PENDAHULUAN
sekitar 750 meter x 2,250 meter dan masih selalu mengeluarkan asap dan semburan
api. Gunung setinggi 3,332 meter ini, memunyai kawasan hutan dipterokarp bukit,
hutan dipterokarp atas, hutan montane, dan hutan ericaceous atau hutan gunung.
Raung, pernah menunjukkan keperkasaannya saat meletus pada tahun 1586 silam
yang menghilangkan nyawa ribuan warga setempat.Raung juga pernah lima kali
meletus secara beruntun sejak tahun 1586 hingga 1817.
Efek yang ditimbulkan saat gunung Raung meletus juga dirasakan sampai salah
satu desa di Jember bagian utara yaitu Rowosari. Desa Rowosari termasuk dalam
kecamatan Sumberjambe, dimana Kecamatan Sumberjambe adalah salah satu
Kecamatan di Kabupaten Jember yang secara geografis merupakan dataran tinggi
dengan ketinggian wilayah 446 mdpl sampai dengan 625 mdpl dan terletak 35 km
sebelah utara kota Jember terletak pada 08,06595 Lintang Selatan (LS) dan
113,89885 Bujur Timur (BT). Wilayah Kecamatan Sumberjambe berbatasan dengan
Kecamatan Pujer Kabupaten Bondowoso di bagian utara, Gunung Raung Kabupaten
Banyuwangi di bagian timur, Kecamatan Ledokombo di bagian selatan dan
Kecamatan Sukowono di sebelah barat. Luas wilayahnya meliputi 13.823,98 Ha yang
terdiri dari perkampungan 827,92 Ha ( 5,989 % ), sawah 2.009,5 Ha ( 14,536% ),
tegal 3.653,91 ( 26,43% ), perkebunan 1.032,67 Ha ( 7,470%) dan hutan 6.067,98 Ha
(43,894%).
gunung raung. Desa Rowosari memiliki penduduk yang sebagian besar bermata
pencaharian sebagai petani, seperti halnya seperti daerah desa lain, hasil dari
pertanian tersebut kebanyakan adalah padi. Di desa Rowosari sendiri terdapat
beberapa dusun salah satunya yaitu dusun Lumbung. Dusun lumbung memiliki luas
wilayah 181.096,35 Ha dengan jumlah RW sebanyak 3 RW dan terdapat 7 RT. Dari
hasi sensus penduduk pada tahun 2012 dusun Lumbung memiliki jumlah penduduk
sebanyak pria sebanyak 671 orang dan wanita sebanyak 639 orang.
Dari data di atas diketahui bahwa dusun Lumbung berada di lereng gunung
Raung sehingga sangat berpotensi terkena dampak aliran lahar gunung Raung ketika
gunung tersebut meletus. Dengan jumlah penduduk yang dapat dikatakan banyak,
keadaan tersebut dapat mengakibatkan banyak bermunculannnya korban jiwa. Selain
itu, mengingat warga dusun Lumbung yang mayoritas mata pencahariannya adalah
dengan bertani, maka keadaan seperti itu akan menimbulkan banyak kerugian bagi
penduduk dusun Lumbung sendiri.
Berdasarkan data di atas maka mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember ingin memberikas suatu pelatihan kepada masyarakan Dusun
Lumbung Desa Rowosari Kecamatan Sumberjambe mengenai ketanggapan terhadap
bencana gunung meletus. Pelatihan ini dengan menggunakan pelatihan peta konjugasi
untuk jalur evakuasi pada bencana gunung meletus.
TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat
didefenisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (bantuan dalam wujud cair
atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km dibawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang
dikeluarkan pada saat meletus. Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi
gunung api yang paling dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang
busur Cincin Api Pasifik (Pasifik Ring of Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan
garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik (Wikipedia A, 2010)
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya.
Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum
akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat
dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, untuk
menentukan keadaan sebenarnya dari pada suatu gunung api itu, apakah gunung
berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati (Wikipedia B, 2010)
Gunung berapi meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma
di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma
adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat
tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1000 0C. Cairan magma yang keluar dari dalam
bumi disebut lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1200 0C. Letusan
gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius
18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.
Tidak semua gunung merapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus
disebut gunung berapi aktif (Wikipedia C, 2010)
Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah ubah sehingga dapat
menghasilkan susunan yang berlapis lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga
membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang kadang bentuknya tidak
beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi
merupakan jenis ini.
b.Gunung berapi perisai (Shieldvolcano)
Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga
tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan
berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh
bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai.
c. Cinder Cone
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di
sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di
puncaknya. Jarang yang tingginya diatas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
d. Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar
ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis
ini.
2.1 Klasifikasi Gunung Berapi di Indonesia
a. Gunung Berapi Tipe A
Gunung berapi yang pernah mengalami erupsi magmatik sekurang kurangnya satu
kali sesudah tahun 1600.
b. Gunung Berapi Tipe B
Gunung berapi yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmetik,
namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan solfatara.
c. Gunung Berapi Tipe C
Gunung berapi yang erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun masih
terdapat tanda tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola
pada tingkat lemah.
Makna
Tindakan
Awas
yang
terancam
direkomendasikan
atau
untuk dikosongkan
ada
keadaan
kritis
menimbulkan
bencana
secara harian
3. Piket Penuh
2. Letusan pembukaan
dimulai dengan abu
dan asap
3. Letusan
bahaya
berpeluang
24 jam
Siaga
ke
terancam
arah 2. Penyiapan
letusan
atau
sarana
darurat
menimbulkan
3. Koordinasi harian
bencana
4. Piket penuh
2. Peningkatan intensif
kegiatan seismic
3. Semua
data
menunjukkan bahwa
aktifitas dapat segera
berlanjut ke letusan
atau
menuju
pada
letusan
2. Penilaian bahaya
kenaikan 3. Pengecekan sarana
terbatas
piket
vulkanis lainnya
4. Sedikit
perubahan
aktivitas
yang
diakibatkan
oleh
aktivitas
magma,
tektonik
dan
hidrotermal
Normal
1. Tidak
aktivitas
ada
magma
dan
penyelidikan
5. Etiologi
Letusan gunung berapi merupakan salah satu fenomena yang menjadi perhatian
utama di Indonesia, disebabkan bencana alam letusan gunung berapi menimbulkan
korban jiwa dan kerugian yang amat besar. Letusan gunung berapi dapat
menimbulkan gejala vulkanik seperti erupsi gunung berapi. Erupsi gunung berapi
membawa awan panas serta material vulkanik yang amat berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Luka bakar dan memburuknya kesehatan terutama pernafasan merupakan
dampak yang secara langsung dapat dirasakan manusia akibat erupsi gunung berapi
selain kerugian dari segi materil. Erupsi gunung berapi juga mengakibatkan
kerusakan kehidupan ekosistem disekitar wilayah gunung berapi. Hutan, udara,
sungai, sawah dan perkebunan penduduk menjadi tercemar akibat debu dan material
vulkanik yang muncul dari erupsi gunung berapi (Adiputro, 2002).
Letusan gunung berapi terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang
didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma merupakan cairan pijar
yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni
diperkirakan lebih dari 1.000 oC. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut
lava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200oC. (Pollard, 2007)
6. Epidemiologi
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling
dikenali adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik
(Pacific Ring of Fire). Gunung berapi pada lokasi tersebut kebanyakan adalah gunung
berapi-gunung berapi aktif yang dapat membahayakan kehidupan umat manusia kirakira 500 juta orang tinggal di daerah yang beresiko di dekat 1.500 gunung berapi aktif
di seluruh dunia. Tanah subur dan puncak gunung berapi yang mengagumkan
menarik perhatian penduduk dan wisatawan, akibatnya jumlah orang yang terancam
resiko yang ditimbulkan gunung berapi yang berpotensi aktif terus meningkat
(Prager, 2006).
Indonesia memiliki gunung berapi-gunung berapi aktif yang lebih banyak dari
pada negara-negara lain, terdapat 129 gunung berapi aktif di Indonesia, di pulau
Sumatera terdapat 30 gunung berapi penyebaran gunung berapi di Indonesia
merentang sepanjang 700 km dari Aceh sampai ke Sulawesi Utara melalui Bukit
Barisan, Pulau Jawa, Nusa Tenggara dan Maluku. Beberapa diantara gunung berapi
tersebut adalah gunung berapi yang pernah meletus dengan dahsyat, yang tak
terlupakan dalam sejarah peradapan manusia seperti Gunung Krakatau. (Departemen
Kesehatan RI, 2007). Letusan Gunung Krakatau sekitar satu abad yang silam
menyebabkan sekitar 36 ribu orang yang berada di daerah sekitar Pulau Jawa dan
Pulau Sumatera meninggal dunia (Winardi, 2006).
Indonesia memiliki 139 gunung berapi dan tiga gunung berapi yang masuk dalam
status siaga yaitu: Gunung Soputan, Gunung Merapi, dan Gunung Sinabung. Gunung
Soputan di Sulawesi Utara meletus dan memuntahkan vulkanik setinggi 6 kilometer
pada tanggal 3 Juli 2011 lalu. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(PVMBG) mencatat awan panas yang membawa material dengan pijar vulkanik
setinggi 250 meter dari kawah. Erupsi terus terjadi dan susul menyusul ke arah utara
dan barat laut disertai kilat dan suara gemuruh.
7. Dampak
Debu vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung meletus mengandung banyak unsur
gas kimia, seperti: Hidrogen Sulfida (H2S), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen
Dioksida (NO2), gas Amoniak (NH3), dan Sulfur Dioksida (SO2). Unsur-unsur
tersebut sangat tidak bersahabat dengan tubuh manusia pada umumnya. Selain itu
debu vulkanik juga mengandung unsur gas kimia yang paling berbahaya yaitu SiO2
yang berupa mikrostruktur yang dapat membahayakan mata dan paru-paru. Sehingga
dengan adanya letusan gunung berapi tersebut dapat menimbulkan tingginya angka
kejadian penyakit ISPA. Selain itu, dampak yang sangat kentara dari letusan gunung
berapi adalah banyak bermunculannya korban jiwa baik itu akibat langsung maupun
akibat jangka panjang letusan gunung berapi tersebut.
Selain memiliki beberapa dampak negatif, letusan gunung berapi ini juga
memiliki dampak yang positif bagi masyarakat. Letusan gunung berapi dapat
membuat tanah disekitar daerah letusan menjadi gembur karena letusannya
mengandung unsur N,P,S. Hal ini nantinya juga akan bermanfaat bagi warga sekitar
untuk perbaikan status ekonomi guna menunjang kehidupannya.
8. Pencegahan
Terjadinya bencana gunung meletus memang tidak dapat dihindari karena
kehendak Tuhan. Namun dapat dilakukan tindakan untuk mengantisipasi terjadinya
gunung meletus, sehingga dapat diketahui sejak dini saat gunung akan
meletus.Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana gunung
meletus antara lain:
1. Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung dan ancaman-ancamannya
2. Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman
3. Membuat sistem peringatan dini
4. Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status
gunung api
tindakan cepat dan tepat dalam rangka mengurangi resiko terkena bencana serta
mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
Hal yang dapat dilakukan dalam menangani letusan gunung berapi adalah dengan
kegiatan penyelamatan atau evakuasi korban bencana, yakni dengan penyediaan dan
pengoperasian peralatan yang diperlukan untuk mendukung dan memberikan akses
bagi pelaksanaan kegiatan pencarian dan penyalamatan atau evakuasi korban bencana
beserta harta bendanya di lokasi dan keluar dari lokasi bencana. Selain itu kegiatan
tanggap darurat lainnya yang dapat dilakukan adalah memulihkan kondisi dan fungsi
sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana yang bersifat darurat atau sementara
namun harus mampu meencapai tingkat pelayanan minimal yang dibutuhkan dan
menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi perawatan dan penampungan
sementara para korban bencana. Mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko bencana
bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana gunung berapi.
BAB 3
INTERVENSI YANG DISARANKAN
Beberapa alamat dari literature yang kami temukan adalah sebagai berikut :
a. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=57332&val=4285&title=
Pengembangan%20Peta%20Rencana%20Kontijensi%20Bencana%20Gunung
%20Api
b. http://eprints.undip.ac.id/32379/1/Menuju_Kota_Tanggap_Bencana__Sukawi.pdf
c. http://dppm.uii.ac.id/dokumen/prosiding/1_Artikel_sarwidi.pdf.dppm.uii.ac.id
.pdf
d. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Dr.%20%20Siti%20Irene%2
0Astuti%20D,%20M.Si./JURNAL%20DIALOG%20PENANGGULANGAN
%20BENCANA%20VOL%201%20NO%201%20THN%202010.pdf
e. http://114.134.65.70/uploads/pubs/480.pdf
f. http://www.tdmrc.org/id/wp-content/uploads/2011/04/58-65_dampakpelatiahn.pdf
g. http://pustaka.pu.go.id/uploads/resensi/pedoman_penyelenggaraan_penanggul
angan_bencana.pdf.
Literature yang diperoleh merupakan hasil penelitian terkini (5 tahun terakhir) dan
beberapa penelitian juga membahas terkait penanganan letusan gunung dengan cara
penanganan lain. Sehingga dapat dibuat perbandingan tingkat keefektifan penanganan
peta rencana kontijensi bencana gunung api.
yang
melakukan
intervensi
gunung
meletus
tetap
harus
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api ini merupakan
salah satu intervensi dalam upaya mengantisipasi terjadinya kemungkinan ancaman
letusan gunung dan dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan daerah. Rencana
kontijensi dibuat untuk memastikan apakah pemerintah daerah maupun masyarakat
siap dalam menghadapi potensi terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Apabila
bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi dapat dijadikan Rencana Operasi
Tanggap Darurat (Emergency Operation Plan) setelah terlebih dahulu melalui kaji
cepat (rapid assessment). Adapun Rencana kontijensi dibuat untuk memastikan
apakah pemerintah daerah maupun masyarakat siap dalam menghadapi potensi
terjadinya suatu kondisi darurat (bencana). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penyusunan rencana kontijensi ini tidak memiliki efek samping apapun. Selain Itu
perlu juga agar diberikan pendidikan kesehatan sehingga pada saat kejadian bencana
masyarakat dapat melakukan pertolongan pertama dalam melakukan dan juga upaya
penyelamatan diri
4.2 Saran
Dalam pelaksanaan Pengembangan Peta Rencana Kontijensi Bencana Gunung Api
sebagai seorang perawat harus memperhatikan dan juga mampu melakukan
koordiansi dengan pemerintahan dan juga masyarakat. Selain itu perawat sebagai
educator
dalam promosi
kesehatan
untuk
Dafpus:
Kementerian Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana: Prasarana Sarana Ke-PU-an Kementerian Pekerjaan Umum. Dari:
http://pustaka.pu.go.id/uploads/resensi/pedoman_penyelenggaraan_penanggul
angan_bencana.pdf. [diakses pada tanggal 8 November 2014].
Sarwidi. 2013. Penanggulangan Bencana Gunung Merapi Berdasarkan Sistem
Penanggulangan Bencana Nasional (The Management of Merapi Volcano
Disaster
Based
on
System).
Dari:
http://dppm.uii.ac.id/dokumen/prosiding/1_Artikel_sarwidi.pdf.dppm.uii.ac.id
.pdf. [diakses pada tanggal 8 November 2014].
Adiputro, B.A. 2002. Arahan Mitigasi Bencana Perkotaan di Indonesia. Jakarta :
Bakornas Pbp
Pollard, J. 2007. Gunung Berapi. Bali: Yayasan IDEP
Ellen J. Prager. 2006 .Sains dan sifat gempa bumi, gunung berapi dan Tsunami.
Bandung: Pakaraya
Winardi, A. dkk. 2006. Gempa Jogja, Indonesia dan Dunia. Jakarta: PT.Gramedia
Pustaka Utama
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24459/4/Chapter%20II.pdf