TINJAUAN UMUM
4
5
e. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperature,
kelembababan, ventilasi, pemusnahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas.
f. Ruang Arsip
Ruang arsip dibtuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis akai serta pelaynan
kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus
yang aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen.
c. Obat Keras
Golongan ini disebut golongan G (gevaarlijk) yang artinya berbahaya. Disebut obat
keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan
yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat dengan resep dokter di
9
e. Obat Psikotropika
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
f. Obat Narkotika
Menurut Undang-Undang RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun
semisensitesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat meninggalkan
ketergantungan.
g. Prekursor
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi industry
farmasi atau produk ruahan dan produk jadi terdapat ephedrine, pseudoephedrine,
norephedrine atau phenylpropanolamine, ergotamine dan ergometrine
Pengaturan prekursor dalam peraturan pemerintah ini meliputi segala kegiatan yang
berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan prekursor untuk keperluan industri
farmasi, industri non farmasi dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi.
Pengaturan prekursor bertujuan untuk :
1) Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor
2) Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor.
3) Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor.
4) Menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industry non farmasi dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman obat tradisional dibagi menjadi :
a. Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disiapkan dan disediakan secara tradisional.
Berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas
cemaran) serta digunakan secara tradisional berdasarkan pengalaman. Jamu telah
digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan
tahun. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan umumnya belum terbukti secara ilmiah
(empirik) namun telah banyak dipakai oleh masyarakat luas. Belum ada pembuktian
ilmiah sampai dengan klinis, tetapi digunakan dengan bukti empiris berdasarkan
pengalaman turun-temurun. Contoh : Madu TJ®, Pil Binari®, Curmaxan®,
Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik (uji pada hewan) dengan
mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman
obat, standar pembuatan obat tradisional yang higenis dan telah dilakukan uji toksisitas
akut maupun kronis. Contoh : Diapet®, Kiranti®, Psidii® dan lain-lain.
c. Memberi harga pada setiap resep dokter yang masuk dan memberikan kelengkapan
resep.
d. Melayani dan meracik obat sesuai dengan resep dokter.
e. Menimbang, menyiapkan, mengemas dan memberi etiket obat untuk racikan sesuai
permintaan resep.
f. Memeriksa kebenaran obat sebelum diserahkan kepada pasien.
g. Membuat salinan resep bila diperlukan oleh pasien, bila obat hanya ditebus sebagian
atau resep diulang serta membuat kwitansi bila diperlukan.
h. Membuat informasi yang berkaitan dengan penggunaan./pemakaian obat yang akan
diserahkan pada pasien dan juga memberikan informasi mengenai penggunaan obat
secara tepat, benar dan rasional serta mudah dimengerti pasien/masyarakat.
i. Melayani penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter.
j. Melakukan pengelolaan apotek, meliputi manajemen pengelolaan obat atau barang,
penyimpanan dan pencatatan distribusi mulai dari penerimaan barang sampai
dengan penyerahan kepada pasien.
b. Pengadaan
Proses pengadaan dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang – undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana ini dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus di simpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin
keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First
In First Out)
e. Pemusnahan
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan obat yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Pemusnahan
obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktek atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan 1 formulir
sebagaimana terlampir.
24
2) Resep yang telah disimpan melebihi jngka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan berita cara pemusnahan resep menggunakan formulir 2
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehtan
Kabupaten/Kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kuranfnya memuat
semua obat, kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengualaran, dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilaukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan
(kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnta disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaoran internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika dan pelaporan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3 tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi, industry farmasi, PBF, instalasi farmasi pemerintah, apotek,
puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, lembaga ilmu
25
3) Kemasan obat
Obat hendaknya dikemas dengna rapi dalam kemasan yang cocok, sehingga terjaga
kualitasnya.
c. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep mengenai penulisan resep nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat, memanggil nama dan nomor
tunggu pasien, memeriksa ulang identitas dan alamat pasien, menyerahkan obat yang
disertai pemberian informasi obat, memberikan informasi cara penggunaan obat dan
hal-hal yang terkait dengan obat jika diperlukan antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat
dan lain-lain, penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil,
memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya, membuat
salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan),
menyimpan resep pada tempatnya.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-
kurangnya meliputi bentuk sediaan, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan.
e. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau
yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang
salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma,
dan penyakit kronis lainnya.
28