Makalah pembelajaran ini dibuat untuk memenuhi nilai mata kuliah kimia
organik, Universitas Sriwijaya Tahun 2019
DISUSUN
OLEH:
NAMA NIM
RIZKY RISNO SANTOSO 03031281924036
M.FAHRI ABDAN SYAKURA 03031281924040
KELAS B
DOSEN PENGAJAR:
Ir. PAMILIA CONIWANTI, MT.
NIP. 195512151985032001
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK KIMIA
INDRALAYA
2019
BAB 7
ALKOHOL,ETER DAN SENYAWA YANG
BERHUBUNGAN
A. ALKOHOL
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebutgrain alcohol; dan kadang
untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang digunakan
sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga
dengan alkohol yang digunakan dalam dunia famasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol.
Sebenarnya alkohol dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi.
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuksenyawa organik apa pun
yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada
atom hidrogen dan/atau atomkarbon lain.
1. STRUKTUR
Gugus fungsional alkohol adalah gugus hidroksil yang terikat pada karbon hibridisasi sp3. Ada
tiga jenis utama alkohol - 'primer', 'sekunder, dan 'tersier'. Nama-nama ini merujuk pada jumlah karbon
yang terikat pada karbon C-OH. Alkohol primer paling sederhana adalah metanol. Alkohol sekunder
yang paling sederhana adalah 2-propanol, dan alkohol tersier paling sederhana adalah 2-metil-2-
propanol.
b. Nama Umum/Trivial/Perdagangan
Rumus kimia Nama IUPAC Nama umum
Alkohol monohidrik
CH3OH Metanol Alkohol kayu
C2H5OH Etanol Alkohol gandum
C3H7OH Isopropil alkohol Alkohol gosok
C5H11OH Pentanol Amil alkohol
C16H33OH 1-Heksadekanol Cetil alkohol
Alkohol polihidrik
C2H4(OH)2 1,2-etadienol Etilen glikol
C3H5(OH)3 1,2,3-propatrienol Gliserol
C4H6(OH)4 1,2,3,4-butatetraenol Eritritol
C5H7(OH)5 1,2,3,4,5-pentapentanol Xylitol
C6H8(OH)6 1,2,3,4,5,6-heksaheksanol Mannitol, Sorbitol
C7H9(OH)7 1,2,3,4,5,6,7-heptaheptanol Volemitol
Alkohol alifatik tidak tersaturasi
C3H5OH Prop-2-ene-1-ol Alil alkohol
C10H17OH 3,7-Dimethylocta-2,6-dien-1-ol Geraniol
C3H3OH Prop-2-in-1-ol Propargil alkohol
Alkohol alisiklik
C6H6(OH)6 Cyclohexane-1,2,3,4,5,6-geksol Inositol
C10H19OH 2 - (2-propyl)-5-methyl-cyclohexane-1-ol Mentol
4. KEASAMAN
Alkohol adalah asam lemah, karena perbedaan keelektronegatifanantara Oksigen dan Hidrogen
pada gugus hidroksil, yang memampukan Hidrogen lepas dengan mudah. Bila di dekat Karbon
Hidroksi terdapatgugus penarik elektron seperti fenil atau halogen, maka keasaman meningkat.
Sebaliknya, semakin banyak gugus pendorong elektron seperti rantai alkana, keasaman menurun.
5. SIFAT-SIFAT ALKOHOL
A. Sifat Fisik
a. Tiga suku pertama alkohol (metanol, etanol, dan propanol) mudah larut dalam air dengan semua
perbandingan. Alkohol merupakan cairan tidak berwarna (jernih) dan berbau khas.
b. Titik cair dan titik didihnya meningkat sesuai dengan bertambahnya Mr alkanol.
B. Sifat Kimia
a. Ikatan Hidrogen
Antarmolekul hidrogen terdapat ikatan hidrogen.
b. Kepolaran
Alkohol bersifat polar karena memiliki gugus OH. Kepolaran alkohol akan makin kecil jika suhunya
makin tinggi.
c. Reaksi Dengan Logam
Alkohol kering dapat bereaksi dengan logam K dan Na.
d. Oksidasi
Alkohol primer dan sekunder dapat dioksidasi dengan menggunakan oksidator, tetapi alkohol tersier
tidak.
B. ETER
Eter adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus R—O—R', dengan R dapat
berupa alkil maupun aril. Contoh senyawa eter yang paling umum adalah pelarut dan anestetik dietil
eter (etoksietana, CH3-CH2-O-CH2-CH3). Eter sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan
biokimia, karena gugus ini merupakan gugus penghubung pada senyawakarbohidrat dan lignin.
1. Struktur dan ikatan
Eter memiliki ikatan C-O-C yang bersudut ikat sekitar 110° dan jarak C-O sekitar 140 pm.
Sawar rotasi ikatan C-O sangatlah rendah. Menurut teori ikatan valensi, hibridisasi oksigen pada
senyawa eter adalah sp3.
Oksigen lebih elektronegatif daripada karbon, sehingga hidrogen yang berada pada posisi alfa
relatif terhadap eter bersifat lebih asam daripada hidrogen senyawa hidrokarbon. Walau demikian,
hidrogen ini kurang asam dibandingkan dengan alfa hidrogen keton.
Struktur Serupa
Eter tidak boleh disamakan dengan gugus-gugus sejenis berikut yang mempunyai stuktur serupa
- R-O-R.
Senyawa aromatik seperti furan di mana oksigen adalah sebahagian daripada sistem aromatik.
Senyawa dengan atom-atom karbon yang bersebelahan dengan oksigen terikat dengan
oksigen, nitrogen, atau sulfur:
o Ester R-C(=O)-O-R
o Asetal R-CH(-O-R)-O-R
o Aminal R-CH(-NH-R)-O-R
o Anhidrida R-C(=O)-O-C(=O)-R
o
2. Sifat-sifat fisika
Molekul-molekul eter tidak dapat berikatan hidrogen dengan sesamanya, sehingga mengakibatkan
senyawa eter memiliki titik didih yang relatif rendah dibandingkan dengan alkohol.
Eter bersifat sedikit polar karena sudut ikat C-O-C eter adalah 110 derajat, sehingga dipol C-O tidak
dapat meniadakan satu sama lainnya. Eter lebih polar daripada alkena, namun tidak sepolar alkohol,
ester, ataupun amida. walau demikian, keberadaan dua pasangan elektron menyendiri pada atom
oksigen eter, memungkinkan eter berikatan hidrogen dengan molekul air.Eter dapat dipisahkan secara
sempurna melalui destilasi.
Eter siklik seperti tetrahidrofuran dan 1,4-dioksana sangat larut dalam air karena atom oksigennya
lebih terpapar ikatan hidrogen dibandingkan dengan eter-eter alifatik lainnya.
3. Reaksi
Eter secara umumnya memiliki reaktivitas kimia yang rendah, walaupun ia lebih reaktif
daripada alkana. Beberapa contoh reaksi penting eter adalah sebagai berikut.
a. Pembelahan eter
Walaupun eter tahan terhadap hidrolisis, ia dapat dibelah oleh asam-asam mineral seperi asam
bromat dan asam iodat. Asam klorida hanya membelah eter dengan sangat lambat. Metil eter umumnya
akan menghasilkan metil halida:
ROCH3 + HBr → CH3Br + ROH
Reaksi ini berjalan via zat antara onium, yaitu [RO(H)CH3]+Br-.
Beberapa jenis eter dapat terbelah dengan cepat menggunakan boron tribomida (dalam
beberapa kasus aluminium klorida juga dapat digunakan) dan menghasilkan alkil bromida. Berganting
pada substituennya, beberapa eter dapat dibelah menggunakan berbagai jenis reagen seperti basa kuat.
b. Pembentukan peroksida
Eter primer dan sekunder dengan gugus CH di sebelah oksigen eter, dapat
membentuk peroksida, misalnya dietil eter peroksida. Reaksi ini memerlukan oksigen (ataupun
udaara), dan dipercepat oleh cahaya, katalis logam, dan aldehida. Peroksida yang dihasilkan
dapat meledak. Oleh karena ini, diisopropil eter dan tetrahidrofuran jarang digunakan sebagai pelarut.
c. Sebagai basa Lewis
Eter dapat berperan sebagai basa Lewis maupun basa Bronsted. Asam kuat dapat memprotonasi
oksigen, menghasilkan "ion onium". Contohnya, dietil eter dapat membentuk kompleks dengan boron
trifluorida, yaitu dietil eterat (BF3.OEt2). Eter juga berkooridasi dengan Mg(II) dalamreagen Grignard.
Polieter (misalnya eter mahkoya) dapat mengikat logam dengan sangat kuat.
4. Sintesis
Eter dapat disintesis melalui beberapa cara:
a. Dehidrasi alkohol
Dehidrasi senyawa alkohol dapat menghasilkan eter:
2 R-OH → R-O-R + H2O
Reaksi ini memerlukan temperatur yang tinggi (sekitar 125 °C). Reaksi ini dikatalisis oleh asam,
biasanya asam sulfat. Metode ini efektif untukn menghasilkan eter simetris, namun tidak dapat
digunakan untuk menghasilkan eter tak simetris. Dietil eter dihasilkan dari etanol menggunakan metode
ini. Eter siklik dapat pula dihasilkan menggunakan metode ini.
c. Kondensasi Ullmann
Kondensasi Ullmann mirip dengan metode Williamson, kecuali substratnya adalah aril halida.
Reaksi ini umumnya memerlukan katalis, misalnya tembaga.
e. Pembuatan epoksida
Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting dalam industri
adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena dengan oksigen. Epoksida lainnya dapat
dihasilkan melalui dua cara:
Melalui oksidasi alkena dengan peroksiasam seperti Asam meta-kloroperoksibenzoat (m-
CPBA).
Melalui substitusi nukleofilik intramolekuler halohidrin.
BAB 8
SPEKTROSKOPI I : INFRAMERAH DAN
RESONANSI MAGNETIK NUKLIR (NMR)
SPEKTROSKOPI NUCLEAR MAGNETIC RESONANCE
Nuclear Magnetic Resonance (NMR) adalah salah satu metode analisis yang paling mudah
digunakan pada kimia modern. NMR digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan
sintetik yang baru, kemurnian dari komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen
dalam larutan yang dapat mengalami reaksi kimia. Meskipun banyak jenis nuclei yang berbeda akan
menghasilkan spektrum, nuclei hidrogen (H) secara histori adalah salah satu yang paling sering diamati.
Spektrokopi NMR khususnya digunakan pada studi molekul organik karena biasanya membentuk atom
hidrogen dengan jumlah yang sangat besar.
Pada spektrum hidrogen NMR menghadirkan beberapa resonansi yang menjelaskan pertama
bahwa molekul yang dipelajari mengandung hidrogen. Kedua, jumlah pita dalam spektrum
menunjukkan bagaimana beberapa posisi yang berbeda pada molekul dimana hidrogen
melekat/menempel. Frekuensi dari beberapa resonansi utama pada spektrum NMR menunjukkan
perubahan kimia. Ini sangat penting untuk menduga bagian dari spektrum NMR yang mengandung
informasi tentang lingkungan masing-masing atom hidrogen dan struktur dari komponen yang
dipelajari. Informasi ketiga bahwa sebuah spektrum NMR menentukan perbandingan luas/daerah pita
yang berbeda, ini menjelaskan jumlah atom hidrogen yang relatif yang keluar pada masing-masing
posisi pada molekul yang diperoleh.
Perbandingan ini petunjuk/bukti langsung struktur dari struktur molekul dan harus mutlak
sesuai untuk beberapa struktur yang diusulkan sebelum struktur tersebut kemungkinan
dipertimbangkan benar. Struktur kompleks pita-pita dapat mengandung informasi tentang jarak yang
memisahkan beberapa atom hidrogen yang melewati ikatan kovalen dan penyusun spasial atom
hidrogen yang melekat pada molekul, termasuk struktur dasarnya. Struktur dasar menunjukkan
pembungkusan atau penggabungan molekul yang memiliki ikatan yang panjang, seperti struktur spiral
DNA. Struktur kompleks pita NMR pada mulanya spin coupling diantara beberapa atom hidrogen.
Penggabungan ini merupakan perputaran fungsi jarak melintasi ikatan dan geometri molekul. Dalam
kasus molekul kecil, pita yang kompleks mungkin disimulasikan tepat dengan perhitungan mekanika
kuantum atau didekati menggunakan mekanika kuantum yang sesuai dengan aturan.
Spektrofotometri NMR adalah salah satu teknik utama yang digunakan untuk
mendapatkan informasi fisik, kimia, elektronik dan tentang struktur molekul. Spektrofotometri
NMR pada dasarnya merupakan spektrofotometri absorbsi, sebagaimana spektrofotometri
infra merah maupun spektrofotometer ultraviolet. Pada kondisi yang sesuai, suatu sampel
dapat mengabsorpsi radiasi elektromagnetik daerah frekuensi radio, pada frekuensi yang tergantung
dari sifat - sifat sampel. Suatu plot dari frekuensi puncak-puncak absorbsi versus intensitas puncak
memberikan suatu spektrum NMR.
NMR digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru,
kemurnian dari komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam
larutan yang dapat mengalami reaksi kimia.
Spektroskopi NMR merupakan alat yang dikembangkan dalam biologi structural. Dasar dari
spektroskopi NMR adalah absorpsi radiasi elektromagnetik dengan frekuensi radio oleh inti
atom. Frekuensi radio yang digunakan berkisar dari 0,1 sampai dengan 100 MHz. Bahkan, baru-
baru ini ada spektrometer NMR yang menggunakan radio frekuensi sampai 500 MHz.
Inti proton (atom hidrogen) dan karbon (karbon 13) mempunyai sifat-sifat magnet.
Bila suatu senyawa mengandung hidrogen atau karbon diletakkan dalam bidang magnet yang
sangat kuat dan diradiasi dengan radiasi elektromagnetik maka inti atom hidrogen dan karbon
dari senyawa tersebut akan menyerap energy melalui suatu proses absorpsi yang dikenal dengan
resonansi magnetik. Absorpsi radiasi terjadi bila kekuatan medan magnet sesuai dengan
frekuensi radiasi elektromagnetik.
Proton tunggal 1H adalah isotop yang paling penting dalam hidrogen. Isotop ini melimpah
hampir 100% dan jaringan hewan mengandung 80% air. 1H memproses momen magnetik yang besar
dari nuclei yang penting secara biologi. Ketika pada medan magnet konstan, frekuensi NMR dari
nuclei hanya bergantung pada momen magnetnya, frekuensi 1H paling tinggi pada spektrometer
yang sama. Sebagai contoh, pada spektrometer 360 MHz untuk 1H, frekuensi untuk 31P adalah
145,76 MHz dan untuk 13C adalah sekitar 90 MHz. 13C adalah isotop karbon yang dapat digunakan
untuk NMR. Di alam hanya ada 1,1%. Oleh karena itu, spektrum 13C yang diperoleh membutuhkan
banyak waktu.
Disamping itu spektrum 13C lebarnya adalah 200 ppm, yang identifikasinya mudah diperoleh
pada metabolisme jaringan. Sensitivitas spektroskopi 13C dapat ditingkatkan dengan
spektroskopi proton-observed carbon-edited.
Banyak informasi yang dapat diperoleh dari spektra NMR. Pada umumnya metode ini berguna
sekali untuk mengidentifikasi struktur senyawa atau rumus bangun molekul senyawa organik.
Meskipun Spektroskopi Infra Merah juga dapat digunakan untuk tujuan tersebut, analisis spektra
NMR mampu memberikan informasi yang lebih lengkap.
NMR digunakan untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru,
kemurnian dari komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam larutan
yang dapat mengalami reaksi kimia. Spektroskopi NMR merupakan alat yang dikembangkan dalam
biologi struktural. Dasar dari spektroskopi NMR adalah absorpsi radiasi elektromagnetik dengan
frekuensi radio oleh inti atom. Frekuensi radio yang digunakan berkisar dari 0,1 sampai dengan 100
MHz. Bahkan, baru-baru ini ada spektrometer NMR yang menggunakan radio frekuensi sampai 500
MHz. Inti proton (atom hidrogen) dan karbon (karbon 13) mempunyai sifat-sifat magnet. Bila suatu
senyawa mengandung hidrogen atau karbon diletakkan dalam bidang magnet yang sangat kuat dan
diradiasi dengan radiasi elektromagnetik maka inti atom hidrogen dankarbon dari senyawa tersebut
akan menyerap energi melalui suatu proses absorpsi yang dikenal dengan resonansi magnetik.
Absorpsi radiasi terjadi bila kekuatan medan magnet sesuai dengan frekuensi radiasi elektromagnetik.
Proton tunggal 1H adalah isotop yang paling penting dalam hidrogen. Isotop ini melimpah hampir
100% dan jaringan hewan mengandung 80% air. 1H memproses momen magnetik yang besar dari
inti yang penting secara biologi. Ketika pada medan magnet konstan, frekuensi NMR dari inti hanya
bergantung pada momen magnetnya, frekuensi 1H paling tinggi pada spektrometer yang sama.
Sebagai contoh, pada spektrometer 360MHz untuk 1H, frekuensi untuk 31P adalah 145,76 MHz dan
untuk 13C adalah sekitar 90MHz..
Dampak spektroskopi NMR pada senyawa bahan alam sangat penting. Ini dapat digunakan
untuk mempelajari campuran analisis, untuk memahami efek dinamis seperti perubahan pada suhu
dan mekanisme reaksi, dan merupakan instrumen tak ternilai untuk memahami struktur dan fungsi
asam nukleat dan protein. Teknik ini dapat digunakan untuk berbagai variasi sampel, dalam bentuk
padat atau pun larutan.
Aplikasi Spektroskopi NMR. Biasanya digunakan untuk mengidentifikasi atau menjelaskan
informasi struktur rinci tentang senyawa kimia. Sebagai contoh:
1. Menentukan kemurnian obat-obatan.
2. Mengidentifikasi kontaminan dalam makanan, kosmetik, atau obat-obatan
3. Membantu ahli kimia penelitian menemukan apakah reaksi kimia telah terjadi di situs yang benar
pada molekul.
4. Mengidentifikasi obat disita oleh polisi dan agen bea cukai.
5. Memeriksa struktur plastik, untuk memastikan mereka akan memiliki sifat yang diinginkan.
Metode spektroskopi jenis ini didasarkan pada penyerapan energi oleh partikel yang sedang
berputar di dalam medan magnet yang kuat. Energi yang dipakai dalam pengukuran dengan
metode ini berada pada daerah gelombang radio 75-0,5m atau pada frekuensi 4-600 MHz, yang
bergantung pada jenis inti yang diukur. Inti yang dapat diukur dengan NMR yaitu :
a) Bentuk bulat
b) Berputar
c) Bilangan kuantum spin = ½
d) Jumlah proton dan netron ganjil, contoh : 1H, 19F, 31P, 11B, 13C
Di dalam medan magnet, inti aktif NMR (misalnya 1H atau 13C) menyerap pada frekuensi karakteristik
suatu isotop. Frekuensi resonansi, energi absorpsi dan intensitas sinyal berbanding lurus
dengan kekuatan medan magnet. Sebagai contoh, pada medan magnet 21 tesla, proton
beresonansi pada 900 MHz. nilai magnet 21 T dianggap setara dengan magnet 900 MHZ,
meskipun inti yang berbeda beresonansi pada frekuensi yang berbeda. Di medan magnet bumi,
inti yang sama beresonansi pada frekuensi audio. Fenomena ini dimanfaatkan oleh spektrometer
NMR medan bumi, yang lebih murah dan mudah dibawa. Instrumen ini biasa digunakan untuk
keperluan kerja lapangan dan pengajaran.
Spektrometri NMR (Nuclear Magnetic Resonance = Resonansi Magnetik Inti) berhubungan
dengan sifat magnet dari inti atom. Spektroskopi NMR didasarkan pada penyerapan panjang
gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila molekul ini berada dalam medan
magnet yang kuat.Inti atom unsur-unsur dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni atom unsur yang
mempunyai spin atau tidak mempunyai spin. Spin inti akan menimbulkan medan magnet. Dari
resonansi magnet proton (RMP), akan diperoleh informasi jenis hidrogen, jumlah hidrogen dan
lingkungan hidrogen dalam suatu senyawa begitu juga dari resonansi magnet karbon (RMC).
Spektrometri NMR ini memberikan banyak informasi mengenai kedudukan gugus fungsi. Ada
empat parameter yang dapat membantu menginterpretasi spektra NMR. (1) pergeseran kimia, (2)
penjodohan spin, (3) tetapan penjodohan dan pola penjodohan, dan (4) integrasi. Untuk memastikan
kebenaran struktur yang dianalisis, metode ini sering dibantu dengan spektroskopi 2-D yaitu HMQC
(Heteronuclear Multiple Quantum Coherence), HMBC (Heteronuclear Multi Bond Coherence), COSY
(Correlation Spectroscopy) dan NOESY (Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy).
Prinsip dalam spektrometri NMR yaitu bila sampel yang mengandung1H atau 13C (bahkan
semua senyawa organik) ditempatkan dalam medan magnet, akan timbul interaksi antara medan magnet
luar tadi dengan magnet kecil (inti). Karena adanya interaksi ini, magnet kecil akan terbagi atas dua
tingkat energi (tingkat yang sedikit agak lebih stabil (+) dan keadaan yang kurang stabil (-)) yang
energinya berbeda. Karena inti merupakan materi mikroskopik, maka energi yang berkaitan dengan inti
ini terkuantisasi, artinya tidak kontinyu. Perbedaan energi antara dua keadaan diberikan oleh
persamaan.
∆E = γhH/2π
H yaitu kuat medan magnet luar (yakni magnet spektrometer), h yaitu tetapan Planck, γ yaitu tetapan
khas bagi jenis inti tertentu, disebut dengan rasio giromagnetik dan untuk proton nilainya 2,6752 x
108 kg-1 s A (A= amper). Bila sampel disinari dengan gelombang elektromagnetik (ν) yang berkaitan
dengan perbedaan energi (∆E),
∆E = hν
Inti dalam keadaan (+) mengabsorbsi energi ini dan tereksitasi ke tingkat energi (-). Proses
mengeksitasi inti dalam medan magnetik akan mengabsorbsi energi (resonansi) disebut nuclear
magnetic resonance(NMR).
Frekuensi gelombang elektromagnetik yang diabsorbsi diungkapkan sebagai fungsi H.
ν = γH/2π
Bila kekuatan medan magnet luar, yakni magnet spektrometer, adalah 2,3490 T(tesla; 1 T = 23490
Gauss), ν yang diamati sekitar 1 x 108 Hz = 100 MHz. Nilai frekuensi ini di daerah gelombang mikro.
Secara prinsip, frekuensi gelombang elektromagnetik yang diserap ditentukan oleh kekuatan
magnet dan jenis inti yang diamati. Namun, perubahan kecil dalam frekuensi diinduksi oleh perbedaan
lingkungan kimia tempat inti tersebut berada. Perubahan ini disebut pergeseran kimia.
Dalam spektrometri 1H NMR, pergeseran kimia diungkapkan sebagai nilai relatif terhadap frekuensi
absorpsi (0 Hz) tetrametilsilan standar (TMS) (CH3)4Si.
Frekuensi resonansi (frekuensi absorpsi) proton (atau inti lain) sebanding dengan kekuatan
magnet spektrometer. Perbandingan data spektrum akan sukar bila spektrum yang didapat dengan
magnet berbeda kekuatannya. Untuk mencegah kesukaran ini, skala δ, yang tidak bergantung pada
kekuatan medan magnet, dikenalkan. Nilai δ didefinisikan sebagai berikut.
δ = (∆ν/ν) x 106 (ppm)
ppm = geseran kimia inti senyawa
Δv = frekuensi sampel – 0 (frekuensi senyawa pembanding biasanya nol)
v = frekuensi yang dipasang atau digunakan
ν merupakan perbedaan frekuensi resonansi (dalam Hz) inti yang diselidiki dari frekuensi standar
TMS (dalam banyak kasus) dan ν frek uensi (dalam Hz) proton ditentukan oleh spektrometer yang
sama. Karena nilai ν/ν sedemikian kecil, nilainya dikalikan dengan 106. Jadi nilai δ diungkapkan
dalam satuan ppm.
Magnet Akurasi dan kualitas suatu alat NMR tergantung pada kekuatan magnetnya.
Resolusiakan bertambah dengan kenaikkan kekuatan medannnya, bila medan
magnetnyahomogen elektromagnet dan kumparan superkonduktor (selenoids).
Magnetpermanen mempunyai kuat medan 7046-14002 G, ini sesuai dengan frekuensioskilator
antara 30-60 MHz. Termostat yang baik diperlukan karena magnet bersifatpeka terhadap
temperatur. Elektromagnet memerlukan sistem pendingin,elektromagnet yang banyak di
pasaran mempunyai frekuensi 60, 90 dan 100 MHzuntuk proton. NMR beresolusi tinggi dan
bermagnet superkonduktor dengan frekuensiproton 470 MHz. Pengaruh fluktuasi medan dapat
diatasi dengan sistem penguncifrekuensi, dapat berupa tipe pengunci eksternal atau internal.
Pada tipe eksternalwadah senyawa pembanding dengan senyawa sampel berada pada tempat
terpisah,sedang pada tipe internal senyawa pembanding larut bersama-sama sampel.
Senyawapembanding biasanya tetrametilsilan (TMS).
2. Generator medan magnet penyapu ; Suatu pasangan kumparan terletak sejajar terhadap
permukaan magnet, digunakan untuk mengubah medan magnet pada suatu range yang sempit.
Dengan memvariasikan arus searah melalui kumparan ini, medan efektif dapat diubah-
ubahdengan perbedaan sekitar 10-3 gauss. Perubahan medan ini disinkronisasikan secaralinier
dengan perubahan waktu. Untuk alat 60 MHz (proton), range sapuannya adalah235 x 10-
3gauss. Untuk F19, C13, diperlukan sapuan frekuensi sebesar 10 KHz.
3. Sumber frekuensi radio, sinyal frekuensi oskilasi radio (transmiter) disalurkan pada sepasang
kumparan yangpossinya 90º terhadap jalar dan magnet. Suatu oskilator yang tetap sebesar 60,
90atau 100 MHz digunakan dalam NMR beresolusi tinggi.
4. Detektor sinyal Sinyal frekuensi radio yang dihasilkan oleh inti yang beresolusi dideteksi
dengan kumparan yang mengitari sampel dan tegak lurus terhadap sumber. Sinyal listrik
yangdihasilkan lemah dan biasanya dikuatkan dulu sebelum dicatat.
5. Perekaman (Rekorder) Pencatat sinyal NMR disinkronisasikan dengan sapuan medan, rekorder
mengendalikan laju sapuan spektrum. Luas puncak dapat digunakan untukmenentukan jumlah
relatif inti yang mengabsorpsi.
6. Tempat sampel dan kelengkapannya (Tempat sampel dan probe) Tempat sampel merupakan
tabung gelas berdiameter 5mm dan dapat diisi cairansampai 0,4 ml. Probe sampel terdiri atas
tempat kedudukan sampel, sumber frekuensi penyapu dan kumparan detektor dengan sel
pembanding. Detektor dan kumparan penerima diorientasikan pada 90º. Probe sampel
menggelilingi tabung sampel pada ratusan rpm dengan sumbu longitudinal.
Untuk NMR beresolusi tinggi, sampel tidak boleh terlalu kental. Biasanya digunakan konsentrasi
larutan 2-15%. Pelarut yang baik unutk NMR sebaiknya tidak mengandung proton seperti CS2, CCl4.
Pelarut–pelarut berdeuterium juga sering digunakan sep seperti CDCl3 atau C6D6. (Khopkar, 2003).
BAB 9
ALKENA DAN ALKUNA
SUB-BAB
9.1
IKATAN DALAM ALKENA DAN ALKUNA
Semua atom dalam molekul etilena terletak dalam satu bidang;namun dalam molekul yang juga
memiliki karbon sp3,hanya atom yang terikat pada karbon berikatan rangkap sajalah yang terletak
dalam bidang itu.
Salah satu akibat penting dari polaritas ikatan karbon alkunil-hidrogen ialah bahwa asetilena
dapat melepaskan sebuah ion hydrogen kepada basa kuat.Anion yang dihasilkan disebut ion
asetilida.Dengan pKa = 25,alkuna bukanlah asam kuat.Alkuna lebih lemah daripada air,tetapi lebih
kuat daripada ammonia.Alkuna dapat bereaksi dengan suatu basa kuat seperti sodamida (NaNH2).
SUB-BAB 9.2
TATANAMA ALKENA DAN ALKUNA
Tatanama senyawa alkena dengan alkuna hamper sama,hanya dibedakan pada akhirannya
saja.Jika,alkena akhirannya diganti dengan (-ena) sedangkan alkuna diganti (-una).
a. Tatanama senyawa alkena :
#1Jika tidak ditemukan gugus alkil pada rantai induk, maka langsung ke posisi rangkap, seperti strutur
senyawa hidrokarbon alkena berikut ini.
#2 Jika posisi rangkap dan gugus alkil jaraknya sama antar dua ujung rantai induk, maka prioritas
utama adalah rangkap, seperti struktur senyawa hidrokarbon berikut ini.
#4 Jika terdapat gugus alkil antara dua ikatan rangkap yang berjarak sama dari dua ujung rantai induk,
maka prioritas berikutnya adalah posisi gugus alkil, seperti struktur hidrokarbon alkena berikut ini.
#5 Jika terdapat gugus alkil yang berbeda, prioritaskan gugus alkil yang huruf awal lebih dahulu dalam
abjad, seperti tata nama senyawa hidrokarbon berikut berikut.
b. Tatanama senyawa alkuna :
#1 Jika tidak ditemukan gugus alkil pada rantai induk alkuna, maka langsung ke posisi rangkap, seperti
strutur senyawa hidrokarbon alkuna berikut ini.
#2 Jika terdapat gugus alkil pada rantai induk alkuna, maka prioritaskan posisi rangkap, seperti
struktur hidrokarbon alkuna berikut.
#3 Jika terdapat dua ikatan rangkap pada rantai induk alkuna dengan jarak yang sama dari ujung-
ujungnya, maka prioritas berikutnya adalah posisi alkil, seperti struktur hidrokarbon alkuna berikut.
CH2=CHCH2CH2OH
3-Buten-1-ol
SUB-BAB 9.3
SIFAT FISIS ALKENA DAN ALKUNA
Alkuna dengan rantai anggota terpendek (etuna, propuna, dan butuna) merupakan gas tak
berwarna dan tak berbau. Adanya pengotor berupa gas fosgen (ClCOCl), etuna (asetilena) berbau
seperti bawang putih. Delapan anggota selanjutnya berwujud cair, dan jika rantai semakin panjang
maka wujud alkuna adalah padatan pada tekanan dan temperatur standar. Semua alkuna mempunyai
massa jenis lebih kecil daripada air. Alkuna memiliki polaritas yang rendah, pada dasarnya senyawa
alkuna memiliki sifat yang sama seperti alkana dan alkena. Alkuna tidak dapat larut dalam air dan
sedikit larut dalam pelarut organik dengan polaritas yang rendah seperti : ligroin, ether, benzene, carbon
tetrachloride. Titik didih alkuna meningkat dengan bertambahnya atom C.
Pada suhu kamar, tiga suku yang pertama adalah gas, suku-suku berikutnya adalah cair dan
suku-suku tinggi berbentuk padat. Jika cairan alkena dicampur dengan air maka kedua cairan itu akan
membentuk lapisan yang saling tidak bercampur. Karena kerpatan cairan alkena lebih kecil dari 1 maka
cairan alkena berada di atas lapisan air.Dapat terbakar dengan nyala yang berjelaga karena kadar karbon
alkena lebih tinggi daripada alkana yang jumlah atom karbonnya sama.
SUB-BAB 9.4
SPEKTRA ALKENA DAN ALKUNA
a. Spektra Inframerah
Spektrofotometri inframerah lebih banyak digunakan untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus
fungsinya. Untuk keperluan elusidasi struktur, daerah dengan bilangan gelombang 1400 – 4000 cm-1 yang berada
dibagian kiri spektrum IR, merupakan daerah yang khusus berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional,
yang merupakan absorbsi dari vibrasi ulur. Selanjutnya daerah yang berada disebelah kanan bilangan gelombang
1400 cm-1 sering kali sangat rumit karena pada daerah ini terjadi absorbsi dari vibrasi ulur dan vibrasi tekuk,
namun setiap senyawa organik memiliki absorbsi yang kharakteristik pada daerah ini. Oleh karena itu bagian
spektrum ini disebut daerah sidikjari (fingerprint region). Saat ini ada dua macam instrumen yaitu spektroskopi
IR dan FTIR (Furier Transformation Infra Red). FTIR lebih sensitif dan akurat misalkan dapat membedakan
bentuk cis dan trans, ikatan rangkap terkonyugasi dan terisolasi dan lain-lain yang dalam spektrofotometer IR
tidak dapat dibedakan.
Selanjutnya juga dapat diketahui daerah-daerah vibrasi dari masing-masing ikatan yang dimiliki
oleh senyawa organik dapat dilihat pada Gambar. dibawah ini.
3) Reaksi dehidrogenasi
Adalah reaksi pembentukan alkena disertai terlepasnya hidrogen dengan bantuan katalis
Cr2O3 atau Al2O3 pada 500 oC.Contoh :
CH3 – CH2 – CH3 → CH3 – CH = CH2
4) Reaksi dehalogenasi
Yaitu reaksi pembentukan alkena disertai terlepasnya gas hidrogen. Jika haloalkana
direaksikan dengan logam seng dalam pelarut aseton, maka terbentuk alkena dan
senghalida.Contoh:
CH – CHCl – CH2Cl + Zn → CH3 – CH = CH2 + ZnCl2
b. Pembuatan Alkuna
Contoh:
CH3-CH2-CHBr-CHBr-CH3 + KOH → CH3-CH2-C≡C-CH3 + 2 KBr + 2 H2O
Pembuatan alkuna dengan cara ini biasanya menggunakan dihalida visinal, karena dihalida
visinal mudah dibuat dengan mereaksikan alkena dengan halogen.
2) Reaksi Asetilida Logam dengan Alkil Halida Primer
Alkuna terminal dapat bereaksi dengan natrium amida, NaNH2, menghasilkan natrium
alkunida.
Jika natrium alkunida direaksikan dengan alkil halida primer menghasilkan asetilena
tersubstitusi.
R-C≡C-Na+ + R'-X → R-C≡C-R' + NaX
SUB-BAB 9.6
Reaksi Adisi Pada Alkena
1) Reaksi Adisi Alkena oleh Hidrogen
Reaksi adisi oleh hidrogen disebut juga reaksi hidrogenasi. Reaksinya dapat digambarkan
sebagai berikut.
Hidorgen mengadisi alkena dengan katalis yang sesuai. Proses ini disebut hidrogenasi.Katalis
biasanya berupa serbuk halus logam, seperti nikel, platinum, atau paladium. Logam ini menyerap
(adsorb) gas hidrogen pada permukaannya dan mengaktifkan ikatan hidrogen-hidrogen. Kedua atom
hidrogen biasanya menhgadisi dari permukaan kartalis kemuka yang sama dari ikatan rangkap.
Contohnya, 1,2-dimetilsiklopentana terutama menghasilkan cis 1,2-dimetilsiklopentana
Reaksi brominasi digunakan untuk membedakan golongan alkena dan alkana. Gas etena jika
dilewatkan ke dalam air brom (berwarna cokelat kemerahan), maka akan bereaksi membentuk larutan
1,2-dibromoetana yang tidak berwarna. Alkana tidak mempengaruhi warna air brom ketika senyawa
itu dilewatkan ke dalamnya.
Reaksi adisi oleh asam halida disebut reaksi hidrohalogenasi. Reaksinya dapat digambarkan
sebagai berikut.
Berbagai asam mengadisi ikatan rangkap alkena. Ion hidrogen (atau proton) mengadisi satu
karbon pembawa ikatan rangkap, dan sisa asamnya akan terhubung dengan atom karbon lainnya.
Asam yang mengadisi dengan cara ini ialah halida-halida hidrogen (HF, HCl, HBr, HI) dan
asam sulfat (H-OSO3H).
Reaksi adisi alkena banyak digunakan dalam industri pembuatan etanol dari fermentasi glukosa.
SUB-BAB 9.7
Adisi Hidrogen Halida kepada Alkena dan Alkuna
a. Aturan Markovnikov
Aturan Markovnikov dalam kimia organik, berkaitan dengan reaksi adisi pada alkena asimetris
(tidak simetris). Produk mayor dari suatu reaksi adisi elektrofilik selalu mengikuti aturan Markovnikov
dan disebut sebagai produk Markovnikov. Menurut aturan Markovnikov: “jika suatu alkena direaksikan
dengan asam halida (HX), maka atom H dari HX akan masuk pada atom C rangkap yang mengikat H
lebih banyak”, sebagaimana diilustrasikan pada gambar berikut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa produk mayor reaksi antara propena dengan HBr
adalah 2-bromopropana. Selanjutnya, untuk memahami aturan Markovnikov dengan baik, Anda dapat
Aturan anti Markovnikov ini hanya berlaku pada reaksi alkena dengan HBr yang dibantu oleh kehadiran suatu
peroksida. Kehadiran suatu peroksida dalam reaksi menyebabkan H-Br mengalami pemutusan homolitik, sehingga
dihasilkan radikal bebas Br. Radikal bebas Br ini selanjutnya menyebabkan reaksi adisi tersebut berlangsung dengan
mekanisme radikal bebas, sehingga menghasilkan produk mayor berupa produk anti Markovnikov. Hal ini disebabkan
oleh sifat alamiah dari ikatan H-Br yang mudah mengalami pemutusan homolitik dan ikatan C-Br yang terbentuk juga
bersifat stabil. Oleh karena itu, aturan ini tidak berlaku pada reaksi adisi antara alkena dengan asam halida yang lain.
SUB-BAB 9.8
Hidrasi dengan Menggunakan Merkuri Asetat
Reaksi merkuri asetat Hg(O2CCH3)2 dan air pada alkena disebut oksimerkurasi. Produk
oksimerkurasi biasanya direduksi dengan Natrium borohidrid (NaBH4), suatu rangkaian reaksi yang
disebut demerkurasi. Reaksi ini terdiri dari 2 tahap reaksi yaitu adisi elektrofilik dari +HgO2OCH4
diikuti dengan serangan nukleofil H2O.
SUB-BAB 9.10
Adisi Borana kepada Alkena
a. Adisi Boran
Diboran (B2H4) adalah gas beracun yang dibuat dari reaksi Natrium borohidrid dan Boron
trifluorida (3 NaBH4 + 4 BF3 → B2H6 + 3 NaBF4). Pada larutan dietil eter, diboran terdisosiasi
membentuk boran (BH3). Boran akan bereaksi dengan alkena membentuk organoboran (R2B).
Reaksi ini teridri dari 3 langka reaksi. Dalam masing-masing tahap, satu gugus alkil ditambahkan
dalam boran sampai semua atom hidrogen telah digantikan oleh gugus alkil. Reaksi ini disebut
hidroborasi.
b. Stereokimia Hidroborasi
Reaksi hidroborasi ini berlangsung dalam dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan π alkena yang bersifat sebagai
nukleofil menyerang atom B δ+ dari molekul BH3 dalam pelarut THF, sehingga dihasilkan alkil borana. Selanjutnya,
pada tahap kedua, alkil borana yang terbentuk akan dioksidasi oleh H 2O2 dalam keadaan basa (NaOH), menghasilkan
produk alkohol dengan orientasi anti Markovnikov. Mekanisme reaksi hidroborasi alkena tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.
SUB-BAB 9.11
Adisi Halogen kepada Alkena dan Alkuna
Seperti asam, klor dan brom mengadisi ikatan rangkap karbon-karbon dan ikatan gandatiga. Suatu uji
laboratorium yang lazim mengenai adanya ikatan rangkap atau gandatiga dalam suatu senyawa yang
tak diketahui strukturnya ialah dengan mereaksikan senyawa itu dengan larutan encer Br2 dalam CCl4.
Reagensia penguji berwarna coklat kemerahan (dari Br2), hilangnya warna ini menunjukkan bahwa uji
positif, bahwa ikatan rangkap atau gandatiga itu ada.
Br Br
CH3CH CHCH3 + Br2 CH3CH CHCH3
2-butena merah 2,3-dibromobutana (tak berwarna)
Br Br
CH3C CCH3 + 2 Br2 CH3C CCH3
2-butuna merah Br Br
2,2,3,3-tetrabromobutana (tak berwarna)
F2 maupaun I2 bukanlah reagensia yang berguna dalam reaksi adisi alkena. Flour bereaksi dengan
meledak dengan senyawa organik. Iod memang mengadisi ikatan rangkap, tetapi produk 1,2-diodo
tidak stabil dan melepaskan I2 untuk membentuk kembali alkena.
Reaksi X2 dengan alkena berupa dengan reaksi HX. Tetapi manakah sumber elektrofil
dalam X2? bila X2 mendekati elektron-elektron ikatan pi, diimbaslah polaritas dalam molekul
X2 itu oleh tolak-menolak antara alektron pi dan elektron-elektron dalam molekul X2.
Seraya ikatan X-X itu menjadi makin terpolarisasi, ikatan itu makin lama makin lemah
sampai akhirnya patah. Hasilnya ialah sebuah ion halida dan sebuah ion organohalogen yang
bermuatan positif, disebut ion halonium. Terdapat bukti bahwa ion halonium bukanlah sebuah
karbokation sederhana, melainkan bertitian. Dalam kasus adisi X2 kepada etilena atau sesuatu
alkena simetris lain, ion halonium bertitian ini simetris, dengan X terikat sama kuat pada
masing-masing karbon.
Jika alkena itu tak simetris, sebagian besar muatan positif akan diemban oleh karbon
yang lebih tersubtitusi. Di sini berlaku kestabilan karbokation.
B. Serangan-anti dari X
Ion-antara bertitian itu bermuatan positif dan berenergi tinggi. Seperti suatu
karbokation, hadirnya dalam larutan hanya sementara; reaksi menjadi lengkap oleh serangan
suatu nukleofil (dalam hal ini Br). Sebuah ion negatif Br tak dapat menyerang sebuah karbon
dari zat-antara bertitian itu dari atas; sisi itu telah diblokade oleh titian Br. Oleh karena itu Br
menyerang dari sisi yang berlawanan. Hasilnya ialah suatu anti-adisi dari Br2 kepada ikatan
rangkap.
D. Adisi campuran
Reaksi brominasi alkena berlangsung lewat sebuah zat-antara ion brominium, yang disusul
dengan serangan oleh sebuah ion bromida, menghasilkan dibromina. Terbataskah tahap kedua
itu hanya pada serangan oleh ion bromida? Dapatkah nukleofil lain bersaing dengan ion
bromida dalam tahap kedua itu untuk menghasilkan produk lain? Perhatikan kasus reaksi
brominasi yang dilakukan oleh Br2 dalam larutan yang mengandung Cl-. Dalam reaksi ini hadir
dua nukleofil. Dalam kasus semacam ini memang dijumpai produk dihalida campuran.
SUB-BAB 9.12
Adisi Karbena kepada Alkena
CH2 (metilena) adalah salah satu kelompok zat-antara yang sangat reaktif yang disebut karbena.
Terdapat 2 jenis metilena; metilena singlet, dengan karbon tehibridisasi-sp2 dan metilena triplet, dengan
karbon terhibridisasi-sp.
Oleh karena pentingnya hidrogen, banyak reaksi-reaksi terkait yang telah dikembangkan
untuk kegunaannya. Kebanyakan hidrogenasi menggunakan gas hidrogen (H2), namun ada pula
beberapa yang menggunakan sumber hidrogen alternatif; proses ini disebut hidrogenasi
transfer. Reaksi balik atau pelepasan hidrogen dari sebuah molekul disebut dehidrogenasi.
Reaksi di mana ikatan diputuskan ketika hidrogen diadisi dikenal sebagai hidrogenolisis.
Hidrogenasi berbeda dengan protonasi atau adisi hidrida; pada hidrogenasi, produk yang
dihasilkan mempunyai muatan yang sama dengan reaktan.
Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi reaksi kimia pada suhu tertentu,
tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.
Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu
lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu
jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang
dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam
reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu
contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan
di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-
substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara
produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.
Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk
suatu perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu
proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di
mana C melambangkan katalisnya:
A + C → AC (1)
B + AC → AB + C (2)
Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi
2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi,
A + B + C → AB + C
katalis tidak termakan atau pun tercipta. Enzim adalah biokatalis. Penggunaan istilah "katalis"
dalam konteks budaya yang lebih luas, secara bisa dianalogikan dengan konteks ini.
B. Stereokimia hidrogenasi
Bukti menunjukkan bahwa 2 atom hidrogen mengadisi dari satu sisi, atau sin terhadap,
ikatan rangkap bila digunakan suatu katalis padat. Sin-adisi timbul dari fakta bahwa reaksi
berlangsung pada suatu permukaan, pendekatan H2 pada satu sisi saja lebih efektif daripada
pendekatan ke kedua sisi. Jika produk-produk hidrogenasi mampu berisomeri geometrik, maka
biasanya produk cis dijumpai sebagai produk yang lebih melimpah.
C. Kalor hidrogenasi
Kalor hidrogenasi suatu alkena adalah selisih energi antara alkena awal dan alkena
produknya. Kalor ini dihitung dari banyaknya kalor yang dibebaskan dalam suatu reaksi
hidogenasi.
Proses hidrogenasi pada minyak atau lemak terutama bertujuan untuk membuat minyak
atau lemak bersifat plastis. Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap, akan
menjadikan minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan menyebabkan kenaikan titik
cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak dan lemak tersebut akan
tahan terhadap proses oksidasi.
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai karbon asam lemak
atau minyak Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan
dengan disaring. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada
derajat kejenuhan. Adapun mekanisme reaksi hidrogenasi adalah sebagai berikut:
Pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi. Pada temperature sekitar
400°F(205°C) dicapai kecepatan reaksi maksimum. Juga penambahan tekanan dan kemurnian
gas hydrogen yang dipergunakan akan menaikkan kecepatan reaksi proses hidrogenasi. Dalam
proses hidrogenasi tersebut karbon monoksida dan sulfur merupakan katalisator beracun yang
sangat berbahaya.
SUB-BAB 9.14
Oksidasi Alkena
A. Pembentukan Diol
B. Pembentukan epoksida
Epoksida biasanya dibuat melalui oksidasi alkena. Eposida yang paling penting dalam
industri adalah etilena oksida, yang dihasilkan melalui oksidasi etilena dengan oksigen.
Epoksida lainnya dapat dihasilkan melalui dua cara:
1. Hidroksilasi Alkena
Merupakan peristiwa adisi gugus – OH pada kedua karbon Ikatan rangkap. Dapat terjadi
dengan mereaksikan alkena dengan osmium tetroksida. Reaksi terjadi secara syn
stereokimia dan menghasilkan 1,2-dialkohol, atau disebut diol.
D. Pemaksapisahan KMnO4
Suatu larutan KMnO4 panas merupakan zat pengoksidasi yang kuat, yang hanya
menghasilkan keton dan asam karbosilat. Pada kondisi oksidasi yang kuat ini, karbon suatu
ikatan rangkap ujung, akan dioksidasi menjadi CO2.
E. Ozonolisis
Alkena dapat dioksidasi dengan ozon untuk membentuk alkohol, aldehida atau keton, atau
asam karboksilat. Dalam prosedur yang khas, ozon ditiupkan melalui larutan alkena dalam metanol
pada -78 ° C sampai larutan mengambil warna biru khas , yang karena ozon bereaksi. Hal ini
menunjukkan konsumsi lengkap alkena . Atau, berbagai bahan kimia lain dapat digunakan sebagai
indikator titik akhir ini dengan mendeteksi keberadaan ozon. Jika ozonolysis dilakukan oleh
gelembung aliran ozon diperkaya oksigen melalui campuran reaksi, gas yang keluar gelembung
dapat diarahkan melalui larutan kalium iodida. Ketika larutan telah berhenti menyerap ozon, ozon
dalam gelembung mengoksidasi iodida menjadi iodium, yang dapat dengan mudah diamati oleh
warna ungu nya. Untuk kontrol lebih dekat dari reaksi itu sendiri, indikator seperti Sudan Red III
dapat ditambahkan ke dalam campuran reaksi . Ozon bereaksi dengan indikator ini lebih lambat
dibandingkan dengan target yang dituju ozonolysis . Indikator ozonolisis, yang menyebabkan
perubahan warna terlihat, hanya terjadi sekali target yang diinginkan telah dikonsumsi . Jika
substrat memiliki dua alkena yang bereaksi dengan ozon pada tingkat yang berbeda, seseorang
dapat memilih indikator yang sendiri laju oksidasi peralihan di antara mereka, dan karena itu
menghentikan reaksi ketika hanya alkena yang paling rentan dalam substrat telah bereaksi . Jika
tidak, kehadiran ozon bereaksi dalam larutan ( melihat warna biru ) atau dalam gelembung ( melalui
deteksi iodida ) hanya menunjukkan ketika semua alkena bereaksi .
SUB-BAB 9.15
Adisi-1,2 dan adisi-1,4 pada diena konjugasi
Siklopentadiena adalah suatu diena konjugasi dan tidak aromatik.Alasan utama mengapa tidak
aromatik adalah bahwa satu atom karbonnya adalah sp3,tidak sp2.Karbon sp3 ini tidak mempunyai
orbital p un tuk ikut berikatan pi,tetapi bila diambil satu ion hidrogen dari dalam siklopentadiena
maka hidrodisasi karbon tersebut akan berubah menjadi sp2 dan akan memiliki orbital p yang berisi
sepasang elektron.
Dalam sistem diena-terkonjugasi reaksi adisi sederhana dengan reagensia halogen dan asam
yang dapat mengadisi kepada satu atau dua ikatan pi dari suatu senyawa, reaksi ini disebut reaksi
adisi 1,2. Bersama dengan adisi 1,2 dapat juga terjadi reaksi adisi 1,4. Dalam reaksi ini suatu
ekuivalen reagensia mengadisi kedua karbon ujung (karbon 1 dan 4) dari sistem diena, ikatan
rangkap yang tinggal akan berada di tengah sistem diena yang orisinil.
SUB-BAB 9.16
Reaksi Diels-Alder
Reaksi Diels-Alder adalah reaksi kimia organik antara diena terkonjugasi dengan alkena
tersubstitusi, umumnya dinamakan sebagai dienofil, membentuk sikloheksena tersubstitusi.
Reaksi ini dapat berjalan bahkan jika beberapa atom dari cincin yang terbentuk bukanlah
karbon. Beberapa reaksi Diels-Alder adalah reversibel; reaksi dekomposisi dari sistem siklik
dinamakan reaksi Retro-Diels-Alder. Reaksi retro ini umumnya terlihat pada saat analisis
produk reaksi Diels-Alder menggunakan spektrometri massa.
Otto Paul Hermann Diels dan Kurt Alder pertama kali mendokumentasikan reaksi ini pada
tahun 1928. Pada tahun 1950 mereka diberikan penghargaan Nobel di bidang kimia atas hasil
kerja mereka.
Reaksi Diels-Alder secara umum dianggap sebagai "Mona Lisa" reaksi di kimia organik karena
ia hanya memerlukan energi yang sangat sedikit untuk membentuk cincin sikloheksena yang
sangat berguna.
Konformasi molekul untuk diena konjugasi digunakan istilah s-cis dan s-trans. Awalan
s- menunjukkan geometri di sekitar ikatan tunggal (single) pusatlah yang menentukan
konfomasi molekul. Untuk senyawa rantai terbuka, rumus-rumus ini tidaklah menyatakan
isomer yang sebenarnya melainkan hanya konformer. Hal ini karena hanya rotasi ikatan sigma
saja yang diperlukan untuk mengubah satu menjadi yang lain (Fessenden & Fessenden: 1999).
Reaksi Diels – Alder akan terjadi lebih cepat jika dienofil mempunyai gugus substituen
penarik elektron, karena substituen penarik elektron ini menyebabkan ikatan rangkap dua atau
tiga dari dianofil menjadi terpolarisasi positif. Berikut adalah gambar potensial elektrostatik
yang menunjukkan C ikatan rangkap berkurang kenegatifannya akibat substituen penarik
elektron.
Potensial elektrostatik etilena, propenal dan propenanitril yang menunjukkan adanya gugus
penarik elektron menyebabkan C ikatan rangkap berkurang kenegatifannya.
Contoh dienofil yang sering digunakan dalam reaksi Diels – Alder :
Saat diena berbentuk siklik, maka produk bisiklik akan diperoleh dalam reaksi Diels-Alder.
Faktanya, reaksi ini adalah salah satu cara terbaik untuk membuat senyawa bisiklik.
Ketika diena dan dienofil bereaksi dalam reaksi Diels-Alder, terbentuklah sebuah
senyawa stereokimia karena kedua reaktan tersebut saling mendekat dari dua arah yang berbeda.
Jenis pendekatan ini memungkinkan awan elektron dari dua komponen tumpang tindih dan
membentuk ikatan produk yang lebih stabil. Bentuk stereokimia dari molekul produk ada 2 jenis
yaitu : dienofil yang mensubstitusi berada pada posisi berlawanan dengan diena (cis) akan
menghasilkan produk adisi “endo” dan dienofil yang mensubstitusi berada pada posisi sepihak
dengan diena (trans) akan menghasilkan produk adisi “exo".
Jika salah satu atau kedua karbon terminal unit diena mengandung dua gugus substituen
yang berbeda dan jika kita melihat diena dalam konformasi cis-nya, kita dapat klasifikasikan
kelompok-kelompok tersebut sebagai kelompok dalam (inner) atau kelompok luar (outer).
Kelompok inner pada diena berbentuk perahu berada pada posisi tegak
Produk “endo” pada reaksi Diels-Alder, subtituen yang berasal dari dienofil berada pada
posisi yang dekat dengan ikatan rangkap diena, sedangkan pada pada produk “exo”, subtituen
yang berasal dari dienofil berada pada posisi yang jauh dengan ikatan rangkap diena.
Pada umumnya reaksi Diels-Alder terjadi dengan diena berada pada konformasi cis atau
endo, diena dalam konformasi trans seringkali menjadi susah bereaksi dengan dienofil atau
bahkan tidak bereaksi. Hal ini terjadi karena kemungkinan terjadinya tumpang tindih antara
orbital pi dari diena dalam konformasi trans dengan orbital pi dari dienofil terlalu kecil
meskipun energi yang dimiliki bentuk trans lebih kecil tetapi tidak mampu untuk
berlangsungnya reaksi Diels-Alder. Dan orbital pi dari diena pada konformasi cis lebih mudah
membentuk ikatan dan tanpa ada halangan sterik yang berarti dibandingkan diena pada bentuk
trans(Wade:285).
BAB 10
AROMATISITAS,BENZENA,DAN BENZENA
TERSUBSTITUSI
A. Tata Nama Senyawa Aromatik
1. Senyawa aromatik diberi nama dengan nama non-sistematik.
Nama nonsistematik tidak dianjurkan tetapi diizinkan oleh IUPAC. Berikut contoh senyawa aromatik
yang diberikan nama dengan non-sistematik :
Beberapa senyawa aromatik monosubstitusi dapat dijadikan sebagai nama induk, dengan substituen utama
(-OH pada fenol atau -CH3 pada toluena) terikat ke C1 pada cincin.
5. Arena
Arena merupakan benzena tersubstitusi alkil, yang mana penamaannya tergantung pada ukuran gugus
alkil. Substituen alkil yang lebih kecil dari cincin (6 karbon atau kurang), dinamai sebagai benzena
tersubstitusi alkil. Adapun substituen alkil yang lebih besar dari cincin (7 karbon atau lebih), dinamakan
alkana tersubstitusifenil.
6. Fenil
Diturunkan dari bahasa Latin “pheno” (“I bear light = saya memancarkan cahaya”. Fenil digunakan untuk
penamaan satuan –C6H5, bila cincin benzena dianggap sebagai substituen.
7. Benzil
Digunakan untuk gugus C6H5CH2–
2. Aturan Huckel
Dalam tahun 1931 seorang ahli kimia Jerman Erich Huckel,mengusulkan bahwa untuk menjadi
aromatik suatu senyawa datar,monosiklik (satu cincin) harus memilki elektron π sebanyak 4n + 2, dengan
n adalah sebuah bilangan bulat. Menurut aturan Huckel, suatu cincin dengan elektron π sebanyak 2,6,10
atau 14 dapat bersifat aromatik, tetapi cincin dengan 8 atau 12 elektron π, tidak dapat. Siklooktatetraena
(dengan 8 elektron π) tidak memenuhi aturan Huckel untuk aromatisitas.
Mengapa dengan 6 atau 10 elektron π bersifat aromatik, sedangkan 8 elektron π tidak? Agar bersifat
aromatik, semua elektron π harus berpasangan, sehingga memungkinkan terjadinya overlapping (tumpang
tindih) yang optimal dan terjadi delokalisasi elektron secara sempurna.
Seandainya siklooktatetraena datar dan memiliki sistem π yang serupa dengan sistem π benzene,
maka orbital p1,p2, dan p3 akan terisi dengan enam elektron π. Dua elektron π sisanya masing-masing akan
menempati orbital berdegenerasi p4 dan p5 (aturan Hund). Maka tidak semua elektron π akan berpasangan
dan tumpang tindih tidak akan maksimal. Jadi siklooktatetraena tidak akan bersifat aromatik.
Senyawa aromatik harus memenuhi kriteria:
a. Siklik.
b. Mengandung awan elektron π yang terdelokalisasi di bawah dan di atas bidang molekul.
c. Ikatan rangkap berseling dengan ikatan tunggal
d. Mempunyai total elektron π sejumlah 4n+2, dimana n harus bilangan bulat, sebagai contoh : bila suatu
senyawa siklik memiliki ju mlah elektron π = 12, melalui kaidah 4n + 2 = jumlah elektron, didapat n =
2,5 maka senyawa tersebut bukan senyawa aromatik.
3. Ion Siklopentadiena
Siklopentadiena adalah suatu diena konjugasi dan tidak aromatik. Alasan utama mengapa tidak
aromatik adalah bahwa satu atom karbonnya adalah sp3,tidak sp2. Karbon sp3 ini tidak mempunyai orbital
p untuk ikut berikatan π, tetapi apabila diambil satu ion hidrogen dari dalam siklopentadiena maka
hidrodisasi karbon tersebut akan berubah menjadi sp2 dan akan memiliki orbital p yang berisi sepasang
elektron.
Semua atom karbon dari kation siklopentadiena juga akan bersifat sp2. Apakah salah satu atau
kedua ion ini bersifat aromatik? Masing-masing ion memiliki lima orbital molekul p (terbentuk dari lima
orbital p, satu per karbon). Anion siklopentadiena dengan enam elektron π (4n + 2), mengisi tiga orbitalnya
dan semua elektron π ini berpasangan. Maka anion itu bersifat aromatik. Tetapi kation itu hanya
mempunyai empat elektron (4n) yang harus mengisi tiga orbital. Maka elektron π ini tak akan semuanya
berpasangan. Jadi kation itu tidak bersifat aromatik.
2. Reaksi Sulfonasi
Sulfonasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena oleh gugus sulfonat. Reaksi ini terjadi
apabila benzena dipanaskan dengan asam sulfat pekat sebagai pereaksi.
3. Alkilasi Benzena
Penambahan katalis AlCl3 anhidrat dalam reaksi benzena dan haloalkana atau asam klorida akan
terjadi reaksi sangat eksotermis. Jenis reaksi ini dinamakan reaksi Friedel-crafts.
4. Reaksi halogenasi
Sebagai elektrofil adalah X+, dihasilkan dari reaksi antara X2 + FeX3. Senyawa FeX3 (misalnya
FeCl3) adalah suatu asam Lewis yang berfungsi sebagai katalis. Katalis asam Lewis lain yang dapat
digunakan adalah AlCl3, AlBr.
5. Reaksi Friedel-Crafts
Reaksi Friedel-Crafts meliputi reaksi alkilasi dan reaksi asilasi. Sebagai elektrofil dalam reaksi
alkilasi Friedel-Crafts adalah ion karbonium (R+). Karena melibatkan ion karbonium, maka seringkali
terjadi reaksi penyusunan ulang (rearrangement) membentuk karbonium yang lebih stabil.
Sebagai elektrofil dalam reaksi asilasi Friedel-Crafts adalah ion asilium. Pada reaksi asilasi Friedel-
Crafts tidak terjadi reaksi penataan ulang. Dalam reaksi alkilasi dan asilasi Friedel-Crafts juga digunakan
katalis asam Lewis, misalnya FeCl3, FeBr3, AlCl3, AlBr3.
a
Syarat aromatis
Molekul siklik
Molekul datar
A. Substitusi Pertama
Benzena tidak mengalami reaksi yang khas bagi alkena tetapi mengalami reaksi substitusi
aromatik elektrofilik (Elektrofil disubstitusikan untuk satu atom hydrogen pada cincin
aromatik).
Contoh monosubstitusI cincin benzena.
Halogenasi
Mekanisme
Pada kedua reaksi monosubstitusi di atas digunakan asam Lewis sebagai katatis. Asam Lewis
bereaksi dengan reagensia (X2 ataupun HNO3) menghasilkan suatu elektrofiI yang merupakan
pensubstitusi yang sebenarnya.
Misal pada nitrasi:
H2S04 (asarn kuat) dapat merebut gugus hidroksil dan asam nitrat dihasilkan NO (ion
nitronium).
Elektrofil menyerang elektron pi satu benzena menghasilkan karbokation yang oleh resonansi
yang disebut bereaksi lebih lanjut Ion benzenonium. Terstabilkan ion benzenonium.
Alkilasi benzena berupa substitusi sebuah gugus alkil untuk sebuah hidrogen pada Cincin
Mekanisme
Tahap 2: serangan elektrofilik pada benzene, tahap 3 eliminasi sebuah ion hydrogen,
hasilnya lkilbenzena.
Masalah lain dalam alkilasi Friedel-Crafts ialah elektrofil yang menyerang dapat mengalami
penataan ulang adanya geseran 1,2 dari H atau R.
Substitusi gugus asil pada cincin aromatic oleh suatu halide asam disebut reaksi asilasi
aromatic (asilasi Friedel Craft)
Asilasi Friedel-Craft dapat direduksi menjadi alkil benzene tanpa penataan ulang.
Mekanisme reaksi asilasi Friedel-Craft serupa dengan reaksi substitusi aromatic elektrofilik.
Nukleofil menyerang ion asilium (RC=O)
B. Substitusi Kedua
Bagaimana bila sebuah cincin benzena telah mempunyai dua substituen? Ke mana
subsstituen ketiga akan menuju ? Berapa aturan umum akan mencakup sebagian
Besar kasus.
1. Jika dua substituen itu mengarahkan suatu gugus masuk ke satu posisi, maka posisi ini akan
merupakan posisi utama (dan) substitusi ketiga.
2. Jika dua gugus bertentangan dalam efek-efek pengarahan mereka, maka activator yang lebih kuat
akan lebih diturut pengarahannya.
3. Jika dua gugus deaktivasi berada pada cincin. terlepas dan di maria posisi mereka, dapat
rnenyukarkan substitusi ketiga.
4. Jika dua gugus pada cincin berpoisi-meta satu sama lain, biasanya cincin itu tidak menjalani
substitusi pada posisi yang mereka apit, meskipun mungkin cincin itu teraktifkan (pada posisi itu).
Tidak reaktifnya posisi ini agaknya disebakan oleh rintangan sterik.
Alkil benzene
C. Reaksi Reimer-Tieman
D. Oksidasi fenol
Yang dapat bereaksi adalah 1,2 dan 1,4 dihidroksi benzene (hidrokuionon) meliputi kuinon.