Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Uraian umum Apotek


2.1.1 Definisi Apotek

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


2017 tentang Apotek, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan praktik
kefarmasian oleh apoteker. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 yang merupakan pembaruan
dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980. Apotek sebagai salah satu pelayanan
kesehatan perlu mengutaman kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan,
menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan
keabsahannya terjamin. Apotek dapat diusahakan oleh instansi pemerintah dengan
tugas pelayanan kesehatan di pusat dan daerah, perusahaan milik negara yang ditunjuk
oleh pemerintah, dan apoteker yang telah mengucapkan sumpah serta memperoleh izin
dari Dinas Kesehatan setempat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Tenaga teknis kefarmasian
yang dimaksud dalam keputusan Menteri Kesehatan tersebut adalah yang membantu
apoteker dalam mlaksanakan pekerjan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi,
ahli madya farmasi dan analis farmasi.

4
5

2.1.2 Persyaratan Apotek


Apotek dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA). SIA adalah
surat yang diberikan Menteri Kesehatan RI kepada apoteker atau apoteker yang bekerja
sama dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan pelayanan apotek
di suatu tempat tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 992/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian izin
Apotek pada pasal 6 sebagai berikut.
a. Untuk mendapat izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan
pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat,
perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan
milik sendiri atau pihak lain.
b. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi
lainnya di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan
farmasi.
2.1.3 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan kefarmasian tugas dan
fungsi apotek adalah sebagai berikut.
a. Suatu tempat pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian
oleh apoteker
b. Tempat dilakukan pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaa obat, pelayanan atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
c. Tempat dilakukannya suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti utnuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
6

2.1.4 Pengelolaan Apotek


Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat, sarana dan prasarana apotek
dapat menjamin mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
serta kelancaran praktik pelayanan kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki
fungsi berikut.
a. Ruang Penerimaan Resep
Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan resep,
1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set computer. Ruang penerimaan resep
ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang Pelayanan Resep dan Peracikan
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi
rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya
disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk
pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, thermometer
ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini di atur agar mendapatkan
cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan Air
Conditioner (AC).
c. Ruang Penyerahan Obat
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat, buku pencatatan
penyerahan dan pengelolaan obat. Ruang penyerahan obat dapat digabungkan dengan
ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set dan kursi konseling, lemari
buku, buku-buku refrensi, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling dan
formulir caatan pengobatan pasien.
7

e. Ruang Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperature,
kelembababan, ventilasi, pemusnahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas.
f. Ruang Arsip
Ruang arsip dibtuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis akai serta pelaynan
kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus
yang aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen.

2.1.5 Perbekalan farmasi


Perbekalan farmasi menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.
73/MENKES/SK/X/2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah
obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetika, alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP).
Penggolongan obat menurut Peraturan Meteri Kesehatan RI nomor
917/Menkes/PerX/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
919/Menkes/Per/V/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan obat
terdiri dari
a. Obat bebas
Obat golongan ini termasuk obat yang relative paling aman, dapat di peroleh tanpa
resep dokter selain di apotek juga dapat diperoleh di toko obat. Contoh : Paracetamol,
antasida, biogesic®, termorex®, vitacimin®., penandaan untuk obat bebas yaitu bulatan
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar II.1 Logo Obat Bebas


8

b. Obat bebas Terbatas


Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan yang
ada. Obat ini digolongkan sebagai obat W (waarschuwing) yang artinya peringatan.
Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru dan 6 peringatan
khusus. Sebagaimana obat bebas, obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter di
apotek atau toko obat. Contoh : CTM®, betadin®e, insto®, microlax®.. Pada
penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan
berwarna hitam, memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut.

Gambar II.2 Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas


Penandaan khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna
biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti pada gambar berikut.

Gambar II.3 Logo Obat Bebas Terbatas

c. Obat Keras
Golongan ini disebut golongan G (gevaarlijk) yang artinya berbahaya. Disebut obat
keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan
yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat dengan resep dokter di
9

apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K di


tengahnya. Contoh : Omeprazole, natrium diklofenak, piracetam, metformin,
glibenclamid.

Gambar II.4 Logo Obat Keras

d. Obat Wajib Apotek (OWA)


Obat keras yang diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep
dokter disebut Obat Wajib Apotek (OWA). Obat yang termasuk dalam OWA sudah
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Penggolongan Daftar Wajib Apotek (DOWA)
dibagi menjadi :
1) DOWA 1 (KepMenKes RI No.347/Menkes/SK/VII/1990
Penggolongan OWA 1 berdasarkan kelas terapi yaitu oral, kontrasepsi, obat saluran
cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi
sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topical. Contoh : Eritromycin, asam
mefenamat, bromhexin HCl, hidrokortison, mebendazol.
2) DOWA 2 (PerMenKes RI No. 924/Menkes/Per/X/1993)
Obat wajib Apotek 2 terdiri dari : albendazol, bacitracin, benarilate, bismuth
subscitrate, carbinoxamin, clindamycin, dexametason, dexpanthenol, diclofenac,
ketokonazol, levamizol, methylprednisolone, miclosamid, noretrison, omeprazol,
axiconazole, dan lain-lain.
3) DOWA 3 (KepMenKes RI No. 1176/Menkes/SK/X/1993)
Penggolongan Obat Wajib Apotek 3 berdasarkan kelas terapi yaitu saluran cerna
dan metabolism kulit anti infeksi oral, sistem musculoskeletal. Contoh : famotidine,
asam fusidat, gentamisin, heksetidin, kloramfenikol.
10

e. Obat Psikotropika
Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Gambar II.5 Logo Obat Psikotropika


Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan
digolongkan menjadi IV golongan yaitu :
1) Psikotrpoika Golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mem-punyai potensi
amat kuat mengakibatkan seindroma ketergantungan. Contoh : Brolamfetamin
2) Psikotrpoika Golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantunga. Contoh : Amphetamine.
3) Psikotrpoika Golongan III
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Pentobarbital.
4) Psikotrpoika Golongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh :
Diazepam
11

f. Obat Narkotika
Menurut Undang-Undang RI No.35 tahun 2009 tentang Narkotika, narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun
semisensitesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat meninggalkan
ketergantungan.

Gambar II.6 Logo Obat Narkotika


Narkotika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindrom ketergantungan
digolongkan menjadi III golongan yaitu :
1) Narkotika Golongan I
Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantunga. Contoh : Opium, kokain, dan
ganja.
2) Narkotika Golongan II
Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibat kan
ketergantungan. Contoh : Morfin, fentanil, metadona, petidina.
3) Narkotika Golongan III
Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Codein.
12

g. Prekursor
Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi industry
farmasi atau produk ruahan dan produk jadi terdapat ephedrine, pseudoephedrine,
norephedrine atau phenylpropanolamine, ergotamine dan ergometrine
Pengaturan prekursor dalam peraturan pemerintah ini meliputi segala kegiatan yang
berhubungan dengan pengadaan dan penggunaan prekursor untuk keperluan industri
farmasi, industri non farmasi dan pengembangan ilmu pengetahuan teknologi.
Pengaturan prekursor bertujuan untuk :
1) Melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan prekursor
2) Mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor.
3) Mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor.
4) Menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industry non farmasi dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

h. Obat Keras Tertentu


Obat keras tertentu adalah obat-obat yang sering disalahgunakan, obat ini bekerja di
sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan ketergantungan dan menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Secara peraturan obat-obat tertentu
yang sering disalahgunakan termasuk golongan obat keras. Contoh: Tramadol,
Klopromazin, Amitriptilin, Haloperidol.
Bahan obat adalah berupa substansi yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan
oleh Farmakope Indonesia atau buku resmi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.
Bahan obat baru bertebtuk bahan, bias berupa serbuk atau cairan yang belum menjadi
sediaan.
13

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman obat tradisional dibagi menjadi :
a. Jamu (Empirical based herbal medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disiapkan dan disediakan secara tradisional.
Berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas
cemaran) serta digunakan secara tradisional berdasarkan pengalaman. Jamu telah
digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan
tahun. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan umumnya belum terbukti secara ilmiah
(empirik) namun telah banyak dipakai oleh masyarakat luas. Belum ada pembuktian
ilmiah sampai dengan klinis, tetapi digunakan dengan bukti empiris berdasarkan
pengalaman turun-temurun. Contoh : Madu TJ®, Pil Binari®, Curmaxan®,

Gambar II.7 Penandaan Jamu


b. Obat Herbal Terstandar (Scientificbased herbal medicine)
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak
atau penyarian bahan dalam (dapat berupa tanaman obat, hewan maupun mineral).
Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih rumit dan berharga
mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan dan
keterampilan pembuatan ekstrak.
14

Selain proses produksi dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pra-klinik (uji pada hewan) dengan
mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman
obat, standar pembuatan obat tradisional yang higenis dan telah dilakukan uji toksisitas
akut maupun kronis. Contoh : Diapet®, Kiranti®, Psidii® dan lain-lain.

Gambar II.8 Penandaan Obat Herbal Terstandar


c. Fitofarmaka (Clinical basedherbal medicine)
Fitofarmaka dalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan
obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan
bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat
ilmiah, protokol uji yang telah disetuju, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip
etika, tempat pelaksanan uji memenuhi syarat. Stimuno®, Rheumaneer®, Tensigard®, dan
X-Gra®

Gambar II.9 Penandaan Fitofarmaka

Menurut Menteri Kesehatan RI No.220/Menkes/Per/X/1976 yang menyatakan


bahwa kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,
dituangkan, dipercikan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan
pada badan atau bagian badan manusia, dengan maksud untuk membersihkan,
memelihara menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan
obat.
15

Sementara kosmetik hipoalergik adalah kosmetika yang didalamnya tidak


mengandung zat-zat yang dapat menyebabkan reaksi iritasi. Kosmetika jenis ini
merupakan kosmetika yang lebih aman untuk kesehatan kulit. Banyak bahan-bahan
yang sering menimbulkan reaksi iritasi dan telah dikeluarkan dari daftar kosmetika
hipoalergik seperti arsenic, compounds, bence, dan lain-lain.
Kosmetika tradisional adalah kosmetika yang terdiri dari bahan-bahan alam dan
diolah secara tradisional. Di samping itu, terdapat kosmetika resmi tradisional yaitu
kosmetika tradisional yang penglohannya dilakukan secara modern dengan
mencampurkan zat-zat kimia sintetik kedalamnya.
Menurut undang-udang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, alat kesehatan
adalah instrument apparatus, mesin, implant yang tidak memgandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dana tau
untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
Beberapa contoh alat kesehatan yaitu pinset, sonde uterus, breast pump,
thermometer, tensimeter stetoscope, reflex hummer.
Menurut keputusan Menteri Kesehatan No. 73/MENKSE/SK/X2016 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahan medis habis pakai adalah alat
kesehatan yang ditujukkan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar
produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Beberapa jenis daftar alat
medis habis pakai adalah alat penampung urin, jarum suntik, alat infus, kateter, kassa,
masker, penutup rambut atau nurse cap, plester, perban, sarung tangan medis dan
operasi, selang oksigen, selang infus, tisu alcohol, spoit.
16

2.2 Uraian Umum Kimia Farma


2.2.1 Sejarah Umum Kimia Farma
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang
didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada
awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp and Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan,
pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah
perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia
Farma. Kemudian pada tanggal 16 agustus 1971, PNF diubah menjadi PT kimia Farma
(Persero).
Pada tanggal 4 juli 2001, PT kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya
menjadi perusahaan publik, PT kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan
berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah
dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa
telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia) perusahaan dengan pelayanan
kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam
pengembangan dan pembangunan bangsa, khususnya pembangunan kesehatan
masyarakat Indonesia.
PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh Kimia
Farma untuk mengelola apotek – apotek milik perusahaan yang ada. Dalam upaya
meningkatkan konstribusi penjualan untuk memperbesar penjualan maka Apotek
Kimia Farma mengelola sebanyak 1000 apotek yang terbesar diseluruh tanah air yang
memimpin pasar dibidang perapotekan dengan penguasaan pasar sebesar 19% dari
total penjualan apotek dari seluruh Indonesia.
Apotek Kimia Farma melayani penjualan langsung dan melayani resep dokter
dan menyediakan pelayanan lain, misalnya praktik dokter dan OTC (swalayan) serta
pusat pelayanan informasi obat. Apotek Kimia Farma dipimpin oleh tenaga apoteker
yang bekerja fulltimer sehingga dapat melayani informasi obat dengan baik.
17

Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam


memanfaatkan momentum pasar bebas, dimana pihak yang memiliki jaringan luas
seperti Kimia Farma akan diuntungkan.
PT. Kimia Farma Apotek yang dulu terkoordinasi dalam Unit Apotek Daerah
(UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi Bisnis Manager dan apotek
pelayanan sebagai hasil restruksisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia
Farma Apotek melakukan perubahan struktur organisasi dan sistem pengelolaan
Sumber Daya Manusia (SDM) dengan pendekatan efisiensi, produktifitas,
kompentensi dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada.
Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra
lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap Apotek Kimia Farma
bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan
kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium
klinik, optik, praktik dokter dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia seperti
herbal medicine.
Terdapat dua jenis apotek di Kimia Farma, yaitu Apotek Administrator yang
sekarang disebut sebagai Bisnis Manager (BM) dan Apotek Pelayanan. BM
membawahi beberapa Apotek Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. BM
bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi Apotek
pelayanan yang berada dibawahnya.
Adapun visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan
layanan kesehatan yang terkemuka, dan mampu memberikan solusi kesehatan
masyarakat di Indonesia.
Misi PT. Kimia Farma Apotek yaitu menghasilkan pertumbuhan nilai perusahaan
melalui:
a. Jaringan Layanan kesehatan yang terintergrasi meliputi jaringan apotek, klinik,
laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya
b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal
18

c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee Based


Income)

2.2.2 Logo Instansi Apotek Kimia Farma

Gambar II.10 Logo Kimia Farma


Makna Tulisan biru dalam kata Kimia Farma mengandung arti produk-produk
yang dihasilkan haruslah berkualitas dan bermutu, sehingga mampu meningkatkan
kepercayaan terhadap produknya tersebut. Garis setengah melingkar berwarna orange
melambangkan harapan yang dicapai oleh kimia farma dalam meningkatkan dan
mengembangkan produknya yang inovatif dan bermutu.
Adapun Makna dari logo tersebut adalah :
1) Simbol Matahari
Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah
penggambaran optimis Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya.
2) Komitmen
Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam barat secara tertentu dan terus
menerus hingga memiliki arti adanya komitmen dan konsistensi menjalankan
segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
3) Sumber Energi
Matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru
memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat.
4) Semangat yang Abadi
Warna orange berarti semangat, warna biru berarti abadi. Harmonisasi antara
kedua warna tersebut menjadi salah satu makna yaitu semangat yang abadi.
19

2.2.3 Sejarah Kimia Farma No.114 Hidayatullah


Apotek Kimia Farma Hidayatullah berdiri tanggal 1 Januari 1999. Apotek Kimia
Farma Hidayatullah terletak di Jl. P. Hidayatullah No. 27 Samarinda, Kalimantan
Timur.
Ditinjau dari lokasinya Apotek Kimia Farma Hidayatullah berada dijalur lalu
lintas yang ramai sehingga sangat baik untuk pelayanan kesehatan. Selain terletak
dikawasan yang lalu lintasnya ramai, Apotek Kimia Farma Hidayatullah juga terletak
tidak jauh dari rumah sakit yaitu rumah sakit Ibu dan Anak Aisyiyah.
Hal yang berhubungan dengan bangunan secara fisik telah memenuhi syarat yang
ada karena Apotek Kimia Farma Hidayatullah memiliki sarana yang cukup lengkap
untuk sebuah apotek. Apotek Kimia Farma Hidayatullah juga memiliki empat dokter
praktek dalam menunjang pelayanan, yaitu dr. kandungan, dr. gigi, dr. Kulit kelamin
dan dr. umum.
Data perizinan apotek Kimia Farma Hidayatullah
Nama Apotek : Apotek Kimia Farma Hidayatullah
Telepon : (0541) 742198
Alamat : Jl. P. Hidayatullah No. 27 Samarinda
APA : Al Akbar Rahmatul Velayati, S.Farm., Apt
20

2.3 Struktur Organisasi Apotek

Isnaini Nurdin, S.Si.,Apt


Manajer Apotek

Apoteker Pendamping Apoteker Pengelola Apotek


Hashifa Desyrahma, S.Farm.,Apt Al Akbar Rahmatul Velayati, S.Farm.,Apt
Fatmasari, S.Farm.,Apt
Anisha Putri,S.Farm.,Apt

Non Asisten Apoteker Asisten Apoteker


1. Dany Sufwan 1. Ruri Ridhayani, S.E
2. Hendriansyah 2. Anisa Fitri
3. Agustina
4. Syahmubin

Gambar II.11 Struktur Organisasi Apotek

2.4 Tugas dan Fungsi Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di Apotek


2.4.1 Tugas Tenaga Teknis Kefarmasian
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 573 Tahun 2008 tentang Standar
Profesi Asisten tugas asisten apoteker ialah sebagai berikut.
a. Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan profesinya
b. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar profesi yang
dilandasi pada kepentingan masyarakat.
21

c. Memberi harga pada setiap resep dokter yang masuk dan memberikan kelengkapan
resep.
d. Melayani dan meracik obat sesuai dengan resep dokter.
e. Menimbang, menyiapkan, mengemas dan memberi etiket obat untuk racikan sesuai
permintaan resep.
f. Memeriksa kebenaran obat sebelum diserahkan kepada pasien.
g. Membuat salinan resep bila diperlukan oleh pasien, bila obat hanya ditebus sebagian
atau resep diulang serta membuat kwitansi bila diperlukan.
h. Membuat informasi yang berkaitan dengan penggunaan./pemakaian obat yang akan
diserahkan pada pasien dan juga memberikan informasi mengenai penggunaan obat
secara tepat, benar dan rasional serta mudah dimengerti pasien/masyarakat.
i. Melayani penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter.
j. Melakukan pengelolaan apotek, meliputi manajemen pengelolaan obat atau barang,
penyimpanan dan pencatatan distribusi mulai dari penerimaan barang sampai
dengan penyerahan kepada pasien.

2.4.2 Fungsi Tenaga Teknis Kefarmasian


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.573 Tahun 2008 tentang Standar
Profesi Asisten Apoteker fungsi asisten apoteker ialah sebagai berikut.
a. Tenaga Teknis Kefarmasian melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab
dan standar profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani
penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter.
b. Tenaga Teknis Kefarmasian harus memberikan informasi berkaitan dengan
penggunaan dan pemakaian obat yang akan diserahkan pada pasien dan
c. Memberikan informasi mengenai penggunaan secara tepat, benar dan rasional dan
mudah dimengerti oleh pasien atau masyarakat.
d. Fungsi pembelian meliputi : mendata kebutuhan barang, membuat kebutuhan
barang, mendata pemasok, merencanakan dan melakukan pembelian sesuai dengan
yang dibutuhkan, kecuali ketentuan lain dari APA dan memeriksa harga.
22

e. Fungsi gudang meliputi : menerima dan mengeluarkan berdasarkan fisik barang,


menata, merawat dan mejaga keamanan barang.
f. Fungsi pelayanan meliputi : melakukan penjualan dengan harga yang telah di
tetapkan, menjaga kenyamanan ruang tunggu, melayani konsumen dengan ramah
dan membina hubungan baik dengan pelanggan.
2.5 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek pada Pasal 1 ayat 1 yang
dimaksud dengan standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggara-kan pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab dengan maskud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien.
Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu kegiatan yang
bersifat managerial yang berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan makusd mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
meliputi :
a. Perencanaan
Perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai perlu memperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan
masyarakat.
23

b. Pengadaan
Proses pengadaan dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka
pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang – undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana ini dipindahkan pada wadah lain, maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
2) Semua obat/bahan obat harus di simpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin
keamanan dan stabilitasnya.
3) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4) Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First
In First Out)
e. Pemusnahan
1) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan obat yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Pemusnahan
obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh
tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktek atau surat izin kerja.
Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan 1 formulir
sebagaimana terlampir.
24

2) Resep yang telah disimpan melebihi jngka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan berita cara pemusnahan resep menggunakan formulir 2
sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Kesehtan
Kabupaten/Kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya
kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-kuranfnya memuat
semua obat, kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengualaran, dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilaukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan
(kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnta disesuaikan
dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaoran internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,
barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika dan pelaporan lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.3 tahun 2015
tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi, industry farmasi, PBF, instalasi farmasi pemerintah, apotek,
puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, lembaga ilmu
25

pengetahuan, atau dokter praktek perorangan yang melakukan produksi, penyaluran


dan penyerahan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib membuat
pencatatan mengenai pemasukkan dana tau pengeluaran narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi.
Pencatatan sebagaimana dimaksud paling sedikit terdiri atas :
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
b. Jumlah persediaan.
c. Tanggal, nomor dokumen dan sumber penerimaan.
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen dan tujuan penyaluran penyerahan.
f. Jumlah yang disalurkan diserahkan.
g. Nomor batch dan kadaluwarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan.
h. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Pencatatan yang dilakukan harus dibuat sesuai dengan dokumen penerimaan dan
dokumen penyaluran termasuk dokumen impor, dokumen eskpor dan atau dokumen
penyerahan. Seluruh dokumen, pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen
penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3
(tiga) tahun.
Pelaporan sebagaimana dimaksud di atas paling sedikit terdiri atas :
a. Nama, bentuk sediaan, dan kekuataan narkotika, psikotropika dan/atau prekursor
farmasi.
b. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan.
c. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. Jumlah yang diterima.
e. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran.
f. Jumlah yang disalurkan.
g. Nomor bacth dan kadaluwarsa setiap penerimaan atau penyaluran dan persediaan
awal dan akhir.
26

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 73 Tahun 2016, pelayanan farmasi


klinik di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien.
a. Skirining resep
Skirining resep meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetika dan
pertimbangan klinis.
1) Persyaratan Administratif.
a) Nama, SIP dan alamat dokter
b) Tanggal penulisan resep
c) Tanda tangan paraf dokter penulis resep
d) Nama, alamat, umut, jenis kelamin dan berat badan pasien
e) Cara pemakaian yang jelas
f) Informasi lainnya
2) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilas,
cara dan lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis,
durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan
alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pembertitahuan.
b. Penyiapan obat
1) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan
memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat
suatu prosedur tetp dengan memperhatikan dosis, jenis, jumlah obat dan etiket.
2) Pemberian etiket
Penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca. Etiket putih untuk obat dalam oral,
etiket warna biru untuk obat luar.
27

3) Kemasan obat
Obat hendaknya dikemas dengna rapi dalam kemasan yang cocok, sehingga terjaga
kualitasnya.
c. Penyerahan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
kesesuaian antara obat dengan resep mengenai penulisan resep nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat, memanggil nama dan nomor
tunggu pasien, memeriksa ulang identitas dan alamat pasien, menyerahkan obat yang
disertai pemberian informasi obat, memberikan informasi cara penggunaan obat dan
hal-hal yang terkait dengan obat jika diperlukan antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat
dan lain-lain, penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil,
memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya, membuat
salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan),
menyimpan resep pada tempatnya.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-
kurangnya meliputi bentuk sediaan, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan.
e. Konseling
Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau
yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang
salah. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma,
dan penyakit kronis lainnya.
28

f. Pemantauan Penggunaan Obat


Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,
asma dan penyakit kronis lainnya.
g. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemeberi layanan diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan
pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis maksimal yang dgunakan pada manusa untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Mengidentifikasi obat dan psien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping obat.

Anda mungkin juga menyukai