Anda di halaman 1dari 71

BAB 2.

AGREGAT

2.1 PENDAHULUAN

2.1 Pengertian
yang di maksud dengan :
a. Agregat halus dalam beton adlah agregat berupa pasir alam sebagai
desintregasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang di hasilkan
oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai ukuran sebesar 5 mm
b. Agregat kasar untuk beton adalah agregat berupa kerikil sebagai hasil
desintregasi alami batu-batuan atau berupa batu pecah yang di peroleh dari
pemecahan batu antara 5 - 40 mm. Besar butir maksimum yang diijinkan
tergantung pada maksud pemakaian

2.1.2 Syarat mutu


a) Agregat halus
a) Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran yang tajam dank keras,dengan
indeks kekerasan ≤ 2,2.
b) Butiran butiran agregat halus harus bersifat kekal,artinya tidak pecah atau
hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dari hujan
c) Sifat kekal apabila di uji dengan larutan jenuh garam sulfat adalah sebagai
berikut :
(a) Jika dipakai natrium sulfat,bagian yang hancur maksimum 12%
(b) Jika dipakai Magnesium sulfat,bagian yang hancur maksimum 10%
(c) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur dari 5% (ditentetukan
terhadap berat kering) Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian
yang dapat melalui ayakan 0,060 mm. Apabila kadar limpur melebihi 5%
maka agregat harus dicuci.
(d) Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak
yang harus dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams-herder. Untuk
bila di rendam dalam larutan 3% NaOH, cairan diatas tidak boleh lebih gelap
dari warna larutan pembanding. Agregat halus yang tidak memenuhi

1
percobaan warna ini dapat juga di pakai, asal kekuatan tekan adukan agregat
tersebut pada umur 28 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan adukan
kekuatan agregat yang sama tetapi dicuci dalam 3% NaOH yang kemudian
dicuci hingga bersih dengan air,pada umur yang sama
a. Susunan besar butir agregat halus, mempunyai modulus kehalusan antara 1,5
– 3,8 dan harus terdiri dari butiran-butiran yang beraneka ragam besarnya.
Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah
satu daerah susunan butiran menurut zone : 1,2,3 atau 4 (SKBI/BS.882) dan
harus memenuhi syarat syarat sebagai berikut :
(a) Sisa diatas ayakan 4,8 mm harus maksimum 2% berat,
(b) Sisa diatas ayakan 1,2 mm harus minimum 10% berat
(c) Sisa diatas ayakan 0,3 mm harus minimum 15% berat,
(e) Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi,reaksi pasir terhadap alkali
harus negative
(f) Pasir laut tidak boleh dpakai sebagai agregat halus untuk semua mutu beton,
kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan bahan yang
telah diakui
(g) Agregat halus yang digunakan untuk maksud spesi plesteran dan spesi
terapan harus memenuhi persyaratan diatas (pasir pasang)

b) Agregat kasar

Agregat kasar harus memenuhi persyaratan di bawah ini :

a) Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori,
kadar bagian yang lemah bila di uji dengan batang tembaga maksimum 5%.
Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari
Rudeloft dengan beban penguji 20 ton, dengan mana harus di penuhi di penuhi
syarat-syarat seperti dalam Tabel 2.1.

2
Tabel 2.1.Hubungan antara kelas, mutu dengan ketahan hancur dan kekerasan

Bejana tekan Rudeloft Kekerasan


Kelas
Bagian hancur dengan bejana
dan
Menambah ayakan geser los angeles
Mutu 2 mm, maksimum (%) bagian hancur

Beton Fraksi butir Fraksi butir menembus ayakan


19 – 30 mm 9,5 – 19 mm 1,7mm,maksimum (%)

Bo serta B1 22 - 30 24 – 32 40 – 50

Beton mutu 14 - 22 16 – 24 27 – 40
K125,K175 dan K225
Mutu Beton diatas K225 kurang dari 14 kurang dari 16 kurang dari 27
atau beton pra tekan

b) Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih dan panjang hanya dapat
dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih dan panjang tersebut tidak melampaui
20% berat agregat seluruhnya
c) Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh-pengaruh cuaca, misalnya terik matahari dan hujan.
d) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan garam sulfat adalah sebagai berikut :
(a) Jika di pakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum12 %
(b) Jika dipakai Magnesium Sulfat bagian yang hancur maksimum 10 %
e) Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton
seperti zat-zat reaktif Alkali.
f) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (ditentukan
terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 1 % maka agregat harus
di cuci,
g) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, susunan besar butir
mempunyai modulus kehalusan antara 6-7,10 dan harus memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut
(a) Sisa diatas ayakan 38 mm, harus 0 % berat

3
(b) Sisa diatas ayakan 4,8 mm, harus berkisar antara 90 dan 98 % berat
(c) Selisih antara sisa-sisa komulatif diatas dua ayakan yang berurutan
maksimum 60 % dan minimum 10 % berat
h) Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada 1/5 jarak terkecil
antara bidang-bidang samping dari cetakan, 1/3 dari tebal pelat atau ¾ dari
jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-berkas tulangan.
Penyimpanan dari pembatasan ini diijinkan apabila menurut penilaian
Pengawas ahli cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa hingga
menjamin tidak terjadi sarang-sarang kerikil

2.1.3 Cara pengambilan contoh

2.1.3.1 Ruang Lingkup


Tata cara ini meliputi pengambilan contoh (sampling) agregat kasar dan halus
ini digunakan untuk tujuan sebagai berikut :
a. Penyelidikan pendahuluan sumber potensial
b. Pengendalian produksi pada sumber persediaan
c. Pengendalian pelaksanaan lapangan
d. Penerimaan atau penolakan bahan (material)
2.1.3.2 Sumber Agregat
a. Sumber agregat potensial
Contoh agregat yang akan di panggil dapat dari sumber alam potensial
seperti sungai, dataran, gunung dan lain sebagainya.
b. Sumber batuan kompak (massive)
Contoh batuan kompak yang akan diambil dapat dari sumber alam potensial
seperti dataran,gunung,dan lai sebagaiya.
c. Dari Tumpukan agregat dalam bentuk kerucut
Contoh agregat yang akan diambil dapat dari tumpukan, curahan ban
berjalan.
d. Tumpukan agregat dalam bentuk trapezium
Contoh agregat yang akan diambil dapat dari tumpukan, yang ditimbun
dengan menggunakan dump truck, alat berat atau lain sebagainya.

4
e. Agregat dari ban berjalan
Contoh agregat yang akan diambil dapat dari ban berjalan (conveyor belt).
f. Agregat dai pengangkutan
Contoh agregat yang akan diambil dapat dari pengangkutan seperti truk,
kereta api, kapal dan lain sebagainya.
g. Agregat dari hamparan lapangan
Contoh agregat yang akan diambil dapat dari himpunan lapangan

2.1.3.3. Jumlah contoh


a. Sumber agregat potensial
jumlah contoh yang harus diambil tergantung ukuran nominal agregat sesuai
Tabel 2.1. Berat contoh

Ukuran besar
butir Macam Jumlah contoh (kg)
maksimum Agregat ( mm ) agregat
Agregat halus
No. 8 ( 2,36 ) 10
No. 8 ( 4,75 ) 10
Agregat kasar
3/8” ( 9,5 mm ) 10
1/2” ( 12,5 mm ) 15
3/4" ( 19,0 mm ) 25
1” ( 25,4 mm ) 50
1 1/2" ( 37,5 mm ) 75
2” ( 50,0 mm ) 100
2 1/2” ( 63 mm ) 125
3” ( 75 mm ) 150
3 1/2” ( 90 ) 175

5
b. Sumber batuan kompak ( massive )
Jumlah contoh yang harus diambil paling sedikit 25 kg dari setiap strata yang
terlihat jelas
c. Tumpukan agregat dalam bentuk kerucut
Jumlah contoh yang harus diambil tergantung ukuran nominal agregat seesuai
Tabel 2.1
d. Tumpukan agregat dalam bentuk trapesium
Jumlah contoh yang harus diambil tergantung ukuran nominal agregat sesuai
Tabel 2.1
e. Agregat dari ban berjalan
Jumlah contoh yang harus diambil tergantung ukuran nominal agregat sesuai
Tabel 2.1
f. Agregat dari pengangkutan
Jumlah contoh yang harus diambil tergantung ukuran nominal agregat sesuai
Tabel 2.1
g. Agregat dari hamparan lapangan
Jumlah contoh yang harus diambil tergantung ukuran nominal agregat sesuai
Tabel 2.1

2.1.3.3 Ukuran
a. Sumber agregat potensial
Ukuran nominal agregat potensial, sesuai Tabel 2.1
b. Sumber batuan kompak ( massive )
Contoh batuan kompak yang harus diambil paling sedikit berukuran ( 150 x
150 x 100 ) mm, dan harus bebas dari retak dan pecah
c. TumpukAan agregat dalam bentuk kerucut
Ukuran nominal dalam bentuk kerucut, sesuai Tabel 2.1
d. Tumupukan agregat dalam bentuk trapezium
Ukuran nominal dalam bentuk trapezium, sesuai Tabel 2.1
e. Agregat dari ban berjalan
Ukuran nominal agregat ban berjalan, sesuai Tabel 2.1
f. Agregat dari pengangkutan

6
Ukuran nominal agregat dari pengangkutan, sesuai Tabel 2.1

2.1.3.5. Perhitungan
Rumus yang dipergunakan untuk menentukan jumlah contoh yang diambil adalah
sebagai berikut :
N = ( n )%
Diamana :
n = Jumlah contoh
N = Jumlah populasi

2.1.3.6. Kemasan contoh


a. Masukan contoh agregat kedalam karung atau kantong plastik, dengan
keterangan atau label yang sesuai.
b. Ikat karung atau kantong yang telah berisi contoh agregat, dan cantumkan label
dan keterangan yang sesuai pada sisi luarnya.

2.2 CARA UJI


Sebelum melakukan pengujian, simpan contoh dalam karung atau kantong plastik
yang tertutup rapat dan kedap air serta kedap udara, untuk mencegah penyerapan
lembab sebelum contoh di uji.
Menyiapkan contoh rata-rata (komposif) untuk pengujian fisik dan mekanis

2.2.1 KADAR ORGANIK DI DALAM AGREGAT HALUS

2.2.1.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum,mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menerangkan prosedur uji Kadar Organik di dalam agregat halus


b. Melakukan uji Kadar Organik Agregat Halus dengan menggunakan peralatan
yang tepat dan benar
c. Menentukan Kadar Organik yang terdapat di dalam Agregat Halus
d. Menerangkan cara yang harus ditempuh, bila Agregat Halus yang diuji
ternyata mengandung Zat Organik

7
2.2.1.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menentukan dapat dipakai atau tidak Agregat Halus berdasarkan Kandungan


Zat Organik

2.2.1.3. DASAR TEORI

Zat organik yang terdapat dalam agregat biasanya berasal dari hasil penghancuran
zat-zat tumbuh-tumbuhan,terutama asam tannin dan derivatnya,yang berbentuk
humus dan lumpur organik. Umumnya lebih banyak terdapat dalam agregat halus
daripada dalam agregat kasar.

Kandungan organic berinterferensi dengan reaksi-reaksi kimia hidrasi


semen,sehingga sangatlah perlu memeriksa atau menguji adanya zat organic yang
mengganggu kepada sifat-sifat beton. Cara kolorimetik menurut Standart Industri
Indonesia 0077- 75 , deipergunakan sebagai petunjuk apakah pengujian lebih
lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh zat organic terhadap kekuatan
beton.

Untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kekuatan beton, dengan cara menguji


kubus-kubus uji dari beton atau aduk yang dibuat dengan pasir tsb. Kekuatan
tekanan kubus-kubus ini dibandingkan dengan tekan kubus uji lainnya yang
dibuat dengan pasir bersih dengan cara susunan campuran yang sama. Zat organic
ini memperlambat pengikatan ( setting ) semen dan juga memperlambat
perkembangan kekuatan beton.

2.2.1.4. PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

a) Botol yang mempunyai garis pembagi volume dalam ml lengkap tutup

b. Bahan

8
Bahan pembantu / Bahan pembanding Bahan pembantu merupakan sebagian
cairan pembanding warna (warna standart ) yang dapat di buat sebagai berikut
:

a) Cairan pembanding sementara ( hanya satu kali pakai )


Caranya :
1. Buat larutan asam tannin dalam 10% alcohol.
2. Buat larutan 3% sodium hidroksida
3. Campuran 2,5 ml larutan asam tannin dengan 97,5 ml larutan sodium
hidroksida 3%
4. Simpan dalam botol tertutup rapat
5. Kocok dan diamkan selama 24 jam
b) Cairan pembanding permanen.
Caranya :
1. Memasukkan campuran 9 gr ferri chlorida( Fe C136H2O ) dengan 1 gr
cobalt chloride ( Co C12 6H2O ) ke dalam 100 ml air yang telah
mengandung 1/3 ml asam HCL.
2. Simpan larutan ini dalam botol tertutup rapat dan mempunyai warna yang
permanen.

2.2.1.5. PROSEDUR PELAKSANAAN


a. Isikan agregat halus yang diuji ke dalam botol sampai mencapai skala 130
ml.
b. Tambahkan larutan sodium hidroksida ( 3% NaOH + 97% air suling )
sampai volume mencapai 200 ml
c. Tutup botol dengan rapat
d. Kocok kuat-kuat selama 10 menit.
e. Diamkan selama 24 jam
f. Amati warna cairan diatas permukaan agregat halus dalam botol itu dan
bandingkan warna nya dengan larutan pembanding.

2.2.1.6. CATATAN

9
Kadar zat organic dinyatakan tinggi ( terlalu kotor ), jika warna cairan dalam
botol di atas agregat halus lebih tua di bandingkan larutan warna pembanding.

2.2.1.7. DAFTAR PUSTAKA


a. SNI 03 – 2816 – 1992
b. AASHTO T – 21 – 81
c. ASTM C – 40 – 92
d. PB – 0207 – 76
e. Kardiyono, 1996, Teknologi Beton, Naviri, Yogyakarta
f. _________, 1987, Teknologi Bahan II , PEDC , Bandung

2.2.1.8. LAMPIRAN

Gambar 2.1. Botol

10
2.2.2. KADAR BUTIR HALUS LEWAT SARINGAN NO. 200

2.2.2.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :
a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji Kadar Butir Halus lewat saringan No.
200 pada Agregat Halus dan Kasar
b. Melakukan uji Kadar Butir Halus lewat seringan No. 200 pada Agregat Halus
dan Kasar dengan menggunakan peralatan peralatan yang tepat dan benar.
c. Menentukan Kadar Butir Halus lewat saringan No. 200 yang terdapat pada
Agregat Halus dan Kasar.
d. Menerangkan cara yang harus ditempuh, bila Agregat Halus dan Kasar yang
diuji ternyata terdapat Kadar Butir Halus lewat saringan No. 200

2.2.2.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa dapat diharapkan :
a. Menilai mutu Agregat Halus dan Kasar berdasarkan kandungan butir halus
lewat saringan No. 200.

2.2.2.3. DASAR TEORI


Yang dimaksud dengan butiran halus lewat saringan No. 200 adalah partikel
berukuran antara 0,002 mm dan 0,006 mm ( 2-6 mikron ), berupa lumpur, debu ,
atau tanah liat yang menutupi permukaan butir agregat, yang dapat
memperlemah ikatan antara pasta semen dan agregat.
Adanya tanah liat, lumpur atau partikel – partikel yang sangat halus
menyebabkan bertambahnya air pengaduk yang diperlukan dalam pembuatan
beton, berkurangnya ikatan antara pasta semen dengan agregat atau turunnya
kekuatan beton, menambah penyusutan dan creep.
Karena pengaruh jelek ini, maka jumlahnya didalam agregat dibatasi, yaitu tidak
boleh lebih dari 5% untuk agregat halus dan 1% untuk agregat kasar.

11
2.2.2.4. PERALATAN DAN BAHAN
a. Peralatan
a) Saringan terdiri dari 2 ukuran yang bagian bawah no. 200 ( O : 0,075 mm)
dan bagian atasnya no. 16 (O : 1,18 mm )
b) Wadah, untuk mencuci mempunyai kapasitas yang dapat menampung
benda uji sehingga pada waktu pengadukan ( pencucian ) benda uji dan air
tidak mungkin tumpah.
c) Timbangan, ketelitian maksimum 0,1% dari berat benda uji
d) Oven, dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C

b. Bahan
Benda uji ( contoh uji ) agregat dalam kondisi kering oven dengan berat
minimum tergantung pada ukuran maksimum agregat sesuai dengan Tabel
2.2.

Tabel 2.2. Hubungan berat contoh dengan ukuran agregat maksimum

Ukuran agregat maksimum Berat contoh kering


( mm ) minimum ( ) gram
no. 8 ( 2,36 mm ) 100
no. 4 ( 4,75 mm ) 500
3/8” ( 9,50 mm ) 1000
3/4" ( 19,0 mm ) 2500
> 1 1/2" ( 38,1 mm ) 5000
Persiapan benda uji :

a) Siapkan peralatan yang akan digunakan


b) Tulis benda uji kedalam formulir pengujian
c) Saring contoh agregat sesuai SNI – 1969 – 1990 – F tentang pengujian
analisa saringan agregat halus dan kasar, untuk mengetahui ukuran
maksimum agregat.
d) Siapkan benda uji dalam kondisi kering oven dengan melalui alat pemisah
contoh, tentukan beratnya sehingga memenuhi ketenttuan tabel diatas.

12
2.2.2.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

a. Timbang wadah tanpa benda uji


b. Timbsng benda uji dan masukkan kedalam wadah.
c. Masukkan air pencuci yang sudah berisi sejumlah bahan pembersih
kedalam wadah, sehingga benda teruji terendam.
d. Aduk benda uji dalam wadah sehingga menghasilkan pemisahan yang
sempurna antara butir-butir kasar dan bahan halus yang lolos saringan No.
200 (0,075 mm ). Usahakan bahan halus tsb. Menjadi melayang didalam
larutan air pencuci sehingga mempermudah memisahkanya.
e. Tuangkan air pencuci dengan segera diatas saringan No. 16 ( 1,18 mm )
yang dibawahnya dipasang saringan No.200 (0,075 mm ) pada waktu
menuangkan air pencuci harus hati hati supaya bahan yang kasar tidak ikut
tertuang.
f. Ulangi pekerjaan butir (c),(d),dan (e) sehingga tuangan air pencuci terlihat
jernih.
g. Kembalikan semua benda uji yang tertahan sarringan No.16 (1,18 mm )
dan No.200 (0,075 mm) kedalam wadah lalu keringkan dalam oven
dengan suhu (110 ± 5) °C, sampai mencapai berat tetap, dan timbang
sampai ketelitian maksimum 0,1% dari berat contoh.

2.2.2.5. PERHITUNGAN

𝐖𝟑−𝐖𝟓
Kadar butir lewat saringan no.200 = × 100%
𝑊3

(W6)

Dimana :

W3 = W1 – W2 = berat benda uji kering oven awal (gram)

W5 =W4 – W2 = berat benda uji kering oven sesudah pencucian (gram)

W6 = % bahan lolos saringan No. 200 ( 0, 075 mm ).

W1 = berat benda uji kering oven + wadah ( gram )

W2 = berat wadah ( gram )

13
W4 = berat benda uji kering oven sesudah pencucian + wadah ( gram )

2.2.2.7. CATATAN :

Laporan pengujian dicatat:

a. Hasil pengujian
b. Kelainan dan kegagalan selama pengujian

2.2.2.8. DAFTAR PUSTAKA


a. SNI 03 – 4142 – 1996
b. AASHTO T – 11 – 82
c. ASTM C – 117 – 95
d. PB – 0208 – 76
e. e. _________, 1987 , Teknologi Bahan II , PEDC , Bandung

2.2.2.9. LAMPIRAN

Gambar 2.2. Saringan, pan dan cover

14
2.2.3. KEKEKALAN ( SOUNDNESS )

2.2.3.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat:

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji kekekalan pada Agregat Halus


dan Kasar
b. Melakukan uji kekekalan pada Agregat Halus dan Kasar dengan
menggunakan peralatan yang tepat dan benar
c. Menentukan sifat kekal tidaknya dari Agregat Halus dan Kasar
d. Menilai kekuatan ( ketangguhan ) agregat terhadap pelapukan

2.2.3.2 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat:
a. Menentukan mutu Agregat Halus dan Kasar untuk dapat dipergunakan
sebagai bahan beton berdasarkan hasil uji kekekalan.

2.2.3.3. DASAR TEORI


Kekekalan, adalah kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan
kondisi fisik. Kondisi fisik yang dapat menimbulkan perubahan volume
butiran agregat adalah antara beku dan mencai, perubahan panas pada suhu
diatas titik beku dan kondisi basah dan mengeringkan yang berganti-ganti.
Atau dapatlah dikatakan perubahan bentuk yang terjadi akibat perubahan
cuaca. Agregat disebut tidak kekal apabila perubahan volume/bentuk yang
terjadi oleh perubahan kondisi fisik tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
pada beton. Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerutan-kerutan setempat
retak-retak pada permukaan, pecah-pecah yang agak dalam, sampai kepada
kerusakan yang berbahaya bagi suatu konstruksi.
Untuk mengukur sifat kekekalan agregat dengan percepatan,dibatasi :
a. Jika menggunakan larutan Natrium Sulfat, bagian yang larut maksimum
12%

15
b. Jika menggunakan larutan Magnesium Sulfat, bagian yang larut
maksimum 10%

2.2.3.4 PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

a) Ayakan agregat halus : no. 100 ( Ø : 0,15 mm ) , no. 50 ( Ø : 0,30 mm )


, no. 30 ( Ø : 0,60 mm ) , no 16 (Ø : 1,20 mm ) , no 8 ( Ø : 2,40 mm),no
5(Ø : 4,00mm) dan no 4 (Ø : 4,75 mm )
b) Ayakan agregat kasar : no. 4 (Ø : 4,75 ) ; 9,50 mm ; 12,50 mm ; 16,00 ;
19,00 ; 25,00 ; 31,00 mm ; 37,50 mm ; 50,00 mm ; dan 63,00 mm
c) Wadah, yang digunakan harus terbuat dari bahan yang berlubang-
lubang, sehingga cairan perendam dapat dengan mudah meniris dari
wadah tanpa membawa serta contoh uji yang hancur dan wadah harus
tahan terhadap larutan magnesium atau natrium sulfat.
d) Timbangan, ketelitian 0,1 gram untuk fraksi halus dan 1 gram untuk
fraksi kasar
e) Oven, dapat untuk mengeringkan benda uji setelah satu siklus
pengujian selesai pada temperature ( 110 ± 5 )° C
f) Hidrometer, untuk mengukur berat jenis larutan (cairan) dengan
ketelitian ±0,001 gram
c) Bahan
a) Benda uji adalah agregat menembus ayakan berukuran 9,5 mm
dengan berat masing masing fraksi ( 100 ± 5 ) gram, susunan fraksi
dibawah ini:
b) Tabel 2.3. Susunan fraksi halus

Lewat ayakan Tertinggal Diatas ayakan


Ukuran ( mm ) Nomor Ukuran ( mm ) Nomor
9,50 - 4,75 4
4,75 4 2,36 8
2,36 8 1,18 16
0,60 30 0,30 30

16
c) Fraksi kasar harus lebih besar dari 4,75 mm, jumlah masing masing
fraksi tidak boleh kurang dari 15% keadaan aslinya, susunan masing-
masing fraksi adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4. Susunan fraksi kasar dan berat contoh

Ukuran fraksi anatara ayakan Berat fraksi


Ukuran ( mm ) ( gram )
4,75 – 9,50 300 + 5
9,50 – 12,50 330 + 5
12,50 – 19,00 670 + 10
19,00 – 25,00 500 + 30
25,00 – 37,50 1000 + 50
37,50 – 50,00 2000 + 200
50,00 – 63,00 3000 + 300
fraksi > 63,00 7000 + 1000
berturut-turut meningkat
25,00 mm tiap fraksi

2.2.3.5. PROSEDUR PELAKSANAAN


a. Membuat larutan garam sulfat, dengan cara menimbang garam Na2SO4
seberat 215 gr kemudian campurkan dengan aquadest 1000ml, dan simpan
baik-baik selama 48 jam sebelum dipergunakan. Larutan yang akan
dipergunakan, dihancurkan terlebih dahulu hablur-hablur garam yang
mungkin terjadi dengan cara mengaduk, kemudian tentukan Berat Jenisnya:
a) Jika menggunakan Natrium Sulfat, berat jenisnya antara 1,15 – 1,17
b) Jika menggunakan Magnesium Sulfat, berat jenisnya antara 1,29 – 1,30
c) Ambil contoh agregat yang akan diuji, keringkan dalam oven sampai
berat tetap kemudian saring dengan menggunakan saringan seperti table
diatas, timbang beratnya ( missal = A gram )
d) Rendam benda uji dengan larutan garam pada suhu perendaman tetap
21°C selama 16-18 jam

17
e) Tiriskan selama ( 15±5) menit sebelum dikeringkan dalam oven
f) Keringkan benda uji dalam oven pada suhu ( 110±5)°C selama 2 – 4 jam
g) Ulangi percobaan diatas sebanyak 5 kali,
h) Setelah semua pemeriksaan selesai, benda uji dibersihkan dari sisa bahan
pelarut dengan air panas dan keringkan dalam oven sampai berat tetap.
i) Saring dengan susunan ayakan seperti tabel 2.5 dibawah untuk fraksi
kasar:

Tabel 2.5. Hubungan antara fraksi dengan ayakan yang digunakan


untuk menyaring

Ayakan yang
Untuk fraksi
digunakan
( 63,00 – 37,50 ) mm 31,50 mm
( 37,50 – 19,00 ) mm 16,00 mm
( 19,00 – 9,50 ) mm 8,00 mm
( 9,50 – 4,75 ) mm 4,00

j) beratnya yang tertahan diatas masing masing fraksi ( missal = B


gram)

2.2.3.6. PERHITUNGAN
𝐀−𝐁
Kekekalan = × 100%
𝐀

(C)
Dimana :
A = Berat benda uji sebelum dites ( gram )
B = Berat benda uji sesudah dites ( gram )

2.2.3.7. DAFTAR PUSTAKA


a. SNI 03 – 3407 – 1994
b. AASHTO T – 104 – 86 : 1990
c. ASTM C 88 – 90

18
d. ________, 1987 , Teknologi Bahan II , PEDC , Bandung
e. SK SNI S – 04 – 1989 – F

2.2.3.9. LAMPIRAN

Gambar 2.3. Oven

19
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang Kode Pos: 50229
Telp: (024) 8508092/93 Fax: (024)8508093/8508082
Email: humas@mail.unnes.ac.id Laman : http://unnes.ac.id/

PENGUJIAN KADAR ORGANIK

Kelompok : .................. Tanggal : .................


Kelas : ................. Instruktur : .................
Program studi : ..................

Item pengujian Benda uji 1 Benda uji 2


Pengamatan Lebih tua / muda Lebih tua / muda

Catatan :
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Anggota : Persetujuan Instruktur


1. ........................................
2. ........................................
3. ........................................ ...................................

20
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang Kode Pos: 50229
Telp: (024) 8508092/93 Fax: (024)8508093/8508082
Email: humas@mail.unnes.ac.id Laman : http://unnes.ac.id/

PENGUJIAN KADAR BUTIR HALUS


LEWAT SARINGAN NO.200 AGREGAT HALUS
Kelompok : .................. Tanggal : ..................
Kelas : ................. Instruktur : ..................
Program studi : ..................
Ukuran Maksimum
No. Contoh Satuan
Agregat (.....mm )
Berat benda uji kering + wadah ( W1 ) Gram
Berat wadah ( W2 ) Gram
Berat benda uji ( kering awal ( W3 : W1 – W2 ) Gram
Berat benda uji kering sesudah pencucian + Gram
Wadah ( W4 )
Berat benda uji kering sesudah pencucian Gram
( W5 : W4 – W2 )
Persen bahan lolos saringan no 200 %
( W6 :W3 – W5 / W3 x 100% )
Hasil rata-rata : 1 + II / 2 %

Catatan :
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

Anggota : Persetujuan Instruktur


1. ........................................
2. ........................................
3. ........................................ ....................................

21
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Kampus Sekaran Gunungpati Semarang Kode Pos: 50229
Telp: (024) 8508092/93 Fax: (024)8508093/8508082
Email: humas@mail.unnes.ac.id Laman : http://unnes.ac.id/

PENGUJIAN KADAR BUTIR HALUS


LEWAT SARINGAN NO.200 AGREGAT KASAR
Kelompok : .................. Tanggal : .................
Kelas : ................. Instruktur : .................
Program studi : ..................
Ukuran Maksimum
No. Contoh Satuan
Agregat (.....mm )
Berat benda uji kering + wadah ( W1 ) Gram
Berat wadah ( W2 ) Gram
Berat benda uji ( kering awal ( W3 : W1 – W2 ) Gram
Berat benda uji kering sesudah pencucian + Gram
Wadah ( W4 )
Berat benda uji kering sesudah pencucian Gram
( W5 : W4 – W2 )
Persen bahan lolos saringan no 200 %
( W6 :W3 – W5 / W3 x 100% )
Hasil rata-rata : 1 + II / 2 %

Catatan :
………………………………………………………………………………………
.
Anggota : Persetujuan Instruktur
1. ........................................
2. ........................................
3. ........................................ ...................................

22
2.2.3. KEKEKALAN (SOUNDNESS)

2.2.3.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum,mahasiswa diharapkan


dapat:

a. menerangkan prosedur pelaksanaan uji kekekalan pada


agregat halus dan kasar
b. melakukan uji kekekalan pada agregat halus dan agregat
kasar peralatan yang tepat dan benar
c. menentukan sifat kekal tidaknya dari agregat halus dan
agregat kasar
d. menilai kekuatan (ketangguhan) agregat terhadap pelapukan

2.2.3.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan


dapat:

a. menentukan mutu agregat halus dan agregat kasar untuk dapat


dipergunakan sebagai bahan beton berdasarkan hasil uji
kekekalan

2.2.3.3. DASAR TEORI

Kekekalan, adalah kemampuan agregat untuk menahan


terjadinhya perubahan volumenya yang berlebihan akibat dari
adanya perubahan kondisi fisik. Kondisi fisik yang dapat
menimbulkan perubahan volume butiran agregrat adalah antara
beku dan mencair, perubahan panas pada suhu diatas titik beku
dan kondisi basah dab mengeringkan yang berganti-ganti. Atau
dapatlah dikatakan perubahan bentuk yang terjadi akibat
perubahan cuaca. Agregat disebut tidak kekal apabila perubahan
volume/bentuk yang terjadi oleh perubahan kondisi fisik tersebut
dapat mengakibatkan kerusakan pada beton. Kerusakan yang

23
terjadi dapat berupa kerutan-kerutan setempat retak-retak pada
permukaan, pecah-pecah yang agak dalam, sampai kepada
kerusakan yang berbahaya bagi suatu kontruksi.

Untuk mengukur sifat kekekalan agregat dengan percepatan,


dibatasi:

a. jika menggunakan larutan Natrium Sulfat, bagian yang larut


maksimum 12%
b. jika menggunakan larutan magnesium sulfat, bagian yang larut
maksimum 10%

2.2.3.4. PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

1. Ayakan agregat halus: no. 100 (Ø: 0,15 mm), no.50


(Ø:0,30mm), no. 30 (Ø: 0,60mm), no. 16 (Ø:1,20 mm), no.8
(Ø:2,40 mm), no.5 (Ø: 4,00 mm) dan no.5 (Ø:4,75)

2. ayakan agregat kasar: no. 4 (Ø:4,75mm), 9,50 mm, 12,50


mm, 16,00 mm, 19,00 mm, 25,00 mm, 31,00 mm, 37,50 mm,
50,00 mm, 63,00 mm

3. wadah, yang digunakan harus terbuat dari bahan yang


berlubang-lubang, sehingga cairan perendam dapat dengan
mudah meniris dari wadah tanpa membawa serta contoh uji yang
hancur dan wadah harus tahan terhadap larutan magnesium
atau natrium sulfat.

4. Timbangan, ketelitian 0,1 gram untuk fraksi halus dan 1 gram


untuk fraksi kasar

5. Oven, dapat untuk mengeringkan benda uji setelah satu siklus


pengujian selesai pada temperature (110±5º)C

24
6. Hidrometer, untuk mengukur berat jenis larutan (cairan)
dengan ketelitian ± 0,001 gram

b. Bahan

a) Benda uji adalah agregat yang menembus ayakan berukuran


9,5 mm dengan berat masing-masing fraksi (100±5) gram,
susunan fraksi seperti di bawah ini:

b) Fraksi kasar harus lebih besar dari 4,75 mm, jumlah masing-
masing fraksi tidak boleh kurng dari 15% keadaan aslinya,
susunan masing-masing fraksi adalah sebagai berikut:

2.2.3.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

2.2.3.6. PERHITUNGAN

2.2.3.7. DAFTAR PUSTEKA

2.2.3.8. LAMPIRAN

2.2.4. ANALLISA AYAK

2.2.4.1 TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan


dapat:

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji Analisa Ayak pada


Agregat Halus dan Kasar
b. Melakukan uji Anlisa Ayak pada Agregat Halus dan Kasar
dengan menggunakan peralatan yamg tepat dan benar
c. Menentukan gradasi Agregat Halus (zone butir agregat halus)
dan Kasar dengan menggunakan hasil Analisa Ayak.
d. Menggambar data hasil Analisa Ayak kedalam bentuk Grafik
Gradasi

2.2.4.2 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

25
Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan
dapat :

a. Menghitung komposisi agregat halus dengan agregat kasar


menjadi agregat gabungan yang mempunyai gradasi yang
diinginkan.

2.2.4.3 DASAR TEORI

Dalam Teknologi Beton, agregat beton secara garis besarnya


terbagi dalam 2 kelompok susunan butir, yaitu:

a. Agregat halus, yang butirannya menembus ayakan ukuran


kuranglebi 5,0 mm
b. Agregat kasar, butirannya lebih besar dari 5,0 mm.

Disamping itu, agregat dalam suatu timbunan terdiri dari butiran-


butiran dari berbagai ukuran, dari ukuran yang terkecil sampai
kemungkinan terbesar menurut batas pemakaiannya.

Alat pengukur besar ukuran butir-butir agregat dinamakan ayakan,


ialah suatu plat baja atau lembaran baja atau kawat anyaman yang
mempunyai lubang-lubang sama besar dan diperkuat dengan
rangka atau gelang kuat untuk menopang.

Gradasi agregat ialah distribusi ukuran butiran dari agregat bila


butir butir agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam)
volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butir butirnya
bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Untuk pembuatan
aduk beton atau mortar diperlukan suatu butiran yang mempunyai
volume sesedikit mungkin, sehingga jika volume pori agregat kecil
berarti membutuhkan voume perekat yang sedikit. Menurut
peraturan yang dipakai pada saat ini (SNI 03 – 6681.1-2002)
kekerasan agregat halus dapat dibagi menjadi 4 zone yaitu pasir
halus, agak halus, agak kasar, dan kasar, demikian halnya dengan
agregat kasar.

26
Atau susunan besar butir agregat halus mempunyai modulus
kehalusan antara 1,5 – 3,8 dan agregat kasar antara 6,0 – 7,10.

2.2.4.4 PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

a) Timbangan, ketelitian 0,2% dari berat benda uji


b) 1 set saringan, diameter: 76,2 mm (3’’); 63,5mm (2 1/2 ‘’); 50,8
mm (2’’) ; 37,5 mm (11/2’’); 25mm (1’’); 19,1 mm (3/4’’) ;
12,5mm (1/2’’); 9,5 mm (3/8’’) ; No. 4 (4,75mm); No.8 (2,36mm);
No. 16 (1,18mm); No. 30 (0,60mm); No. 50 (0,30mm); No. 100
(0,15mm); No. 200 (0,075mm).
c) Oven, dilengkapi pengaturan suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C
d) Alat pencampur contoh (Riffle Sample)
e) Mesin pengguncang saringan (Sieve Shaker)
f) Wadah hasil ayakan
g) Kuas, sikat kuningan, sendok, dan alat lainnya.

b. Bahan
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara
perempat banyak :
Benda uji disiapkan berdasar standar yang berlaku dan terikat
kecuali apabila butiran yang melalui saringan No. 200 tidak
perlu diketahui jumlahnya dan bila syarat tidak menghendaki
pencucian.
a) Agregat halus terdiri dari:
1) Ukuran Maks. 4,76 mm : berat contoh minimum 500
gram
2) Ukuran Maks. 2,36 mm : berat contoh minimum 100
gram
b) Agregat Kasar terdiri dari:

27
1) Ukuran Maks. 3 ½’’ : berat contoh minimum 35,0
kg
2) Ukuran Maks. 3 ’’ : berat contoh minimum 30,0
kg
3) Ukuran Maks. 2 ½’’ : berat contoh minimum 25,0
kg
4) Ukuran Maks. 2’’ : berat contoh minimum 20,0
kg
5) Ukuran Maks. 1 ½’’ : berat contoh minimum 15,0
kg
6) Ukuran Maks. 1 ’’ : berat contoh minimum 10,0
kg
7) Ukuran Maks. ¾ ’’ : berat contoh minimum 5,0
kg
8) Ukuran Maks. ½’’ : berat contoh minimum 2,5
kg
9) Ukuran Maks. 3/8’’ : berat contoh minimum 1,0
kg
c) Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan
agregat kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi 2
bagian dengan saringan No. 4; selanjutnya agregat halus
dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti
tercantum diatas.

2.2.4.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

Urutan proses dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

a. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110±5)°C,


sampai berat tetap.
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran
saringan paling besar ditempatan paling atas. Saringan
diguncang dengan tangan atau mesin pengguncang selama 15
menit.

28
2.2.4.6. PERHITUNGAN

Hitunglah persentase berat benda uji yang tertahan diatas masing-


masing saringan terdapat berat total bena uji setelah disaring.

2.2.4.7. CATATAN

Laporan meliputi:

a. Jumlah persentase melalui masing-masing sarigan, atau jumlah


persentase diatas masing-masing saringan dalam bilangan
bulat.
b. Gambar grafik lewat komulatif
c. Hitung modulus kehalusan butir (fineness modulus)

2.2.4.8. DAFTAR PUSTAKA

a. SNI 03 – 1986 - 1990


b. SK SNI T – 15 – 1990 – 03
c. SK SNI S – 04 – 1989 – F
d. AASHTO T – 27 – 82
e. BS 812 – 1975
f. ASTM C – 136 – 96a
g. PB – 0201 – 76
h. 1987, Teknologi Bahan II, PEDC, Bandung
i. Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996, Teknologi Beton, Naviri,
Yogyakarta.

2.2.4.9. LAMPIRAN

Gambar 2.4 Mesin Penggetar (shaker machine)

29
2.2.5. KADAR AIR

2.2.5.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum,mahasiwa diharapkan


dapat:

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji kadar air pada


agregat halus dan kasar
b. Malakukan uji kadar air pada Agregat Halus dan Kasar
dengan menggunakan peralatan yang tepat dan benar
c. Menentukan kandungan air pada agregat halus dan kasar
d. Menerangkan kegunaan uji kadar air agregathalus dan kasar
dalam kaitannya dengan perhitungan rancangan campuran
beton (Mix design)

30
2.2.5.2 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan
dapat:
a. Melakukan kandungan air dalam agregat halus dan
kasardengan cara pengeringan

2.2.5.2.1 DASAR TEORI


Pori-pori yang terdapat di dalam agregat dapat berupa
rongga-rongga yang tersebar dibagian batuannya dan berupa
pori-pori kapiler. Pori ini terdapat di dalam batuan juga pada
permukaannya, ada yang dapat ditembus oleh air dan ada yang
tidak tergantung dari dimensi pori, kontinyuitas lubang pori dan
jumlah volume pori.
Bila semua pori terisi oleh air keadaan ini disebut jenuh
dan kering muka (s.s.d). Bila keadaan ini dibiarkan mongering
ini dibiarkan mongering,sebagian air dalam pori menguap,
sehingga dia tidak jenuh lagi, maka keadaan ini disebut kering
udara. Bila dikeringkan terus (di dalam oven) sampai semua
airnya menguap, maka disebut keadaan kering mutlak atau
disebut juga kering oven.
Pada keadaan dimana permukaan butiran mengandung
air (biasanya disebut air permukaan), maka agregat disebut
basah. Dari empat kandungan air dalam agregat seperti disebut
di atas, dapatlah dibedakan kadar air yang diserap dan kadar
air bebas.
Kadar air yang diserap, dinyatakan dalam prosen dihitung
terhadap berat agregat kering.
Kadar air bebas, dinyatakan dalam prosen terhadap berat
agregat jenuh kering muka
Kadar air total, adalah kadar air yang diserap ditambah kadar
air bebas.

31
Pengujian dilakukan pada agregat yang mempunyai kisaran
garis tengah dari 6,3 mm sampai 152,4 mm. hasil pengujian
kadar air agregat dapat digunakan dalam pekerjaan:
a) Perencanaan campuran dan peengendalianmutu
beton
b) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu
pekerasan jalan.
2.2.5.4. PERALATAN DAN BAHAN
a. Peralatan
a) Timbangan,ketelitian 0,15% berat contoh
b) Oven, dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk
memanasi sampai (110±5)ºC
c) Tanah logam tahan karat, kapasitas cukup besar untuk
mengeringkan benda uji
b. Bahan
Berat benda uji untuk pemeriksaan kadar air
agregat,minimum tergantung pada ukuran butir maksimum
sesuai table 2.6
Tabel 2.6 Hubungan berat contoh dengan ukuran butir
maksimum

Ukuran butir maksimum Berat contoh angregat


minimum ( kg )
( mm ) ( inchi )

6,3 3/4” 0,5

9,5 3/8” 1,5

12,7 1/2" 2,0

19,1 3/4" 3,0

32
25,4 1” 4,0

38,1 1 1/2" 6,0

50,8 2” 8,0

63,5 2 1/2" 10,0

76,2 3” 13,0

88,9 3 1/2" 16,0

2.2.5.5. PROSEDUR PELAKSANAAN


a. Timbang dan catat berat talam (W1)
b. Masukan benda uji ke dalam talam kemudian timbang dan
catat beratnya (W2)
c. Hitunglah berat benda uji (W3=W2-W1)
d. Keringkan benda beserta talam dalam oven dengan suhu
(110±5)ºC sampai beratnya tetap
e. Setelah kering, timbang dan catat berat benda uji beserta
talam (W4)
f. Hitunglah berat benda uji kering oven (W5= w4-w1)

2.2.5.6. PERHITUNGAN
𝑊3−𝑊5
Kadar air agregat = x100%
𝑊5

Dimana:
W3= berat benda uji semula (gr)
W5= berat benda uji kering oven (gr)

2.2.5.7. CATATAN
a. Pemeriksaan kadar air agregat dilakukan minimal 2 kali
kemudian diambil harga rata-ratanya

33
b. Hasil perhitungan kadar air agregat dilaporkan dalam
decimal

2.2.5.8. DAFTAR PUSTAKA


a. SNI 03-1971-1990
b. ASTM C-566-97
c. PM-0210-76

2.2.5.9. LAMPIRAN

Gambar 2.5 Oven

34
PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT HALUS

Kelompok :…………………… Tanggal


:…………………

Kelas :…………………… Instruktur


:…………………

Prodi :……………………

Maks. Besar Butir : ………. Mm

No. Contoh I II
1. Berat talam + contoh basah (gram)
2. Berat talam + contoh kering (gram)
3. Berat air : 1-2 (gram)
4. Berat talam (gram)
5. Berat contoh kering : 2-4 (gram)
6. Kadar air : 3 : 5 x 100%
7. Kadar air rata-rata (%)

Catatan :

………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………

Anggota : Persetujuan Instruktur

35
1. …………………………

2. …………………………

3. …………………………
(………………………………)

PENGUJIAN KADAR AIR AGREGAT KASAR

Kelompok :…………………… Tanggal


:…………………

Kelas :…………………… Instruktur


:…………………

Prodi :……………………

Maks. Besar Butir : ………. mm

No. Contoh I II
1. Berat talam + contoh basah (gram)
2. Berat talam + contoh kering (gram)
3. Berat air : 1-2 (gram)
4. Berat talam (gram)
5. Berat contoh kering : 2-4 (gram)
6. Kadar air : 3 : 5 x 100%
7. Kadar air rata-rata (%)

Catatan :

………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
...........

36
Anggota : Persetujuan Instruktur

1. …………………………

2. …………………………

3. …………………………
(………………………………)

2.2.6 BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT HALUS

2.2.6.1 TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan


dapat :

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji kadar air pada agregat


halus
b. Melakukan uji kadar air pada agregat halus dengan
menggunakan peralatan yang tepat dan benar
c. Menentukan berat jenis curah ( bulk ), berat jenis kering
permukaan jenuh ( s.s.d ), berat jenis semu ( Apparent ),dan
penyerapan air agregat halus dihitung terhadap berat kering.
d. Menerangkan kegunaan uji berat jenis agregat halus dalam
kaitannya dengan perhitungan rancangan campuran beton ( mix
design )

2.2.6.2 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan


dapat :
a. Menentukan berat jenis dan penyerapan air yang dihitung
terhadap berat kering pada agregat halus

2.2.6.3 DASAR TEORI

37
Berat jenis agregat berbeda satu sama lainnya tergantung dari
jenis batuan, susunan mineral, struktur butiran dan porositas
batuannya.
Didalam teknologi beton dipergunakan istilah atau pengertian
berat jenis dan penyerapan air sebagi berikut :
a. Berat jenis Curah ( bulk ), adalah perbandingan Antara
berat agregat kering dengan berat berat air suling yang
volumennya sama denga volume agregat dalam keadaan
jenuh pada suhu 25° C.
b. Berat jenis keadaan jenuh kering muka ( s.s. d.), adalah
perbandingan Antara berat agregat pada keadaan jenuh
atau kering muka dengan berat air murni pada volume yang
sama dengan volume agregat dalam keadaan jenuh pada
suhu 25° C.
c. Berat jenis semu ( apparent ), adalah perbandingan antara
berat agregat kering dengan berat air suling yang
volumennya sama dengan volume agregat dalam keadaan
kering pada suhu 25° C.
d. Penyerapan air, adalah perbandingan berat air yang dapat
diserap pori- pori agregat terhadap berat agregat kering,
dinyatakan dalam persen.

Pengujian pada jenis agregat halus, yaitu agregat yang lolos


saringan No. 4 ( 4,75 mm ). Hasil penguian, selanjutnya dapat
digunakan dalam pekerjaan :

a.) Penyelidikan quarry agregat.


b.) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton
c.) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan
jalan

2.2.6.4 PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

38
a.) Timbangan, Kapasitas 1kg atau lebih dengan ketelitian 0,1
gram.

b.) piknometer,kapasitas 500 ml

c.) Kerucut terpancung,diameter bagian atas ( 40±3) mm,


diameter bagian bawah ( 90±3 ) mm,dan tinggi ( 75± 3 ) mm,
dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm.

d.) Batang penumbuk , yang mempunyai bidang penumbuk rata ,


berat 340±15 gram,diameter permukaan penumbuk 25± 3 mm
batang penumbuk.

e.) Saringan

f.) Oven, dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi


sampai 110 ± 5 ° C.

g.) Talam

h.) Bejana tempat air

i.) Pompa hampa udara

j.) Desikator

k.) Riffle sample

b. Bahan

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan NO. 4 ( 4,75 mm


) diperoleh dari alat pemisah contoh ( Riffle sample ) atau cara
perempat ( Quarterring ) sebanyak 500 gram.

2.2.6.5. PROSEDUR PELAKSANANAAN

a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu ( 110 ± 5 )° C


sampai berat tetap, yang dimaksud dengan berat tetap adalah
keadaan berat benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan
pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut

39
turut, Tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar dari
pada 0,1%, dinginkan pada suhu ruang , kemudian rendam dalam
air selama ( 24 ± 4 ) jam.

b. Buang air perendam dengan hati – hati, jangan ada butiran


yang hilang, tebarkan agregat diatas talam keringkan diudara
panas dengan cara membalik balikkan benda uji, melakukan
pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh.

c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan


benda uji kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan bata
penumbuk sebanyak 25 kali, Angkat kerucut terpancung, keadaan
kering permukaan jenuh tercapai apabila benda uji runtuh akan
tetapi masih dalam keadaan tercetak.

d. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh


masukan 500 gram benda uji kedalam Piknometer, masukkan air
suling sampai mencapai 90 % isi piknometer, Putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya,
untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa
udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap, dan dapat juga dilakukan dengan merabus piknometer.

e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk


penyesuaian perhitungan kepada suhu standar 25° C.

f. Tambahkan air sampai pada tanda batas

g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian


0,1 gram ( BT )

h. Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu ( 110


± 5 )° C sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam
desikator.

i. Setelah benda uji dingin,kemudian timbanglah ( Bk )

40
2.2.6.6. PERHITUNGAN

a. Berat jenis curah Bk


= (B + 500 -
(Bulk dry specific gravity) Bt)

b. Berat jenis kering permukaan 500


= (B + 500 -
(Saturated surface dry) Bt)

c. Berat jenis semu Bk


=
(Apparent specific gravity) (B + Bk - Bt)

d. Penyerapan air (500 - Bk)


= x 100 %
Bk

Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
Bt = berat piknometer berisi air benda uji dan air (gram)
berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh
500 =
(gram)

2.2.6.7. CATATAN

Hasil perhitungan dilaporkan dalam dua angka dibelakang koma.

2.2.6.8. DAFTAR PUSTAKA

a. SNI 03 ̶ 1970 – 1990

b. AASHTO T ̶ 84 ̶ 88

c. , 1987, Teknologi Bahan II, PEDC, Bandung

2.2.6.9. LAMPIRAN

41
Gambar 2. Kerucut Abram’s

Gambar 2.6b. Timbangan

Gambar 2.6c. Desikator

42
43
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
Gedung E4, Kampus Sekaran, Gunung Pati - Semarang

PENGUJIAN BERAT JENIS AGREGAT HALUS

Kelompok :………………….. Tanggal :………………………


Kelas :…………………… Instruktur :………………………
Program Studi :…………………….

Rata -
No. Contoh I II
rata
Berat benda uji kering permukaan jenuh (ssd)….500
Berat benda uji kering oven ………………………………Bk
Berat piknometer diisi air (25° C)……………………….B
Berat piknometer + benda uji (ssd) + air (25°C) Bt
Berat jenis ( Bulk) : 𝐵𝑘
𝐵 + 500 − 𝐵𝑡

Berat jenis jenuh (Ssd) : 500


𝐵 + 500 − 𝐵𝑡

Berat jenih semu (Apparent) : 𝐵𝑘


𝐵 + 𝐵𝑘 − 𝐵𝑡

500 − 𝐵𝑘
Penyerapan air : 𝑥100%
𝐵𝑘

Catatan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
.
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
.
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
.

Anggota : Persetujuan Instruktur

44
1. ………………………………………….
2. ………………………………………….
3. …………………………………………. (……………………………………)

45
2.2.7. BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AIR AGREGAT KASAR

2.2.7.1. TUJUAN INSTRUKTUR UMUM

Setelah mselesai melakukan praktikum, makasiswa diharapkan dapat :

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji Kadar Air pada Agregat


Kasar.
b. Melakukan uji Kadar Air pada Agregat Kasar dengan menggunakan
peralatan yang tepat dan benar.
c. Menentukan berat jenis curah (bulk), Berat Jenis kering pemukaan
jenuh (s.s.d), Berat Jenis semu (apparent), dan Penyerapan Air
Agregat Kasar dihitung terhadap berat kering.
d. Menerangkan kegunaan uji Berat Jenis Agregat Kasar dalam
kaitannya dengan perhitungan rancangan campuran beton (Mix
design).

2.2.7.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah mekalukan peraktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menentukan Berat jenis dan Penyerapan air yang dihitung terhadap


berat kering pada Agregat Kasar

2.2.7.3. DASAR TEORI

Berat jenis agregat berbeda satu sama lainnya tergantung dari jenis
batuan, susunan mineral, stuktur butiran dan porositas batuannya. Di
dalam Teknologi Beton dipergunakan istilah atau pengertian berat jenis
dan penyerapan air sebagai berikut :

a. Berat Jenis Curah (Bulk), adalah perbandingan antara berat


agregat kering dan berat air suling yang volumenya sama dengan
volume agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C.

46
b. Berat Jenis Kering Permukaan Jenuh (S.s.d.), adalah
perbandingan antara erat agregat kering permukaan jenuh dan
berat air auling yang volumenya sama dengan volume agrgat
dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C.
c. Berat Jenis Semu (Apparent), adalah perbandingan anatara berat
agregat kering dengan berat air suling yang volumenya sama
dengan volume agregat dalam keadaan kering pada suhu 25°C.
d. Penyerapan air, adalah perbandingan berat air yang dapat diserap
(Quarry) terhadap berat agregat kering, dinyatakan dalam persen.

Pengujian dilakukan terhadap agregat, yaitu agregat yang tertahan diatas


saringan No.4 (4,75 mm). hasil pengujian dipergunakan dalam peerjaan :

a) Penyelidikan Quarry agregat


b) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu beton.
c) Perencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan jalan.

2.2.7.4. PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

a) keranjang kawat, ukuran 3,35 mm (No.6) atau 2.36 (No.8), kapasitar


5 kg.

b) tempat air, kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan,


dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air tetap.

c) Timbangan, kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1% dari berat contoh


yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.

d) Oven, dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi sampai (110± 5)°C.

e) Alat pemisah contoh (Riffle sample)

f) Saringan, No.4 (4,75)

b. Bahan

47
Benda uji adalah agrgat yang tertahan diatas saringan No.4 (4,75 mm)
diperoleh dari alat pemisah contoh (Riffle Sample) atau cara perempat
(Quartering) sebanyak kira-kira 5 kg.

2.2.7.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan agregat.

b. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai berat
tetap, sebagai catatan, bila penyerapan dan harga berat jenis
digunakan dalam pekerjaan beton dimana agregatnya digunakan pada
keadaan kadar air aslinya, maka tidak perlu dilakukan pengeringan
oven.

c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam dalam desikator,
kemudian timbang beratnya dengan ketelitian 0,5 gram (Bk).

d. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24±4 jam.

e. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan ain penyerap sampai selaput
air pada permukaan agregat hilang (agregat ini dinyatakan dalam
keadaan kering permukaan jenuh atau SSD), untuk butiran yang besar
pengeringan harus satu persatu.

f. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering permukaan
(Bj).

g. Letakkan benda uji ke dalam keranjang, goncangkan batunya untuk


mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnyadi dalam air
(Ba), dan ukur suhu air yang penyesuaian perhitungan, kepaada suhu
standard 25°C

2.2.7.6 PERHITUNGAN

48
a. Berat jenis curah Bk
=
(Bulk dry specific gravity) Bj - Ba

b. Berat jenis kering permukaan Bj


=
(Saturated surface dry) Bj - Ba

c. Berat jenis semu Bk


=
(Apparent specific gravity) Bk - Ba

d. Penyerapan air Bj - Bk
= x 100 %
Bk
Dimana :
Bk = berat benda uji kering oven (gram)
Bj = berat jenis uji kering permukaan jenuh, (gram).
Ba = berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air, (gram)
2.2.7.7. CATATAN

a. Karena harga berat jenis yang tidak tetap walaupun dilakukan dengan
sangat hati-hati. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan berulang-ulang
minimum 2 kali pemeriksaan. Kemudian diambil harga rata-ratanya.

b. Hasil penentuan dilaporkan dalam 2 desimal.

2.2.7.8. DAFTAR PUSTAKA

a. SNI 03-1969-1990

b. AASHTO T -84-88

c. ASTM C -127 -88 (1993)

d. PB’-0202-76

e. , 1987, Teknologi Bahan II, PEDC, Bandung.

49
2.2.7.9. LAMPIRAN

Gambar 2.7a. Timbangan

Gambar 2.7b. Oven

Gambar 2.7c. alat pemisah contoh Riffle Sample

50
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
Gedung E4, Kampus Sekaran, Gunung Pati - Semarang

PENGUJIAN BERAT JENIS AGREGAT KASAR

Kelompok :……………………… Tanggal :……………………


Kelas :…………………….. Instruktur :………………………
Program Studi :………………………

Rata -
No. Contoh I II
rata
Berat benda uji kering permukaan jenuh (ssd)….500
Berat benda uji kering oven ………………………………Bk
Berat piknometer diisi air (25° C)……………………….B
Berat piknometer + benda uji (ssd) + air (25°C) Bt
𝐵𝑘
Berat jenis ( Bulk) :
𝐵 + 500 − 𝐵𝑡
500
Berat jenis jenuh (Ssd) :
𝐵 + 500 − 𝐵𝑡
𝐵𝑘
Berat jenih semu (Apparent) :
𝐵 + 𝐵𝑘 − 𝐵𝑡
500 − 𝐵𝑘
Penyerapan air : 𝑥100%
𝐵𝑘

Catatan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
.
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
.
……………………………………………………………………………………………………………………………………….
.

Anggota : Persetujuan Instruktur


1. ………………………………………….
2. ………………………………………….
3. …………………………………………. (……………………………………)

51
2.2.8. KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES

2.2.8.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji Keausan pada Agregat


Kasar dengan metode Los Angeles
b. Melakukan uji Keausan pada Agregat Kasar dengan menggunakan
mesin Abrasi Los Angeles yang tepat dan benar.
c. Menentukan angka Keausan Agregat, yang dinyatakan dengan
perbandingan antara berat bahan aus lolos sarigan No. 12 (1,70
mm) terhadap berat semula, dalam persen.
d. Menilai Ketahanan Aus agregat kasar terhadap gaya aus.

2.2.8.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menentukan mutu agregat kasar untuk dapat dipergunakan sebagai


bahan beton berdasarkan hasil uji ketahanan Aus

2.2.8.3. DASAR TEORI

Pada umumnya kekuatan dan elastisitas agregat tergantung dari jenis


batuannya, susunan mineralnya, tekstur butiran atau kristalnya. Untuk
berbagai jenis batuan kekuatannya dinyatakan dengan kekuatan hancur

52
yang diperoleh dengan cara menguji kekuatan tekan sampai hancur
contoh batuan dalam bentuk kubus berusuk 50 m atau silinder
berdiameter 25 mm atau mm. Kekuatan hancur suatu jenis batuan juga
sangat bervariasi tergantung dari beberapa hal antara lain susunan
mineral, ikatan antara butiran, porositas dsb.

Kekuatan agregat sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton, agregat


yang lemah tidak akan bmenghasikan beton yang kuat da auntuk
membuat beton berkekuatan tinggi haruslah dipakai agregat yng tinggi
pula kekuatannya.

Kekuatan agregat beton diperoleh dengan cara pengujian kekuatan


secara tidak langsung yaitu diuji sejumlah contoh dalam bentuk beberapa
ukuran butir pada volume tertentu (secara bulk). Cara pengujian dilakukan
dengan uji ausan dengan menggunakan mesin aus Los Angeles dan
ketahanan aus dinyatakan dengan persen dari contoh agregat kasar.

Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur keausan agregat kasar,


hasilnya dapat digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan bahan
perkerasan jalam atau konstruksi beton.

2.2.8.4. PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

a) Mesin Abrasi Los Angeles, terdiri dari silinder baja tertutup pada
kedua sisinya dengan diameter 711 mm (28’’), panjang dalam 504
mm (20’’)silinder bertumpu pada 2 poros pendek yang tak menerus
dan berputar dpada [olos mendatar. Silinder berlubang untuk
memasukan benda uji. Penutup lubar terpasang rapat sehingga
permukaan dalam silinder tidak terganggu, diagian silinder terdapat
bilah baja melintang penuh setinggi 89 mm (3,56’’).

b) Saringan, No. 12 (1,70 mm).

53
c) Timbangan, ketelitian 5 gram
d) Bola-bola baja, diameter rata-rata 4,68 cm (1/7/6’’) dan berat
masing-masing antara 400 gram sampai 440 gram.
e) Oven, dilengkapi pengatur suhu untuk memanasi sampai (110n ±5)
°C

b.Benda Uji

Benda uji dipersiapkan dengan cara sebagai berikut :

a) Berat dan gradasi benda uji sesuai dengan daftar.


b) Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu (110 ±
5)°C sampai berat tetap.

Table 2. 7. Hubungan berat benda uji dengan fraksi dan jumlah


bola baja

ukuran saringan Berat dan Gradasi benda uji (gram)


lewat tertahan
A B C D E F G
mm ('') mm ('')
75 63.5 2500
63.5 50.8 2500
50.8 37.5 5000
37.5 25.4 1250 5000
25.4 19.05 1250 5000
19.05 12.5 1250 2500 5000
12.5 9.51 1250 2500 5000
9.51 6.35 2500
6.35 4.75 2500
4.75 2.36 5000
Jumlah bola 12 11 8 6 12 12 12
5000 4584 3330 2500 5000 5000 5000
Berat bola
±25 ±25 ±20 ±15 ±25 ±25 ±25

54
2.2.8.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

a. pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat


dilakukan dengan saah satu dari 7 cara/ fraksi berikut :

a) Cara A : Gradasi A, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan


9,5 mm.

jumlah bola 12 buah dengan 500 putaran.

b) Cara B : Gradasi B, bahan lolos 19 mm sampai tertahan 9,5


mm.

jumlah bola 11 buah dengan 500 putaran.

c) Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9,5 mm sampai tertahan


4,75 mm.

jumlah bola 8 buah dengan 500 putaran.

d) Cara D : Gradasi D, bahan lolos 4,75 mm sampai tertahan


2,36 mm.

jumlah bola 6 buah dengan 500 putaran.

e) Cara E : Gradasi E, bahan lolos 75 mm sampai tertahan 37,5


mm.

jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.

f) Cara F : Gradasi F, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25


mm.

jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.

g) Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan


19 mm.

jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran.

55
b. Benda uji dan bola-bola baja dimasukan ke dalam mesin Los
Angeles.
c. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai dengan 33 rpm,
jumlah putaran gradasi A, B, C, dan D 500 putaran dan untuk
gradasi E, F, dan G 1000 putaran.
d. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin
kemudian saring dengan saringan no. 12. Butiran yang tertahan
diatasnya dicucui bersih, selanjutnya keringkan dalam oven
suhu (110 ± 5°C)

2.2.8.6. PERHITUNGAN

a-b
Keausan x 100 %
a

Dimana :

a = berat benda uji semula (gram)

b = berat benda uji tertahan saringan no. 12 (gram)

2.2.8.7. CATATAN

Keausan dilaporkan sebagai bilangan bulat dan prosen.

2.2.8.8. DAFTAR PUSTAKA

a. SNI 03-2417-1991

b. AASHTO T -96-77 (1982)

56
c. ASTM C 131 -96 DAN astm 535-96

d. PB -0206-76

e. , 1987, Teknologi Bahan II, PEDC, Bandung.

2.2.8.10. LAMPIRAN

57
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Gedung E4, Kampus Sekaran, Gunung Pati - Semarang

PENGUJIAN KEAUSAN DENGAN MESIN LOS ANGELES

Tanggal
Kelompok :…………………………………………… :…………………………………..
Instruktur
Kelas :………………………………………………….. :……………………………….
Program Studi :……………………………………..

Gradasi pemeriksaan …B (fraksi 10-20 mm)


Saringan I II
Berat Berat Berat Berat
Lolos Tertahan
sebelum sesudah sebelum sesudah
(mm) (mm)
(a) (b) (a) (b)
76,2(3") 63,5 (2½")
63,5(2 ½'') 50,8 (2")
50,8(2'') 37,5 (1½")
37,5(1½'') 25,4(1")
25,4(1'') 19,0 (¾'')
19,0(¾'') 12,5(½'')
12,5(½'') 9,5 (3/8 '')
9,5 (3/8 '') 6,3 (¼'')
6,3 (¼'') 4,75 (no.4)
4,75(no.4) 2,36 (no.8)

II. a
I. a :……………………… :……………………
b
b :…………………….. :……………………
a-b
a-b :…………………….. :……………………
Keausan I : Keausan II :
a-b / a x 100% :……………% a-b / a x 100% :……………….
Keausan rata-rata : I + II /2 :………….%

Catatan :

58
…………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………..

Anggota :
1. …………………………………………. Persetujuan Instruktur
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
(……………………………………)

59
2.2.9. KEKERASAN AGREGAT METODE RUDELOFF

2.2.9.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji kekerasan pada agregat


kasar dengan metode rudeloff.
b. Melakukan uji kekerasan pada agregat kasar dengan
menggunakan metode rudeloff yang tepat dan benar
c. Menentukan angka kekerasan agregat, yang dinyatakan dengan
perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan 2,00 mm
terhadap berat semula, dalam persen
d. Menilai ketahanan hancur agregat kasar terhadap gaya hancur
atau tekan.

2.2.9.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menentukan mutu agregat kasar untuk dapat dipergunakan sebagai


bahan beton berdasarkan hasil uji ketahanan hancur.

2.2.9.3. DASAR TEORI

Kekuatan hancur suatu jenis batuan sangat bervariasi tergantung dari


beberapa hal antara lain susunan mineral, ikatan antara butiran, porositas
dan sebagainya.

Kekuatan agregat sangat berpengaruh terhadap kekuatan beton, agregat


yang lemah tidak akan menghasilkan beton yang kuat dan untuk membuat

60
beton berkekuatan tinggi haruslah dipakai agregat yang tinggi pula
kekuatannya.

Kekuatan agregat beton diperoleh dengan cara pengujian kekuatan


secara tidak langsung yaitu diuji sejumlah contoh yang dalam bentuk
beberapa ukuran butir pada volume tertentu(secara bulk). Sehingga dapat
dinilai kekerasannya.

Sifat keras terhadap kuat hancur dari batu pecah atau kerikil alam perlu
ditentukan, untuk apabila suatu agregat dipergunakan sebagai bahan
pondasi, konstruksi jalan raya, dan sebagai agregat untuk beton.

2.2.9.4. PERALATAN

a. Peralatan

a) bejana baja, berbentuk silinder, dengan garis tengah dalam 11,8


cm, lengkap dengan stempelnya.

b) mesin tekan, kapasitas 40 ton

c) ayakan standar, dengan mata ayakan 2,0 mm.

d) Timbangan, kapasitas ±5 kg, ketelitian 10 gram.

e) Bak penampung, dari plat logam ukuran (40x40) cm, dalam 5


cm.

b. Bahan

ayakan agregat kasar batu pecah kerikil, dengan ayakan berlubang 30


mm, 19,2 mm. dan 9,6 mm, sehingga mendapat :

a) Fraksi A, antara 30-19,2 mm


b) Fraksi B, antara 19,2- 9,6 mm

61
Sediakan masing-masing fraksi sebanyak 1,1 liter untuk 1 kali pengujian
dan keringkan dalam oven pada suhu (110±5)°C contoh-contoh ini,
sampai berat tetap, timbang beratnya.

2.2.9.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

a. Masukkan agregat masing-masing fraksi ini kedalam silinder Rudeloff


yang bergaris tengah 11,8 cm, sebanyak 1,1 liter.

b. pasangkan stempel penekanannya.

c. Tempatkan silinder ini dibawah mesih tekan, lalu bebani dengan


tekanan sebesar 20 ton yang dicapai dalam waktu 11/2 menit, kemudian
tahan beban ini selama ½ menit.

d. Turunkan bebanya dan silinder beserta isinya diangkat dari mesin


tekan, buka stempelnya.

e. Keluarkan isi berkas batu ditekan secara hati-hati sampai dinding


bejana bersih.

f. Tampung batu hasil tekanan ini, dan ayak dengan ayakan 2,00 mm.

g. Timbangan sisa diatas ayakan 2,00 mm sampai ketelitian 10 gram.

2.2.9.6 PERHITUNGAN

Benda uji yang menembus lubang ayakan 2,00 mm =

A-B x 100
Keausan
A %

Dimana :

A = berat benda uji semula (gram)

62
B = berat benda uji yang tertahan di atas ayakan 2,00 mm (gram)

2.2.9.7. CATATAN

a. Pemeriksaan kekerasan agregat kasar dilakukan dalam dua kali


percobaan, sedangkan nilai prosentase agregat kasar yang tembus 2,00
mm diambil rata-rata.

b. Presentase dari agregat yang tembus 2,00 mm dari hasil pemeriksaan


kekerasan agregat kasar untuk pemakaian suatu struktur beton adalah
seperti pada persyaratan agregat menurut SNI 03-6681.1-2002.

2.2.9.8. DAFTAR PUSTAKA

a. SII. 0079-75

b. SNI 03-6681.1-2002

c. , 1987, Teknologi Bahan II, PEDC, Bandung.

2.2.9.9. LAMPIRAN

Stempel penekanan dan silinder baja

63
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Gedung E4, Kampus Sekaran. Gunung Pati - Semarang

PENGUJIAN KEKERASAN DENGAN METODE RUDELOFF

Kelompok : Tanggal :
Kelas : Instruktur :
Program studi :

No. Contoh I II
Berat benda uji (A) gram
Berat benda uji setelah penekanan dan lewat saringan 2,0
mm (B) gram
Berat benda uji setelah penekanan dan tertahan saringan
2,00 mm
Kekerasan : B / A X 100 %
Kekerasan rata-rata : I + II / 2 ( % )

Catatan :
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………………………………………..

Anggota Persetujuan Instruktur


1.
2.
3.
4. (………………………………..)

64
2.2.10. KEPIPIHAN

2.2.10.1. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menerangkan prosedur pelaksanaan uji kepipihan pada agregat


kasar
b. Melakukan uji kepipihan pada agregat kasar dengan menggunakan
peralatan yang tepat dan benar
c. Menentukan bentuk/kepipihan secara manual dari suatu agregat,
yang dinyatakan dalam persen.

2.2.10.2. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah selesai melakukan praktikum, mahasiswa diharapkan dapat :

a. Menentukan mutu agregat kasar untuk dapat dipergunakan sebagai


bahan beton berdasarkan hasil uji kepipihan.

2.2.10.3. DASAR TEORI

Agregat alam maupun batu pecah dapat mempunyai berbagai bentuk


butiran.

Ditinjau dari bentuk, agregat dapat digolongkan dalam bentuk-bentuk


berikut :

a. Bulat, berbentuk bulat penuh atau bulat telur. Yang termasuk jenis
ini, adalah pasir dan kerikil sungai dan dari pantai.
b. Tidak beraturan, bentuk alamiahnya memang tidak beraturan atau
sebagian tejadi karena pergeseran dan mempunyai sisi/tepi yang

65
bulat. Yang termasuk ini adalah kerikil sungai, kerikil darat, dan
kerikil yang berasal dari lahar gunung api.
c. Bersudut, bentuk ini tidak beraturan, memunyai sudut-sudut tajam
dan permukaannya kasar. Yang termasuk jenis ini adalah batu
pecah, yaitu hasil pemecahan dengan mesin dari berbagai jenis
batuan.
d. Pipih, yang disebut piph dalah bahan yang tebalnya jauh lebih kecil
dari dua dimensi lainnya. Biasanya disebut pipih jika tebalnya
kurang dari sepertiga lebar. Agregat jenis ini berasal dari batu-batu
yang berlapis.
e. Memanjang, yang disebut memanjang adalah bahan yang
panjangnya jauh melebihi dari dua dari dimensi lainnya. Yang
disebut memanjang bila panjangnya lebih dari tiga kali lebarnya.
f. Pipih dan memanjang, butiran yang panjangnya melebihi lebarnya
dan lebarnya jauh melebihi tebalnya.

Bentuk butiran agregat mempunyai hubungan erat dengan luas


permukaan dan banyaknya rongga yang akan terdapat didalam
agregat. Agregat yang berbentuk bulat luas permukaannya lebih kecil
daripada yang berbentuk pipih dan memanjang. Perbedaan luas
permukaan akan mempengaruhi jumlah air pengaduk dan atau pesta
semen yang diperlukan untuk pembuaatan beton. Agregat kasar yang
mengandung butir-butir pipih dan panjang hanya dapat dipakai, apabila
jumlah butir-butir ipih dan panjang tersebut tidak melampaui 20% dari
berat agregat seluruhnya.

2.2.10.4. PERALATAN DAN BAHAN

a. Peralatan

a) Jangka Sorong

b) Talam

66
c) Timbangan, kapasitas ± 10 kg, ketelitian 0,5%

b. Bahan

ambil sejumlah agregat kasar yang mewakili persediaan agregat yang


telah dipersiapkan untuk diuji.

2.2.10.5. PROSEDUR PELAKSANAAN

a. Mengambil benda uji sebanyak ±1 kg yang telah dikeringkan dalam


oven (A) gram

b. ukur panjang (p), lebar (l), dan tebal (t) dari masing-masing butiran
agregat, lalu masukan dalam klarifikasinya :

a) P > 3 l Panjang
b)l > 3 t Pipih
c) P > 3 l dan l <3 t Baik

c. Timbang agregat yang berbentuk panjang (B) dan yang berbentuk pipih
(C).

2.2.10.6. PERHITUNGAN

Butiran pipih dan B + C


= x 100%
panjang A

Dimana:
Berat benda uji
A
= semula
Berat benda uji berbentuk panjang,
B
= (gram)
C = Berat benda uji berbentuk pipih, (gram)

67
2.2.10.7. DAFTAR PUSTAKA

a. SNI 03-6861.1-2002

b. SII. 0456-81

c. , 1987, Teknologi Bahan II, PEDC, Bandung.

2.2.10.9. LAMPIRAN

Gambar 2.10. Alat ukur kepipihan

68
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Gedung E4, Kampus Sekaran. Gunung Pati - Semarang

PENGUJIAN KEPIPIHAN

Kelompok : Tanggal :
Kelas : Instruktur :
Program studi :

No. Contoh I II
Berat agregat total (A) gram
Berat agregat untuk P> 3 L (B) gram
Persentase agregat panjang dan pipih
: B + C / A X 100 %
Panjang dan pipih rata-rata

Catatan
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………

Anggota Persetujuan Instruktur


1
2
3
4 (………………………………..)

69
LAB. UJI BAHAN BANGUNAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Gedung E4, Kampus Sekaran, Gunung Pati - Semarang

2.3 RINGKASAN HASIL UJI AGREGAT

Kelompok :………………………… Tanggal :……………………


Kelas :………………………… Instruktur :…………………….
Program Studi :…………………………

Metode Spesifikasi
No. Jenis Pengujian Hasil uji Satuan
Pengujian Min Mak
1. Kadar organik SNI 03-2816-1992 Tidak boleh ada
2. Kadar butir halus lewat SNI 03-4142-1996
Saringan n0.200
Agregat halus 5 %
Agregat kasar 1 %
3. Kekekalan SNI 03-3407-1994 12 %
4. Analisa ayak:
Agregat halus SNI 03-1968-1990 1,5 3,8 FM
Agregat kasar SNI 03-1968-1990 6 7,1 FM
Tgt. Kondisi
5. Kadar air SNI 03-1971-1990 agregat %
6. Berat jenis ssd :
SNI 03 - 1970-
Agregat halus 1990
SNI 03 -1969-
Agregat kasar 1990
7. Keausan - los angeles SNI 03-2417-1991 TGT. Mutu beton %
8. Kekerasan - Rudeloff SII 0079-75 TGT. Mutu beton %
9. Kepipihan SII 0456-81 20 %

Catatan :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Anggota :
1. …………………………………………… Persetujuan Instruktur

70
2. ……………………………………………
3. ……………………………………………
(……………………………………)

71

Anda mungkin juga menyukai