Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

PENGEMBANGAN MODEL PENDIDIKAN KESEHATAN


INTEGRATIF DAN KOLABORATIF DI SEKOLAH

Desak Made Citrawathi

Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Pendidikan Ganesha


dskcitra@gmail.com

Abstrak: Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Untuk dapat belajar
dengan baik, diperlukan status kesehatan yang optimal. Kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual yang
baik pada siswa akan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Pendidikan merupakan salah satu
unsur penting dalam promosi kesehatan dan merupakan startegi promosi kesehatan yang lebih baik
dibandingkan strategi lainnya. Melalui pendidikan kesehatan siswa mendapatkan informasi, pengetahuan,
dan keterampilan mengenai perilaku hidup sehat, dan gaya hidup yang bersih dan sehat. Melalui
pendidikan kesehatan siswa juga mendapatkan akses mengenai berbagai masalah kesehatan. Siswa yang
mendapatkan pendidikan kesehatan diharapkan tidak hanya mampu mempraktekkan perilaku sehat dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi mereka juga diharapkan mampu menjadi agen promosi kesehatan di
lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Sedangkan
dalam UU RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dinyatakan bahwa kesehatan sekolah diselenggarakan
untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga
peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas.Kedua Undang-undang tersebut mengamanatkan pentingnya pelaksanaan pendidikan
kesehatan di sekolah. Dengan berlakunya Kurikulum 2013, perlu dikembangkan model pendidikan
kesehatan integratif dan kolaboratif, melalui pengembangan tema-tema kesehatan atau diintegrasikan
pada mata pelajaran yang relevan, dengan lebih mengoptimalkan peranan siswa, guru, dan dukungan
partisipatif aktif warga sekolah, orang tua, dan Puskesmas.

Kata-kata kunci: pendidikan kesehatan, integratif, kolaboratif.

Abstract: Education and health are two interrelated things. To be able to learn well, required optimal
health status. Physical, mental, social, and spiritual well the students will support the success of students
in learning.Education is one of the important elements in the promotion of health and health promotion is
a strategy that is better than other strategies. Through health education students gain information,
knowledge, and skills regarding healthy behavior and lifestyle that is clean and healthy. Through health
education students also gain access to the wide range of health problems. Students who received health
education are expected not only be able to practice healthy behaviors in daily life, but they are also
expected to be a health promotion agency in the family and society. In Law No. 20 Year 2003 on
National Education System stated that "the National Education serves to developing students' potentials to
become a human of faith and fear of God Almighty, noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative,
independent, and become citizens democratic and accountable. While the RI Law 36 of 2009 on Health
stated that the school health organized to enhance the ability of learners healthy life in a healthy
environment so that students can learn, grow, and develop into a quality human resources. Both the laws
mandates the importance of the implementation of health education in schools. With the enactment of
Curriculum 2013, the need to develop models of integrative and collaborative health education, through
the development of health themes or integrated in the relevant subjects, to further optimize the role of
students, teachers, and support of active participatory citizens of the school, parents, and health centers.

Keywords: health education, integrative, collaborative.

223
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

PENDAHULUAN khususnya remaja, intervensi terhadap


faktor perilaku sangat strategis. Bentuk
Pendidikan kesehatan pada
intervensi terhadap faktor perilaku
prinsipnya bertujuan agar masyarakat
secara umum dapat dilakukan melalui
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
dua upaya, yaitu tekanan (enforcement)
hidup sehat. Suliha, dkk. (2002),
dan edukasi (education) (Notoatmodjo,
mengemukakan bahwa pendidikan
2003). Menurut WHO, strategi
kesehatan merupakan usaha untuk
perubahan perilaku dikelompokkan
membantu seseorang atau individu,
menjadi tiga cara, yaitu tekanan,
kelompok, atau masyarakat
memberi informasi atau edukasi, dan
meningkatkan kemampuannya baik
diskusi partisipasi.
pengetahuan, sikap, maupun
Perubahan perilaku dengan cara
keterampilannya untuk mencapai hidup
tekanan dilakukan melalui penggunaan
sehat secara optimal. Dalam Notoatmojo
kekuatan atau kekuasaan. Dengan cara
(2005) dinyatakan bahwa pendidikan
ini, perubahan perilaku dipaksakan pada
kesehatan adalah upaya persuasi atau
sasaran. Cara ini dapat mengubah
pembelajaran kepada masyarakat agar
perilaku secara cepat, tetapi
masyarakat mau melakukan tindakan-
perubahannya tidak bertahan lama
tindakan (praktek) untuk memelihara
(mengatasi masalah), dan meningkatkan karena belum atau tidak didasari
kesadaran pribadi. Upaya mengubah
kesehatannya. Perilaku memelihara
perilaku dengan memberikan informasi
kesehatan yang dihasilkan dari proses
atau edukasi dilaksanakan dengan cara
edukasi didasarkan atas pengetahuan dan
persuasi, bujukan, himbauan, ajakan, dan
kesadaran yang diharapkan berlangsung
memberi kesadaran melalui kegiatan
lama (long lasting) dan menetap.
pendidikan kesehatan. Upaya ini
Blum (1974) dalam Notoatmodjo
dilakukan untuk meningkatkan
(2003) mengerlompokkan empat faktor
pengetahuan kelompok sasaran. Dengan
yang berpengaruh terhadap hidup sehat,
pengetahuan yang didapat akan
yaitu: (1) faktor lingkungan, (b) perilaku,
menimbulkan perubahan sikap, dan
(c) pelayanan kesehatan, dan (4)
akhirnya menyebabkan individu,
keturunan (hereditas). Pemeliharaan dan
kelompok sasaran akan berperilaku yang
peningkatan kesehatan individu,
kelompok atau masyarakat hendaknya didasarkan pada kesadaran, kemauan
individu yang bersangkutan. Perubahan
mengintervensi keempat faktor tersebut.
perilaku dengan cara ini memerlukan
Pendidikan kesehatan merupakan bentuk
waktu relatif lama, tetapi perubahannya
intervensi terhadap perilaku. Pendekatan
bersifat langgeng. Cara perubahan
pendidikan didasarkan pada asumsi
perilaku melalui diskusi dan partisipasi
tentang hubungan pengetahuan dan
merupakan cara lanjutan setelah melalui
perilaku. Peningkatan pengetahuan akan
informasi atau edukasi. Melalui diskusi
mengubah sikap seseorang untuk
partisipasi, pengetahuan yang diterima
mendorong perubahan perilaku (Naidoo
semakin mantap sehingga perilaku
dan Wills, 2000). Namun faktor
kelompok sasaran menjadi lebih mantap,
pelayanan kesehatan, lingkungan, dan
bahkan merupakan referensi perilaku
keturunan juga memerlukan intervensi
orang lain.
pendidikan (Notoatmojo, 2003).
Kesehatan peserta didik (siswa)
Perilaku merupakan faktor terbesar
sangat diperlukan agar proses
kedua setelah faktor lingkungan yang
pendidikan dapat berlangsung optimal.
mempengaruhi kesehatan individu,
Sesuai dengan Undang-undang Republik
kelompok, atau masyarakat (Maulana,
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
2009). Untuk membina dan
Sistem Pendidikan Nasional, bahwa
meningkatkan kesehatan masyarakat

224
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

untuk mencapai tujuan nasional perilaku dibedakan menjadi perilaku


pendidikan diperlukan sumber daya tertutup dan perilaku terbuka. Respon
manusia yang berkualitas yang antara pada perilaku tertutup masih terbatas
lain diwujudkan dengan menciptakan pada perhatian, persepsi, pengetahuan
lingkungan pendidikan yang sehat bagi atau kesadaran, sikap yang terjadi pada
peserta didik (Catio, 2009). Pendidikan orang yang menerima stimulus. Perilaku
nasional bertujuan mengembangkan terbuka sudah dalam bentuk tindakan
potensi peserta didik agar menjadi nyata.
manusia yang beriman dan bertakwa Perilaku sehat dapat terbentuk
kepada Tuhan Yang maha Esa, karena berbagai pengaruh seperti
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, pengetahuan, sikap, pengalaman,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga keyakinan, sosial, budaya, dan sarana
negara yang demokratis serta fisik. Dalam bidang perilaku kesehatan,
bertanggungjawab (pasal 3 UU RI teori tentang faktor penentu (determinan)
Nomor 20 Tahun 2003). yang umum digunakan dalam program-
Di Indonesia, pengelolaan program kesehatan masyarakat antara
pendidikan kesehatan sekolah bertumpu lain teori Lawrence Green. Green (1980,
pada suatu wadah yang disebut Usaha dalam Maulana, 2009) menyatakan
Kesehatan Sekolah (UKS). UKS yaitu bahwa perilaku seseorang ditentukan
usaha membina dan mengembangkan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi
kebiasaan dan perilaku hidup bersih dan (predisposing factors), faktor pemungkin
sehat siswa sekolah secara komprehensif atau pendukung (enabling factors) , dan
dan terpadu. Terdapat tiga program UKS faktor pendorong atau penguat
(disebut Trias UKS), yang meliputi (reinforsing factors). Perilaku berisiko
pendidikan kesehatan, pelayanan yang menimbulkan masalah kesehatan
kesehatan, dan pemeliharaan lingkungan pada peserta didik juga dipengaruhi oleh
sekolah sehat. Dari penelitian yang tiga faktor tersebut. Pendidikan
dilakukan oleh Citrawathi, dkk (2013), kesehatan dengan strategi pembelajaran
Citrawathi (2013), program pendidikan yang tepat dapat meningkatkan
kesehatan di sekolah belum berlangsung pengetahuan, sikap, dan keterampilan
secara optimal. Dengan berlakunya terkait kesehatan akan dapat
kurikulum 2013, perlu dikaji bagaimana memperkecil perilaku berisiko pada
pelaksanaan pendidikan kesehatan di siswa.
sekolah sebagai salah satu penentu Faktor-faktor predisposisi
perilaku hidup sehat pada peserta didik. (predisposing factors), yaitu faktor
internal yang ada pada individu,
PEMBAHASAN keluarga, kelompok, atau masyarakat
yang mempermudah atau menjadi alasan
Pendidikan Kesehatan dan Perubahan
dan memotivasi individu untuk
Perilaku Kesehatan
berperilaku. Termasuk dalam faktor ini
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah pengetahuan, sikap, persepsi,
adalah respon seseorang terhadap kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan kebiasaan, umur, norma sosial budaya,
penyakit, sistem pelayanan, makanan, dan faktor sosio-demografi. Faktor
serta lingkungan. Di dalam proses pemungkin atau pendukung (enabling
pembentukan dan perubahan perilaku factors), yang memungkinkan atau
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendorong individu berperilaku karena
berasal dari dalam dan dari luar individu tersedianya sumber daya,
itu (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan keterjangkauan, rujukan, keterampilan
bentuk respons terhadap stimulus, yang terkait dengan kesehatan,

225
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

komitmen masyarakat atau pemerintah, d. Trial, subyek mulai mencoba


akses terhadap media informasi, tempat melakukan sesuatu sesuai dengan
tinggal, dan status ekonomi. Faktor- tujuan stimulus
faktor pendorong atau penguat e. Adoption, di mana subyek telah
(reinforcement factors), yaitu faktor berperilaku baru sesuai dengan
yang menguatkan perilaku, seperti sikap pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya
petugas kesehatan, teman sebaya, orang terhadap stimulus.
tua, guru, tokoh masyarakat, pengambil
keputusan, dan yang merupakan Integrasi Pendidikan Kesehatan
kelompok referensi dari perilaku dalam Pembelajaran pada Kurikulum
masyarakat. Pendidikan kesehatan 2013
berperanan mengubah dan menguatkan Kurikulum 2013 merupakan
ketiga faktor perilaku tersebut sehingga kurikulum berbasis kompetensi, yang
menimbulkan perilaku positif pada menekankan pada sikap, pengetahuan,
siswa. dan keterampilan. Berdasarkan Peraturan
Pendidikan kesehatan bertujuan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
untuk mengubah perilaku (behavior Republik Indonesia No 65 Tahun 2013
change). Pendidikan kesehatan memiliki tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
3 dimensi, yakni: (a) mengubah perilaku dan Menengah, proses pembelajaran
negatif (tidak sehat) menjadi perilaku diarahkan pada pengembangan ketiga
positif (sesuai dengan nilai-nilai ranah tersebut secara utuh/holistik.
kesehatan), (b) mengembangkan Dengan demikian kualitas pembelajaran
perilaku positif, dan (c) memelihara secara utuh melahirkan pribadi yang
perilaku yang sudah positif mencerminkan keutuhan penguasaan
(Notoatmodjo, 2010). sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Terbentuknya suatu perilaku Sikap diperoleh melalui aktivitas
terutama pada orang dewasa dimulai
pada domain kognitif, dalam arti subyek
tahu terlebih dahulu terhadap stimulus. diperoleh dari aktivitas mengingat,
Pengetahuan atau kognitif merupakan memahami, menerapkan, menganalisis,
domain yang sangat penting untuk mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan
terbentuknya tindakan seseorang. Rogers keterampilan diperoleh melalui aktivitas
(1974) dalam Notoatmojo (2003) mengamati, menanya, mencoba,
mengungkapkan bahwa sebelum orang menalar, menyaji, dan mencipta.
mengadopsi perilaku baru (berperilaku Dalam struktur kurikulum 2013
baru), di dalam diri orang tersebut terjadi dirumuskan Kompetensi Inti, yaitu: (1)
proses yang berurutan sebagai berikut. Kompetensi Inti-1(KI-1) untuk
a. Awareness (kesadaran), di mana kompetensi inti sikap spiritual, (2)
seseorang tersebut menyadari atau Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk
mengetahui stimulus atau obyek. kompetensi inti sikap sosial, (3)
b. Interest (merasa tertarik) terhadap Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk
stimulus atau obyek tersebut. Di sini kompetensi inti pengetahuan, dan (4)
sikappositif subyek sudah mulai Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk
timbul. kompetensi inti keterampilan.
c. Evaluation (menimbang-nimbang) Pembelajaran pada Kurikulum 2013
terhadap baik dan tidaknya stimulus menggunakan pendekatan ilmiah
tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti (scientific), tematik terpadu, dan tematik.
sikap subyek sudah lebih baik lagi Untuk mendorong kemampuan peserta
didik menghasilkan karya kontektual,
sangat disarankan menggunakan

226
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

pendekatan pembelajaran yang masalah merupakan wahana untuk


menghasilkan karya berbasis pemecahan mengembangkan kompetensi dasar pada
masalah. Dalam RPP diarahkan agar KI-1 dan KI-2. Dalam mengintegrasikan
kegiatan pembelajaran berlangsung pendidikan kesehatan pada materi pokok
secara interaktif, inspiratif, yang relevan, siswa tidak hanya
menyenangkan, menantang, memotivasi dibelajarkan tentang pengetahuan,
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, perilaku sehat, dan keterampilan dalam
serta memberi ruang yang cukup bagi pemecahan masalah, tetapi juga
prakarsa, minat, dan perkembangan fisik membelajarkan tentang sikap.
serta psikologis peserta didik.
Pada pendidikan kesehatan dapat Pendidikan Kesehatan dengan
diintegrasikan pada materi pokok yang Strategi Kolaborasi dan Pemecahan
relevan, dan siswa dibelajarkan dalam Masalah
kelompok kolaboratif dengan strategi Keterampilan pemecahan masalah
pemecahan masalah yang mengacu pada dapat dilatih melalui pembelajaran
strandar proses yang tertuang pada berbasis masalah. Peningkatan
Peraturan Menteri Pendidikan dan keterampilan melalui pembelajaran
Kebudayaan Republik Indonesia No 65 berbasis masalah ditemukan pada
Tahun 2013. Pembelajaran diawali penelitian yang dilakukan oleh Adnyana,
dengan masalah yang dapat dijadikan dkk. (2003), Afcariano (2008), Krishnan,
tema dalam membahas materi pokok dkk, (2011), dan Astika, dkk. (2013).
yang relevan. Pendidikan kesehatan Hasil penelitian Adyana, dkk. (2003)
dengan pembelajaran tematik dengan menyatakan bahwa pembelajaran
tema kesehatan yang dilakukan di SD berbasis masalah dapat meningkatkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kompetensi dan keterampilan hidup
(Citrawathi, 2010). Langkah-langkah siswa. Hasil penelitian Afcariano (2008),
pembelajaran yang dirancang Krishna, dkk. (2011), dan Astika, dkk.
menciptakan suasana pembelajaran (2013), juga mengemukakan bahwa
sebagaimana yang disarankan dalam pembelajaran berbasis masalah dapat
kurikulum 2013, yaitu memberikan meningkatkan keterampilan berpikir
pengalaman belajar kepada siswa, siswa. Di samping itu, Delisle (1997)
seperti: mengamati, menanya, menguraikan bahwa pembelajaran
mengumpulkan informasi, mengolah berbasis masalah mendorong
informasi (mengasosiasikan), dan pembelajaran kolaboratif. Pembelajaran
mengkomunikasikannya. berbasis masalah menekankan pada kerja
Membelajarkan siswa tentang sama (kolaboratif). Seperti yang
pengetahuan dan keterampilan dikemukakan oleh Hesson & Shad
pemecahan masalah terkait kesehatan (2007) bahwa pembelajaran berbasis
merupakan pembelajaran yang masalah digunakan untuk mengubah
menyangkut kompetensi dasar yang pembelajaran dari guru ke siswa, dan
dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Pada dengan pembelajaran berbasis masalah
saat membelajarkan siswa tentang transformasi pengetahuan menjadi lebih
pengetahuan sesuai materi pokok, siswa baik.
juga dididik sikapnya, antara lain Pembelajaran kolaboratif akan
kedisiplinan, kejujuran, tanggungjawab, memberi kesempatan pada siswa untuk
peduli, santun, dan percaya diri. Di saling berinteraksi. Melalui interaksi,
samping itu, siswa juga dibelajarkan seorang siswa dapat membandingkan
tentang nilai dan norma terkait dengan pemikiran dan pengetahuan yang telah
materi yang dkaji. Jadi dalam proses dibentuknya dengan pemikiran dan
pembelajaran keterampilan pemecahan pengetahuan siswa lain. Siswa tertantang

227
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

untuk semakin mengembangkan pikiran pembelajaran seperti ini, guru membantu


dan pengetahuannya sendiri. siswa mengkonstruksi pengetahuan
Peningkatan hasil belajar karena adanya sehingga pengetahuan siswa meningkat.
interaksi antara siswa, dan antara siswa Mengintegrasikan pendidikan
dengan guru juga dikemukakan oleh kesehatan dengan strategi pembelajaran
Dewi, dkk. (2013). Sebagaimana yang berdasarkan masalah merupakan
juga dikemukakan oleh Ostroff (2013), pembelajaran aktif yang diawali dengan
bahwa pada saat berdiskusi dalam masalah-masalah otentik tentang
kelompok, siswa secara simultan sebagai kesehatan yang relevan dengan materi
peserta aktif dan juga sebagai pengamat. pokok sesuai silabus. Masalah kesehatan
Jadi, dalam pembelajaran kolaboratif dapat dijadikan tema dalam
memberi siswa pengalaman melakukan, pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
sementara itu siswa juga yang dikemukakan oleh Ostroff (2013),
menginternalisasi pemikiran orang lain. bahwa strategi yang efektif untuk
Tanggaard (2005) menguraikan bahwa meningkatkan pengetahuan siswa adalah
siswa lebih menginternalisasi dengan membahas masalah atau
keterampilan dan pengetahuannya pada pengalaman yang konkrit. Motivasi
pembelajaran kolaboratif. Sedangkan siswa akan meningkat jika diminta untuk
Suyatno (2008) mengemukakan, proses mencari solusi dalam mengatasi masalah
pembelajaran kolaboratif merupakan kehidupan nyata. Muhzon (2009)
proses membangun makna dari materi menyatakan bahwa membahas kasus riil
yang dipelajari melalui interaksi sosial. dalam pembelajaran menjadikan proses
Muijs dan Reynold (2008) menguraikan pembelajaran menjadi menarik dan
bahwa belajar dalam kelompok bermakna. Peningkatan motivasi pada
membantu siswa untuk mengembangkan pembelajaran kolaboratif dan
keterampilan berkomunikasi, meningkatkan hasil belajar,
keterampilan berpartisipasi, dikemukakan oleh Santoso (2013). Hal
keterampilan mendengarkan, yang sama dikemukakan oleh Eggen dan
kemampuan empati, dan Kauchak (2012) bahwa pembelajaran
mengakomodasi pendapat orang lain. melalui pemecahan masalah otentik
Dalam Murmanto (2007) dinyatakan sangat meningkatkan motivasi siswa
bahwa pada proses pembelajaran siswa karena didorong oleh tantangan dan rasa
diberikan kesempatan untuk ingin tahu. Slavin (1997)
berkomunilasi menyampaikan mengemukakan bahwa siswa yang
gagasannya. Siswa yang memiliki termotivasi untuk belajar akan
keterampilan berkomunikasi akan dapat menggunakan proses kognitif yang lebih
mengkomunikasikan ide-idenya kepada tinggi dalam mempelajari materi
orang lain secara efektif. Kalau siswa pelajaran. Mulyasa (2005) juga
dapat mengkomunikasikan mengemukakan bahwa motivasi
pengetahuannya, berarti siswa sudah merupakan salah satu faktor yang
menginternalisasi dan memahami hal-hal meningkatkan kualitas pembelajaran.
atau konsep yang disampaikan tersebut. Siswa akan belajar dengan sungguh-
Sebagimana yang dikemukakan oleh sungguh apabila memiliki motivasi yang
Ostroff (2013), bahwa seseorang atau tinggi. Dalam penelitian Citrawathi
siswa yang menjelaskan pemikirannya, (2014) dikemukakan bahwa integrasi
bukan saja mengkomunikasikan pendidikan kesehatan reproduksi pada
pengetahuannya, tetapi juga mata pelajaran IPA di SMP dengan
meningkatkan pengetahuannya. Pada strategi kolaborasi, partisipasi, dan
saat mengkomunikasikan pemikirannya, berbasis masalah dapat meningkatkan
siswa dibantu oleh guru. Kegiatan pengetahuan siswa tentang KRR,

228
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

meningkatkan sikap reproduksi sehat (Laporan Penelitian). Singaraja:


siswa, dan meningkatkan keterampilan IKIP Negeri
siswa dalam memecahkan masalah KRR. Afcariano, M. 2008. Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk
SIMPULAN DAN SARAN Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Siswa pada mata
Simpulan
Pelajaran Biologi. Jurnal
Status kesehatan peserta didik Pendidikan Inovatif. 3(2): 65-68
(siswa) merupakan hal yang sangat Astika, I K. U., I K. Suma, I W. Suastra.
penting agar siswa dapat belajar dengan 2013. Pengaruh Pembelajaran
baik sehingga mereka memiliki Berbasis Masalah terhadap Sikap
kesempatan yang lebih besar untuk Ilmiah dan Keterampilan Berpikir
meraih keberhasilan sebagaimana yang Kritis. e-Journal Program
menjadi tujuan pendidikan nasional. Pascasarjana Universitas
Pendidikan kesehatan merupakan salah Pendidikan Ganesha Program
satu unsur yang penting yang harus Studi IPA. Vol. 3: 1-10
diperoleh siswa agar siswa dapat Catio, M. 2009. Peran Pendidikan
menjaga dan meningkatkan dalam Mengatasi Masalah
kesehatannya Kesehatan Remaja. Available
from:
Saran http://www.idai.or.id/remaja/artik
Perlu dilakukan analisis pada silabus el.asp?q=2009113012438 .
mata pelajaran untukdapat Diakses pada 24 Nopember 2010
mengembangkan model pendidikan Citrawathi, 2013. Faktor Determinan
kesehatan integratif dan kolaboratif di Pelaksanaan Pendidikan
sekolah. Sebagaimana yang Kesehatan Reproduksi Remaja
dikemukakan oleh L Green bahwa (PKRR) di SMP. Makalah.
perilaku seseorang ditentukan oleh tiga Disajikan pada Seminar Nasional
faktor, yaitu faktor predisposisi Peningkatan Mutu MIPA dan
(predisposing factors), faktor pemungkin Pendidikan MIPA untuk
atau pendukung (enabling factors) , dan Mendukung Implementasi
faktor pendorong atau penguat Kurikulum 2013, di FMIPA 30
(reinforsing factors), oleh karena itu Nopember 2013
diperlukan dukungan semua pihak untuk Citrawathi, D.M., I N. Sumardika, I M.
terlaksanannya pendidikan kesehatan di Pasek Anton Santiasa. 2013.
sekolah. Pelaksanaan Pendidikan
Kesehatan Reproduksi di SMP.
Makalah Hasil Penelitian.
DAFTAR RUJUKAN Disajikan pada Seminar Nasional
SENARI 1 Lembaga Penelitian
Adnyana, B. P., D.M. Citrawathi, I N. Universitas Pendidikan Ganesha
Sumardika, I N. Kariasa. 2003. yang Bertema Memperkuat Jati
Pengembangan Model Diri Bangsa Melalui Riser
Pembelajaran Sains (Biologi) pada Inovatif, Unggul, dan
Pendidikan Dasar dan Menengah Berkarakter, di Singaraja 21-22
dengan Menerapkan Pembelajaran Nopember 2013.
Berbasis Masalah untuk Mencapai Citrawathi, D.M., P.B. Adnyana, dan S.
Kompetensi dan Pembekalan Maryam. 2010.Pendidikan
Kecakapan Hidup (Life Skills) Kesehatan melalui Pembelajaran
Tematik Bertema Kesehatan di

229
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA IV Tahun 2014

SD. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran. Pendidikan Penabur. IV(8): 66-


43(2): 159-166 74
Delisle R. 1997. How to Use Problem- Naidoo, J. dan J. Wills. 2000. Health
Based Learning in The Promotion. Foundations for
Classroom. Alexandria: ASCD Practice (2nd ed). China: Bailliere
Dewi A.N., S. Dwiastuti, dan A.A. Tindall
Prayitno. 2013. Pengaruh Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan
Penggunaan Model Active Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Knowledge Sharing terhadap Rineka Cipta
Hasil Belajar ditinjau dari Minat Notoatmodjo S. 2005. Promosi
Belajar Siswa SMAN 2 Kesehatan. Teori dan Aplikasi.
Karanganyar. Makalah Hasil Jakarta: Rineka Cipta
Penelitian. Disampaikan dalam Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku
Seminar Nasional IX Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Biologi FKIP UNS. Ostroff, W.L. 2013. Memahami Cara
Eggen, P dan D. Kauchak. 2012. Strategi Anak-anak Belajar: Membawa
dan Model Pembelajaran. Ilmu Perkembangan Anak ke
Mengajarkan Konten dan dalam Kelas. (B. Sendra
Keterampilan Berpikir. Edisi Tanuwijaya, Pentj). Jakarta : PT
keenam. (Satrio Wahono, Pentj). Indeks
Jakarta : Indeks Sanjaya, W. 2009. Strategi
Krishnan, S., R. Gabb, dan C. Vale. Pembelajaran Bertorientasi
Learning Cultures of Problem- Standar Proses Pendidikan.
Based-Learning Teams. Cetakan ke-6. Jakarta: Prenada
Australian Journal of Media Group
Engineering Education. 17(2): Santoso, S. 2013. Pengaruh Model
67-77 Pembelajaran Kolaboratif dan
Maulana H. D. J., 2009. Promosi Motivasi Belajar terhadap
Kesehatan. Jakarta: Penerbit Peningkatan Hasil Belajar Fisika
Buku Kedokteran EGC Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Muhson, A. 2009. Peningkatan Minat Purwantoro Wonogiri, Jawa
Belajar dan Pemahaman Tengah. Berkala Fisika
Mahasiswa melalui Penerapan Indonesia. 5(1): 15-19
Problem-Based-Learning. Jurnal Suliha U, Herawani, Sumiati, Y.
Pendidikan. 39(2): 171-182 Resnayati, 2002. Pendidikan
Muijs, D. dan D. Reynold. 2008. Kesehatan dalam Keperawatan.
Effective Teaching Teori dan Jakarta: Penerbit Buku
Aplikasi. (Helly Prajitno Kedokteran EGC
Soetjipto dan Sri Mulyantini Suyatno. 2008. Metode Kolaboratif
Soetjipto, Pentj). Yogyakarta: untuk Pembelajaran di Kelas.
Pustaka Pelajar. Available from:
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru http://garduguru.blogspot.com/20
Profesional Menciptakan 08/12metode-kolaboratif-untuk-
Pembelajaran Kreatif dan pembelajaran,html. Diakses pada
Menyenangkan. Bandung: 7 Oktober 2012
Remaja Rosdakarya. Tanggaard, L. 2005. Collaborative
Murmanto, M.D. 2007. Pembentukan Teaching and Learning in the
Konsep Diri Siswa melalui Workplace. Journal of
Pembelajaran Partisipatif. Jurnal Vocational Education an
Training. 57(1): 109-122

230

Anda mungkin juga menyukai