraris terbentuk oleh aktivitas pertanian
yang dilakukan. Hubungan antar masyarakatnya mempunyai ikatan yang cukup kuat dalam
hubungan spiritualitas mereka (terutama agama Islam) namun keterbatasan pandangan dan
kesadaran terhadap lingkungan, kemiskinan, dan kebutuhan yang meningkat mengakibatkan
kondisi masyarakat yang tidak mampu dalam menjaga lingkungannya.

Kepariwisataan yang berkembang di kawasan Dieng memberikan perubahan terhadap


pandangan dan kebutuhan hidup masyarakat Dieng, meskipun masih dalam taraf yang rendah. Hal
ini perlu disadari sejak awal bahwa keterbukaan masyarakat Dieng terhadap wisatawan dan pemiat
wisata sangat terbatas tergantung tingkat pendidikan, spiritualitas, pola hidup dan sebagainya.
Apabila hal ini tidak disadari maka gesekan akan mengakibatkan dua hal :

 Masyarakat semakin termarjinalkan dan tidak dapat turut berperan dalam pengembangan
kepariwisataan secara menyeluruh.
 Timbulnya penolakan dan penentangan terhadap berkembangnya kepariwisataan di
kawasan Dieng yang selanjutnya akan berdampak pada pengembangan kepariwisataan di
Dieng itu sendiri.

Bertitik tolak dari keadaan tersebut perlu dicermati dan diperhatikan bagaimana masyarakat
dapat berperan aktif secara mentalitas tanpa menimbulkan dampak yang merugikan. Mentalitas
masyarakat perlu dikembangkan menjadi bagian integral dari kepariwisataan, sehingga
kepariwisataan menjadi kebutuhan primer selain pertanian (Wawancara dengan Bapak Oni
Wiyono, 5 Februari 2009).

D. Tinjauan spiritualitas masyarakat terhadap eksistensi candi dan


kepariwisataan

Perkembangan kawasan Dieng menjadi salah satu tujuan wisata di Provinsi Jawa Tengah,
secara langsung akan mengakibatkan pergesekan budaya antara masyarakat setempat dengan para
wisatawan khususnya bagi wisatawan mancanegara. Pergesekan antar budaya dalam dan budaya
luar perlu dikelola secara baik agar mentalitas masyarakat setempat dapat siap menerima
perubahan-perubahan tersebut tanpa menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan kepariwisataan
itu sendiri.

Bagi wisatawan diharapkan untuk tetap menjaga nilai-nilai yang dapat diterima bagi
masyarakat setempat, sedangkan pihak pemerintah turut membina masyarakat agar dapat
beradaptasi perubahan yang terjadi. Kerjasama antara pemerintah, investor dan tokoh masyarakat
diperlukan untuk dapat saling mempersiapkan diri apabila kawasan Dieng menjadi kawasan
wisata.

Menurut sejarah masyarakat Dieng adalah masyarakat yang beragama Hindu. Hal ini
dilihat dari adanya candi sebagai tempat pemujaan. Selanjutnya, terjadi perubahan pada agama
masyarakat Dieng. Sebagian besar, masyarakat Dieng penganut agama Islam. Dengandemikian,
tidak ada hubungan spiritualitas antara agama yang dipeluk oleh masyarakat Dieng dengan
keberadaan Candi.

Keberadaan Candi di kawasan Dieng berada di bawah koordinasi Badan Pelestarian


Peninggalan Purbakala (BP3), dimana kawasan candi berada dibawah peraturan pemerintah
tentang pelestarian cagar budaya. Obyek wisata candi telah berubah dari tempat pemujaan menjadi
tempat wisata. Hal ini berbeda dengan kondisi dari Candi Borobudur, dimana pada hari Waisak
masih digunakan bersama bagi pemeluk agama Budha. Candi di kawasan Dieng tidak lagi sebagai
tempat pemujaan melainkan hanya sebagai tempat untuk sembahyang bagi masyarakat Hindu,
khususnya masyarakat Bali.

Tidak adanya kaitan spiritual antara masyarakat dengan candi yang berada di kawasan
tersebut maka dapat menimbulkan kendala bagi pemeliharaan situs tersebut, oleh karena itu perlu
dikembangkan pemeliharaan dan pelestarian candi bagi masyarakat di kawasan tersebut sebagai
kawasan bersejarah dan kawasan wisata.

E. Tinjauan budaya dan kesenian masyarakat terhadap kegiatan kepariwisataan.

Potensi yang dimiliki oleh masyarakat setempat dalam menjaga dan ikut mengembangkan
budaya masyarakat dapat menjadi kekuatan dalam meningkatkan peran budaya dan kesenian
masyarakat bagi penunjang keberadaan kepariwisataan. Kepariwisataan tidak akan berhasil
apabila tidak didukung oleh masyarakat setempat sebagai subyek pembangunan. Masyarakat perlu
dikembangkan untuk dapat menjual berbagai potensi daerahnya, seperti kesenian, produk
kerajinan, produk sumber daya alam, produk perkebunan dan lain sebagainya. Untuk
kepariwisataan harus dapat memberikan kontribusi kepada peningkatan pendapatan masyarakat.
Dengan demikian, secara langsung masyarakat akan tetap memelihara budayanya (Wawancara
dengan Bapak Oni Wiyono, 5 Februari 2009).

Masyarakat telah dapat mengembangkan alat musik tabuhan untuk mendukung berbagai
musik tradisional. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan adalah kegiatan mengamen dengan
cara tidak mendatangi pengunjung, melainkan dengan membuka tempat untuk bermain musik.
Pengunjung yang melewati dapat memberikan uang. Tempat ngamen biasanya berada di jalur
pedestrian di dalam obyek wisata. Aktivitas ini dapat dianggap sebagai aktivitas yang mempunyai
potensi untuk menarik pengunjung. Potensi ini harus dibina agar mampu meningkatkan
ketrampilan bermain alat musik dan bernyanyi, sehingga masyarakat dapat memberikan sedikit
uangnya tanpa terpaksa, tapi karena merasa terhibur.

Sebagai unsur pendukung wisata tari dan musik merupakan aktivitas yang dapat
diunggulkan. Untuk itu, perlunya penggarapan baik tari maupun musik secara modern, seperti :
Musik kenthongan, klothekan dan Rebana maupun tarian dapat dikembangkan menjadi acara-
acara festival dan lomba di kawasan itu untuk menarik pengunjung. Selain itu juga adanya
beberapa mitos/cerita rakyat yang dapat diangkat untuk mendukung pengembangan Kawasan
Dataran Tinggi Dieng sebagai obyek wisata, seperti:

 Mitos anak bajang, dikaitkan dengan buto ijo


 Legenda Gangsiran Aswatama dikaitkan dengan upaya Aswatama
membunuh Raden Parikesi
 Legenda Bimo Lukar, dikaitkan dengan Bimo yang buang air kecil dan menghasilkan mata
air Serayu
 Legenda Kawah Chandra Dimuka, dikaitkan dengan Wisanggeni dan tempat penyiksaan
bagi pembangkang para dewa
 Legenda Sumur Jalatunda, dikaitkan dengan Antaboga
 Mitos awal mula penduduk Dieng dikaitkan dengan migrasi masyarakat tempo dulu
 Mitos khasiat tumbuhan tertentu, seperti Purwoceng
 Mitos Ondha Budha (tangga lama) sebagai salah satu jalan kuno yang digunakan
masyarakat dulu menuju Kawasan Candi Dieng
 Mitos Burung Belibis

(Sumber: Dinas Pariwista Wonosobo)

F. Kondisi Fisik Tata Ruang Kawasan Dieng

Berdasarkan data statistik yang ada, jenis penggunaan lahan di ke-empat desa dalam
wilayah perencanaan relatif sama, dengan intesitas yang berbeda. Secara keseluruhan luas tegalan
relatif dominan yaitu seluas 619.215 Ha. Area tegalan terluas ada di Desa Karangtengah seluas
341.06 Ha, sedangkan luasan terkecil adalah rawa/telaga.

Kawasan Dieng berada pada ketinggian 2.093 M dpl. Dan merupakan kawasan penyangga.
Fungsi sebagai kawasan penyangga tersebut adalah bahwa kawasan yang berada pada ketinggian
2000 diatas permukaan laut atau lebih adalah merupakan kawasan lindung, tanpa dilakukan
skoring. Namun sejauh mata memandang, wilayah perencanaan didominasi oleh area pertanian
kentang yang berlangsung melalui proses penjarahan dan perambahan hutan.

Berdasarkan kemiringan lahan, kemiringan lahan di kawasan Dieng cukup tajam yaitu
sampai dengan 60 derajat, namun pada daerah tertentu wilayah perencanaan memiliki kemiringan
yang bervariasi. Sekitar SPBU di desa Karangtengah memiliki kemiringan lahan sekitar 6%.
Kelompok candi Arjuna dan sekitarnya merupakan kawasan yang relatif datar dengan kemiringan
lahan 0,3% - 8,3%. Telaga Merdada dikelilingi bukit dengan kemiringan rerata sekitar 40%.

Fungsi kawasan Dieng sebagai kawasan penyangga menunjukan bahwa kawasan ini
merupakan daerah resapan. Keberadaan bangunan dan pola pertanian kentang yang tidak ramah
lingkungan memperlemah peran dan fungsi kawasan Dieng sebagai kawasan penyangga dan
daerah resapan.

G. Makanan dan Oleh-oleh Khas Wonosobo

1. Mie ongkok dan Sate Sapi

Mi Ongklok (bakmi ongklok) adalah makanan khas Kabupaten Wonosobo berupa mi rebus yang
dibuat dengan racikan khusus menggunakan kol, daun kucai, dan kuah yang disebut loh. Paling
pas disajikan hangat bersama sate sapi dan tempe kemul. Beberapa pedagang mi ongklok yang
terkenal adalah mi ongklok Longkrang, mi ongklok Pak Muhamad (depan Rumah Makan Wana
Boga).

2. Carica

Pepaya gunung atau karika (sering ditulis carica, Vasconcellea cundinamarcensis, syn.
Carica pubescens) adalah kerabat pepaya yang menyukai keadaan dataran tinggi basah, 1.500-
3.000 m di atas permukaan laut. Daerah asalnya adalah dataran tinggi Andes, Amerika Selatan.

Tumbuhan mirip pohon walaupun sesungguhnya adalah terna raksasa, karena batangnya
tidak membentuk jaringan kayu (lignin). Tinggi dapat mencapai 10m dengan sedikit cabang.
Buahnya berbentuk peluru dengan panjang 6- 15cm dan lebar diameter 3-8cm, dengan lima sudut
memanjang dari pangkal ke ujung; sewaktu muda berwarna hijau dan menjadi kuning atau jingga
di saat masak. Buahnya (mesokarp) dapat dimakan segar walau agak sepat, namun biasanya
diawetkan dalam cairan sirup atau dimasak sebagai sayuran. Seperti pepaya, buahnya mengandung
banyak papain, enzim yang mampu mendegradasi protein ("proteolitik").

Pepaya gunung diintroduksi ke Indonesia pada masa menjelang Perang Dunia II oleh
pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan berhasil dikembangkan di Dataran Tinggi Dieng.
Sekarang "carica" menjadi salah satu buah tangan khas dari daerah itu.

Jenis ini dipakai sebagai tetua bagi jenis buah hibrida "Babaco", sejenis pepaya yang populer di
Amerika Selatan.

3. Purwaceng

Purwaceng (Pimpinella Pruatjan) tumbuhan herbal dari genus Apiaceae. Terkenal karena khasiatya
yang dapat meningkatkan stamina bagi si peminum. Biasanya diolah dalam bentuk bubuk
purwaceng, kopi purwaceng dan susu purwaceng.

4. Tempe Kemul

Tempe Kemul adalah makanan ringan yang terbuat dari tempe yang digoreng dengan dibalut
gandum. Kemul dalam bahasa Jawa berarti selimut. Makanan ini umumnya disuguhkan dalam
keadaan panas. Di beberapa daerah, tempe
kemul dikenal dengan istilah tempe mendoan, hanya saja kalau mendoan umumnya dimasak dalam
keadaan setengah matang.

Di Wonosobo, tempe kemul banyak dijual di kaki lima, seperti misalnya bakso atau mi ongklok
tetapi terkadang juga dijual tersendiri. Makanan ini sangat digemari masyarakat Wonosobo
termasuk juga turis, baik mancanegara atau domestik.

5. Opak

Opak dibuat dari singkong rebus yang ditumbuk, diberi garam dan daun kucai, dibentuk tipis-tipis,
dijemur lalu digoreng. Namun tidak semua opak diberi daun kucai. Opak adalah kerupuk khas
Wonosobo. Pusat produksinya ada di desa Jolontoro kecamatan Sapuran. Di pasaran dijual matang
maupun mentah. Jika anda menggoreng sendiri, jangan sampai gosong. Sebab dengan minyak
yang cukup panas, opak mentah kering akan matang hanya dalam waktu kira-kira 7 detik. Sekali
goreng, kira kira satu genggam. Opak cocok untuk hidangan di rumah, lebih enak sambil minum
teh.

Ada yang menjual per kilogram, ini opak yang diurai. Ada juga opak yang dirangkai dengan tali
bambu. Harganya pun berbeda-beda. Yang bagus ada yang Rp. 7.000,- per/kg. Satu kilogram opak
mentah jika digoreng semua, bisa mengembang menjadi dua atau tiga toples besar.

Mungkin anda belum kenal kucai. Kucai adalah tanaman sayur hijau, mirip daun loncang namun
kecil seperti rumput. Aromanya khas, apalagi setelah matang. Di Wonosobo sering dijumpai di
pasar tradisional maupun di supermarket. Di supermarket kota-kota besar juga banyak yang jual.

Opak dapat anda beli di pertokoan yang menyediakan makanan oleh-oleh. Paling banyak di
kecamatan Kertek, di pinggir jalan raya utama Semarang- Puwokerto. Namun jika anda sempat,
di supermarket atau di pasar tradisional banyak dijual

6. Kripik Jamur

Sesuai dengan namanya, keripik jamur adalah jamur yang dibuat menjadi keripik. Di Wonosobo,
sejak dulu budidaya jamur sudah tidak asing lagi. Selain sebagai bahan makanan basah, kini
masyarakat Wonosobo sudah lebih inovatif dengan mengolah jamur menjadi keripik

H. Fasilitas Penunjang Wisata Kabupaten Wonosobo


1. Hotel

Sebagai daerah tujuan wisata, Wonosobo memiliki banyak hotel. Ada banyak pilihan, mulai dari
hotel berbintang sampai hotel melati. Sebagian besar hotel-hotel ini terletak di dalam kota
Wonosobo. Dengan demikian ketika menginap di hotel ini, anda dapat menikmati suasana kota
Wonosobo sambil jalan-jalan. Berikut ini daftar hotel yang ada di Wonosobo. Untuk booking atau
informasi lebih lanjut, dapat hubungi hotel yang kita inginkan.
Nama Hotel Type/Star Alamat Phone (0286) Kamar Bed
1 Kresna Bintang IV Jl. Pasukan Ronggolawe No. 30 324111 115 193
2 Surya Asia Bintang II Jl. A. Yani No.137 322992 58 98
3 Bhima Bintang I Jl. a. Yani 321233 49 98
4 Sri Kencana Bintang I Jl. A. Yani No. 81 321551 40 80
5 Parama Bintang I Jl. A. Yani No. 112 321788 35 70
6 Arjuna Bintang I Jl. Sindoro 321389 20 40
7 Dewi Bintang III Jl. A. Yani 321813 55 300
8 Kledung Pass Melati III c mJlmitagteolaungseKrm 17
.M - - -
9 Nirwana Melati III Jl. Resimen 18 No. 36 321066 25 46
10 Duta Melati II Jl. R S U No. 3 321674 14 21
11 Petra Melati II Jl. A. Yani No.97 321447 20 36
12 Dieng Melati I JL. Bayangkara No. 39 322035 7 14
13 Asri Melati I Jl. Resimen 18 322476 3 6
14 Familiy Melati I Jl. Sumbing No. 16 321396 12 27
15 Pendawa Lima Melati I Jl. Resimen 18 No. 46 321257 18 44
16 Sindoro Melati I Jl. Sumbing No. 14 321179 20 44
17 Widuri Melati I Jl. Resimen 18 No. 44 - 10 16
18 Surya Melati I Jl. A. Yani No.6 - 6 12
19 Surabaya Melati I Jl. Raya Dieng 321181 23 45
20 Jawa Tengah Melati I Jl. A. Yani No. 62 - 5 11
21 Asri Dieng Melati I Jl. Telaga Warna, Dieng - 16 25
22 Rahayu Melati I Jl. Resimen 18 No. 50 322431 12 17
23 Bu Djono Melati I Dieng - 6 11
24 Lestari Melati I Dieng - 5 5
25 Mandala Wangi Melati II Jl. Bambang Sugeng Km 4 Mendolo 321813 27 44
26 Dieng Plateau Melati II Jl. Raya Dieng No. 16 - 10 12
27 Slamet Melati I Jl. M. Bambang Sugeng - 12 15

==================================================================
Analisis SWOT Kawasan Wisata Dieng

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength)
dan peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness)
dan ancaman (Threat). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan suatu lembaga. Dengan demikian harus
menganalisis faktor-faktor strategis (kekuatan, Kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi
yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis
situasi adalah analisis SWOT:

1. Kekuatan (Strength):

a. Atraksi

 Kawasan mempunyai sumber daya alam dan kebudayaan yang cukup lengkap dan
spesifik/khas yang tidak dimiliki oleh kawasan lainnya.
 Beberapa obyek wisata masih sangat alami (seperti belum pernah terambah tangan
manusia).
 Telah diadakan acara/festival tahunan tentang kebudayaan dan prosesi kebudayaan di
kawasan Dieng.

b. Aksesibilitas

 Jalan menuju obyek wisata poros dari Wonosobo sudah cukup memadai (beraspal halus)
 Jalan antar beberapa obyek wisata poros sudah cukup memadai (beraspal halus)

c. Amenitas

 Sudah tersedia beberapa kios cinderamata di obyek wisata poros yaitu di Kelompok Candi
Arjuna, Telaga Warna dan Kawah Sikidang.
 Tersedia tempat parkir khusus untuk kendaraan wisatawan di Kelompok Candi Arjuna,
Telaga Warna dan Kawah Sikidang.

d. Aktivitas
 Dieng merupakan tempat yang sangat tepat untuk refreshing dengan udara yang sejuk dan
pemandangan yang memukau

2. Kelemahan (Weakness):

a. Atraksi

 Masih banyak ditemukan sampah-sampah yang mengotori Obyek Wisata.


 Adanya pupuk kandang (lemi) di sepanjang jalan menuju kawasan Dieng maupun di jalan-
jalan antar obyek wisata dalam kawasan.
 Pemeliharaan pada kelestarian dan fasilitas-fasilitas yang ada di DTW sangat kurang

b. Aksesibilitas

 Terminal masih terlalu kecil, perlu diperluas.


 Jalan utama menuju kawasan Dieng relatif sempit sehingga bis pariwisata besar belum
dapat masuk ke kawasan wisata Dieng.
 Jalan antar beberapa obyek wisata jeruji dalam kawasan Dieng masih belum memadai
(kalaupun ada akses jalan, kondisinya cenderung sudah rusak ataupun terlalu sempit).
 Belum ada rambu-rambu/penunjuk jalan yang memadai sehingga wisatawan mudah
mencapai obyek wisata.

c. Amenitas

 Masalah keamanan tempat parkir juga perlu dipikirkan (masih adanya pungli parkir dari
masyarakat sekitar).
 Perlu adanya petugas kebersihan Obyek wisata untuk menjaga kebersihan fasilitas
penunjang seperti WC, Kamar Mandi, Musholla, dan pengelolaan sampah wisatawan yang
dibuang sembarangan di ODTW.
 Belum adanya Hotel berbintang di Kawasan Wisata Dieng, yang tersedia baru kelas melati,
hostel dan homestay.
 Belum adanya fasilitas perbankan khususnya ATM dan Money Changer di kawasan wisata
Dieng.

d. Aktivitas
 Waktu kunjungan wisatawan ke kawasan Dieng relatif singkat disebabkan karena belum
adanya fasilitas-fasilitas penunjang.
 Minimnya penjual souvenir dan penawaran produk yang tersedia menyebabkan aktivitas
belanja wisatawan menjadi kurang menarik.
 Belum ada tempat di Kawasan poros Dieng yang bisa mengakomodasi aktivitas seluruh
keluarga (Belanja, bersantai untuk orang tua dan taman bermain untuk anak)

3. Peluang (Opportunities):

a. Atraksi

 Obyek wisata sebagian besar masih sangat alami yang masih dapat digali dan
dikembangkan lebih lanjut:
 Telaga Swiwi
 Telaga Cebong
 Telaga Dringo
 Gardu Pandang di puncak Sikunir
 Kawasan Sibira
 Masyarakat Dieng mempunyai aktivitas kesenian yang dapat dijual kepada pelaksana
Wisata.
 Mempunyai fenomena “rambut gembel” yang tidak dipunyai oleh kawasan wisata lainnya.
 Pengembangan Wisata Ziarah : seperti makam Kyai Selomanik dan kali lembu.

b. Aksesibilitas

 Perluasan aksesibilitas dari lima arah dapat meningkatkan kesempatan masuknya pegiat
wisata dan wisatawan.
 Perluasan ruas jalan-jalan utama menuju Kawasan Dieng akan menyebabkan bis-bis
pariwisata dapat masuk sampai ke kawasan wisata Dieng.

c. Amenitas
 Peningkatan jumlah wisatawan ke Kawasan wisata Dieng akan akan menyebabkan para
investor tertarik untuk menanamkan modalnya pada fasilitas-fasilitas penunjang seperti
perbankan (ATM, money changer, dll), wartel, warnet, restaurant/cafe, hotel.

d. Aktivitas

 Pembuatan taman bermain anak di sekitar kawasan poros sehingga anak- anak juga
memiliki suatu aktivitas yang menyenangkan di kawasan Dieng.
 Wisata air di telaga merdada, menjer, balekambang.
 Penataan kembali kios-kios menjadi sentra-sentra sehingga berbelanja souvenir/makanan
khas menjadi suatu aktivitas yang menarik bagi wisatawan.

4. Tantangan/Ancaman (Threat):

a. Atraksi

 Kesadaran masyarakat masih rendah terhadap kepentingan pelestarian lingkungan alam


dan situs purbakala.
 Produk kerajinan khas daerah yang dapat dijadikan souvenir belum ada.
 Kesadaran masyarakat akan pentingnya sektor pariwisata masih rendah.
 Kelompok Kesenian daerah khas Dieng tidak berkembang.
 Informasi mengenai kekayaan atraksi kesenian khas Dieng serta kapan biasanya atraksi ini
ditampilkan sangat kurang.
 Pelibatan masyarakat terhadap pengembangan obyek wisata dirasa masih kurang.
 Peningkatan aktivitas pertanian oleh penduduk Dieng di sekitar ODTW dengan
menggunakan tanah situs purbakala yang bisa mengakibatkan kerusakan situs.
 Pemanfaatan lahan-lahan hutan untuk kepentingan pertanian masyarakat sampai saat ini
sudah mengurangi keasrian kawasan wisata Dieng.

b. Aksesibilitas

 Perluasan jalan di Kawasan Dieng merupakan tantangan tersendiri mengingat kondisi


geografis yang terdiri dari pegunungan dengan lahan- lahan yang curam bahkan jurang
yang dalam.
 Adanya biaya tambahan transpor untuk wisatawan karena harus mengganti alat transportasi
ketika mau naik ke kawasan Dieng (Dari bis besar ke Mikromini)

c. Amenitas

 Kios Souvenir hanya sebagai kerja sambilan masyarakat, sehingga tidak setiap waktu
dibuka.
 Belum ada polisi pariwisata
 Kurangnya kesadaran masyarakat untuk dapat mengembangkan jenis makanan khas
kawasan Dieng yang lebih variatif.
 Kurangnya rumah makan yang memadai di Kawasan wisata Dieng (hanya ada warung
makan) untuk bisa mendapatkan restaurant maka harus menempuh jarak yang cukup jauh
ke Kledung Pass, Wonosobo maupun ke Banjarnegara.

d. Aktivitas

 Minimnya aktivitas yang bisa dilakukan wisatawan di Kawasan wisata Dieng


menyebabkan lama tinggal wisatawan di ODTW cenderung singkat sehingga uang yang
mereka keluarkan juga tidak banyak.

Anda mungkin juga menyukai